Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

STUDI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KECAMBAH BERAS COKLAT (PERLAKUAN VARIASI KONSENTRASI ELISITOR KITOSAN DAN LAMA ELISITASI) Maligan, Jaya Mahar; Alin, Alin Alin; Wani, Yudi Arimba
REKAPANGAN Vol 11, No 1 (2017): REKAPANGAN
Publisher : UPN VETERAN JAWA TIMUR

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Aktivitas antioksidan adalah kemampuan antioksidan dalam menghambat reaktivitas radikal bebas.Faktor yang dapat meningkatkan aktivitas antioksidan salah satunya adalah konsentrasi elisitor kitosan dan lamaelisitasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan aktivitas antioksidan dengan variasi konsentrasielisitor kitosan dan lama elisitasi pada kecambah beras coklat. Penelitian ini menggunakan studi eksperimentaldengan rancangan acak kelompok (RAK) dengan dua faktor yaitu konsentrasi elisitor dan lama elisitasi, terdiridari enam kelompok perlakuan yaitu 100 ppm 12 jam elisitasi, 100 ppm 18 jam elisitasi, 100 ppm 24 jam elisitasi,200 ppm 12 jam elisitasi, 200 ppm 18 jam elisitasi, dan 200 ppm 24 jam elisitasi dengan tiga kali pengulangan.Sampel dalam penelitian ini adalah beras coklat dengan varietas mentik. Uji aktivitas antioksidan menggunakanmetode 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH). Analisa data menggunakan One way ANOVA dan uji lanjutan Posthoc Tukey untuk mengetahui kelompok perlakuan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapatperbedaan aktivitas antioksidan kecambah beras coklat pada semua kelompok dengan nilai ρ 0,000 (ρ<0,05).Kelompok perlakuan yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi yaitu 200 ppm 12 jam elisitasi sebesar 31,64%,sedangkan kelompok perlakuan yang memiliki aktivitas antioksidan terendah yaitu 100 ppm 18 jam elisitasisebesar 11,68%. Perlakuan terbaik dalam penelitian ini adalah kelompok perlakuan yang memiliki aktivitasantioksidan paling tinggi yaitu 200 ppm 12 jam elisitasi sebesar 31,64%. Kesimpulan dari penelitian ini adalahterdapat perbedaan aktivitas antioksidan kecambah beras coklat pada kelompok perlakuan. Berdasarkan hasilpenelitian ini, disarankan agar mengkonsumsi sebanyak 100 g/hari kecambah beras coklat sebagai antioksidanyang bermanfaat bagi kesehatan masyarakat.Kata kunci: kecambah beras coklat, konsentrasi elisitor, lama elisitasi, aktivitas antioksidan
Peningkatan Kadar Kalsium dengan Penambahan Tepung Wijen pada Cake Ampas Tahu Wani, Yudi Arimba; Farina, Amelia; Wahyuni, Endang Sri
Indonesian Journal of Human Nutrition Vol 2, No 2 (2015)
Publisher : Jurusan Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (374.088 KB) | DOI: 10.21776/ub.ijhn.2015.002.02.5

