Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Acta Holistica Pharmaciana

KAJIAN PEMILIHAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DENGAN GAGAL GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISIS Mahadri Dhrik; A.A. N. Putra Riana Prasetya
Acta Holistica Pharmaciana Vol 1 No 2 (2019): Acta Holistica Pharmaciana
Publisher : School of Pharmacy Mahaganesha (Sekolah Tinggi Farmasi Mahaganesha)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Salah satu komorbid yang berperan penting terhadap terjadinya komplikasi kardiovaskular pada PGK-HD adalah hipertensi. Berdasarkan pedoman KDOQI (Kidney Disease Outcomes Quality Initiative) target pengendalian tekanan darah yang diharapkan pada pasien dialisis adalah tekanan darah pre-HD < 140/90 mmHg dan tekanan darah post-HD <130/80 mmHg. Prevalensi keberhasilan pengendalian tekanan darah pada kondisi ini cukup rendah yang hanya mencapai 10-20%. Tekanan darah pre-HD > 140/90 mmHg diasosiasikan dengan terjadinya gagal jantung serta left ventrikel hipertrophy (LVH), sedangkan tekanan darah post-HD <130/80 mmHg diasosiasikan dengan peningkatan angka mortalitas. Adanya interdependensi yang tinggi antara hipertensi dan PGK khususnya yang telah berada pada stadium akhir dan menjalani hemodialysis menyebabkan perlunya suatu kajian yang menyeluruh mengenai pilihan terapi serta pertimbangan-pertimbangan esensial yang harus diperhatikan dalam manajemen terapi hipertensi pada pasien dengan PGK-HD. Berbagai perubahan fisiologis pada pasien hemodialisis dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pada pasien PGK-HD. Pada pasien PGK-HD adanya volume overload merupakan penyebab utama munculnya hipertensi, dimana ketidakmampuan ginjal untuk membuang kelebihan sodium dan air menyebabkan tingginya volume ekstraseluler sehingga meningkatkan cardiac output dan berimplikasi pada peningkatan tekanan darah. Antihipertensi golongan ACE-I dan ARB memegang peranan penting dan merupakan pilihan untuk dikombinasikan dengan antihipertensi lain jika tekanan darah tetap tidak terkontrol. Pada kondisi komorbid tertentu maka dibutuhkan pilihan antihipertensi yang tepat pada komorbid tersebut. Ketika terjadi hipertensi resisten maka regimen seharusnya telah mendekati dosis maksimum dari paling sedikit 3 obat dengan mekanisme farmakologi yang berbeda antara lain ACEI, calcium channel blocker (CCB), b-blocker, antiadrenergik dan vasodilator langsung.
POLA PEMBERIAN ANTIBIOTIK UNTUK INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS PADA PASIEN ANAK RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM DI GIANYAR TAHUN 2018 Ni Putu Diah Wulandari; Putu Dian Marani Kurnianta; Mahadri Dhrik; Heny Dwi Arini
Acta Holistica Pharmaciana Vol 3 No 1 (2021): Acta Holistica Pharmaciana
Publisher : School of Pharmacy Mahaganesha (Sekolah Tinggi Farmasi Mahaganesha)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan infeksi di saluran pernapasan yang menimbulkan gejala batuk, pilek, disertai dengan demam, dan mudah menular. Kejadian ISPA, khususnya bagian atas, sering menimpa populasi yang rentan, seperti anak-anak. Secara umum, tata laksana penyakit ISPA melibatkan penggunaan antibiotik serta obat-obat simtomatis yang mempertimbangkan diagnosis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan parameter penunjang lainnya. Oleh karena itu, pola pengobatan pasien anak yang mengalami ISPA cenderung bervariasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola peresepan antibiotik dan obat simtomatis pada pasien anak rawat jalan yang mengalami ISPA di salah satu rumah sakit umum di Gianyar tahun 2018. Penelitian observasional dengan desain cross sectional secara retrospektif telah dilakukan. Sampel penelitian ini memenuhi kriteria inklusi yang diambil dengan teknik purposive sampling. Data penelitian bersumber pada rekam medik dan resep pasien anak yang terdiagnosis ISPA selama bulan Januari sampai Mei 2018 di salah satu rumah sakit umum di Gianyar. Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan bantuan software Microsoft Excel. Dari sebanyak 77 sampel, diagnosis golongan ISPA bagian atas tertinggi adalah rhino-faringitis (RFA) (82%) dengan frekuensi pemberian golongan antibiotik yang paling sering diresepkan, yaitu sirup azitromisin 200 mg/ 5 ml (47%). Rentan usia yang paling banyak terkena ISPA bagian atas, yaitu 1-5 tahun (76,6%), dan berat badan 10-17 kg (52%). Pola peresepan obat simtomatis tertinggi ditempati oleh golongan dekongestan (pseudoefedrin HCl) (41,5%). Penggunaan obat simtomatis lainnya adalah golongan antipiretik dan analgesik yaitu parasetamol sirup (36,66%). Penelitian selanjutnya dapat dikembangkan untuk mengetahui efektivitas pengobatan antibiotik dan simtomatis pasien anak dengan ISPA secara lebih mendalam.
POLA PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN FARINGITIS DEWASA DI PRAKTEK DOKTER BERSAMA APOTEK KIMIA FARMA TEUKU UMAR Mahadri Dhrik; A.A.N.Putra Riana Prasetya
Acta Holistica Pharmaciana Vol 3 No 2 (2021): Acta Holistica Pharmaciana
Publisher : School of Pharmacy Mahaganesha (Sekolah Tinggi Farmasi Mahaganesha)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62857/ahp.v3i2.57

Abstract

Faringitis merupakan kondisi peradangan pada mukosa faring, jaringan limfoid, muskulus dan jaringan lemak di sekitar faring. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran atau deskripsi tentang pola penggunaan obat pada pasien faringitis dewasa di praktek dokter bersama apotek Kimia Farma Teuku Umar periode September 2019 - Januari 2020. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan analisis deskriptif dengan teknik pengambilan sampel non random sampling yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data dianalisis secara deskriptif dimana data yang diperoleh disajikan dan dilaporkan dalam bentuk persentase yang memuat tabel, angka, grafik dan narasi. Hasil penelitian menunjukan distribusi frekuensi penderita faringitis terdiri dari 35 pasien laki-laki dan 25 pasien perempuan dengan rentang usia terbanyak yakni pada rentang usia 25-32 tahun sejumlah 20 orang dengan persentase (33%). Terapi antibiotik yang paling banyak digunakan yaitu azithromycin 500mg (78,33%), terapi dekongestan-antihistamin yang paling banyak digunakan adalah pseudoefedrin 60mg (63,33%), terapi mukolitik-ekspektoran yang paling banyak dugunakan adalah ambroxol 30mg (80%), terapi kortikosteroid yang paling banyak digunakan adalah methylprednisolon 4mg (95%), dan terapi analgetik yang paling banyak digunakan adalah paracetamol 500 mg (1.67%).