Claim Missing Document
Check
Articles

KOMPETENSI PENGADILAN DALAM EKSEKUSI PUTUSAN BASYARNAS PADA SENGKETA PERBANKAN SYARIAH MENUJU UNIFIKASI HUKUM Neni Sri Imaniyati; Neneng Nurhasanah; Panji Adam
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 3, No 1 (2017): Januari – Juni 2017
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.161 KB) | DOI: 10.36913/jhaper.v3i1.49

Abstract

Kompetensi Pengadilan dalam Eksekusi Putusan Basyarnas pada sengketa perbankan syariah masih menyimpan masalah. Pasal 61 UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memberi kewenangan kepada Pengadilan Umum. Demikian halnya Pasal 59 ayat (3) UUU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Hal ini berbeda dengan Pasal 49 UU No. 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang memberikan kewenangan absolut kepada Pengadilan Agama untuk menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syariah, termasuk perbankan syariah. Untuk itu dilakukan penelitian dengan tujuan, pertama untuk mengetahui kompetensi pengadilan dalam eksekusi putusan Basyarnas dihubungkan dengan asas-asas perundang-undangan. Kedua, menemukan upaya harmonisasi eksekusi putusan Basyarnas untuk mewujudkan unifikasi hukum. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, pertama kompetensi pengadilan dalam eksekusi putusan Basyarnas dihubungkan dengan asas-asas perundang-undangan dapat digunakan asas lex spesialis derogate lex generalis. Dengan demikian Peradilan Agama yang memiliki kewenangan. Jika digunakan asas lex priory derogate lex posteriory, maka Pengadilan Negeri yang memiliki kewenangan. Kedua, upaya harmonisasi eksekusi putusan Basyarnas untuk mewujudkan unifikasi hukum dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip syariah yang diatur dalam UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan dan asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis. Dengan menerapkan prinsip syariah dan asas lex spesialis derogate lex generalis, maka kompetensi pengadilan dalam eksekusi putusan Basyarnas pada sengketa bank syariah adalah Pengadilan Agama sebagaimana yang diatur dalam Pasal 49 UU Nomor 3 Tahun 2006.
Penerapan Metode Istihsan Pada Bidang Muâmalah Mâliyyah (Hukum Ekonomi Syariah) Panji Adam
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol 21, No 1 (2021): Februari
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/jiubj.v21i1.1208

Abstract

Istihsan is one of the ijtihad methods disputed by the scholars ushul fiqh, although in reality, all scholars use it practically. The establishment of the law by istihsan method is widely carried out by scholars among the Hanafiyyah and Malikiyyah so that in the history of ushul fiqh, the Hanafiyyah are known as the group that uses istihsan as one of the methods of istinbâth al-ahkâm (determination of the law). Imam Shafi'i is a cleric who rejects istihsan as a method of determining Islamic law. But in practice Imam Shafi'i also uses istihsan as a method of determining Islamic law. The science of ushul fikih has a significant role in contributing to the existence of Islamic law, especially in the field of Sharia economic law. Research method conducted based on normative juridical approach, The specification of research used is analytical descriptive, The type of data used in this research, namely secondary data, data collection method used is literature study and analysis of secondary data that is qualitative. The results showed that istihsan is one of the methods of istinbâth al-ahkâm, which can be used as an argument and a proof of syara' and serves in determining the validity of an agreement / transaction in the field of Sharia economic law.
KOMPETENSI PENGADILAN DALAM EKSEKUSI PUTUSAN BASYARNAS PADA SENGKETA PERBANKAN SYARIAH MENUJU UNIFIKASI HUKUM Neni Sri Imaniyati; Neneng Nurhasanah; Panji Adam
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 3, No 1 (2017): Januari – Juni 2017
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36913/jhaper.v3i1.49

