Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search
Journal : Journal of Law, Education and Business

Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan oleh Seseorang yang Mengidap Penyakit Kejiwaan Kleptomania Alya, Nasha Rawza; Lie, Gunardi; Putra, Moody Rizqy Syailendra
Journal of Law, Education and Business Vol 2, No 1 (2024): April 2024
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/jleb.v2i1.1532

Abstract

Kejahatan atau tindak kriminal merupakan salah satu bentuk dari “perilaku menyimpang” yang selalu ada dan melekat pada setiap bentuk masyarakat. Perilaku menyimpang itu merupakan suatu ancaman yang nyata atau ancaman terhadap norma-norma sosial yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dikenal dengan istilah delik. Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Unsur- unsur Tindak Pidana terbagi menjadi 2 yaitu: Unsur subyektif dan Unsur-unsur obyektif. Pencurian merupakan salah satu bentuk kejahatan yang paling sering terjadi di tengah masyarakat. Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melaporkan, ada 137.419 kasus kejahatan yang terjadi di Indonesia selama periode Januari-April 2023. Jumlah tersebut meningkat 30,7% dibanding Januari-April tahun lalu (cumulative-to-cumulative/ctc) yang sebanyak 105.133 kasus. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode hukum normatif-empiris dengan menganalisis  sumber  hukum  menjadi peraturan perundang - undangan  guna  menjawab  isu  hukum  yang  dihadapi dengan  pendekatan  kasus dan  perundang - undangan. Bahwa pertanggungjawaban hukum terhadap pelaku pencurian karena kleptomania yaitu dapat dikenakan hukuman atas perbuatan pencurian yang telah dilakukannya karena kemampuannya untuk bertanggung jawab tidak sepenuhnya hilang. Apabila pelaku tersebut terbukti adanya pernyataan dari dokter kejiwaan bahwa pelaku mengalami gangguan kejiwaan yaitu kleptomania, maka perbuatan pelaku kleptomania dapat dijadikan sebagai alasan pemaaf dari tindak pidana pencurian karena hal tersebut dikaitkan pada Pasal 44 (1) KUHP berisi "Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana”. Dalam hukum pidana semua pencurian pasti akan dikenakan hukuman sesuai aturan hukum yang ada. Pengecualian terhadap pengidap penyakit kleptomania tidak dapat di pidana, bukan perbuatannya tidak masuk dalam kualifikasi tindak pidana tapi disebabkan tidak memiliki kemampuan bertanggung jawab, karena dalam pertumbuhannya jiwanya terganggu.
Perlindungan Hukum Terhadap Pengalihan Hak Atas Merek Berdasarkan Kasus Polo Ralph Lauren Indonesia Jolin, Jolin; Lie, Gunardi; Putra, Moody Rizqy Syailendra
Journal of Law, Education and Business Vol 2, No 2 (2024): Oktober 2024
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/jleb.v2i2.3008

Abstract

Makalah yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Pengalihan Hak atas Merek Berdasarkan Kasus Polo Ralph Lauren Indonesia” ini dilatarbelakangi dengan persaingan bisnis di Indonesia yang mengarah ketujuan adanya itikad tidak baik dengan cara berbuat curang yaitu menjiplak merek lain tanpa mempertimbangkan konsekuensi hukum yang akan timbul. Adapun tujuan dari penulisan ini adalah mengetahui dan menjelaskan mengenai sengketa merek beserta perlindungan hukum terhadap kasus mengenai sengketa merek. Merek menjadi sebuah fungsi identitas ataupun jaminan dari produsen selaku pemilik bisnis kepada konsumen selaku pengguna terkait produknya, dengan jaminan produk tersebut akan memberikan kegunaan terhadap masyarakat. Sengketa merek menyoroti pentingnya perlindungan merek dagang bagi perusahaan dan merek. Pengalihan hak atas merek adalah proses di mana pemilik merek dagang (penjual) menstransfer hak kepemilikan atau penggunaan merek tersebut kepada pihak lain (pembeli) melalui perjanjian atau kontrak tertulis. Perlindungan ini meliputi hak ekslusif untuk menggunakan merek tersebut tanpa izin dan mendapatkan keuntungan dari hal tersebut. Sengketa merek merupakan sebuah permasalahan serius yang memerlukan pemahaman yang baik mengenai hukum merek dagang, strategi yang tepat, dan penyelesaian yang efektif untuk melindungi kepentingan bisnis dan hak-hak merek dagang. Dalam kasus sengketa merek, bukti dan dokumentasi yang solid tentang penggunaan merek dagang, pendaftaran merek, dan komunikasi dengan pihak lain dapat menjadi kunci dalam memperkuat klaim dan memenangkan kasus. 
Peran Badan Hukum Persaingan Usaha Sebagai Wujud Pembatasan Praktik Bisnis di Bidang HKI Safitri, Yuliya; Lie, Gunardi; Putra, Moody Rizqy Syailendra
Journal of Law, Education and Business Vol 2, No 2 (2024): Oktober 2024
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/jleb.v2i2.3086

