Claim Missing Document
Check
Articles

PERKEMBANGAN REGULASI PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA : PELUANG DAN TANTANGAN Imaniyati, Neni Sri
Syiar Hukum Vol 11, No 1 (2009): Syiar Hukum
Publisher : LPPM Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perbankan Islam adalah lembaga keuangan yang tumbuh dan berkembang di Indonesia sejak 16 tahun yang lalu dimulai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia. Sistem perbankan ini diatur oleh UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Makalah ini akan memeriksa pengembangan regulasi perbankan syariah di Indonesia sebelum dan setelah penerapan UU No. 21 Tahun 2008 dan bagaimana Peluang dan Tantangan setelah UU No. 21 Tahun 2008 mulai berlaku ? Peraturan perbankan syariah di Indonesia mulai dari UU No. 7 Tahun 199 yang memperkenalkan prinsip bagi hasil bank. UU No. 10 Tahun 1998 memberikan peluang lebih besar bagi pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Namun, perbankan syariah memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan perbankan konvensional ; akibatnya , hukum khusus untuk mengatur perbankan syariah diperlukan. Hukum Perbankan Islam mengatur bank syariah yang lebih komprehensif daripada di UU No. 10 Tahun 1998 . UU perbankan syariah memberikan kesempatan besar untuk pertumbuhan bank syariah. Selain memberikan kesempatan , Hukum Perbankan Syariah juga memberikan tantangan bagi pelaku bank syariah nasional untuk bersaing dengan bankir asing yang tertarik dalam mengoperasikan sistem perbankan syariah di Indonesia.
PENGARUH PERBANKAN SYARIAH TERHADAP HUKUM PERBANKAN NASIONAL Imaniyati, Neni Sri
Syiar Hukum Vol 13, No 3 (2011): Syiar Hukum
Publisher : LPPM Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Syariah Bank, which has been existence in Indonesia for two decades, is undergoing a fast development. According to Islamic Finance Report’s survey that Syariah Banking in Indonesia is in the fourth rank under Malaysia,Iran, dan Arab Saudi. The Banking system offers, both conventional banking, and non-bank finance company services. The establishment of Syariah Bank is much influenced by Islamic law system. The aim of this article is to give an overview of how banking concept in Islam and aspects in national banking law influenced by Syariah Banking. It is concluded from this research that Banking in Islam is an economic activity based on the Syariah Economic Principles, namely the Principles of  Tauhid, Khilafah, and  Adalah. The influence of  Syariah Banking on national banking law  can be seen in the use of   contract based on Syariah Principles.
PERLINDUNGAN HKI SEBAGAI UPAYA PEMENUHAN HAK ATAS IPTEK, BUDAYA DAN SENI Sri Imaniyati, Neni
Jurnal Media Hukum Vol 17, No 1 (2010)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The problem of Intellectual Property Right (IPR) is getting more complicated. IPR becomes one of the international issues besides problems on human right, environment, democratization, and standardization. Based on basic concept of IPR, IPR is the effort of recognition, respect, and right fulfillment on science, technology, culture, and art, which are parts of human rights. The IPR regulation in Indonesia is hierarchically written on the constitution and other regulations. As the consequence, when Indonesia ratified GATT, the IPR regulation in Indonesia must be continuously in line with TRIPs. Today, Indonesia is considered unready to implement TRIPs. It then turns out as negative perception upon IPR that is the possibility of losing the chance of IPR implementation in Indonesia that closely related to the emergence of high cost, insignificant influence on the foreign investment in Indonesia, and the occurrence of “biological hijack” toward Indonesian natural resources.Keywords: Protection, IPR, Science, Technology, Art and Culture
PERLINDUNGAN HKI SEBAGAI UPAYA PEMENUHAN HAK ATAS IPTEK, BUDAYA DAN SENI Sri Imaniyati, Neni
Jurnal Media Hukum Vol 17, No 1 (2010)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/jmh.v17i1.374

