Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PERTANGGUNGJAWABAN PPAT AKIBAT HILANGNYA SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH PADA SAAT PENDAFTARAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERKAITAN KREDIT BANK Ghina Widyanti Nasution; Saidin; Suprayitno; Zaidar
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 2 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Februari
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v2i2.178

Abstract

PPAT yang diberikan tugas untuk membalik namakan dari nama Developer menjadi atas nama Bank serta memecah sertifikat menjadi beberapa SHM menurut bangunan yang didirikan oleh Developer merupakan tugas yang memiliki kajian hukum serius, sebagaimana permasalahan dalam tesis ini SHM induk hilang menyebabkan permasalahan yang serius karena melibatkan banyak pihak. Tujuan penelitian yaitu mengetahui kewajiban PPAT dalam proses pendaftaran peralihan hak atas tanah berkaitan dengan fasilitas kredit Bank, pertanggungjawaban PPAT akibat hilangnya sertifikat hak atas tanah pada saat pendaftaran peralihan hak atas tanah berkaitan dengan fasilitas kredit Bank dan perlindungan hukum bagi para pihak akibat hilangnya sertifikat hak atas tanah dalam peralihan hak atas tanah yang dilakukan dengan fasilitas kredit Bank. Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan tesis ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan penelitian bersifat deskriptif analisis. Hasil penelitian menemukan kewajiban PPAT terkait pendaftaran peralihan hak atas tanah melalui jual beli yaitu Pasal 103 ayat 1 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah menyatakan selambat-lambatnya tujuh hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatnya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar. PPAT harus mempertanggungjawabkan kedudukan sertifikat yang diberikan kepadanya oleh Developer yang nantinya di pecah menjadi persil sesuai nasabah. PPAT akan di mintai pertanggungjawaban oleh Bank, dimana Bank merasa dirugikan dikarenakan pembiayaan dilakukan akan tetapi SHM induk hilang sebagai bukti kepemilikan satuan tanah yang harus di pecah. Perlindungan hukum terdahap pemilik sertifikat yang akan dibalik namakan ditentukan berdasarkan hubungan hukumnya, sebagaimana dalam penelitian ini yang menghubungkan antara Developer sebagai pemilik tanah dan bangunan dan bank yang merupakan pembiaya serta nasabah sebagai pembeli, tentu pihak yang harus dilindungi yaitu kepentingan developer, bank dan nasabah. PPAT tersebut membuatkan perjanjian pengurusan kepada pihak Developer dan Bank untuk pengurusan penggantian sertifikat untuk jangka waktu tertentu, serta PPAT tersebut menanggung keseluruhan biaya yang ditimbulkan atas penggantian sertifikat yang hilang.
KEPASTIAN HUKUM TERHADAP ASAS PEMISAHAN HORIZONTAL PADA KEPEMILIKAN ATAS TANAH ADAT DI DUSUN 1 (HUTA PAMATANG) NAGORI TANJUNG SARIBU KECAMATAN DOLOK PARDAMEAN KABUPATEN SIMALUNGUN Wury Yanti Sinaga; Rosnidar Sembiring; Zaidar; Maria
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 3 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Maret
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v2i3.212

Abstract

Asas pemisahan horizontal bukan hanya dalam konteks terpisahnya pemegang hak milik atas benda bukan tanah di atas tanah hak milik orang lain, tetapi pemahaman tersebut perlu diperluas atau ditambah bahwa asas pemisahan horizontal adalah asas yang menjelaskan bahwa subjek hukum pemegang hak milik atas benda di atas tanah, berbeda dengan subjek hukum pemegang hak milik atas tanah tersebut, di mana keberadaan benda di atas tanah hak milik orang lain memiliki jangka waktu yang jelas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau kesepakatan. Penelitian ini memiliki permasalahan yang dikaji, yakni yang pertama Bagaimana penerapan asas pemisahan horizontal terhadap kepemilikan atas tanah adat? Kedua, Bagaimana penerapan asas pemisahan horizontal pada kepemilikan atas tanah adat di dusun 1 (Huta Pamatang) Nagori Tanjung Saribu? Ketiga, Bagaimana kepastian hukum bagi masyarakat adat terhadap penerapan asas pemisahan horizontal pada kepemilikan atas tanah adat di dusun 1 (Huta Pamatang) Nagori Tanjung Saribu? Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian Yuridis Empiris yang bersifat deskriptif analitis. Sumber data menggunakan sumber data data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan sedangkan data sekunder dengan menggunakan bahan hukum yaitu Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier dengan penggunaan teknik pengumpulan data penelitian kepustakaan (Library Research) dan penelitian lapangan atau (Field Research) yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis dengan mengangkat data yang ada dilapangan. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kepastian hukum bagi masyarakat adat terhadap penerapan asas pemisahan horizontal pada kepemilikan atas tanah adat di dusun 1 (satu) Huta Pamatang Nagori Tanjung Saribu diberikan kepada pihak-pihak yang menjadi keturunan asli penduduk Nagori Tanjung Saribu yang tinggal di Nagori ataupun yang akan datang untuk tinggal dan menetap di desa wilayah masyarakat adat tersebut. Kepastian hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tanah ulayat telah ada baik di Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria serta peraturan pemerintah dan peraturan daerah. Penguasaan kepemilikan atas tanah adat merupakan peraturan tidak tertulis yang sudah lama diyakini, di hidupkan serta dilakukan oleh masyarakat adat. Penguasaan kepemilikan tanah adat yang berlandaskan norma kepatutan dan keadilan bersama, tidak menyerobot hak orang lain, tidak menimbulkan kerugian bagi pihak lain.
KEABSAHAN SURAT HIBAH TANAH ULAYAT OLEH PEMANGKU ADAT: Studi Pada Masyarakat Adat Kec. Langgam, Kab. Pelalawan, Riau Maharani; Runtung; Rosnidar Sembiring; Zaidar
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 7 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Juli
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v2i7.684