Abstract

Perlindungan terhadap kekayaan seni dan budaya ini dapat menguntungkan bukan hanya para penciptanya, tetapi juga industri dan perdagangan. Indonesia telah menunjukkan komitmennya terhadap penegakan hukum hak cipta, seperti yang ditunjukkan oleh upaya pemerintah untuk menetapkan undang-undang terkait hak cipta. Penelitian ini bersifat normatif dan menggunakan bahan hukum primer, seperti peraturan perundang-undangan dan teori hukum, serta bahan hukum sekunder, seperti buku teks dan doktrin sarjana. Pentingnya hukum persaingan usaha juga tercermin dalam perlunya regulasi yang jelas dan terperinci mengenai jenis industri atau kegiatan ekonomi tertentu yang dikecualikan atau dilindungi. Contohnya adalah industri yang dianggap memiliki karakteristik khusus seperti monopoli alamiah dalam penyediaan air bersih, listrik, atau telekomunikasi. Regulasi semacam ini diperlukan untuk menghindari eksploitasi pasar dan memastikan bahwa kepentingan publik terlindungi dengan baik.
Tindakan Pencemaran Nama Baik Melalui Media Sosial (Studi Kasus Penghinaan Terhadap Anggota Kepolisian Polres Aceh Timur) Angkasa, Steven; Putra, Moody Rizqy Syailendra
Journal of Law, Education and Business Vol 2, No 1 (2024): April 2024
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/jleb.v2i1.1539

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk memahami penyebab terjadinya perilaku pencemaran nama baik secara komprehensif. Indonesia merupakan pengguna media sosial paling tinggi nomor 3 (tiga) di dunia setelah India dan Brazil. Semakin tingginya pengguna media sosial di Indonesia, dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk melakukan tindakan kejahatan seperti penipuan, pemalsuan data, tayangan yang bermuatan pornografi, termasuk perbuatan sengaja yang menyebabkan penghinaan atau pencemaran nama baik seseorang. Pencemaran nama baik merupakan suatu tindak pidana yang sangat ramai dibincang ditengah Masyarakat Indonesia pada saat ini. Perilaku pencemaran nama baik merupakan suatu Tindakan pidana yang pengaturannya dirumuskan dalam BAB XVI (Enam Belas) Pasal 310  Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun peraturan turunan yang mengatur lebih lanjut yakni Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan hukum mengenai rasa harga diri yakni kehormatan (eer) dan rasa harga diri mengenai nama baik orang (goeden naam) karena setiap orang memiliki harga diri berupa kehormatan maupun harga diri berupa nama baik. Penelitian ini menggunakan metodologi Studi Kepustakaan (library research) dengan mengumpulkan berbagai data serta menganalisis wacana dalam jurnal, berita, dan buku. Secara garis besar, Pencemaran nama baik sebuah Tindakan dimana ketika seseorang secara sengaja menyebarkan informasi yang tidak benar, merendahkan, atau mencemarkan reputasi seseorang ataupun organisasi. Tercetusnya pencemaran nama baik tidak terlepas dari beberapa faktor, diantaranya : ujaran kebencian, gossip, media sosial, rivalitas, kesalahan komunikasi, Tindakan illegal, kecemburuan, dan kurangya etika dalam berkomunikasi. Sebagai contoh, penghinaan terhadap anggota kepolisian polres aceh timur.
Analisis Perlindungan Hukum bagi Pemegang Merek Dagang Terkenal IKEA di Indonesia Tan, Louissa Nobel; Lie, Gunardi; Putra, Moody Rizqy Syailendra
Journal of Law, Education and Business Vol 2, No 2 (2024): Oktober 2024
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/jleb.v2i2.3009