Abstract

AbstrakTiga puluh persen lebih anak di Indonesia memiliki rata-rata konsumsi energi dan protein di bawah 70% Angka Kecukupan Gizi (AKG). Selain itu, asupan kalsium anak usia sekolah masih rendah yaitu 246,5 mg dari 1000 mg per hari. Maka, diperlukan upaya perbaikan dengan pembuatan produk pangan yang difortifikasi bahan makanan tinggi kalsium. Salah satu bahan makanan tinggi kalsium yang mudah didapatkan di Indonesia adalah wijen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan peningkatan kadar kalsium dan mutu organoleptik cake ampas tahu dengan penambahan tepung wijen. Penelitian ini merupakan True Experimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), yang dilakukan dengan 4 perlakuan dan 6 replikasi. Perlakuan yang diterapkan berdasarkan proporsi penambahan tepung wijen, yaitu P0 (tanpa penambahan), P1 (penambahan 30 g), P2 (penambahan 40 g), P3 (penambahan 50 g). Kadar kalsium cake diukur dengan metode spectrophotometri. Pengujian mutu organoleptik cake menggunakan Hedonic Scale Test, dengan 50 orang panelis dari siswa kelas 5 Sekolah Dasar, untuk melihat atribut rasa, aroma, warna, dan tekstur. Penelitian ini membuktikan perbedaan signifikan kadar kalsium pada semua perlakuan (p < 0,001), disertai tren peningkatan kadar kalsium seiring penambahan konsentrasi tepung wijen. Hasil uji mutu organoleptik menunjukkan perbedaan signifikan tingkat kesukaan pada variabel rasa, aroma, dan tekstur cake ampas tahu dengan penambahan tepung wijen (p < 0,05), namun tidak pada variabel warna (p > 0,05). Produk yang paling disukai adalah P2 berkadar kalsium 415,54 mg, memenuhi 41,5% AKG/100 g. Sehingga, penambahan tepung wijen pada cake ampas tahu memberikan perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan kadar kalsium dan mutu organoleptik (rasa, aroma, tekstur) cake ampas tahu.Kata kunci: kalsium, cake ampas tahu, tepung wijen, mutu organoleptik  AbstractMore than one third of Indonesian children lacked their intake of energy and protein which is less than 70% of nutritional adequacy level. Besides, they have low calcium intake which accounts for 246,5 mg of 1000 mg daily. Thus, it’s necessary to make a product which is fortified by calcium rich foods. Sesame is one of them that is easily obtained in Indonesia. This study aimed to find out the difference of increased level of calcium content and organoleptic qualities of product. this study was conducted using true experimental design with completely randomized design which was done in 4 groups and 6 repetition. The groups were distinguished based on the proportion of sesame flour addition: P0 (0 g), P1 (30 g), P2 (40 g), P3 (50 g). Calcium content was determined by spectrophotometry method. Organoleptic qualities was determined using Hedonic Scale Test in 50 panelists of the fifth grade elementary school children to assess their experiences of sensory attributes of products as taste, aroma, colour, and texture. This study showed the addition of sesame flour to cake with tofu waste had a significant difference on the calcium level (p<0,001) and underwent an increasing trend with the rise of calsium level. This study also found out significant differences for organoleptic quality especially on taste, aroma, and texture (p<0,05) but not in its colour (p>0,05). The most preferred product of this study was P2 that contained 415,54 mg of calcium and met 41,5% of nutritional adequacy rate per 100 g of cake. Finally, the addition of sesame flour on cake with tofu waste had a significant difference to the rise of calcium level and organoleptic qualities (taste, aroma, and texture).Key words: calcium, cake with tofu waste, sesame flour, organoleptic qualities
SURVEI STATUS GIZI DAN PERKEMBANGAN ANAK BALITA MENGGUNAKAN KUESIONER PRASKRINING PERKEMBANGAN (KPSP) Wani, Yudi Arimba; Wilujeng, Catur Saptaning; Rahmi, Yosfi; Kusuma, Titis Sari; Rahmawati, Widya; Fadhilah, Eriza; Ruhana, Amalia
Majalah Kesehatan FKUB Vol 4, No 4 (2017): MAJALAH KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (317.15 KB) | DOI: 10.21776/ub.majalahkesehatan.2017.004.04.5

Abstract

Abstrak Banyak anak usia 1-5 tahun terancam mengalami gangguan perkembangan karena keterbatasan ekonomi dan kondisi gizi yang tidak optimal. Kegiatan survei perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat tumbuh kembang anak, agar dapat melakukan tindakan perbaikan yang tepat bila ditemukan penyimpangan. Penelitian ini merupakan survei analitik. Jumlah sampel adalah 79 anak, berusia 1-5 tahun dan mendapat kesediaan orang tua untuk menjadi subjek penelitian. Pengukuran anthropometri berat badan dan tinggi badan serta observasi perkembangan dengan KPSP dilakukan pada setiap subjek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 12% anak kurus/sangat kurus, 26% anak gizi kurang/gizi buruk, 38% anak pendek/sangat pendek, dan 10% anak mengalami penyimpangan perkembangan serta 33% memiliki perkembangan meragukan. Disimpulkan bahwa pada penelitian ini, proporsi anak kurang gizi tergolong tinggi. Kata kunci: anak usia 1-5 tahun, KPSP, perkembangan anak, status gizi
Perbandingan Perkembangan Motorik Anak Usia 1-3 Tahun dengan Berat Badan Kurang Pendek dan Tidak Pendek Wani, Yudi Arimba; Hadi, Hamam
Indonesian Journal of Human Nutrition Vol 5, No 1 (2018)
Publisher : Jurusan Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (129.007 KB) | DOI: 10.21776/ub.ijhn.2018.005.01.4

