Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Transformasi Prasi Tantri Carita Dalam Animasi Prasimotion BUDIAPRILLIANA, LUH; UDIANA NINDHIA PEMAYUN, TJOKORDA; SUARDINA, I NYOMAN
Prabangkara : Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 21 No 2 (2017): Pabangkara
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (353.974 KB)

Abstract

Penciptaan ini dilatarbelakangi ketertarikan pencipta terhadap prasi. Prasi mulai ditinggalkan generasi muda. Seni prasi merupakan seni menoreh gambar di atas daun rontal. Dalam prasi terkandung unsur seni visual berupa gambar ilustrasi serta seni sastra berupa naskah-naskah lontar yang mengandung nilai moral. Pada tulisan ini dirumuskan tiga masalah yakni, bagaimanakah menciptakan media yang sesuai untuk pengenalan prasi kepada remaja?, bagaimana mentransformasikan prasi ke dalam bentuk animasi digital?, bagaimana bentuk/wujud prasi digital? Tujuan dari penciptaan ini yaitu merancang media pembelajaran untuk mengenal prasi. Sasaran dari penciptaan ini adalah remaja usia 12-18 tahun (siswa SMP dan SMA) di Buleleng. Pada penciptaan ini melalui tiga tahapan yakni eksplorasi, eksperimentasi, dan proses perancangan. Adapun teori yang digunakan pada penciptaan ini meliputi teori simulasi, transformasi, dan semiotika. Hasil Cipta pada penciptaan ini terdiri dari karya utama dan karya pendukung. Karya utama yaitu berupa karya animasi Prasimotion dengan judul Kacarita Pedanda Baka. Karya animasi tersebut merupakan animasi 2D yang visualisasinya dibuat seakan-akan animasi tersebut terjadi di atas daun rontal. Selain karya utama terdapat juga karya pendukung berupa animasi slideshow dengan mengambil cerita fabel lain dari rangkaian fable dalam Tantri Carita. Media ini dirancang untuk dapat dibawa ke berbagai tempat dengan hanya mengaksesnya dari gadget saja. Selain karya pendukung berupa animasi slideshow ini juga akan dibuat media pendukung berupa poster, X-banner, dan prototype prasi dalam bentuk printout.This creation is motivated by the creator’s interest in prasi. Prasi began to be abandoned by the young generation. Art prasi is the art of incised images on the leaf rontal. In the prasi contained elements of visual art in the form of illustrations and literary arts in the form of lontar (manuscripts) that contain moral values. In this paper formulated three problems namely, how to create appropriate media for the introduction of prasi to adolescents?, how to transform the prasi into the form of digital animation ?, how is the form of digital prasi ?. The purpose of this creation is to design learning media to introduce prasi. The targets of this creation are adolescents aged 12-18 years (junior and senior high school students) in Buleleng. At this creation through three stages of exploration, experimentation, and the design process. The theory used in this creation includes the theory of simulation, transformation, and semiotics. The Creative results in this creation consist of the main works and the supporting works. The main work is in the form of Prasimotion animation with the title Kacarita Pedanda Baka. The work of the animation is a 2D animation that the visualization is made as if the animation took place on the leaf rontal. In addition to the main work there is also a supporting work in the form of slideshow animation by taking another fable story from a series of fables in Tantri Carita. This medium is designed to be brought to various places by only accessing it from the gadget. In addition to supporting works in the form of animation slideshow will also be made supporting media in the form of posters, X-banner, and prototype of prasi in the form of printout.
Kole Nak Nusa Dalam Film Pendek Aryadi, I Gusti Made; Suteja, I Kt; Suardina, I Nyoman
Prabangkara : Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 22 No 2 (2018): Desember
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (273.723 KB)

