Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

The Importance of Subjective Well-Being and Character Strength for Equality Education at the Prison Moh Fikri Tanzil Mutaqin; Laksmi Evasufi Widi Fajari
International Journal of Asian Education Vol. 3 No. 2 (2022): IJAE Vol. 03, No. 2, June 2022
Publisher : Research and Education Development (READ) Institute collaborate with Faculty of Education and Teacher Training of IAIN Palopo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46966/ijae.v3i2.289

Abstract

The phenomena that occur in prisoners are very complex such as loss of life satisfaction, hope, and independence, and they have limitations in social interaction. In addition, other phenomena often occur in prisoners, namely the dropping out of school because they have to undergo a period of detention (Kintamani, 2012). While in the socialization institution, they still get the right to enjoy proper education through equality education. As citizens learning equality education, they can also not be separated from the problems that prisoners often experience. Seeing this phenomenon, the author assumes that learning about citizens is important for subjective well-being and character strength. When citizens learn to have subjective well-being and character strength, they can have life productivity (Holder, 2012). This article is discussed using the literature review method by conceptualizing the grand theory and the results of previous research on subjective well-being and the strength of character combined in the learning process of equality education in social institutions. The purpose of this paper is to support research literature exploration of subjective well-being and exploration of character education
SOSIALISASI PENCEGAHAN STUNTING DENGAN PENERAPAN PARENTING YANG BAIK DI PAUD BKB HI KEMAS HARAPAN BUNDA Ratu Yustika Rini; Novita Sari; Moh Fikri Tanzil; Maulida Nur
Jubaedah : Jurnal Pengabdian dan Edukasi Sekolah (Indonesian Journal of Community Services and School Education) Vol. 2 No. 2 (2022): Jurnal Pengabdian dan Edukasi Sekolah (Jubaedah)
Publisher : LPPM Universitas Bina Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46306/jub.v2i2.86

Abstract

Stunting occurs in vulnerable children aged 0 to 1000 in the first day of life. The period of 1000 days is a period when children are vulnerable to indications of disease, both infectious and non-communicable diseases, as well as an increased risk of being overweight and obese. The graph of the prevalence of stunting under five in the Gunungsari sub-district, Serang Regency in 2018-2021 shows that there are 4 villages whose stunting prevalence has increased, namely Tamiang village rising 1.81%, Sukalaba village increasing 12.95%, Kadu Agung village increasing 5.31%, and Curug Sulanjana rose 22.16%. Parents' perceptions that emphasize the stunting factor are heredity which can cause a passive response or only accept the existing conditions; so that the child is forced to bear all the consequences of stunting for the rest of his life. This problem became the basis for socializing stunting prevention with the application of good parenting in Sukalaba village, Gunungsari sub-district, Serang district. The process of socialization activities goes through several stages, the first is observation, interviews, preparation and socialization. The conclusion of the socialization activity shows that there is hope for participants to carry out good parenting patterns to prevent stunting in children. The responses of stakeholders and participants after participating in this socialization activity varied, 1) The village office was ready to provide healthy meals per 1 month 2 times for children in Sukalaba village, 2) parents felt sad because they had spent precious time with their children, 3) parents feel grateful for being given the opportunity to participate in this outreach activity, 4) parents want to implement stunting prevention efforts for their families, and 5) posyandu cadres are ready to provide assistance for stunting prevention efforts in Sukalaba village. The hope is that awareness of the importance of stunting prevention can run in a sustainable manner.
RASA SYUKUR DALAM KETERBATASAN: SEBUAH MAKNA WARGA BELAJAR PENDIDIKAN NONFORMAL DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN Moh Fikri Tanzil Mutaqin; Hidayatullah Haila; Sudadio Sudadio
Jurnal Eksistensi Pendidikan Luar Sekolah (E-Plus) Vol 7, No 2 (2022)
Publisher : FKIP Untirta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30870/e-plus.v7i2.17629