Abstract

Antioksidan merupakan salah satu zat gizi yang dapat menurunkan mual dan muntah. Antioksidan ini dapat ditemukan pada bahan makanan seperti jahe, kacang kedelai, dan kacang hijau. Bahan makanan tersebut dapat dikonsumsi dalam bentuk minuman fungsional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan pada minuman fungsional berbasis jahe dan kacang-kacangan yang dapat membantu mengatasi mual dan muntah. Desain dari penelitian ini adalah eksploratif deskriptif. Sampel pada penelitian ini yaitu 16 formula yang didapatkan dengan metode d-optimal Mixture Design pada software Design Expert 7®. Software design expert ini mampu menentukan proporsi sari jahe, sari kacang hijau, dan sari kacang kedelai. Aktivitas antiosidan diukur menggunakan metode DPPH yang disajikan dalam bentuk nilai aktivitas antioksidan IC50. IC50 didefinisikan sebagai konsentrasi antioksidan yang dapat menangkap 50% radikal bebas DPPH. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai aktivitas antioksidan IC50 formula 1 hingga 16 adalah 109,20; 104,08; 102,66; 147,88; 99,42; 129,89; 132,53; 115,87; 136,94; 109,78; 139,78; 99,33; 102,26; 135,46; 116,07; 120,45 mg/ml. Semakin kecil nilai IC50 menunjukkan bahwa aktivitas antioksidannya semakin baik. Terdapat perbedaan aktivititas antioksidan yang signifikan dari 16 formula (p = 0,0048).  Kesimpulan dari penelitian ini yaitu terdapat aktivitas antioksdan pada formula minuman fungsional berbahan dasar jahe dan kacang-kacangan sebesar 99,33 mg/ml hingga147,88 mg/ml.   Kata kunci: aktivitas antioksidan; mual; muntah;  minuman fungsionalAbstractAntioxidant is one of the nutrients that can reduce nausea and vomiting. It can be found in ginger, soy bean, and green beand. They can be consumed as functional drinks. This study aimed to determine the antioxidant activity on functional drinks based on ginger and beans that can reduce nausea and vomiting. Sample in this study is 16 formula which got by d-optimal Mixture Design method in software Design Expert 7®. That design was used to decide the proportion of ginger extract, green bean extract, and soybean extract. Antioxidant activity was measured by DPPH. It was dercribed by IC50 score of antioxidant activity. Result of this research showed that IC50 Score of antioxdant activity formula 1-16 were 109.20; 104.08; 102.66; 147.88; 99.42; 129.89; 132.53; 115.87; 136.94; 109.78; 139.78; 99.33; 102.26; 135.46; 116.07; 120.45 mg/ml respectively. The smaller score of IC50 indicated that antioxidant activity was better than the higher score.  Statistical analysis indicated a significant different (p < 0,005) on antioxidant activity among formulas (p = 0,0048). From this study could be concluded there were antioxidant activity in ginger formula about 99.33 mg/ml until 147.88 mg/ml. Keywords: antioxidant activity; nausea; vomiting; functional drink
Perbedaan Aktivitas Antioksidan Kecambah Beras Coklat (Oryza Sativa L.) Berdasarkan Lama Proses Elisitasi dan Waktu Perkecambahan Maligan, Jaya Mahar; Lestary, Monica; Wani, Yudi Arimba
Indonesian Journal of Human Nutrition Vol 4, No 2 (2017)
Publisher : Jurusan Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (206.44 KB) | DOI: 10.21776/ub.ijhn.2017.004.02.5

