Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Immune Response to anti-HBs Antibodies in Health Workers Following Hepatitis B Vaccination Dinna Rakhmina; Wahdah Norsiah; Tini Elyn Herlina; Norhafizah Mulia Sari; Reza Pertiwi; Rizka Ariani; Sahri Rahman
Medical Laboratory Technology Journal Vol. 7 No. 2 (2021): December
Publisher : Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Jurusan Analis Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (313.363 KB) | DOI: 10.31964/mltj.v7i2.418

Abstract

According to Regulation No. 53 of 2015 of the Minister of Health of the Republic of Indonesia, a high risk of HBV infection in health workers is a problem that requires attention, and vaccination knowledge is critical to reducing these risk factors. Furthermore, because some people do not produce a sufficient antibody-forming (anti-HBs) response to HBsAg, testing for evidence of protective immunity against hepatitis B vaccination is required (Hepatitis B Surface Antigen). The purpose of the study was to determine the mapping of the characteristics of anti-HBs antibodies response after hepatitis B vaccination in health workers in terms of age, gender, ethnicity, smoking habits, obesity, vaccination frequency, last time of vaccination. Sixty vaccinated health workers were used to creating the research sample. Anti-HBs levels/titers in serum were measured using the Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) method, and a questionnaire was used to compile the data for this study. Age, gender, smoking, obesity, and vaccination dose were all used to map the outcomes of the anti-HBs antibody immune response study. Anti-HBs antibody response in health workers was graded as poor in 36 people (60%) and strong in 24 (40%). Regarding ethnic origin, lifestyle, obesity, and vaccination dose (frequency), there was no significant link between post-vaccination anti-HBs antibody response in health workers. In terms of age and gender, there is a strong association between post-vaccination anti-HBs antibody responses in health workers. Low antibody titers should be revaccinated to enhance anti-HBs titers, and health workers who smoke should quit because it reduces the levels of anti-HBs titers produced clinically.
PENGARUH KARAKTERISTIK DEMOGRAFI DAN IKLIM ORGANISASI TERHADAP QUALITY OF WORK LIFE (QWL) DOSEN POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN Tini Elyn Herlina; Ahmad Alim Bachri
JWM (JURNAL WAWASAN MANAJEMEN) Vol. 3 No. 3 (2015)
Publisher : Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1017.479 KB) | DOI: 10.20527/jwm.v3i3.142

Abstract

This study aims to identify and analyze the influence of demographic characteristics such as: Age, Gender, Work Period, marital status, Status Employment, Income, Number of dependents and education level as well as Organizational Climate either simultaneously or partially on the Quality of Work Life lecturer Polytechnic Health Banjarmasin. The research method using a questionnaire with non-probability technique and accidental sampling obtained a sample of 69 lecturers from the Polytechnic Banjarmasin health of the population of 102 people. Measurements made with Likert scale variables and multiple linear regression analysis using software Statistical Package for the Social Science (SPSS) version 17. The research concludes that there is a significant effect simultaneously on two independent variables: demographic characteristics and organizational climate on the dependent variable: Quality of Work Life, while only partially Organizational Climate variables which indicate a significant influence on the Quality of Work Life Lecturer Polytechnic Banjarmasin
PROFIL ANTI-HBS PADA MAHASISWA TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS POLTEKKES KEMENKES BANJARMASIN Dinna Rakhmina; Aini Luthfiah Hayati; Tini Elyn Herlina
Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol 5 No 3 (2022): Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hepatitis B adalah infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B dan menyerang jaringan hati. Virus Hepatitis B dapat menular melalui darah dan cairan tubuh penderita. Infeksi Hepatitis B dapat dicegah dengan melakukan vaksinasi. Kekebalan tubuh terhadap infeksi virus Hepatitis B ditandai dengan adanya kandungan Anti-HBs. Anti-HBs merupakan antibodi protektif terhadap infeksi virus Hepatitis B. Kadar protektif Anti-HBs terhadap infeksi virus Hepatitis B sebesar ≥10 mIU/mL. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil anti-HBs pada mahasiswa Teknologi Laboratorium Medis Poltekkes Kemenkes Banjarmasin. Metode penelitian menggunakan survei deskriptif dengan rancangan cross sectional. Teknik penelitian yang digunakan yaitu purposive sampling. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Teknologi Laboratorium Medis, dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 41 responden. Anti-HBs dalam darah dideteksi menggunakan rapid test HBsAb. Hasil penelitian menunjukkan pada 19 mahasiswa yang telah melakukan vaksinasi didapatkan hasil pemeriksaan Anti-HBs sebanyak 17 orang positif dan 2 orang negatif. Sedangkan, pada 22 mahasiswa yang belum melakukan vaksinasi didapatkan hasil pemeriksaan anti-HBs negatif pada seluruh responden. Sehingga diketahui bahwa antibodi anti-HBs pada mahasiswa muncul karena vaksinasi. Bagi penelitian selanjutnya disarankan menghitung titer anti-HBs kuantitatif menggunakan metode ELISA pada responden yang telah melengkapi dosis vaksinasi. DOI : 10.35990/mk.v5n3.p265-274
Hubungan Konsumsi Harian Rokok Terhadap Antibodi IgG S1RBD Pasca Vaksinasi COVID-19 pada Civitas Akademik Amalia Putri; Wahdah Norsiah; Tini Elyn Herlina; H. Haitami; Dinna Rakhmina
Jurnal Karya Generasi Sehat Vol. 1 No. 1 (2023): Edisi Desember Tahun 2023
Publisher : Poltekkes Kemenkes Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31964/jkgs.v1i1.29