Abstract

The problem of Intellectual Property Right (IPR) is getting more complicated. IPR becomes one of the international issues besides problems on human right, environment, democratization, and standardization. Based on basic concept of IPR, IPR is the effort of recognition, respect, and right fulfillment on science, technology, culture, and art, which are parts of human rights. The IPR regulation in Indonesia is hierarchically written on the constitution and other regulations. As the consequence, when Indonesia ratified GATT, the IPR regulation in Indonesia must be continuously in line with TRIPs. Today, Indonesia is considered unready to implement TRIPs. It then turns out as negative perception upon IPR that is the possibility of losing the chance of IPR implementation in Indonesia that closely related to the emergence of high cost, insignificant influence on the foreign investment in Indonesia, and the occurrence of “biological hijack” toward Indonesian natural resources.Keywords: Protection, IPR, Science, Technology, Art and Culture
KOMPETENSI PENGADILAN DALAM EKSEKUSI PUTUSAN BASYARNAS PADA SENGKETA PERBANKAN SYARIAH MENUJU UNIFIKASI HUKUM Neni Sri Imaniyati; Neneng Nurhasanah; Panji Adam
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 3, No 1 (2017): Januari – Juni 2017
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.161 KB) | DOI: 10.36913/jhaper.v3i1.49

Abstract

Kompetensi Pengadilan dalam Eksekusi Putusan Basyarnas pada sengketa perbankan syariah masih menyimpan masalah. Pasal 61 UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memberi kewenangan kepada Pengadilan Umum. Demikian halnya Pasal 59 ayat (3) UUU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Hal ini berbeda dengan Pasal 49 UU No. 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang memberikan kewenangan absolut kepada Pengadilan Agama untuk menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syariah, termasuk perbankan syariah. Untuk itu dilakukan penelitian dengan tujuan, pertama untuk mengetahui kompetensi pengadilan dalam eksekusi putusan Basyarnas dihubungkan dengan asas-asas perundang-undangan. Kedua, menemukan upaya harmonisasi eksekusi putusan Basyarnas untuk mewujudkan unifikasi hukum. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, pertama kompetensi pengadilan dalam eksekusi putusan Basyarnas dihubungkan dengan asas-asas perundang-undangan dapat digunakan asas lex spesialis derogate lex generalis. Dengan demikian Peradilan Agama yang memiliki kewenangan. Jika digunakan asas lex priory derogate lex posteriory, maka Pengadilan Negeri yang memiliki kewenangan. Kedua, upaya harmonisasi eksekusi putusan Basyarnas untuk mewujudkan unifikasi hukum dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip syariah yang diatur dalam UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan dan asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis. Dengan menerapkan prinsip syariah dan asas lex spesialis derogate lex generalis, maka kompetensi pengadilan dalam eksekusi putusan Basyarnas pada sengketa bank syariah adalah Pengadilan Agama sebagaimana yang diatur dalam Pasal 49 UU Nomor 3 Tahun 2006.
KOMPETENSI PENGADILAN DALAM EKSEKUSI PUTUSAN BASYARNAS PADA SENGKETA PERBANKAN SYARIAH MENUJU UNIFIKASI HUKUM Neni Sri Imaniyati; Neneng Nurhasanah; Panji Adam
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 3, No 1 (2017): Januari – Juni 2017
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36913/jhaper.v3i1.49

Abstract

Kompetensi Pengadilan dalam Eksekusi Putusan Basyarnas pada sengketa perbankan syariah masih menyimpan masalah. Pasal 61 UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memberi kewenangan kepada Pengadilan Umum. Demikian halnya Pasal 59 ayat (3) UUU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Hal ini berbeda dengan Pasal 49 UU No. 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang memberikan kewenangan absolut kepada Pengadilan Agama untuk menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syariah, termasuk perbankan syariah. Untuk itu dilakukan penelitian dengan tujuan, pertama untuk mengetahui kompetensi pengadilan dalam eksekusi putusan Basyarnas dihubungkan dengan asas-asas perundang-undangan. Kedua, menemukan upaya harmonisasi eksekusi putusan Basyarnas untuk mewujudkan unifikasi hukum. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, pertama kompetensi pengadilan dalam eksekusi putusan Basyarnas dihubungkan dengan asas-asas perundang-undangan dapat digunakan asas lex spesialis derogate lex generalis. Dengan demikian Peradilan Agama yang memiliki kewenangan. Jika digunakan asas lex priory derogate lex posteriory, maka Pengadilan Negeri yang memiliki kewenangan. Kedua, upaya harmonisasi eksekusi putusan Basyarnas untuk mewujudkan unifikasi hukum dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip syariah yang diatur dalam UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan dan asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis. Dengan menerapkan prinsip syariah dan asas lex spesialis derogate lex generalis, maka kompetensi pengadilan dalam eksekusi putusan Basyarnas pada sengketa bank syariah adalah Pengadilan Agama sebagaimana yang diatur dalam Pasal 49 UU Nomor 3 Tahun 2006.
PERKEMBANGAN REGULASI PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA : PELUANG DAN TANTANGAN Neni Sri Imaniyati
Syiar Hukum Volume 11, No 1 (2009) : Syiar Hukum : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/sh.v11i1.510

