cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
JURNAL BIOMEDIK
ISSN : 20859481     EISSN : 2597999X     DOI : -
Core Subject : Health, Science,
JURNAL BIOMEDIK adalah JURNAL ILMIAH KEDOKTERAN yang diterbitkan tiga kali setahun pada bulan Maret, Juli, November. Tulisan yang dimuat dapat berupa artikel telaah (review article), hasil penelitian, dan laporan kasus dalam bidang ilmu kedokteran..
Arjuna Subject : -
Articles 22 Documents
Search results for , issue "Vol 9, No 1 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM" : 22 Documents clear
Kontribusi hiperglikemia dan hipoalbuminemia terhadap multiple organ dysfunction syndrome (MODS) pada pasien multitrauma ., Hendri; Sapan, Heber B.; Lampus, Harsali F.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 9, No 1 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.9.1.2017.15381

Abstract

Abstract: Recent randomized prospective data suggest that early hyperglycemia and hypoalbuminemia are associated with MODS in multitrauma patients. This study was aimed to determine the contribution of early blood glucose elevation and decreased serum albumin in Trauma Emergency Department or ICU patients. We prospectively collected multitrauma patients with Injury Severity Score (ISS) ≥18, blood glucose, serum albumin, aged 14-81 years old, admitted to level I Trauma Centre at Prof. Dr. R. D. Kandou General Hospital Manado from September 2015 through July 2016. Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) score was used to determine MODS during hospitalization. The X2 (Fisher exact) test was used to determine the level of significance and odd ratio was used to determine the risk estimation. There were 51 multitrauma patients in this study. The mean age was 31.73 years old; 41 males (80.4%) and 10 females (19.6%); blood glucose level >126 mg/dl occurred in 34 patients (66.7%) and ≤ 126 mg/dL occurred in 17 patients (33.3%). Serum albumin level <3.5 gr/dL occurred in 31 patients (60.8%) and ≥3,5 gr/dl occurred in 20 patients (39.2%). Conclusion: Early hyperglycemia (blood glucose level >126 mg/dL) and hypoalbuminemia (serum albumin <3.5 gr/dL) were associated with significantly higher MODS rates in multitrauma patients independently of injury characteristics. The present of early hyperglycemia and hypoalbuminemia may allow early identification of trauma patients who are at risk for MODS.Keywords: multitrauma, hyperglycemia, hypoalbuminemia, MODSAbstrak: Data prospektif secara random menunjukkan bahwa adanya hiperglikemia dan hipoalbuminemia dapat berisiko terhadap terjadinya MODS pada pasien dengan multitrauma. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kontribusi hiperglikemia dan hipoalbuminemia pada pasien yang dirawat di Instalasi Gawat Darurat maupun di ICU. Data diambil secara prospektif pada pasien multitrauma dengan Injury Severity Score (ISS) ≥18, kadar gula darah dan serum albumin, usia 14-81 tahun yang datang ke Pusat Trauma RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado selama 11 bulan (September 2015 s/d Juli 2016). Digunakan Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) skor untuk menentukan MODS selama dirawat. Data dianalisis dengan X2 atau Fisher exact test untuk tingkat signifikansi dan odd ratio untuk menentukan perkiraan tingkat kesalahan. Hasil penelitian mendapatkan total 51 pasien yang termasuk dalam kriteria inklusi. Rerata usia 31,73 tahun, laki-laki 41 pasien (80,4%) dan perempuan 10 pasien (19,6%). Kadar gula darah >126 mg/dl sebanyak 34 pasien (66,7%) dan kadar gula darah ≤126 mg/dl sebanyak 17 pasien (33,3%). Kadar albumin <3,5 gr/dl sebanyak 31 pasien (60,8%) dan kadar albumin ≥3,5 gr/dl sebanyak 20 pasien (39,2%). Simpulan: Hiperglikemia dengan kadar gula darah >126 mg/dl dan hipoalbuminemia dengan kadar albumin <3,5 gr/dl sangat berisiko untuk terjadi MODS pada pasien-pasien trauma namun tergantung dari beratnya cedera yang dialami. Adanya hiperglikemia dan hipoalbuminemia merupakan tanda awal terhadap risiko terjadinya MODS pada pasien multitrauma.Kata kunci: multitrauma, hiperglikemia, hipoalbuminemia, MODS
Profil penyakit infeksi kulit karena virus pada anak di Divisi Dermatologi Anak Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode tahun 2013 - 2015 Wibawa, Anthony S.; Gunawan, Ellen; Pandaleke, Herry E. J.
JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 9, No 1 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.9.1.2017.15319