Abstract

Abstrak Antioksidan adalah zat yang dapat menangkal radikal bebas. Salah satu cara meningkatkan aktivitas antioksidan adalah dengan elisitasi dan perkecambahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan kecambah beras coklat berdasarkan lama elisitasi dan perkecambahan. Penelitian ini menggunakan studi eksperimental dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor yaitu lama elisitasi dan lama perkecambahan, terdiri dari enam kelompok perlakuan yaitu 12 jam elisitasi 24 jam perkecambahan, 18 jam elisitasi 24 jam perkecambahan, 24 jam elisitasi 24 jam perkecambahan, 12 jam elisitasi 36 jam perkecambahan, 18 jam elisitasi 36 jam perkecambahan, dan 24 jam elisitasi 36 jam perkecambahan yang diulang sebanyak tiga kali. Sampel yang digunakan adalah beras coklat varietas mentik. Uji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH (1,1-Diphenyl-pycryl-hydracil). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan aktivitas antioksidan kecambah beras coklat berdasarkan lama elisitasi dan perkecambahan pada semua perlakuan dengan nilai p=0,029 (Anova,p<0,05). Perbedaan signifikan pada perlakuan 18 jam elisitasi 24 jam perkecambahan, 24 jam elisitasi 24 jam perkecambahan dengan perlakuan terbaik 24 jam elisitasi 24 jam perkecambahan sebesar 15,91% Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat perbedaan aktivitas antioksidan kecambah beras coklat berdasarkan lama elisitasi dan perkecambahan. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada masyarakat untuk mengonsumsi kecambah beras coklat sebagai bahan pangan mengandung antioksidan.Kata Kunci: Aktivitas Antioksidan; Kecambah Beras Coklat; Elisitasi; Kitosan; Perkecambahan  AbstractAntioxidants are substances that can counteract free radicals. One way to improve antioxidant activity is the elicitation and germination. This study aims to determine the antioxidant activity of brown rice sprouts based on the length of the elicitation and germination. This study uses an experimental study with a randomized block design (RAK) composed by two factors, elicitation and germination time which consists of six treatments: 12 hours of elicitation 24 hours of germination, 18 hours of elicitation 24 hours of germination, 24 hours elicitation 24 hours of germination, 12 hour elicitation germination 36 hours, 18 hours elicitation germination 36 hours, and 24 hours of elicitation 36 hours of germination were repeated three times. The samples used were Mentik variety brown rice. The antioxidant activity test of this research is the method of DPPH (1,1-Diphenyl-pycryl-hydracil). The results showed that there are differences in antioxidant activity of germinated brown rice based on the length of elicitation and germination in all treatments with p=0.029 (ANOVA, p<0.05). There are significant differences in treatment 18 hours of elicitation 24 hours of germination and 24 hours elicitation 24 hours of germination with the best treatment that is 24 hours elicitation 24 hours of germination with the antioxidant activity of 15.91%. It is concluded that there is a difference in the antioxidant activity of germinated brown rice based on the length of elicitation and germination. Based on the research results, it is suggested to the public to consume germinated brown rice as foodstuffs containing antioxidantsKeywords: Antioxidant Activity; Germinated Brown Rice; Elicitation; Chitosan; Germination
Sisa Makanan Pasien Rawat Inap: Analisis Kualitatif Tanuwijaya, Laksmi Karunia; Sembiring, Lydia Gresari; Dini, Cleonara Yanuar; Arfiani, Eva Putri; Wani, Yudi Arimba
Indonesian Journal of Human Nutrition Vol 5, No 1 (2018)
Publisher : Jurusan Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (167.379 KB) | DOI: 10.21776/ub.ijhn.2018.005.01.6

Abstract

Penyelenggaran makanan di rumah sakit merupakan sistem pendukung dalam mempercepat kesembuhan pasien dari penyakit.  Sisa makanan pasien mencerminkan  rendahnya daya terima pasien terhadap makanan yang dapat meningkatkan risiko malnutrisi. Penting untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap adanya sisa makanan pada piring pasien. Penelitian ini bertujuan untuk menggali dan menganalisis secara kualitatif mengenai faktor yang memengaruhi pasien rawat inap menyisakan makanan di rumah sakit Universitas Muhammadiyah Malang. Desain penelitian adalah studi kualitatif  menggunakan wawancara mendalam kepada pasien, yang memiliki sisa makanan > 25% melalui observasi langsung sisa makanan dengan pendekatan Comstock pada 6 pasien yang berusia 18-35 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata sisa makanan pasien dalam 3 kali waktu makan adalah 57%. Faktor yang dominan mempengaruhi pasien menyisakan makanan  meliputi faktor internal (kondisi klinis, kebiasaan makan, jenis kelamin), faktor eksternal  (rasa makanan, suhu makanan, tekstur, warna makanan, porsi dan variasi bahan makanan), faktor lingkungan (makanan luar rumah sakit). Faktor internal, faktor eksternal, dan faktor lingkungan secara langsung mempengaruhi persepsi pasien terhadap makanan rumah sakit sehingga mendorong pasien untuk menyisakan makanan rumah sakit.  Kata kunci: sisa makanan; kualitatif; rumah sakitAbstract Food service management in a hospital is a support system in accelerating the patient’s recovery from illness. Plate waste of the patient reflects low acceptance of a patient to food that may increase malnutrition risk. It is important to identify the factors that affect the occurrence of plate waste on patient food. This study aimed to explore and to analyze qualitatively about the factors that affect inpatients’ plate waste in Universitas Muhammadiyah Malang hospital. This study was a qualitative study using in-depth interviews to patients who had >25% plate waste through food waste direct observation using Comstock approach in 6 patients aged 18-35 years. The results show that the average patient's plate waste in 3 meal times was 57%. The dominant factors affecting the patient plate waste include internal factors (clinical conditions, eating habits, gender), external factors (food taste, food temperature, texture, food color, portion, and variety of foodstuffs), and environmental factors (food from outside). Internal factors, external factors, and environmental factors directly influence the patient's perception of hospital food, stimulating patients to plate waste.Keywords: plate waste; qualitative; hospital
Profil Mutu Gizi, Fisik, dan Organoleptik Mie Basah dengan Tepung Daun Kelor (Moringa Oleifera) Rahmi, Yosfi; Wani, Yudi Arimba; Kusuma, Titis Sari; Yuliani, Syopin Cintya; Rafidah, Gita; Azizah, Tyska Aulia
Indonesian Journal of Human Nutrition Vol 6, No 1 (2019)
Publisher : Jurusan Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (286.968 KB) | DOI: 10.21776/ub.ijhn.2019.006.01.2