Abstract

Perbankan Islam adalah lembaga keuangan yang tumbuh dan berkembang di Indonesia sejak 16 tahun yang lalu dimulai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia. Sistem perbankan ini diatur oleh UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Makalah ini akan memeriksa pengembangan regulasi perbankan syariah di Indonesia sebelum dan setelah penerapan UU No. 21 Tahun 2008 dan bagaimana Peluang dan Tantangan setelah UU No. 21 Tahun 2008 mulai berlaku ? Peraturan perbankan syariah di Indonesia mulai dari UU No. 7 Tahun 199 yang memperkenalkan prinsip bagi hasil bank. UU No. 10 Tahun 1998 memberikan peluang lebih besar bagi pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Namun, perbankan syariah memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan perbankan konvensional ; akibatnya , hukum khusus untuk mengatur perbankan syariah diperlukan. Hukum Perbankan Islam mengatur bank syariah yang lebih komprehensif daripada di UU No. 10 Tahun 1998 . UU perbankan syariah memberikan kesempatan besar untuk pertumbuhan bank syariah. Selain memberikan kesempatan , Hukum Perbankan Syariah juga memberikan tantangan bagi pelaku bank syariah nasional untuk bersaing dengan bankir asing yang tertarik dalam mengoperasikan sistem perbankan syariah di Indonesia.
Kerjasama Pemasaran Obat Antara Dokter Dengan Pedagang Besar Farmasi Di Kota Bandung Dihubungkan Dengan Kode Etik Kedokteran dan Kepmenkes No. 3987/A/K/1973 Sri Pujiastoeti; Neni Sri Imaniyati; Sri Ratna Suminar
MIMBAR (Jurnal Sosial dan Pembangunan) Volume 22, No. 1, Tahun 2006 (Terakreditasi)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (281.113 KB) | DOI: 10.29313/mimbar.v22i1.200

Abstract

Salah satu faktor penting yang sering dirasakan masyarakat umum sebagai penyebab mahalnya biaya pelayanan kesehatan adalah harga obat. Mengingat obat merupakan komponen yang dominan dalam upaya pengobatan/penyembuhan terhadap penderita dan untuk kebanyakan penyakit sering merupakan terapi yang lebih tepat. Banyak sudah jeritan dan keluhan masyarakat terhadap obat yang tidak terjangkau oleh kantong mereka. Hal ini banyak terungkap pada media / harian / majalah, sehingga banyak laporan bahwa penderita tidak dapat menebus resep karena kantong mereka tidak menjangkau obat tersebut. Dalam kaitan dengan ini, penulis berasumsi bahwa harga obat yang tinggi tersebut disebabkan adanya pemasaran obat antara dokter dengan pedagang besar farmasi dalam persaingan usaha untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk itu perlu ditelaah mengenai kerjasama ini dari berbagai aspek. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi sebagai berikut : sifat penelitian, deskriptif analisis, pendekatan penelitian, yuridis normatif, lokasi penelitian Kota Bandung, responden penelitian yaitu dokter dan pedagang besar farmasi. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan lapangan. Teknik penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan purposif sampling. Data yang telah diperoleh dianalisa dengan analisa kualitatif. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam “kerjasama” pemasaran obat antara dokter dengan pedagang besar farmasi tidak terdapat hubungan hukum karena tidak mempunyai akibat hukum. “Kerjasama” pemasaran obat antara dokter dengan pedagang besar farmasi tidak sesuai dengan kode etik kedokteran dan kode etik pemasaran farmasi, serta bertentangan dengan Kepmenkes RI No. 3983/A/SK/1973 tentang Larangan Pedagang Besar Farmasi Menjual Obat Secara Langsung kepada Dokter, Dokter Gigi, dan Apotek. “Kerjasama” pemasaran obat antara dokter dengan pedagang besar farmasi memenuhi asas konsensual, namun tidak sesuai dengan asas itikad baik, kekuatan mengikat, dan kebebasan berkontrak.
Perlindungan Hukum Terhadap Investor Dan Upaya Bapepam Dalam Mengatasi Pelanggaran Dan Kejahatan Pasar Neni Sri Imaniyati; Diana Wiyanti
MIMBAR (Jurnal Sosial dan Pembangunan) Volume 16, No. 4, Tahun 2000
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (470.65 KB) | DOI: 10.29313/mimbar.v16i4.26