Abstract

Keberadaan tanah ulayat tidak lepas dari kegiatan peralihan tanah ulayat seperti jual-beli, hibah, wasiat, dan lain sebagainya. Hibah ialah dimana penghibah dengan cuma-cuma menyerahkan sesuatu kepada si penerima hibah semasa hidupnya, dan tanpa dapat ditarik kembali. Hibah tanah ulayat pada masyarakat adat di Kecamatan Langgam diberikan secara tertulis dengan bukti surat hibah oleh Pemangku Adat, sehingga timbul pertanyaan mengenai keabsahan dari surat hibah pemangku adat tersebut. Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menganalisis keberadaan tanah ulayat masyarakat adat yang terdapat di Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan; mekanisme hibah atas tanah ulayat; dan keabsahan surat hibah atas tanah ulayat untuk kepastian hukum bagi penerima hibah. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis empiris, yang bersifat deskriptif analisis, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Pengambilan sampel dilakukan seicara purposiivei (purposiivei sampliing). Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian lapangan berupa wawancara dan studi kepustakaan, dengan analisis data dilakukan secara kualitatif, dan metode penarikan kesimpulan deduktif. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan telah banyak tanah ulayat milik Pebatinan yang beralih kepada masyarakat diluar masyarakat adat atau perusahaan yang menunjukkan keberadaan tanah ulayat di Kecamatan Langgam masih ada, namun telah menipis dan hak perseorangan atau hak milik menjadi kuat. Hibah tanah ulayat pada masyarakat adat di Kecamatan Langgam diberikan oleh Batin yang dilakukan secara tertulis dengan Surat Hibah Pemangku Adat. Surat hibah oleh Pemangku Adat seperti pada masyarakat adat di Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan, tetap sah dan diakui keabsahannya menurut hukum adat, namun belum dapat dijadikan alas hak untuk pendaftaran hak sehingga belum memberikan kepastian hukum bagi penerima hibah. Surat Hibah oleh Pemangku Adat merupakan sebagai permulaan bukti tertulis untuk menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT) dari Kepala Desa/Lurah berdasarkan Pasal 24 PP Nomor 24 Tahun 1997. Saran yang disampaikan dalam penelitian ini Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan perlu segera untuk membentuk Peraturan Daerah sebagai dasar hukum dan penentu kriteria masih adanya tanah ulayat. Pemangku Adat dan masyarakat adat diharapkan untuk tetap menjaga keberadaan dan kelestarian tanah ulayatnya serta perlu sosialisasi dari stakeholder terkait kepada pelaku hibah tanah ulayat mengenai tertib administrasi pertanahan untuk menjamin kepastian hukum atas surat hibah oleh pemangku adat.
Peranan Gugus Tugas Reforma Agraria dalam Penyelesaian Sengketa Pertanahan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Serdang Bedagai Manurung, Shelvi; M. Yamin; Zaidar; Afnila
UNES Law Review Vol. 6 No. 4 (2024): UNES LAW REVIEW (Juni 2024)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i4.2145

Abstract

Kebijakan Reforma Agraria merupakan upaya untuk menata kembali hubungan antara masyarakat dengan tanah, yaitu menata kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan permukaan bumi yang berkeadilan di Indonesia melalui penataan aset dan disertai dengan penataan akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Dalam pelaksanaan penyediaan TORA di Kabupaten Serdang Bedagai, Gugus Tugas Reforma Agraria menemukan adanya tanah eks HGU PT. Deli Minatirta Karya yang sudah berakhir haknya. Berdasarkan ketentuan pada Perpres 86/2018 maka tanah tersebut dapat dijadikan sebagai objek TORA. Tantangan muncul karena tanah eks HGU tersebut ternyata bersengketa. GTRA harus terlebih dahulu menyelesaikan persoalan yang ada, kemudian mengidentifikasi tanah eks HGU menjadi objek TORA. Puncak persoalan terjadi saat Kelompok 80 melakukan demo penuntutan tanah eks HGU PT. Deli Minatirta Karya. Sehingga peneliti tertarik untuk mengkaji peranan GTRA dalam mengatasi sengketa pertanahan, pelakanaan GTRA apakah berhasil mencapai tujuannya dan apa kendala dalam pelaksanaanya.Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis empiris. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Terkait pengumpulan data dilakukan dengan 4 tahapan yaitu studi dokumen, observasi, wawancara, dan kuisioner yang dianalisis secara kualitatif.Peranan Gugus Tugas Reforma Agraria dalam penyelesaian sengketa tanah eks HGU PT. Deli Minatirta Karya belum maksimal, padahal pihak perusahaan PT. DMK sudah bersedia mengikuti program GTRA. Masih terdapat tuntutan pengembalian tanah eks HGU PT. DMK oleh Kelompok 80. Capaian tujuan pelaksanaan Gugus Tugas Reforma Agraria kurang maksimal, dimana berdasarkan hasil penelitian, bahwa sebagian besar masyarakat tidak merasakan manfaat adanya TORA. Kelompok 80 melakukan demo penuntutan pengembalian tanah eks HGU yang sudah menjadi objek TORA Upaya penyelesaian dalam mengatasi kendala dalam pelaksanaan Gugus Tugas Reforma Agraria yaitu melaksanakan koordinasi dengan Dinas Kehutanan atau instansi terkait mengenai pelepasan dari kawasan hutanHasil output identifikasi TORA menjadi tidak efektif karena tidak dilanjutkan dengan legalisasi aset melalui redistribusi tanah.