Abstract

Kompetensi Pengadilan dalam Eksekusi Putusan Basyarnas pada sengketa perbankan syariah masih menyimpan masalah. Pasal 61 UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memberi kewenangan kepada Pengadilan Umum. Demikian halnya Pasal 59 ayat (3) UUU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Hal ini berbeda dengan Pasal 49 UU No. 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang memberikan kewenangan absolut kepada Pengadilan Agama untuk menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syariah, termasuk perbankan syariah. Untuk itu dilakukan penelitian dengan tujuan, pertama untuk mengetahui kompetensi pengadilan dalam eksekusi putusan Basyarnas dihubungkan dengan asas-asas perundang-undangan. Kedua, menemukan upaya harmonisasi eksekusi putusan Basyarnas untuk mewujudkan unifikasi hukum. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, pertama kompetensi pengadilan dalam eksekusi putusan Basyarnas dihubungkan dengan asas-asas perundang-undangan dapat digunakan asas lex spesialis derogate lex generalis. Dengan demikian Peradilan Agama yang memiliki kewenangan. Jika digunakan asas lex priory derogate lex posteriory, maka Pengadilan Negeri yang memiliki kewenangan. Kedua, upaya harmonisasi eksekusi putusan Basyarnas untuk mewujudkan unifikasi hukum dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip syariah yang diatur dalam UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan dan asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis. Dengan menerapkan prinsip syariah dan asas lex spesialis derogate lex generalis, maka kompetensi pengadilan dalam eksekusi putusan Basyarnas pada sengketa bank syariah adalah Pengadilan Agama sebagaimana yang diatur dalam Pasal 49 UU Nomor 3 Tahun 2006.
Pentingnya Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Jual Beli Puteri Asyifa Octavia Apandy; Melawati; Panji Adam
Jurnal Manajemen dan Bisnis Jayakarta Vol 3 No 1 (2021): Vol. 03 No. 01 Juli 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Jayakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53825/jmbjayakarta.v3i1.85

Abstract

Jual beli merupakan hal yang tidak asing lagi di kehidupan masyarakat Indonesia, setiap harinya pasti ada orang yang melakukan kegiatan jual beli. Jual beli dapat diartikan sebagai sebuah transaksi yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pihak penjual sebagai pelaku usaha dan pihak pembeli sebagai konsumen. Didalam kegiatan jual beli terkadang salah satu pihak ada yang dirugikan, terutamanya pihak konsumen. Karena hal tersebut di Indonesia dikeluarkan hukum perlindungan konsumen. Tidak sedikit masyarakat indonesia yang belum tahu apa pentingnya hukum perlindungan konsumen, terutamanya untuk kegiatan jual beli. Berdasarkan hal tersebut maka penulis melakukan penelitian untuk mengetahui mengapa hukum perlindungan konsumen penting untuk dipahami oleh pihak penjual selaku pelaku usaha dan pembeli selaku konsumen. Artikel ini akan membahas tentang pentingnya hukum perlindungan konsumen dalam jual beli. Mulai dari pengertian jual beli, pengertian hukum perlindungan konsumen, pentingnya hukum perlindungan konsumen bagi penjual dan pertingnya hukum perlindungan konsumen bagi pembeli. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif (menggambarkan) analisis (menguraikan). Artikel ini menyimpulkan bahwa hukum perlindungan konsumen sangatlah penting dalam kegiatan jual beli, bagi pihak penjual selaku pelaku usaha penting karena dapat mencegah melakukan hal yang dilarang dalam hukum serta hal yang merugikan, bagi pihak pembeli selaku konsumen penting karena dapat menjamin keamanan ketika melakukan kegiatan jual beli.
The Validity of Multi Contracts on SBSN (Sukuk) Ijarah Sale and Lease Back in the MUI DSN Fatwa Panji Adam Agus Putra; Redi Hadiyanto; Indra Wijaya; Dina Rahmania
LAA MAISYIR: Jurnal Ekonomi Islam VOL 7, NO 2 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/lamaisyir.v7i2.15044