Abstract

Nusa Penida memiliki dialek yang beragam yang merupakan sebuah keunikan yang tak ternilai harganya. Namun, bagaimana dialek tersebut dapat menjadi kebanggaan bila di sisi lain keunikan dialek tersebut dijadikan guyonan atau bahkan menjadi bahan pem-bully-an. Berdasarkan uraian di atas, muncul ketertarikan penggarap untuk menciptakan karya seni dalam bentuk film pendek berjudul “Kole Nak Nusa”. Karya ini mencoba menjawab pertanyaan (1) nilai kebangsaan apakah yang diangkat, (2) teknis dan bentuk pengggarapan, serta (3) apa makna film yang dapat disampaikan. Tujuan penciptaan karya film ini adalah menciptakan karya seni berdasarkan atas fenomena yang terjadi di masyarakat, khususnya terkait dengan perbedaan dialek antar daerah di Bali. Karya Film pendek “Kole Nak Nusa” mengangkat nilai kebangsaan yang bangga akan identitas diri bangsa. Proses penggarapan Karya Film pendek “Kole Nak Nusa” dimulai dari (1) mencari dan menemukan fenomena di Nusa Penida, (2) melakukan riset dan mengumpulkan bukti-bukti visual, (3) proses mengkhayal dan berimajinasi, dan bereksplorasi, (4) proses kreatif penciptaan karya, dan (5) estimasi karya. Karya Film pendek “Kole Nak Nusa” digarap dengan teknis visual neorealis dan dalam bentuk film pendek berdurasi 20 menit. Makna atau pesan yang disampaikan melalui film pendek “Kole Nak Nusa” adalah mencintai kebudayaan bangsa sendiri tanpa harus malu dikritik oleh oranglain.
Inovasi Kerajinan Gerabah I Wayan Kuturan Di Desa Pejaten Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan Provinsi Bali Adiputra, Komang; Suardina, I Nyoman; Mudra, I Wayan
Prabangkara : Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 22 No 2 (2018): Desember
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.516 KB)

Abstract

Inovasi gerabah Pejaten dikembangkan pertama kali oleh I Wayan Kuturan pada  tahun 1960-an. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kerajinan gerabah hasil inovasi I Wayan Kuturan ditinjau dari segi bentuk, fungsi dan estetika. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kualitatif, teknik pengumpulan yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis dilakukan secara deskriftif kualitatif. Teori yang digunakan untuk membedah permasalahan ini adalah Teori Bentuk menggunakan teori Wong dan Sanyoto mengenai bentuk matra, Ratna mengenai wujud konkret, Sanyoto mengenai wujud kenyataan dan wujud batas/dimensi, Teori Fungsional mengunakan teori Enmud Burke Feldman mengenai fungsi seni dan Soegondho mengenai fungsi gerabah, serta Teori Estetika Parker dan teori Beardsley. Hasil penelitian menunjukkan Gerabah Kuturan dari segi bentuk merupakan gerabah yang diwujudkan untuk menghindari kemonotonan, dengan cara menerapkan macam-macam tema pada produknya. Penerapan unsur rupa seperti  garis lengkung dan lurus dapat dilihat pada bentuk maupun dekorasi produk patung, celengan, relief  terakota dan lampu taman, bentuk/shapeyang diterapkan berupa bentuk bulat pada bentuk dasar patung taman, celengan dan lampu taman (burung hantu), serta bentuk persegi pada relief terakota dan lampu taman yang meniru bentuk bagian atas sebuah pura atau pelinggih, warna dan bidang atau ruang yang disusun berdasarkan asas desain, yakni kesatuan (unity), keseimbangan (balance), kesederhanaan (simplicity), aksentuasi (emphasis) dan proporsi. Produk inovasi I Wayan Kuturan sebagian besar memiliki fungsi sebagai benda pakai dan benda hias, fungsi ini berbeda dengan fungsi gerabah Desa Pejaten sebelumnya, yaitu sebagai perlengkapan upacara serta peralatan dapur. Produk gerabah Kuturan yang berfungsi sebagai benda pakai adalah celengan, sedangkan gerabah yang berfungsi sebagai benda hias adalah patung taman, lampu taman, dan relief terakota. Gerabah I Wayan Kuturan ditinjau dari teori estetika Parker maupun Beardsley adalah produk yang memiliki nilai estetis. 
Metafora Wanita Bali Pada Era Modern Dalam Seni Patung Putrayasa, I Ketut; Gede Arimbawa, I Made; Suardina, I Nyoman
Prabangkara : Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 22 No 2 (2018): Desember
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.699 KB)