Abstract

Fenomena serius dan kompleks pada warga belajar pendidikan kesetaraan dengan status narapidana, karena kehidupan dipenjara memiliki dinamika yang berkaitan dengan kondisi psikologis, fisik, maupun lingkungan sosial. Serta terjadinya perubahan kultur kehidupan saat di lembaga pemasyarakatan dengan kultur sebelumnya. Kondisi umum dinamika kehidupan di lembaga pemasyarakatan berpotensi memicu menurunnya kualitas kesehatan mental, kebahagiaan, dan kepuasan hidup narapidana. Artikel ini menyelidik secara eksploratif dengan grouded theori approach mengungkap cara naraipadana memandang kebersyukuran dalam kondisi keterbatasan. Pembahasan menggunakan konstruksi teori Man’s Search for Meaning yang dipopulerkan oleh Victor E. Frankl. Hasil eksplorasi menujukkan bahwa kehadiran pendidikan kesetaraan membuat pandangan narapidana lebih konstruktif, dimana perasaan beryukur menjadi makna yang ada dalam kondisi keterbatasan.Kata Kunci: Keberyukuran, Narapidana, Pendidikan Kesetaraan
APAKAH PENDIDIKAN MEMBUAT NARAPIDANA BAHAGIA? ANALISIS PRAKTIK-PRAKTIK PEMBELAJARAN BERMAKNA DI PENDIDIKAN KESETARAAN Ila Rosmilawati; Moh Fikri Tanzil Mutaqin; Sholih Sholih
Jurnal Eksistensi Pendidikan Luar Sekolah (E-Plus) Vol 7, No 2 (2022)
Publisher : FKIP Untirta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30870/e-plus.v7i2.17625

Abstract

Narapidana merupakan orang yang dapat dikategorikan tidak beruntung dalam situasi sosial dan kebebasan. Pengalaman hidup mereka harus dinikmati bersamaan dengan kehidupan dalam sekat jeruji besi. Artikel ini mengungkapkan pengalaman belajar para warga binaan di rumah tahanan yang mengikuti pendidikan kesetaraan, dengan mengekplorasi apakah proses pendidikan dalam rutan membuat mereka bahagia? Dengan menggunakan metode naratif inquiry, hasil cerita 3 warga binaan yang didapat dari 3 kali wawancara masing-masing warga binaan, dianalisis menggunakan kerangka teori subjective-well being dan meaningful learning. Metode penelitian naratif fokus pada sebuah episode hidup, yaitu pengalaman spesifik warga binaan saat mereka di penjara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para warga binaan mengalami tekanan psikologis, seperti ada rasa marah, depresi, dan stress di awal masuk penjara. Para warga binaan yang masih usia remaja ini sulit untuk dapat membangun persepsi positif dalam menjalani kehidupan di penjara. Namun, keterlibatan mereka dalam sekolah kesetaraan memberikan mereka kesempatan berharga dan sekaligus bermakna (meaningful). Dalam hal ini, peran pendidikan kesetraan di rumah tahanan menjadi sangat bermakna dimana warga binaan bisa belajar bagaimana mereka bisa mengubah sikap dan perilaku untuk menjadi orang yang lebih baik di masa depan. Upaya kebermaknaan hidup yang dialami oleh warga binan mengarah pada derajat subjective well-being.Kata Kunci: pembelajaran bermakna, pendidikan kesetaraan, warga binaan
Implementasi STEAM dalam Mengkonstruksi Kesetaraan Gender pada Anak Usia Dini Ratu Yustika Rini; Moh Fikri Tanzil Mutaqin; Laksmi Evasufi Widi Fajari
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Vol 6, No 6 (2022)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/obsesi.v6i6.3436