Abstract

The National Sharia Council-Indonesian Ulema Council has issued a fatwa regarding sukuk, namely Fatwa Number 72 of 2008 concerning SBSN Ijarah Sale and Lease Back. The concept of sukuk in the DSN-MUI Fatwa uses the concept of hyrid contracts. This has resulted in differences of opinion from experts regarding the legal status of the DSN fatwa using the multi-agreement in the SBSN Ijarah Sale and Lease Back. The research method used is normative juridical. While the type of this research is descriptive analysis and the data collection technique is literature study. The data analysis method is qualitative. The results showed that; first, takyif fiqh in the SBSN scheme uses the al-bai 'wa al-isti'jar contract, which is a combination of the bai' contract and the ijârah contract; second, the hybrid contract concept in the DSN-MUI Fatwa No. 72 regarding SBSN Ijarah Salse and Lease Back is a hybrid contract agreement that does not violate the rules and boundaries of the hybrid contract theory that have been formulated by the scholars.  
Aplikasi Konsep dan Kaidah Istishab dalam Hukum Ekonomi Syariah Panji Adam Agus Putra
Intelektualita Vol 10 No 1 (2021): Jurnal Intelektualita: Keislaman, Sosial dan Sains
Publisher : Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/intelektualita.v10i1.8369

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk membahas aplikasi serta kaidah Istishab dalam hukum ekonomi syariah. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, menggunakan data sekunder dengan memahami hukum sebagai perangkat peraturan atau norma positif di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya konsep Istishab berlandaskan pada kaidah asasiyyah mengenai keyakinan yang berbunyi “al-yaqin la yuzal bi al-syak” yang berarti keyakinan tidak dapat dihilangkan karena adanya keraguan. Adapun aplikasi konsep dan kaidah istishab dalam bidang hukum ekonomi syariah diimplementasikan pada sengketa utang-piutang; tuduhan cacat pada objek akad jual-beli; laporan keuntungan bisnis; dan keabsahan multi akad (al-‘uqud al-murakkabah).
Kedudukan Badan Hukum sebagai Subjek Hukum dalam Hukum Ekonomi Syariah Panji Adam
Syiar Hukum Volume 17, No 2 (2019) : Syiar Hukum : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/shjih.v17i2.5923

Abstract

In the study of Islamic economic law the discussion of the contract occupies a very important position. The contract is said to be legally valid when compliance with the terms and conditions for the validity of the sharia agreement. One of the pillars that must be fulfilled is the parties who carry out the contract. In the classical muamalah fiqh study the parties that are the subject of law are only individuals, but as time goes by, there is a development, not only individuals who are legal subjects, but legal entities are subject to law. The position of this legal subject is recognized in the perspective of sharia economic law because it is the result of an analogy of human existence as a legal subject as long as it does not contradict sharia principles. In terms of fiqh muamalah the legal entity is usually called syakhsyiyyah i’tibariyah. The implementation in the context of Islamic economic law is in the form of contemporary partnership agreements.
PENARAPAN PRINSIP SYARIAH PADA AKAD RAHN DI LEMBAGA PEGADAIAN SYARIAH Maman Surahman; Panji Adam
Law and Justice Vol.2 , No. 2, Oktober 2017
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/laj.v2i2.3838