Abstract

Vaksinasi dinilai sebagai cara paling efektif untuk penanganan pandemi akibat COVID-19. Vaksinasi memiliki efek yang berbeda pada tiap individu. Kandungan nikotin dalam rokok diduga menghambat aktivasi kekebalan bawaan dan adaptif, sehingga mempengaruhi pembentukan antibodi yang diinduksi dari vaksinasi.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan konsumsi harian rokok seseorang dengan kadar antibodi IgG S1RBD. Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan metode cross sectional study pada civitas akademik yang memiliki kebiasaan merokok. Hasil penelitian dari 28 responden didapatkan kadar rata-rata antibodi IgG S1RBD pada responden dengan konsumsi harian rokok 1-10 batang/ hari sebesar 255,59 IU/mL, 11-20 batang/ hari sebesar 173,15 IU/mL, lebih dari 20 batang/hari sebesar 143,79 IU/mL, dan pada non perokok sebesar 279,21 IU/mL. Uji statistik menunjukkan nilai signifikansi 0,000 sehingga disimpulkan semakin tinggi konsumsi harian rokok seseorang maka semakin menurun antibodi IgG S1RBD dalam tubuhnya.
Faktor Risiko Infeksi Sifilis Pada Warga Binaan Pemasyarakatan Di Wilayah Kerja Puskesmas Cempaka Banjarbaru Muhammad Hafidh; Alda Nia; Rabiyatul Adawiyah; Azizah Mustika Khatami; Tini Elyn Herlina
Jurnal Karya Generasi Sehat Vol. 1 No. 1 (2023): Edisi Desember Tahun 2023
Publisher : Poltekkes Kemenkes Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31964/jkgs.v1i1.96

Abstract

Abstrak Infeksi menular seksual (IMS) masih menjadi masalah besar sampai saat ini. Menurut survei terpadu biologi dan perilaku (STBP) tahun 2011, prevalensi sifilis pada warga binaan pemasyarakatan (WBP) yaitu 5%, populasi sifilis pada positif HIV sebesar 23,8% sedangkan pada HIV negatif 16,67%.Warga binaan merupakan salah satu populasi yang berisiko terinfeksi sifilis, pada lingkungan padat hunian prevalensi penyakit menular cenderung lebih tinggi dibandingkan di luar penjara.Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui faktor risiko infeksi sifilis pada warga binaan pemasyarakatan di wilayah kerja Puskesmas Cempaka Banjarbaru. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah populasi WBP pada lapas kelas II B Banjarbaru blok kamar 1 B sampai 10 B sebanyak 100 orang dan 40 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel diuji skirining dengan metode VDRL dan uji semi kuantitatif metode TPHA, untuk melihat bahwa sampel benar-benar positif sifilis bukan positif infeksi lain/positif palsu. Dari hasil pemeriksaan ada 3 orang responden dengan hasil TPHA positif dan VDRL negatif, serta satu orang responden positif sifilis. Setelah dianalisis data menggunakan uji Chi-Square Fisher dapat disimpulkan tidak ada hubungan faktor risiko yang diteliti terhadap kejadian sifilis dengan Odds Rasio lama tahanan (0,484), hubungan seksual (0,867), transfusi darah (0,846), memiliki tato (0,417), narkoba suntik (0,897), dan variabel pengetahuan (1,174) berisiko terkena sifilis pada warga binaan pemasyarakatan di wilayah kerja Puskesmas Cempaka Banjarbaru.
Hubungan Konsumsi Harian Rokok Terhadap Antibodi IgG S1RBD Pasca Vaksinasi COVID-19 pada Civitas Akademik Putri, Amalia; Norsiah, Wahdah; Herlina, Tini Elyn; H. Haitami; Rakhmina, Dinna
Jurnal Karya Generasi Sehat Vol. 1 No. 1 (2023): Edisi Desember 2023
Publisher : Poltekkes Kemenkes Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31964/jkgs.v1i1.29