Abstract

Pendekatan Science Technology EngineeringArts Mathematics (STEAM) pada anak usia dini hadir dikarenakan adanya tuntutakn era revolusi Industi 4.0, yang mampu menstimulus skills abad 21. Namun dalam pengintegrasian bidang-bidang ilmu STEAM dengan kegiatan bermain anak masih ditemukan kesenjangan gender. Penelitian ini bertujuan mengkaji implementasi STEAM dalam mengkonstruksi kesetaraan gender pada anak usia dini. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Subjek penelitian ini adalah anak berusia 5-6 tahun sebanyak 17 anak, 2 guru dan kepala sekolah. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Teknik analisis menggunakan tematik analisis dan memvalidasi ulangkan dengan teknik triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) implementasi STEAM di PAUD; serta (2) kegiatan STEAM dan proses konstruksi kesetaraan gender. Penelitian ini menyimpulkan bahwa implementasi STEAM merupakan praktik baik untuk mengkonstruksi kesetaraan gender pada anak usia dini.
PENGUATAN LITERASI DIGITAL PADA ERA DISRUPSI DIGITAL PADA REMAJA DI PULO PANJANG Moh Fikri Tanzil Mutaqin; Bosrowi Bosrowi; Arif Islamawan; Dana Triar Prihatin; David Sutedi; Febbiyanti Febbiyanti; Firda Fitrianingsih; Marcelina Prihatini; Muhammad Ramandani; Nenden Gustika Maulani; Rama Yuhanda Satria; Ramdan Fauzani; Rizki Maulana; Rizqia Nanda Putri; Septia Nanda Putri; Siti Nur Aisyah; Upit Apiat Apiat
MULIA (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat) Vol. 2 No. 2 (2023): MULIA (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat) September 2023
Publisher : Amal Insani Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56721/mulia.v2i2.280

Abstract

Saat ini, remaja banyak menghabiskan waktu bermain di jejaring sosial. Karena dengan memenuhi kebutuhan remaja melalui media sosial, mereka akan memiliki sikap individual mereka akan lebih fokus pada smartphone mereka untuk mengakses jejaring sosial. Dalam konteks ini, generasi muda membutuhkan keterampilan literasi digital, yang mencakup kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dari berbagai media dan format untuk melindungi masyarakat agar tidak terpapar media digital sehingga memiliki kemampuan berpikir kritis dan mampu berekspresi. diri dan berpartisipasi dalam media. Dengan kemajuan teknologi yang luar biasa, maka diperlukan pemanfaatan teknologi secara tepat untuk menyelaraskan kehidupan masyarakat, agar teknologi tidak menjadi bumerang jika tidak dimanfaatkan dengan baik. Tingkat literasi digital di Pulopanjang masih rendah, banyak remaja menggunakan teknologi dengan cara yang kurang fungsional. Dimana penyebabnya adalah kurangnya pemahaman masyarakat terhadap akibat hukum dari disinformasi dan penyalahgunaan teknologi. Oleh karena itu, dalam pengabdian ini dilakukan intervensi bersama remaja khususnya siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat untuk belajar fungsi di bidang teknologi dan validasinya. Dalam hal ini dilakukan penguatan literasi digital untuk remaja di Pulopanjang pada tiga keterampilan khusus diantaranya 1) membangun nalar kritis, 2) menyampaikan opnini setuju dan tidak setuju berdasarkan fakta, serta 3) meningkatkan kemampuan teknis dalam pencarian informasi.
PENCEGAHAN STUNTING SEJAK DINI MELALUI SERUAN MENJAGA SANITASI LINGKUNGAN KEPADA MASYARAKAT DI KAMPUNG PERES DESA PULO PANJANG Moh Fikri Tanzil Mutaqin; Novita Sari; Nedi Kurnaedi; Maulida Nur; Lili Fajrudin; Ibnu Sina; Ratu Yustika Rini
MULIA (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat) Vol. 2 No. 2 (2023): MULIA (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat) September 2023
Publisher : Amal Insani Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kegiatan sosialisasi tentang Pencegahan stunting sejak dini melalui seruan menjaga sanitasi lingkungan kepada masyarakat bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam kepada masyarakat di kampung Peres Desa Pulo Panjang sehingga masyarakat mampu melakukan antisipasi terkait peningkatan angka stunting dan memperbaiki sanitasi lingkungan di wilayah tersebut. Kegiatan pengabdian yang dilaksanakan di Kampung Peres, Desa Pulo Panjang, Kecamatan Pulo Ampel ini dihadiri oleh masyarakat khususnya Ibu Rumah Tangga (IRT) dan para kader posyandu. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah dengan melakukan metode survei lapangan, persiapan, dan sosialisasi. Hasil dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini terdapat peningkatan pemahaman masyarakat mengenai stunting dan cara menjaga sanitasi lingkungan yang lebih baik. Masyarakat yang hadir merasa termotivasi untuk lebih peduli dalam menjaga sanitasi lingkungan karena dari hal kecil tersebut bisa menimbulkan permasalahan pada peningkatan angka stunting guna menciptakan generasi anak didalam keluarga yang lebih baik dan mendukung bagi tumbuh kembang seluruh anggota keluarga.
Menelaah Job satisfaction dan Tantangan Profesionalisme Guru PAUD Mohammad Fikri Tanzil Mutaqin; Maulida Nur; Ratu Yustika Rini; Novita Sari; Inten Risna; Mutia Sari
Jurnal Usia Dini Vol 9, No 2 (2023): Oktober 2023
Publisher : PG PAUD FIP UNIMED