Abstract

Wacana tentang wanita selain tentang keindahan fisik juga diwarnai oleh persoalan kesetaraan gender yang dengan gigih diperjuangkan. Gerakan feminisme merupakan reaksi terhadap maskulinisme, semua itu menunjukkan persoalan wanita dalam  karya seni yang dapat ditelaah menjadi dua, yaitu persoalan fisik yang cenderung mengungkapkan keindahan tubuh (gestur) wanita, dan permasalahan sosial, diskriminasi gender, budaya, dan politik sebagai makna kontekstual terlebih pada era modern. Dalam kehidupan pada era modern permasalahan yang muncul menjadi lebih rumit dan kompleks. Kondisi ini membawa dampak positif sekaligus dampak negatif bagi kaum wanita Bali. Akibat modernisasi, kebudayaan Barat yang lebih mengedepankan rasionalitas melahirkan corak kehidupan yang berorientasi materialistik-kapitalis, kesenangan dan budaya hedonis yang berpengaruh terhadap budaya Bali yang menjunjung tinggi nilai kearifan lokal dan spiritualitas keagamaan. Dalam mewujudkan gagasan itu pencipta manbangun suatu metafora, yaitu melalui komparasi (pembandingan) untuk memperbesar makna; dan dengan membuat makna baru (jukstaposisi) yakni penggabungan objek yang awalnya tidak terhubung/tersambung menjadi bentuk baru. Hal ini dilakukan melalui serangkaian proses/tahapan-tahapan berkarya menyangkut langkah eksplorasi, eksperimen, dan perwujudan. Secara umum langkah-langkah tersebut dipraktekkan oleh pencipta namun dengan urutan yang tidak ketat. Aspek eksplorasi,eksperimen, dan forming terjadi saling susul-menyusul. Metode penciptaan yang digunakan adalah metode merangkai (assembling) telah dapat merangkul secara sistematis pendekatan karya yang diacu, hingga berhasil membangun keutuhan penciptaan secara keseluruhan. Metode ini telah menghasilkan elaborasi yang unik dari semua komponen ideoplastis dan aspek fisik yang meliputi teknik dan media, sehingga melahirkan gagasan dan metafora yang kreatif.Visualisasi metafora wanita Bali dalam karya-karyanya  menekankan unsur gagasan/ide dan keteknikannya, yang disertai spirit olah rasa yang dibangun untuk memberikan kesan estetik melaui sajian bentuk yang mengangkat karakter media logam, serta konsep yang dijadikan sebagai acuan dalam setiap karya.Kondisi inilah yang menggugah pencipta untuk mencermati betapa pentingnya memperhatikan kembali karakter wanita Bali yang bersumber pada nilai-nilai kebalian sebagai sumber ide penciptaan. Penciptaan karya seni patung ini berjudul “Metafora Wanita pada Era Moden dalam Seni Patung”, diciptakan dalam enam buah karya patung logam, dengan muatan maknainterpretasi terhadap etika, moral, dan spirit wanita Bali, dalam konteks fenomena wanita Bali masa kini.
Kerajinan Payung Cukup dan Payung Lunas di Desa Bukian Payangan Gianyar I Made Suparta; I Nyoman Suardina; I Wayan Mudra
Segara Widya : Jurnal Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Vol. 9 No. 2 (2021): November
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (909.609 KB) | DOI: 10.31091/sw.v9i2.1744