Abstract

Industri pasar modal di suatu negara diperlukan sebagai salah satu sumber dana pembangunan nasional. Dalam aktivitasnya terdapat para pelaku yang keseluruhannya menopang dan menunjang kegiatan pasar modal sesuai dengan masing-masing tugas dan fungsinya. Salah satu pelakunya adalah investor, sebagai pihak yang menanamkan dananya untuk mendapatkan keuntungan (deviden, dll). Keberadaan dana investor telah dapat menggerakan industri pasar modal secara khusus. Secara umum dana investor dapat menjadi sumber dana bagi pembangunan nasional. Namun demikian, karena terdapatnya komposisi saham yang tidak seimbang antara saham founder dengan investor publik, telah menyebabkan kedudukan investor menjadi lemah, sehingga investor seringkali menjadi korban kejahatan dan pelanggaran pasar modal. Pelanggaran dalam kegiatan pasar modal memiliki karakter yang khas, dilihat dari sisi pelakunya, pola pelanggarannya, akibat yang ditimbulkannya, dan sanksi yang dikenakannya, terutama dibandingkan dengan tindak pidana murni yang diatur dalam KUHPidana. Sehingga pelanggaran dalam kegiatan pasar modal dapat dimasukkan ke dalam  “white collar crime” dan “corporate crime”. Perlindungan hukum terhadap investor diberikan lewat UU No. 8/1995, antara lain melalui prinsip “full disclosure” sebagai upaya preventif dan sanksi yang berat melalui sanksi administratif, pidana dan gugatan perdata, perbuatan melawan hukum dan wan-prestasi. Bapepam dapat mengatasi pelanggaran & kejahatan pasar modal tersebut dengan cara melaksanakan tugas fungsi pembinaan kepada para pelaku pasar modal, fungsi pengaturan, serta fungsi pemeriksaan, penyelidikan dan penyidikan. Selain itu Bapepam dapat juga melaksanakan kewenangan investigasi dan yuridiksi.
The Fatwa Position Of Dsn-Mui In The National Banking System Neni Sri Imaniyati; Panji Adam
MIMBAR (Jurnal Sosial dan Pembangunan) Volume 33, No. 1, Year 2017 [Accredited by Ristekdikti]
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (343.597 KB) | DOI: 10.29313/mimbar.v33i1.2128

Abstract

The fatwa of DSN-MUI does not fit into the hierarchy of legislation. Therefore, it is necessary to conduct a research to know the fatwa position of the DSN-MUI in the national banking system. This research proposed to understand the fatwa position of the DSN-MUI inthe national banking system and comprehend the rules and the principles in determining the fatwa of DSN-MUI. Results show that the Fatwa Status of DSN-MUI  is as a source of sharia economic law. This refers to the Understanding of Sharia Principles in that Constitution that have the authority in determining the fatwa in the Islamic fields. The rules used by DSN-MUI in determining fatwas include al-muhâfadzah bi al-qadîm al-shâlh wa al-akhdzu bi al-jadîd al-ashlahandal-ashlu fî al-mu’âmalât al-ibâhah hatta yadullah dalîl ‘alâ al-tahrîm. Basically all muamalah practices is permitted, except there is a proposition that forbid it. Besides that, the ulamas adhere to the main principles of muamalah, namely the principle of riba free, gharar, tadlîs, and maysir.