Abstract

Abstract: Viral skin infection can occur in all ages, especially in children. These viruses can cause skin lesions due to the viral replication in the epidermis or as a secondary effect of viral replication in other part of the body. This study was aimed to obtain the profile of viral skin infections in Pediatric Dermatology Division of Dermatovenereology Clinic, Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado from 2013 to 2015. This was a retrospective study using medical records of new pediatric patients with viral skin diseases, aged 0-14 years from 2013 to 2015. The results showed that there were 113 pediatric patients (12.71%) with viral skin infections. The majority of cases were 5-14 years old (73.45%), followed by 1-4 years old (25.66%) and 0-1 years old (0.88%); females (52,21%) were more commonly found. The viral skin diseases in this study were moluscum kontagiosum (47.79%), verucca vulgaris (29.20%), varicella (8.85%), herpes zoster (7.97%), and hand foot mouth disease (6.19%). Conclusion: Skin viral diseases in children were found in 12.71% of new patients, most common in females and aged 5-14 years. Moluscum contagiosum was the most common skin viral disease in all ages.Kata kunci: penyakit kulit, infeksi virus, anakAbstrak: Penyakit infeksi kulit karena virus dapat terjadi pada semua usia, tetapi lebih banyak pada anak-anak. Virus dapat menyebabkan timbulnya lesi kulit sebagai hasil dari replikasi virus di epidermis atau sebagai efek sekunder replikasi virus di tempat lain pada tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penyakit infeksi kulit karena virus pada anak di Divisi Dermatologi Anak Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado selama periode tahun 2013-2015. Jenis penelitian ialah retrospektif menggunakan rekam medik pasien anak baru dengan infeksi kulit karena virus, berusia 0-14 tahun periode tahun 2013-2015. Hasil penelitian mendapatkan 113 pasien anak (12,71%) dengan penyakit infeksi kulit karena virus, paling sering pada kelompok usia 5-14 tahun (73,45%), diikuti dengan usia 1-4 tahun (25,66%) dan usia 0-1 tahun (0,88%); lebih banyak pada anak perempuan (52,21%). Penyakit infeksi kulit karena virus terdiri dari moluskum kontagiosum (47,79%), veruka vulgaris (29,20%), varisela (8,85%), herpes zoster (7,97%), dan hand foot mouth disease (6,19%). Simpulan: Penyakit infeksi kulit karena virus pada anak didapatkan sebanyak 12,71% dari pasien baru, terbanyak pada kelompok usia 5-14 tahun dan jenis kelamin perempuan. Moluskum kontagiosum ditemukan terbanyak pada semua kelompok usia.Kata kunci: penyakit kulit, infeksi virus, anak
Kebutuhan riil tenaga pemasak di Instalasi Gizi dengan menggunakanmetode workload indicators of staffing need (WISN) di RSU Pancaran Kasih GMIM Manado Jocom, Patrisia A.; Massie, Roy G. A.; Porotu’o, John P.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 9, No 1 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.9.1.2017.15386