Abstract

Kecamatan Payangan terdiri dari 9 desa memiliki sumber daya alam subur serta potensi seni yang patut dikembangkan. Payung cukup dan lunas memiliki keindahan bentuk yang unik dan nilai ekonomi menjanjikan. Kerajinan yang terdapat di desa Bukian Payangan terbuat dari rangkaian susunan bilah-bilah bambu terlihat alami dan langka. Seiring perkembangan jaman, payung tradisional tidak bertangkai mayoritas digunakan petani dan peternak tidak banyak dikenal kaum melineal. Rangkaian bilah bambu yang tersusunan vertical-horizontal memberi daya tarik tersendiri untuk dilakukan penelusuran lebih lanjut terhadap penomena yang terdapat pada payung Payung cukup maupun payung lunas. Penelitian ini menggunakan metode porposive sampling, Validitas data lapangan maupun pustaka didasarkan pada metode ilmiah, pengumpulan dan analisis data serta alat ukur yang digunakan. Kompilasi dan tabulasi data dikoreksi dan dikonstruksikan secara logis dan sistematis. Adapun luarannya berupa publikasi ilmiah yang dimuat pada jurnal terakreditasi yaitu Mudra ISI Denpasar atau jurnal Imaji terbitan UNY (Universitas Negeri Yogyakarta). Dan bahan ajar. Target capaian penelitian ini untuk mengetahui pengertian payung cukup dan lunas, bahan dasar, dan keberlanjutannya.
Patra Punggel dalam Telaah Konsep Penciptaan Seni Visual Nyoman Suardina; I Wayan Suardana; I Nyoman Laba
PANGGUNG Vol 31, No 4 (2021): Implementasi Revitalisasi Identitas Seni Tradisi
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1886.58 KB) | DOI: 10.26742/panggung.v31i4.1907

Abstract

Patra Punggel adalah ragam hias Bali yang menyimpan pengetahuan penting untuk digali proses kemunculannya. Asumsi ini menjadi dasar ketertarikan untuk meneliti Patra Punggel, dengan Permasalahan, “Apa dasar konsep kriyawan masa lalu dalam menciptakan Patra Punggel yang unik bagi masyarakat Bali?” Tujuan penelitian ini untuk mencari gejala intertekstualitas sebagai sebuah simulasi konsep penciptaan seni, yang dapat dirujuk sebagai konsep penciptaan seni visual masa kini. Deskripsi setiap objek yang teridentifikasi merupakan metode yang digunakan untuk mengungkap proses terbentuknya Patra Punggel. Intertekstualitas digunakan sebagai pendekatan, sehingga setiap teks yang terbaca dari materi pembentuk hingga menjadi bentuk baru dan memiliki makna baru, menjadi temuan konsep dalam penelitian ini. Sampel objek penelitian ditentukan secara purposive, dengan menetapkan ciri yang diketahui sebelumnya terkait dengan bentuk Patra Punggel. Fokus kajian ini adalah proses stilirisasi dari bentuk materi awal, sampai menjadi motif Patra Punggel yang utuh. Penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi mahasiswa untuk dijadikan rujukan dalam membuat konsep penciptaan seni selanjutnya.Kata Kunci: Patra Punggel, Intertekstualitas, Konsep Penciptaan Seni Visual
Utilizing Sand as Glaze in Agung Glazinia Ceramics Gusti Ngurah Agung Dalem Diatmika; I Ketut Muka; I Nyoman Suardina
Journal of Aesthetics, Creativity and Art Management Vol. 1 No. 1 (2022): Journal of Aesthetics, Creativity and Art Management
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (916.113 KB) | DOI: 10.31091/jacam.v1i1.1597

Abstract

This study aims to practice the application of sand to the glaze which is intended to produce glazes with different colors for staining ceramics. Qualitative methods are used with the data collection process through observation, interviews, and documentation. To find out the results resulting from the use of sand to glaze, an experimental method is applied as a reference in this study. The process of making glaze with a mixture of sand is still the same as the process of making glaze in general, starting from preparing tools or materials, mixing materials, applying to burning to find out the results obtained. The sand can produce new effects such as melting glass melts on glazes with certain colors. Characteristics of sand that is difficult to melt produces its own texture from the sand that is mixed into the glass. Sand glaze is very suitable to be applied to ceramic media which needs different shades from the glaze color in general. In the future sand glaze can be one of the glaze options that are in great demand by the public because it can reduce the material costs of making glaze.
Hermeneutic Review of the Meanings of Angling Darma Relief at Candi Jago I Nyoman Suardina; Marina Wardaya
Randwick International of Social Science Journal Vol. 4 No. 1 (2023): RISS Journal, January
Publisher : RIRAI Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47175/rissj.v4i1.618