Abstract

Karena konsumen sering kali mengidentifikasi merek tertentu dengan kaliber atau reputasi produk dan layanan, merek sangat penting dalam industri pemasaran. IKEA merupakan salah satu brand ternama yang banyak diketahui orang. Kasus antara PT Inter IKEA Swedia dengan PT Ratania Khatulistiwa menggugah rasa penasaran penulis, khususnya mengenai tanggal hilangnya hak merek IKEA Swedia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 dan perlindungan hukum bagi pemegang merek. Merek dagang "IKEA". Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan sumber data utama adalah bahan pustaka. Untuk bisa menjadi merek terkenal di Indonesia, suatu perusahaan antara lain harus dikenal masyarakat luas, memiliki reputasi yang kuat, dan terdaftar di banyak negara. Persyaratan tersebut dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Yurisprudensi Peradilan. dan distribusi produk yang luas. Kedua, guna menciptakan preseden negatif terhadap upaya pengamanan merek ternama di Indonesia, majelis hakim kasus perselisihan IKEA terkesan mengabaikan niat baik semua pihak yang terlibat serta kebenaran faktual tidak menggunakan merek tersebut. . Merek dilindungi oleh Undang-Undang Merek Dagang dan Indikasi Geografis berdasarkan sistem first-to-file, yang memberikan hak atas merek yang diperoleh dari pendaftaran merek pertama. Perlindungan merek yang dijanjikan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis pasal 20 dan 21 belum sepenuhnya terealisasi. Untuk memastikan merek tidak disalin, dijiplak, atau dibonceng, pemerintah dalam hal ini harus bekerja keras. dengan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual untuk menyelenggarakan program penjangkauan yang menjelaskan langkah-langkah dalam mendaftarkan dan melindungi merek kepada masyarakat umum.
Upaya Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia yang Mengalami Remitansi di Singapura Revina, Revina; Putra, Moody Rizqy Syailendra; Hutapea, Junika Gabriella Cecille; Wadu, Chyrila Tifany Mailakay Hernics
Journal of Law, Education and Business Vol 2, No 2 (2024): Oktober 2024
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/jleb.v2i2.2898

Abstract

Remitansi adalah transfer dana penting dari pekerja migran ke keluarga di negara asal, yang memiliki dampak signifikan pada ekonomi global dan kesejahteraan penerima. Namun, ada sejumlah masalah dan risiko yang terkait dengan proses pengiriman, terutama untuk pekerja Indonesia (TKI) di Singapura. Dengan pendekatan penelitian hukum normatif, penelitian ini menekankan pada penjelasan dan penjabaran masalah yang fokusnya pada keberlangsungan kerjasama Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura dengan Bank Negara Indonesia dalam mengalami konflik remitansi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Singapura. Untuk mengatasi konflik tersebut, kerjasama antara Singapura dan Indonesia sangat penting dengan cara kerjanya berupa program seperti "Easy and Safe Remittances" dan penandatanganan MoU dengan bank-bank di Singapura, serta pembentukan TKI Task Force, upaya telah dilakukan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan keamanan dalam proses pengiriman. Namun, masih ada tantangan dalam implementasi program dan kebijakan ini, termasuk kurangnya pemahaman pekerja migran tentang program yang tersedia dan infrastruktur yang terbatas. Pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan diperlukan untuk meningkatkan aksesibilitas, keamanan, dan manfaat pengiriman karyawan migran.
Analisis Yuridis Sengketa Merek Antara PT Pepper Tree Investama Dengan Gie Cristaline (Studi Putusan Nomor 47/PK//Pdt.Sus-HKI/2020) Tjendra, Virginia; Lie, Gunardi; Putra, Moody Rizqy Syailendra
Journal of Law, Education and Business Vol 2, No 2 (2024): Oktober 2024
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/jleb.v2i2.3010

Abstract

Hak kekayaan intelektual mengacu pada perwujudan kreativitas manusia dalam bentuk kreasi, karya seni, desain, dan inovasi yang mempunyai penerapan praktis dalam kehidupan sehari-hari. Secara teori, kasus pelanggaran merek masih sering terjadi di Indonesia. PT Pepper Tree Investama mengajukan permohonan pendaftaran merek Crystalline golongan 32 yang bermanfaat bagi perekonomian Indonesia untuk melakukan perdagangan air minum dalam kemasan. Setelah melakukan pemeriksaan, PT Pepper Tree Investama menemukan merek Cristaline sudah lebih dari tiga tahun tidak digunakan di perdagangan Indonesia. Data tersebut di atas berasal dari survei yang dilakukan oleh organisasi survei yang tidak memihak dan ahli, yang menunjukkan bahwa merek dagang terdakwa—Cristaline—tidak digunakan dalam upaya komersial apa pun di Indonesia. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji landasan yang mendasari putusan pengadilan dalam Nomor 47 PK/Pdt.Sus-HKI/2020. Pendekatan penelitian hukum yuridis normatif digunakan dalam penelitian ini. Statutory (pendekatan undang-undang) dan kasus (case approach) merupakan metodologi pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini. Temuan studi ini menunjukkan bahwa asumsi mendasar hakim bertentangan dengan beberapa doktrin dan aturan hukum. Pertama, prinsip sistem first-to-file dan skema perlindungan merek berbasis wilayah teritorial tidak boleh dipertimbangkan. Kedua, terdapat kesamaan mendasar antara kedua merek karena kemiripan dalam ciri-ciri yang menentukan dan dalam suara atau bunyi ketika kategori produk yang sama ditambahkan.