Abstract

Gadai sebagai salah satu kategori dari perjanjian utang-piutang, untuk suatu kepercayaan dari kreditur, maka debitur menggadaikan barangnya sebagai jaminan terhadap utangnya itu. Barang jaminan tetap milik orang yang menggadaikan, namun dikuasai oleh penerma gadai. Mekanisme teknis gadai syariah, maka secara teknis operasional dapat dilakukan oleh suatu lembaga keungan syariah, yaitu pegadaian syariah, baik sebagai lembaga swasta maupun pemerintah. Dalam hal ini penulis bermaksud untuk melakukan analisis penerapan konsep dan prinsip-prinsip syariah yang teraplikasikan pada akad gadai di lembaga pegadaian syariah. Tujuan penelitian ini adalah untuk: pertama, untuk mengetahui konsep gadai dalam literatur fikih klasik; kedua, untuk mengetahui penerapan prinsip syariah pada akad rahn di lembaga pegadaian sayriah. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan sifat penelitiandeskriptif analisis. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data primer dan sekunder. Penelitian ini digolongkan kepada jenis penelitian kualitiatif.Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, pertama, konsep gadai dalam literatur fikih klasik dinamai dengan istilah rahn, landasan yuridis kebasahan transkasi/akad gadai dalam Islam terdapat dalam al-Quran surat al-Baqarah: 283, yang secara eksplisit menerangkan hukum gadai, selain terdapat di dalam al-Quran landasan yuridis keabsakan akad gadai/rahn terdapat di dalam beberapa hadis Nabawi serta konsensu/ijma’ para ulama tenteng hal tersebut; kedua,  prinisp-prinsip syariah di diterapkan dalam sistem pegadaian syariah ada 3 (tiga) prinsip, yaitu: prinsip tauhid, prinsip tolong-menolong (ta’awun) dan prinsip bisnis (tijariah).
The Fatwa Position Of Dsn-Mui In The National Banking System Neni Sri Imaniyati; Panji Adam
MIMBAR (Jurnal Sosial dan Pembangunan) Volume 33, No. 1, Year 2017 [Accredited by Ristekdikti]
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (343.597 KB) | DOI: 10.29313/mimbar.v33i1.2128

Abstract

The fatwa of DSN-MUI does not fit into the hierarchy of legislation. Therefore, it is necessary to conduct a research to know the fatwa position of the DSN-MUI in the national banking system. This research proposed to understand the fatwa position of the DSN-MUI inthe national banking system and comprehend the rules and the principles in determining the fatwa of DSN-MUI. Results show that the Fatwa Status of DSN-MUI  is as a source of sharia economic law. This refers to the Understanding of Sharia Principles in that Constitution that have the authority in determining the fatwa in the Islamic fields. The rules used by DSN-MUI in determining fatwas include al-muhâfadzah bi al-qadîm al-shâlh wa al-akhdzu bi al-jadîd al-ashlahandal-ashlu fî al-mu’âmalât al-ibâhah hatta yadullah dalîl ‘alâ al-tahrîm. Basically all muamalah practices is permitted, except there is a proposition that forbid it. Besides that, the ulamas adhere to the main principles of muamalah, namely the principle of riba free, gharar, tadlîs, and maysir.
LEGISLASI HUKUM EKONOMI SYARIAH: STUDI TENTANG PRODUK REGULASI HUKUM EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA Panji Adam
Tahkim (Jurnal Peradaban dan Hukum Islam) Vol 1, No 2 (2018)
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam (Ahwal Asy-Syakhsiyyah) Fakultas Syariah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/tahkim.v1i2.4105