Abstract

Abstract: To provide an optimal nutrition care to the patients in a hospital, a proper human resource planning should be implemented. The workload indicators of staffing need (WISN) method is a health worker need calculation based on real workload in every facility. This study was aimed to assess the real need for cook in the Nutrition Department of Pancaran Kasih General Hospital Manado by using WISN method.This was an analytical observational study using quantitative method. Work sampling method was used to acquire the number of activity time for each cookand WISN method was used to calculate the need for cook. The population and samples in this study were 11 cooks from Nutrition Department in Pancaran Kasih General Hospital Manado; all were female. This study also used 6 informants consisted of the Vice Ancillary Hospital Director and Human Resource Department, Head of Human Resource Department, Head of Nutrition Department, and cooks to discuss about the cook staff human resources planning and the workload in the Nutrition Department. The result of the need for cooks using WISN method was 19. Currently,there were only 11 cooks in the Nutrition Department, which meant lack of eight from the calculated ideal. The calculation result for productivity proportion to workforce in Pancaran Kasih General Hospital Nutrition Department was 72.21% which was in normal baseline compared to standard productivity. To date, the hospital plan for cook need used ratio of beds and cooks method. Conclusion: There were eight cooks lacked at the Nutrition Department in Pancaran Kasih General Hospital, albeit, the workload was still within normal baseline, hence the need to add more staff was not urgent. The method to calculate manpower need of the hospital was not yet ideal because it only calculated the number of staffs inspite of the productivity level of staffs in the hospital. It is suggested to add male cooks since the workload was quite heavy and to consider the human resource planning using workload analysis in the future since it is more objective compared to ratio method.Keywords: cooks, WISN, nutrition department, hospitalAbstrak: Dalam upaya menjamin pelaksanaan pelayanan gizi yang optimal di rumah sakit diperlukan adanya perencanaan kebutuhan tenaga di Instalasi Gizi. Workload indicators of staffing need (WISN) adalah metode penghitungan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) kesehatan berdasarkan beban kerja pekerjaan nyata yang dilaksanakan oleh tiap kategori SDM kesehatan pada tiap unit kerja fasilitas pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kebutuhan riil tenaga pemasak di Instalasi Gizi RSU Pancaran Kasih GMIM Manado dengan menggunakan meteode WISN.Jenis penelitian ialah observasional analitik dengan metode kualitatif. Metode work sampling digunakan dalam pengamatan untuk mendapatkan jumlah penggunaan waktu setiap aktivitas tenaga pemasak danmetode WISN untuk penghitungan kebutuhan tenaga pemasak. Populasi dan sampel dalam penelitian ialahtenaga pemasak di Instalasi Gizi RSU Pancaran Kasih GMIM Manado yang berjumlah 11 orang berjenis kelamin perempuan. Penelitian ini dilengkapi dengan 6 informan terdiri dari Wakil Direktur Penunjang dan SDM, Kepala Bagian SDM, Kepala Instalasi Gizi, dan tenaga pemasak, yang membahas mengenai perencanaan tenaga pemasak dan beban kerja di Instalasi Gizi.Hasil penghitungan kebutuhan tenaga pemasak dengan metode WISN ialah 19 orang. Saat ini di Instalasi Gizi RSU Pancaran Kasih GMIM Manado memiliki tenaga pemasak sebanyak 11 orang, yang berarti masih kekurangan 8 orang tenaga pemasak. Hasil penghitungan proporsi waktu produktif terhadap beban kerja tenaga pemasak sebesar 72,21%, yang masih dalam batas normal menurut standar produktivitas. Saat ini perencanaan kebutuhan tenaga pemasak di RSU Pancaran Kasih GMIM Manado menggunakan metode rasio antara jumlah tempat tidur rumah sakit dengan jumlah tenaga pemasak.Simpulan: Terdapat kekurangan tenaga pemasak di Instalasi Gizi RSU Pancaran Kasih GMIM Manado sebanyak 8 orang, tetapi karena beban kerjanya masih dalam batas normal, maka penambahan tenaga pemasak sifatnya tidak mendesak. Metode perencanaan kebutuhan tenaga pemasak di RSU Pancaran Kasih GMIM Manado masih kurang tepat karena metode ini hanya mengetahui jumlah tenaga secara total tetapi tidak bisa mengetahui produktivitas SDM rumah sakit, dan kapan tenaga tersebut dibutuhkan oleh setiap unit atau bagian rumah sakit yang membutuhkan. Disarankan penambahan tenaga pemasak berjenis laki-laki karena pekerjaan di Instalasi Gizi cukup berat dan perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan ke depan diharapkan menggunakan analisis beban kerja karena lebih obyektif daripada metode rasio.Kata kunci: tenaga pemasak, WISN, instalasi gizi, rumah sakit
Pemberian alpha lipoic acid per oral dan latihan fisik intensitas sedang menurunkan berat badan dan lemak abodminal lebih banyak daripada latihan fisik intensitas sedang saja pada tikus Wistar jantan dengan obesitas Chandra, Aji B.; Pangkahila, Alex; Pangkahila, Wimpie
Jurnal Biomedik : JBM Vol 9, No 1 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.9.1.2017.15377