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/jud.v9i2.52407

Abstract

Konteks pekerjaan akan banyak berorientasi bahwa salary merupakan dukungan yang besar bagi jod satisfaction, namun demikian pendapat itu tidak sepenuhnya bisa dibenarkan. Bahwa uang bukan menjadi dukungan sepenuhnya seseorang mendapatkan kepuasan. Asumsi tersebut kemudian akan dibahas berdasarkan teoritical framework job satisfaction yang memandang pekerjaan adalah sebuah panggilan adalah sebuah pemaknaan terhadap kebermanfaatan layanan untuk orang banya, sehingga bukan cara pandang status, pendapatan, dan prestige yang di tuju. Artikel ini mengemukakan mengenai argumen-argumen  terhadap Job Satisfaction pendidik PAUD ditengah problematika kesejahteraan materil yang belum terpenuhi secara maksimal. Argumen inti pada artikel ini bahwa proses pengabdian yang dilakukan secara penuh dan tanpa pamrih oleh guru PAUD merupakan perilaku baik (kindness). Kebaikan dalam sisi psikologis yang dilakukan oleh seorang memungkinkan membangun kebermaknaan yang berharga dan mendorong kepuasan. Hak yang dimaksud dalam konteks ini tidak hanya sebatas kesejahteraan pada materil, akan tetapi hak yang didapatkan kesejahteraan psikologis yang mana salah satunya adalah job satisfaction (kesejahteraan dalam pekerjaan). Hal ini penting untuk diperhatikan, agar kemudian seorang pendidik dapat optimal dalam menjalankan kewajibannya secara profesional.
MENELAAH JOB SATISFACTION PADA PENDIDIK PAUD Moh. Fikri Tanzil Mutaqin
Jurnal Anak Bangsa Vol. 1 No. 1 (2022): Jurnal Anak Bangsa
Publisher : LPPM Universitas Bina Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46306/jas.v1i1.2

Abstract

The work context will be much oriented that salary is a big support for jod satisfaction, however, that opinion is not fully justified. That money is not a complete support one gets satisfaction. These assumptions will then be discussed based on a job satisfaction theoretical framework which views work as a calling as a meaning for the usefulness of services for many people, so it is not a point of view of status, income, and prestige that is intended. This article presents the arguments against the Job Satisfaction of PAUD educators in the midst of material welfare problems that have not been fulfilled optimally. The core argument in this article is that the service process carried out fully and selflessly by PAUD teachers is kindness. Kindness in the psychological side that is done by a person allows to build valuable meaning and encourage satisfaction
Eradicating Out-of-School-Children: Strategies and best practices from alternative education context Ila Rosmilawati; Moh Fikri Tanzil Mutaqin
JPPI (Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia) Vol 10, No 2 (2024): JPPI (Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia)
Publisher : Indonesian Institute for Counseling, Education and Theraphy (IICET)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29210/020244055

Abstract

Dropping out of school is an inseparable part of the educational challenges in every country and region. Various factors are behind children dropping out of school (OOSC), including low academic achievement, school environmental factors, poor family categories that force children to work. Qualitative methods were chosen in the research process, primary data collection was carried out through in-depth interviews and focus group discussions (FGD) with informants. Interviews were also conducted with policy stakeholders. Involving respondents in urban and rural communities in Banten Province. Like the city of Serang, which represents urban and rural communities, where most of the reasons why children drop out of school are due to family economic constraints. Meanwhile, in South Tangerang City as an urban area, work is the reason they drop out of school. This paper examines the concept of out-of-school children, causes and strategies for eradicating the phenomenon of out-of-school children, analysis of local government strategies, challenges and prospects. This paper also examines best practice findings from alternative education contexts to attract more OOSC back to schools with the availability of inclusive education. As well as the findings which become recommendations for strategies for eradicating OOSC at the government and school level.