Abstract

Vaksinasi dinilai sebagai cara paling efektif untuk penanganan pandemi akibat COVID-19. Vaksinasi memiliki efek yang berbeda pada tiap individu. Kandungan nikotin dalam rokok diduga menghambat aktivasi kekebalan bawaan dan adaptif, sehingga mempengaruhi pembentukan antibodi yang diinduksi dari vaksinasi.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan konsumsi harian rokok seseorang dengan kadar antibodi IgG S1RBD. Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan metode cross sectional study pada civitas akademik yang memiliki kebiasaan merokok. Hasil penelitian dari 28 responden didapatkan kadar rata-rata antibodi IgG S1RBD pada responden dengan konsumsi harian rokok 1-10 batang/ hari sebesar 255,59 IU/mL, 11-20 batang/ hari sebesar 173,15 IU/mL, lebih dari 20 batang/hari sebesar 143,79 IU/mL, dan pada non perokok sebesar 279,21 IU/mL. Uji statistik menunjukkan nilai signifikansi 0,000 sehingga disimpulkan semakin tinggi konsumsi harian rokok seseorang maka semakin menurun antibodi IgG S1RBD dalam tubuhnya.
Hubungan Riwayat Infeksi COVID-19 terhadap Kadar Antibodi S1RBD IgG pada Civitas Akademika Wilayah Pendidikan Kesehatan Kota Banjarbaru Shoffa Shafira, Farah; Norsiah, Wahdah; Elyn Herlina, Tini; Muhlisin, Ahmad
Jurnal Karya Generasi Sehat Vol. 2 No. 1 (2024): Edisi Juni 2024
Publisher : Poltekkes Kemenkes Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31964/jkgs.v2i1.93

Abstract

Wabah pandemi COVID-19 memiliki prevalensi yang tinggi di berbagai negara salah satunya Indonesia yang hingga tahun 2023 tercatat lebih dari 6 Juta orang terkonfirmasi COVID-19 berdasarkan data Kemenkes RI. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan riwayat infeksi COVID-19 terhadap kadar Antibodi S1RBD (S1 Receptor Binding Domain) IgG. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional study, lalu sampel diambil menggunakan teknik purposive sampling dan diambil sebanyak 30 sampel. Hasil penelitian menunjukkan penurunan rata-rata kadar antibodi berdasarkan waktu infeksi. Untuk waktu 2-10 bulan pasca infeksi sebesar 281,271 IU/mL, untuk waktu 10-18 bulan pasca infeksi sebesar 255,801 IU/mL, dan untuk waktu 18-26 bulan pasca infeksi sebesar 178,567 IU/mL. Selain itu, terjadi peningkatan rata-rata kadar antibodi berdasar banyaknya pengulangan infeksi COVID-19. Untuk 1 kali infeksi sebesar 225,824 IU/mL, sedangkan untuk 2 kali infeksi sebesar 251,269 IU/mL. Kata Kunci: Antibodi; COVID-19; IgG; S1RBD
Faktor Risiko Infeksi Sifilis Pada Warga Binaan Pemasyarakatan Di Wilayah Kerja Puskesmas Cempaka Banjarbaru Hafidh, Muhammad; Nia, Alda; Adawiyah, Rabiyatul; Khatami, Azizah Mustika; Herlina, Tini Elyn
Jurnal Karya Generasi Sehat Vol. 1 No. 1 (2023): Edisi Desember 2023
Publisher : Poltekkes Kemenkes Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31964/jkgs.v1i1.96

Abstract

Abstrak Infeksi menular seksual (IMS) masih menjadi masalah besar sampai saat ini. Menurut survei terpadu biologi dan perilaku (STBP) tahun 2011, prevalensi sifilis pada warga binaan pemasyarakatan (WBP) yaitu 5%, populasi sifilis pada positif HIV sebesar 23,8% sedangkan pada HIV negatif 16,67%.Warga binaan merupakan salah satu populasi yang berisiko terinfeksi sifilis, pada lingkungan padat hunian prevalensi penyakit menular cenderung lebih tinggi dibandingkan di luar penjara.Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui faktor risiko infeksi sifilis pada warga binaan pemasyarakatan di wilayah kerja Puskesmas Cempaka Banjarbaru. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah populasi WBP pada lapas kelas II B Banjarbaru blok kamar 1 B sampai 10 B sebanyak 100 orang dan 40 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel diuji skirining dengan metode VDRL dan uji semi kuantitatif metode TPHA, untuk melihat bahwa sampel benar-benar positif sifilis bukan positif infeksi lain/positif palsu. Dari hasil pemeriksaan ada 3 orang responden dengan hasil TPHA positif dan VDRL negatif, serta satu orang responden positif sifilis. Setelah dianalisis data menggunakan uji Chi-Square Fisher dapat disimpulkan tidak ada hubungan faktor risiko yang diteliti terhadap kejadian sifilis dengan Odds Rasio lama tahanan (0,484), hubungan seksual (0,867), transfusi darah (0,846), memiliki tato (0,417), narkoba suntik (0,897), dan variabel pengetahuan (1,174) berisiko terkena sifilis pada warga binaan pemasyarakatan di wilayah kerja Puskesmas Cempaka Banjarbaru.