Abstract

Mie adalah produk makanan yang digemari oleh masyarakat. Namun, mie memiliki kandungan protein, serat, dan kalsium yang rendah. Peningkatan nilai gizi pada mie dapat dilakukan dengan menggunakan tepung daun kelor (TDK). Namun, tepung ini rasanya pahit. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui profil mutu gizi (protein, lemak, air, abu, karbohidrat, serat kasar, kalsium), fisik (daya putus), dan organoleptik (tingkat kesukaan panelis) dari mie basah dengan TDK. Pada penelitian ini perlakuan adalah perbandingan antara tepung terigu (TT) dan TDK, yaitu 100:0 (kontrol), 95:5, 90:10, dan 85:15. Setiap perlakuan diulang 5 kali. Protein, lemak, air, abu, dan karbohidrat dianalisis proksimat, serat kasar dengan metode analisis asam basa, dan kalsium dengan metode Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS). Daya putus mie diukur dengan menggunakan Tensile Strength Instrument. Mutu organoleptik dinilai oleh 20 orang panelis agak terlatih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan TDK secara signifikan memberikan perbedaan pada semua aspek mutu yang diukur (p<0,05), kecuali kandungan air (p>0,05). Kandungan kalsium pada mie basah kelor meningkat minimal 3,5 x kontrol. Daya putus dan tingkat kesukaan panelis terhadap mie menurun drastis sejak peningkatan konsentrasi dari TDK sebanyak 10%. Mie yang paling disukai panelis adalah mie basah dengan TT:TDK=95:5%. Kesimpulan, TDK hanya dapat disubstitusikan pada mie basah maksimal 5%.Kata kunci: mutu gizi, daya putus, organoleptik, mie, tepung daun kelorAbstractNoodles are food product favored by the public. However, noodles have a low content of protein, fiber, and calcium. Increasing the nutritional value in noodles can be done using Moringa leaf flour. However, this flour tastes bitter. This study aimed to determine the profile of food quality including nutrition (protein, lipid, moisture, ash, carbohydrate, crude fiber, calcium), physical quality (breaking strength) and organoleptic property (panelist preferences) from wet noodles with Moringa leaf flour. In this research, the treatment was the ratio between wheat flour and Moringa leaf flour, namely 100:0 (control), 95:5, 90:10, and 85:15. Each treatment was repeated five times. Protein, lipid, and carbohydrate were analyzed using proximate analysis, crude fiber was using the acid-base analysis method, and calcium was using the Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) method. The breaking strength of noodles was measured using Tensile Strength Instrument. Twenty rather-trained panelists assessed the organoleptic quality. The results showed that the use of Moringa leaf flour significantly provided differences in all measured aspects of quality (p<0.05), except for water content (p>0.05). Calcium content in moringa wet noodles increased by at least 3.5 times if compared to control. The breaking strength and the level of preference of panelists to the noodles dropped dramatically since the concentration of Moringa leaf flour increased by 10%. The noodles most liked by panelists are wet noodles with wheat flour : Moringa leaf flour ratio of 95:5. Moringa leaf flour can only be substituted on wet noodles for a maximum of 5%.Keywords: nutritional quality, breaking force, organoleptic, noodles, Moringa leaf flourÂ