Dalam pendidikan inklusif, siswa berkebutuhan khusus menerima pengajaran bersama teman-temannya di ruang kelas. Hildegun Olsen menegaskan bahwa pendidikan inklusif berarti sekolah harus menyambut setiap siswa, tanpa memandang kebutuhan fisik, intelektual, sosial, emosional, bahasa, atau kebutuhan khusus lainnya. Anak-anak penyandang disabilitas, anak-anak dari latar belakang marginal atau kurang mampu, dan anak-anak yang diidentifikasi sebagai anggota ras, etnis, bahasa, atau agama minoritas harus diikutsertakan dalam strategi ini. Suatu jenis dukungan pendidikan yang dikenal sebagai pendidikan inklusif diberikan kepada anak-anak dengan kebutuhan belajar khusus di ruang kelas biasa, termasuk sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan sekolah kejuruan. Siswa ini biasanya dapat memahami topik kursus, pekerjaan rumah, dan disiplin ilmu lainnya. Penempatan penuh anak-anak dengan tingkat kebutuhan belajar yang berbeda-beda, mulai dari tunadaksa sedang hingga berat, di dalam kelas merupakan penerapan pendidikan inklusif. Metode penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Menurut Kirk dan Miller, pengertian kualitatif pada mulanya didasarkan pada pengamatan kualitatif daripada pengamatan kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian Sebagai strategi pengajaran bermanfaat yang menumbuhkan toleransi sosial, pendidikan inklusif dipandang sebagai hak asasi manusia. Namun, menurut perspektif yang berbeda, pendidikan inklusif adalah pendekatan pendidikan yang menangani setiap aspek penerimaan anak berkebutuhan khusus dengan cara yang memungkinkan mereka untuk menggunakan hak-hak dasar sipil mereka.