Abstract

Abstract: This study was aimed to prove that oral administration of ALA and moderate physical exercise decrease body weight and abdominal fat more than moderate physical exercise only in obese male Wistar rats. This was a true experimental study with a post-test only control group design. Subjects were 30 Wistar rats (Rattus norvegicus), male, healthy, aged 4-5 months, and obese with minimum weight of 250 g, divided into 3 groups, as follows: 1) P0, the control group with no treatment; 2) P1, given moderate physical exercise (swimming for 20 minutes/day, for 4 weeks); 3) P2, given moderate physical exercise and ALA per oral 15 mg/day for 4 weeks. The results showed that the average body weight after 4 weeks of treatment of P0 group was 279.10±5.84 g; of P1 group was 257.90±10.31 g; and of P2 group was 213.90±8.92 g (P < 0.01). The mean weight of subcutaneous abdominal fat of P0 group was 0.96±0.45 g; of P1 group was 0.63±0.31 g; and of P2 group was 0.40±0.23 g (P < 0.01 ). Moreover, the mean weight of visceral abdominal fat of P0 group was 1.23±0.37 g; of P1 group was 0.83±0.24 g; and of P2 group was 0.39±0.25 g (P < 0,01). Conclusion: Oral administration of ALA and moderate physical exercise decrease body weight, subcutaneous abdominal fat, and visceral abdominal fat more than moderate physical exercise only in obese male Wistar rats.Keywords: alpha lipoic acid, obesity, body weight, abdominal fatAbstrak: Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa pemberian ALA per oral yang dikombinasi dengan latihan fisik intensitas sedang menurunkan berat badan, lemak subkutan abdominal, dan lemak viseral abdominal lebih banyak daripada latihan fisik intensitas sedang saja pada tikus Wistar jantan dengan obesitas. Jenis penelitian ialah eksperimental murni dengan post-test only control group design. Subjek penelitian ialah 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan, galur Wistar, sehat, usia 4-5 bulan, dan obes dengan berat badan minimal 250 g yang terbagi menjadi tiga kelompok masing-masing berjumlah 10 ekor tikus, yaitu: P0 (kelompok kontrol), tidak mendapat perlakuan apapun; P1, kelompok perlakuan 1 yang diberikan latihan fisik intensitas sedang (renang durasi 20 menit/hari selama 4 minggu); dan P2, kelompok perlakuan 2 yang diberikan latihan fisik intensitas sedang serta ALA per oral dengan dosis 15mg/hari selama 4 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata berat badan setelah 4 minggu perlakuan pada kelompok P0 ialah 279,10±5,84 gr; pada kelompok P1 257,90±10,31 gr; dan pada kelompok P2 213,90±8,92 gr (P < 0,01). Rerata berat lemak subkutan abdominal pada kelompok P0 ialah 0,96±0,45 gr; pada kelompok P1 0,63±0,31 gr; dan pada kelompok P2 0,40±0,23 gr (P < 0,01). Selain itu, rerata berat lemak viseral abdominal pada kelompok P0 ialah 1,23±0,37 gr; pada kelompok P1 0,83±0,24 gr; dan pada kelompok P2 0,39±0,25 gr (P < 0,01). Simpulan: Pemberian ALA per oral dengan latihan fisik intensitas sedang dapat menurunkan berat badan, lemak subkutan abdominal, dan lemak viseral abdominal lebih banyak daripada latihan fisik intensitas sedang saja pada tikus Wistar jantan dengan obesitasKata kunci: alpha lipoic acid, obesitas, berat badan, lemak abdominal
Injeksi asam hialuronat di lapisan dermis menghambat peningkatan ekspresi MMP-1 tikus yang dipajan sinar ultraviolet-B (UVB) Tamon, Oktavian; Wiraguna, A A G P; Pangkahila, Wimpie
Jurnal Biomedik : JBM Vol 9, No 1 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.9.1.2017.15315

Abstract

Abstract: Ultraviolet B (UVB) is a source of free radicals that accelerate aging process, especially in the skin, through the increase of MMP-1. Hyaluronic acid contained in the dermal filler injection may provide a protective effect against skin exposure to UV rays. This study was aimed to prove that intradermal injection of hyaluronic acid could prevent the increase of MMP-1 in UVB-induced rats (Rattus norvegicus). This was a true experimental study with the post test only control group design. Subjects were 30 male Wistar rats (Rattus norvegicus), aged 2,5-3 months, weighing 160-180 g, and divided into 3 groups. The control group (P0) was exposed to UV-B only; the treatment group 1 (P1) was exposed to UVB and treated with placebo (aquadest intradermal injection); and the treatment group 2 (P2) was exposed to UVB and treated with hyaluronic acid intradermal injection. After 15 days of treatment, all rats were anesthetized and their skin tissues were prepared for examination of MMP1 levels. The statistic analysis showed that the average level of MMP1 in the P0 group was 24.54±4.39%; in the P1 group was 21.35±2.48% (P < 0.01). The average level of MMP-1 in P2 group was 15.40±3.87%, and was statistically lower than P0 group (P < 0.01) and P1 group (P < 0.01). Conclusion: Injection of hyaluronic acid in the dermal layer could prevent the increase of MMP-1 in UVB-induced rats (Rattus norvegicus).Keywords: hyaluronic acid, MMP-1, UVBAbstrak: Ultraviolet B (UVB) merupakan salah satu sumber radikal bebas yang dapat mempercepat proses penuaan, khususnya penuaan pada kulit melalui peningkatan MMP-1. Asam hialuronat yang terkandung dalam dermal filler injection dapat memberi efek perlindungan kulit terhadap pajanan sinar ultraviolet. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan bahwa pemberian asam hialuronat intradermal menghambat peningkatan ekspresi MMP-1 tikus yang dipapar sinar UVB. Jenis penelitian ialah eksperimental murni menggunakan post test only control group design. Subjek penelitian ialah 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus), jantan, galur Wistar, berumur 2,5-3 bulan, dengan berat badan 160-180 gram yang terbagi menjadi 3 kelompok masing-masing berjumlah 10 ekor tikus. Kelompok kontrol (P0) hanya diberi pajanan UVB; kelompok plasebo (P1) diberikan injeksi aquabidest intradermal serta pajanan UVB; dan kelompok perlakuan (P2) diberikan injeksi asam hialuronat intradermal dan pajanan UVB. Setelah 15 hari perlakuan, seluruh tikus dianestesi kemudian jaringan kulitnya diambil untuk pemeriksaan ekspresi MMP-1 dermis. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa rerata ekspresi MMP-1 pada kelompok P0 ialah 24,54±4,39% dan pada kelompok P1 21,35±2,48% (P > 0,05). Pada kelompok P2, rerata ekspresi MMP-1 ialah 15,40±3,87%, yang secara statistik lebih rendah dibandingkan dengan kelompok P0 (P < 0,01) dan kelompok P1 (P < 0,01). Simpulan: Pemberian asam hialuronat intradermal menghambat peningkatan ekspresi MMP-1 tikus yang dipapar sinar UVB.Kata kunci: asam hialuronat, MMP-1, UVB
Hubungan Facial Injury Severity Scale dengan lama rawat inap pasien trauma maksilofasial di RSUP Prof. Dr R. D. Kandou Manado Rampisela, Richard; Lumintang, Nico; Ngantung, Jan T.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 9, No 1 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.9.1.2017.15382