Abstract

ABSTRAK Legislasi adalah proses yang berlangsung di lembaga legislatif, yakni pembuatan dan pengundangan peraturan perundang-undangan. Materi hukum Islam dapat menjadi muatan dalam proses legislasi melalui mekanisme positivisasi. Salah satu sub bidang dalam kajian hukum Islam adalah hukum ekonomi syariah. Hukum ekonomi syariah merupakan subsistem dalam sistem hukum Islam yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Oleh karena itu perlu adanya positivisasi hukum melalui upaya legislasi hukum. Tujuan penelitian ini pertama untuk mengetahui kedudukan hukum ekonomi syariah menurut konsep sistem hukum; kedua, untuk mengetahu produk regulasi hukum ekonomi syariah apa sajakah yang bersumber dari norma hukum Islam. Hasil penelitian menunjukan bahwa, pertama, komponen sistem hukum terdiri atas 3 unsur, yaitu struktur, substansi dan budaya hukum. Kedudukan hukum ekonomi syariah dalam ketiga sistem hukum tersebut sudah teraplikasikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya lembaga-lembaga atau pranata-pranata ekonomi yang berbasiskan nilai-nilai syariah. Terdapat beberapa regulasi dibidang hukum ekonomi syariah yang telah dibuat oleh lembaga legislatif yang bersumber dari norma-norma hukum Islam; kedua, produk-produk regulasi dibidang hukum ekonomi syariah yang bersumber dari noma-norma hukum Islam antara lain adalah sebagai berikut: (1) UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat; (2) UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf; (3) UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat berharga Syariah Negara; dan (4) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.  Kata Kunci: Legislasi, Hukum Ekonomi Syariah, Regulasi   ABSTRACT Legislation is the process that takes place in the legislature, namely the making and enactment of laws and regulations. Islamic legal material can be the content of the legislative process through the positivisation mechanism. One sub-field in the study of Islamic law is sharia economic law. Sharia economic law is a subsystem in the Islamic legal system that from time to time experiences significant development. Therefore, it is necessary to have legal positivisation through legal legislation efforts. The purpose of this study is first to determine the position of sharia economic law according to the concept of the legal system; secondly, to find out what products of Islamic economic law regulation derive from Islamic legal norms. The results of the study show that, first, the legal system component consists of 3 elements, namely the structure, substance and culture of law. The position of Islamic economic law in the three legal systems has been applied. This can be seen from the number of economic institutions or institutions based on Islamic values. There are several regulations in the field of sharia economic law that have been made by the legislature which are derived from Islamic legal norms; second, regulatory products in the field of Islamic economic law derived from Islamic legal norms include the following: (1) Law No. 23 of 2011 concerning the Management of Zakat; (2) Law No. 41 of 2004 concerning Waqf; (3) Law No. 19 of 2008 concerning State Sharia Securities; and (4) Law No. 21 of 2008 concerning Islamic Banking. Keyword: Legislation, Sharia Economic Law, Regulation  
Co-Authors Aditya Nugraha Ahmad Faisal Akbar Akhmad Yusup Aliya Putri Fitria Nuryanti Alma Hanifa Candra Yulia Amrulla Hayatudin Amrullah Hayatudin Anshori, Arif Rijal Aprillia Ratih Pawestri Samapta Ariani Siregar Arif Rijal Anshori Asyila Putri Wibowo Atmima Atmima Tabi'inattien Al-ahya Ayu Tuty Utami Cecep Kusmana Dede Rifaldy Ambar Dhanisa Leryan Diajeng Ayunda Candra Kirana Dina Rahmania Elisa Siti Widyastuti Fairuz Syifa Rosyidah Faisal Musyaffa Fauzia Rizqika Subrata Firda Meilani Wijayanti Firda Nurfadilah Haliya Azka Imadi Heru Pratikno Indra Wijaya Intan Manggala Intan Nurapriliani Ira Siti Rohmah Maulida Iwan Permana Jajang Saepul Hamzah Jajang Khoerunnisa Amalia Liza Dzulhijjah Liza Dzulhijjah M Faiz Mufidi M Zidan Al Insyani Maman Surahman Marjan Laraswati Melawati Muhamad Naufal Al Dzikri Al Dzikri Muhamad Rafi Maududi Islam Muhammad Alfin Zayynur Rofiq Alfin Muhammad Farhan Bagja Naufal Muhammad Risandi Lampah Nadiya Ratna Pura Najmi Nurfauzi Ihsani Nanik Eprianti Neng Dewi Himayasari Neni Sri Imaniyati Nurbani Syifa Nurjanah Popon Srisusilawati Puteri Asyifa Octavia Apandy Ramdan Fawzi Ratna Januarita Redi Hadiyanto Redi Hadiyanto Redi Hadiyanto Rifqi Permana Rini Irianti Sundary Sandi Rizki Febriadi Selly Eriska Shindu Irwansyah Siti Karomah Nuraeni Syalsya Elsa Fadillah Syifa Dewi Fajriyani Tahany Tahany Tiya Rissa Kamila Trisya Aprianti Udin Saripudin Wulan Yandi Maryandi Yayat Rahmat Hidayat Yoghi Arief Susanto Yovanka Graciela Rois Yuda Dharma Putra Zaini Abdul Malik