Abstract

The purpose of this research is to discover the cultural relationship between the Angling Darma reliefs at Candi Jago. Candi Jago is the only place where you can find Angling Darma relief. The Angling Darma relief on Jago Temple is a testament to the glory of the civilization of the Hindu-Buddhist dynasty in Indonesia. However, not many Indonesians know the meaning of the Angling Darma relief at Candi Jago. No one has yet discussed the cultural aspect in relation to the angling darma relief motif on Jago temple in a hermeneutic review. The problems are: 1) What is the shape of the relief of Angling Darma at Candi Jago?.; 2) Is there a correlation between the Angling Darma reliefs at Candi Jago and culture? 3) What is the relationship between Angling Darma reliefs and culture from a hermeneutic perspective? This study uses a qualitative method with a hermeneutic paradigm. All primary data was successfully collected based on observations of the reliefs at Candi Jago. All secondary data were searched through a literature study of Candi Jago. The totality of the data was analyzed qualitatively in a hermeneutical review. The findings revealed: 1) an Angling Darma relief in the form of a painting of a character named Angling Darma; 2) a correlation between culture and Angling Darma reliefs at Candi Jago; and 3) a moral meaning emphasizing firm belief and chivalrous attitude in cultural relations and the Angling Darma reliefs at Candi Jago.
PENERAPAN AUDIO DESCRIPTION PADA KARYA DOKUMENTER PENDEK SEJAUH MATA MEMANDANG Sukron Madani Dwi Prasetyo; I Nyoman Payuyasa; I Nyoman Suardina
CALACCITRA: JURNAL FILM DAN TELEVISI Vol. 3 No. 1 (2023): Jurnal Calaccitra Maret 2023
Publisher : CALACCITRA: JURNAL FILM DAN TELEVISI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The production of the short documentary film “Sejauh Mata Memandang” was created to be able to motivate people with disabilities, especially the blind and deaf people to be able to provide space and access so they can enjoy films in general. This production will also be equipped with an audio description as a feature that helps people with disabilities to enjoy the film along with the message contained in it. The production of this work is based on the results of research and the issue of disability discrimination in Bali. The blind are equal and have the right to live side by side with the general public. Blinds have the right to love one another without discrimination. The research was carried out using an observational approach to blind persons with disabilities. The method used is in the form of quantitative and qualitative with blended learning to be able to create optional issues that can be used for the creation of documentary short films. The results of the research conducted show that the blind do not have access to the convenience of watching movies. People with disabilities need help from other parties or use audio descriptions in enjoying film. This work endeavored to have a broad impact on blind and deaf friends and to be able to raise awareness for every filmmaker to start taking into account the audio description feature facility in every film work creates.
Character Design of Mahapatih Gajah Mada Based on Visual References from Bima and Brajanata/Kertala Statues Hutomo Setia Budi; I Wayan Adnyana; I Wayan Swandi; I Nyoman Suardina
VCD Vol. 8 No. 1 (2023): Journal of Visual Communication Design VCD
Publisher : Universitas Ciputra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37715/vcd.v8i1.3956

Abstract

Mahapatih Gajah Mada was a great figure who united the archipelago in his time, but no statues have been found that depict the figure. Archaeologists disagree on the accuracy of the human head statue artifact referenced by Mr. Muhammad Yamin, as it does not have any markers that indicate it is a statue of Mahapatih Gajah Mada. To design an accurate visualization of the character design of Mahapatih Gajah Mada, this design is divided into 2 stages: data mining and character design. Data mining involves a data search related to Mahapatih Gajah Mada and culture during the Majapahit Kingdom Era. Character design involves designing the character design of Gajah Mada using data from the references that have been obtained. Data searches have revealed that Mahapatih Gajah Mada is likely to be the Brajanata/ Kertala character in the Panji story and the Bima character in the Mahabarata story. The character has a large, tall body, strapping, crossed mustache, and wavy curls, using a headdress in the form of a foreheadband with carvings, upper arm bands made with snake motifs, a belt with a Kala head patterned buckle, and an upawita (caste rope) that crosses from the left shoulder to the right waist depicting Gajah Mada's caste. For weapons, Gajah Mada carries a keris with a cundrik type (not notched) and an oval mace, which means that Gajah Mada is one of Lord Vishnu's attendants who has a guardian nature. The design of the oval mace takes reference from door guard statues. Keywords: Character Design, Gajah Mada, Majapahit kingdom