Abstract

Abstract: Maxillofacial trauma includes soft tissue injuries, such as burns, bruises and contusions, as well as fractures of facial bones that form the maxillofacial structure. The causes of maxillofacial fractures are traffic accidents, falls, hits, gun shots, sport accidents, and industrial accidents. Scoring system has been introduced as a tool to determine the prognostic value of patients with trauma. Facial trauma requires a different scoring system due to many dysfunctions that can occur afterwards. This study was aimed to determine the length of stay (LOS) of inpatients by using Facial injury Severity Scale (FISS). This was a correlation analytical study with a cross sectional design performed on inpatients of emergency care installation and medical records at Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital from January 2015 through April 2016. The results showed that there were 52 patients in this study. Most of them were males (49 cases; 94.2%), aged 17-25 years (16 cases; 30.8%), refused to be operated (40 cases; 76.9%), patients with FISS 1-3 (42 cases; 80.7%), minor trauma (FISS <3), and zygoma fracture cases. The Pearson correlation coefficient test showed an r value = 0.646 (P <0.001) which stated that there was a significant relationship between FISS and LOS. Conclusion: Most patients with maxillofacial trauma had a FISS value less than 3 (mild trauma). Moreover, this FISS value could be used to estimate the length of stay.Keywords: maxillofacial trauma, facial fractures, FISSAbstract: Trauma maksilofasial mencakup cedera jaringan lunak seperti luka bakar, mencakup cedera jaringan lunak seperti luka bakar, memar, fraktur tulang fasial yang membentuk sturktur maksilofasial. Penyebab fraktur maksiofasial ialah antara lain kecelakaan lalu lintas, jatuh, pukulan, tembakan, kecelakaan olah raga, dan kecelakaan kerja. Sistem skoring digunakan untuk menentukan nilai prognostik pasien dengan trauma. Trauma fasial memerlukan sistem skoring yang berbeda karena banyak disfungsi yang dapat terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lama rawat inap dari pasien cedera fasial dengan menggunakan Facial injury Severity Scale (FISS). Jenis penelitian ialah korelasi analitik dengan desain potong lintang terhadap pasien rawat ianap dengan trauma maksilofasial di Instalasi Gawat Darurat dan Bagian Rekam Medik RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou periode Januari 2015 s/d April 2016. Hasil penelitian mendapatkan 52 pasien dengan trauma maksilofasial. Sebagian besar pasien ialah laki-laki (49 kasus; 94,2%), berusia 17-25 tahun (16 kasus; 30,8%), menolak dioperasi (40 kasus; 76,9%), nilai FISS 1-3 (42 kasus; 80,7%), trauma ringan (FISS <3), dan fraktur tulang zygoma. Uji korelasi Pearson mendapatkan nilai r = 0,646 (P < 0,001) yang menunjukkan terdapatnya hubungan bermakna antara FISS dan lama rawat inap. Simpulan: Umumnya pasien dengan trauma maksilofasial mempunyai nilai FISS 3 (trauma ringan). FISS mempunyai nilai prognostik terhadap lama rawat inap.Kata kunci: trauma maksilofasial, fraktur fasial, FISS
Perbandingan kepekaan pola kuman ulkus diabetik terhadap pemakaian PHMB gel dan NaCl gel secara klinis Kurnia, Sendi; Sumangkut, Richard; Hatibie, Mendy
Jurnal Biomedik : JBM Vol 9, No 1 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.9.1.2017.15318

Abstract

Abstract: The prevalence of diabetes mellitus (DM) is increased globally every year, especially in developed countries. In Indonesia, the prevalence of diabetic ulcers is amounted to 15%. Mortality and amputation are as high as 32.5% and 23.5% and are the most common cause of diabetic patient care in the hospital. This study was aimed to compare the sensitivity of diabetic ulcers’ bacteria to PHMB gel with 0.9% saline gel. This was a descriptive analytical study. Subjects were 57 patients of diabetic ulcer associated with infection. Pus samples obtained from the diabetic ulcers were cultured and were further evaluated for the sensitivity test to PHMB gel and saline gel. Data were analyzed by using the ƻ test. The results showed that the proportion of bacteria’ sensitivity to PHMB was significantly different (P <0.05) meanwhile to 20% saline gel was not significantly different (P <0.05). Conclusion: Application of PHMB gel could improve the process of wound healing of diabetic ulcer with infection.Keywords: PHMB gel, Na Cl gel, diabetic ulcer with infectionAbstrak: Prevalensi penyandang diabetes melitus (DM) secara global semakin meningkat setiap tahunnya terutama di negara berkembang. Di Indonesia, prevalensi ulkus diabetik pada penyandang DM sebesar 15%. Angka kematian dan amputasi sangat tinggi yaitu sebesar 32,5% dan 23,5% yang merupakan penyebab terbanyak perawatan di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pola kuman pada ulkus diabetik serta membandingkan kepekaan kuman terhadap PHMB gel dan NaCl gel. Jenis penelitian ialah deskriptif analitik. Subyek penelitian ialah 57 pasien dengan ulkus diabetik disertai infeksi. Sampel pus dari ulkus diabetik dibuat kultur kemudian dilanjutkan dengan uji kepekaan kuman terhadap PHMB gel dan NaCl gel. Data dianalisis menggunakan uji ƻ. Hasil uji statistik mendapatkan perbedaan proporsi kepekaan kuman terhadap PHMB yang bermakna (P < 0,05) sedangkan perbedaan proporsi kepekaan kuman terhadap NaCl gel 20% tidak bermakna (P >0,05). Simpulan: Pemberian PHMB gel dapat meningkatkan proses penyembuhan luka pada penyandang DM dengan ulkus yang disertai infeksi.Kata kunci: PHMB gel, Na Cl gel, ulkus diabetik dengan infeksi
Satu kasus nekrolisis epidermal toksik yang diduga disebabkan oleh kotrimoksasol Gunawan, Ellen; Wibawa, Anthony S.; Suling, Pieter L.; Niode, Nurdjannah J.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 9, No 1 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.9.1.2017.15320

Abstract

Abstract: Toxic epidermal necrolysis (TEN) is an acute life-threatening muco-cutaneous reaction, characterized by extensive necrosis and detachment of the epidermis (>30% BSA). Drugs are often suspected as the main cause, one of which is trimethoprim- sulfamethoxazole (TMP-SMX). Management includes immediate termination of alleged drugs, supportive treatment such as maintenance of electrolyte balance, nutrition, analgesics, antibiotics and specific treatment of immunosuppressants with dexamethasone injection. We reported a female 36 yo who complained of dark red spots and flaky skin on the face, chest, abdomen, back, arms, and genitals associated with fever, dysphagia, and sore eyes. There was a history of cotrimoxazole consumption prior to the rashes. Skin examination revealed multiple, well defined, erythematous macula, numular to plaque-sized, multiple bullae, purpura, erosion, crusts, and epidermolysis on the face, chest, abdomen, back, and upper extremities. Patient also had vulval erosion and conjunctival hyperemia. Laboratory tests showed total protein 6.5 g/dL and albumin 3.2 g/dL. Patient was treated with intravenous RL:D 5%:NaCl 0.9% = 1:1:1 20 gtt/min, ranitidine injection 2x25 mg IV, ceftriaxone injection 1x2 gr IV, NaCl 0.9% moist dressing 3x30 minutes on erosions, polymyxin B sulphate, neomycin sulphate and dexamethasone eye drops 4x1gtt, artificial tears 6x1gtt, and tapered dexamethasone injection 4x10 mg IV. Diagnosis of TEN was established through anamnesis, physical examination, and laboratory examination. Patient showed clinical improvement within 2 weeks after the discontinuation of cotrimoxazole, and administration of supportive and specific treatment.Keywords: toxic epidermal necrolysis, cotrimoxazoleAbstrak: Nekrolisis epidermal toksik (NET) merupakan reaksi mukokutan akut yang mengancam jiwa, ditandai nekrosis dan pelepasan epidermis yang luas (>30% LPB). Obat diduga sebagai penyebab utama, salah satunya ialah golongan trimetoprim-sulfametoksazol (TMP-SMX). Penatalaksanaan meliputi penghentian segera obat yang diduga penyebab, penanganan suportif (keseimbangan elektrolit, nutrisi, analgetik, antibiotik) dan pengobatan spesifik (imunosupresan deksametason injeksi). Kami melaporkan kasus seorang perempuan 36 tahun dengan bercak merah kehitaman dan kulit terkelupas di wajah, dada, perut, punggung, kedua lengan, dan kelamin disertai demam, nyeri menelan, dan kemerahan pada mata. Riwayat konsumsi kotrimoksazol sebelum timbul ruam. Status dermatologikus: pada wajah, dada, perut, punggung, kedua lengan atas dan bawah terdapat makula eritematosa, batas tegas, multipel, ukuran numular-plakat; bula, purpura, erosi, krusta, dan epidermolisis. Terdapat erosi vulva erosi dan konjungtiva hiperemis bilateral. Pemeriksaan laboratorium: protein total 6,5 g/dL dan albumin 3,2 g/dL. Penanganan berupa IVFD RL:D 5%:NaCl 0.9% = 1:1:1 20 tetes/menit, injeksi ranitidin 2x25 mg IV, injeksi seftriakson 1x2 gr IV, kompres terbuka NaCl 0,9% 3x30 menit (luka), obat tetes mata (polimiksin B sulfat, neomisin sulfat dan deksametason) 4x1 tetes, airGunawan, Wibawa, Suling, Niode: Satu kasus nekrolisis epidermal toksis ... mata buatan 6x1 tetes dan injeksi deksametason 4x10 mg IV yang diturunkan secara bertahap sesuai perbaikan klinis. Diagnosis NET pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Keadaan umum pasien membaik dalam 2 minggu setelah dilakukan penghentian obat yang diduga penyebab, penanganan suportif, dan pengobatan spesifik.Kata kunci: nekrolisis epidermal toksik, kotrimoksazol
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DIBANDING SUSU FORMULA DENGAN ANGKA KEJADIAN DIARE Boas, Esther; Panambunan, Meiyati; Pinontoan, Odi R.
JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 9, No 1 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.9.1.2017.15380

Abstract

Abstract: This study was aimed to determine the relationship between exclusive breastfeeding compared to formula milk and diarrhea incidence in Likupang health center, North Sulawesi. This was a cross-sectional design study with a sample size of 88 infants. Information was obtained through interviews and questionnaires to the infants? mothers. Univariat data were presented in distribution frequency table form and bivariate analysis data were analyzed by using chi square test. The results showed that there was a significant relationship between exclusive breastfeeding compared to formula milk and the incidence of diarrhea in infants under 1 year. Infant with exclusive breastfeeding had significantly lower incidence of diarrhea than those with formula milk (Sig 0.003). Conclusion: The incidence of diarrhea was lower among infants with exclusive breast feeding compared to infants with formula milk.Keywords: diarrhea, exclusive breastfeedingAbstrak: Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dibanding susu formula terhadap angka kejadian diare di puskesmas Likupang, Sulawesi Utara. Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan besar sampel 88 bayi. Informasi didapatkan melalui wawancara dan kuesioner kepada ibu dari bayi yang diteliti. Data univariat ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan analisis bivariat data dilakukan dengan menggunakan uji Chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara pemberian asi eksklusif dibanding susu formula dengan angka kejadian diare pada anak berusia dibawah 1 tahun. Bayi dengan pemberian ASI eksklusif secara signifikan memiliki angka kejadian diare yang lebih rendah daripada bayi dengan pemberian susu formula (sig. 0,003). Simpulan: Kejadian diare lebih rendah pada bayi dengan ASI eksklusif dibandingkan bayi dengan susu formula.Kata kunci: diare, ASI eksklusif
Gel ekstrak daun meniran (Phyllanthus niruri) meningkatkan epitelisasi penyembuhan luka pada kulit tikus putih jantan galur Wistar (Rattus norvegicus) Siahaan, Marintan S. Y.; Pangkahila, Wimpie; Aman, I G M
Jurnal Biomedik : JBM Vol 9, No 1 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.9.1.2017.15314

Abstract

Abstract: Skin wound can cause bleeding, bacterial contamination, sympathetic stress response, and cell death. Aging of the skin slowens and delays the regeneration process of the wound bed. Meniran leaf (Phyllanthus niruri) contains several bioactive molecules and antimicrobial effects that improve the wound healing. This study was aimed to prove that meniran leaf extract gel could increase epithelization of wound in Wistar male rats. This was an experimental study. Subjects were 36 Wistar rats (Rattus norvegicus) adult, healthy, aged 3-3.5 months, weighing 200-250 g, divided into 2 groups, the control group and the treatment group; each of 18 rats. The control group (P0) was given placebo gel and oral amoxicillin for 8 days. The treatment group (P1) was given 20% meniran leaf extract gel and oral amoxicillin for 8 days. Slides of skin tissue were stained with HE. Microscopically, epithelial thickness were evaluated at three different points per field of view with 10x objective magnification The results showed that the average epithelization in P0 group was 48.28±20.72 μm, meanwhile in P1 group was 63.79±18.37 μm (P <0.001). Conclusion: Application of 20% meniran leaf extract gel could increase epithlization of wound bed in male Wistar rats.Keywords: meniran leaf, epithelization, woundAbstrak: Luka pada kulit mengakibatkan timbulnya perdarahan, kontaminasi bakteri, respon stres simpatis, bahkan kemungkinan terburuk yaitu kematian sel. Penuaan pada kulit akan memperlambat dan menghambat proses regenerasi jaringan luka. Daun meniran (Phyllanthus niruri) mengandung molekul bioaktif yang berefek pada penyembuhan luka dan antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa pemberian gel ekstrak daun meniran meningkatkan epitelisasi jaringan luka pada tikus putih Wistar jantan. Jenis penelitian ialah eksperimental. Subyek penelitian ialah 36 ekor tikus galur Wistar (Rattus norvegicus) dewasa dan sehat, berumur 3-3,5 bulan, dengan berat badan 200-250 gram, yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan perlakuan; masing-masing berjumlah 18 ekor tikus. Kelompok kontrol (P0) diberikan gel plasebo dan amoxicillin oral selama 8 hari. Kelompok perlakuan (P1) diberikan gel ekstrak daun meniran konsentrasi 20% dan amoxicillin oral selama 8 hari. Jaringan kulit dibuat preparat yang diwarnai dengan HE. Pada pengamatan mikroskopik dengan pembesaran lensa objektif 10x diukur ketebalan epitel di tiga titik berbeda dalam satu lapang pandang. Hasil penelitian menunjukkan rerata epitelisasi pada kelompok P0 ialah 48,28±20,72μm, sedangkan pada kelompok P1 ialah 63,79±18,37 μm (P <0,001). Simpulan: Pemberian gel ekstrak daun meniran (Phyllanthus niruri) dapat meningkatkan epitelisasi jaringan luka pada kulit tikus Wistar jantan.Kata kunci: daun meniran, epitelisasi, luka

Page 2 of 3 | Total Record : 22


Filter by Year

2017 2017


Filter By Issues
All Issue Vol. 14 No. 2 (2022): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 13, No 3 (2021): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 13, No 2 (2021): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 13, No 1 (2021): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 12, No 3 (2020): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 12, No 2 (2020): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 12, No 1 (2020): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 11, No 3 (2019): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 11, No 2 (2019): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 11, No 1 (2019): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 10, No 3 (2018): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 10, No 2 (2018): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 10, No 1 (2018): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 9, No 3 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 9, No 2 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 9, No 1 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 9, No 1 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen Vol 8, No 3 (2016): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 8, No 2 (2016): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen Vol 8, No 2 (2016): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 8, No 1 (2016): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 7, No 3 (2015): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen Vol 7, No 3 (2015): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 7, No 2 (2015): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 7, No 1 (2015): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 6, No 2 (2014): JURNAL BIOMEDIK : JBM Juli 2014 Vol 6, No 1 (2014): JURNAL BIOMEDIK : JBM Maret 2014 Vol 6, No 3 (2014): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 6, No 3 (2014): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen Vol 5, No 3 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 5, No 3 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen Vol 5, No 2 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 5, No 1 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen Vol 5, No 1 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 4, No 3 (2012): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen Vol 4, No 3 (2012): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 4, No 2 (2012): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 4, No 1 (2012): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 3, No 3 (2011): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 3, No 2 (2011): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 3, No 1 (2011): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 2, No 3 (2010): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 2, No 2 (2010): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 2, No 1 (2010): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 1, No 3 (2009): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 1, No 2 (2009): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 1, No 1 (2009): JURNAL BIOMEDIK : JBM More Issue