cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Anestesiologi Indonesia
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : 23375124     EISSN : 2089970X     DOI : -
Core Subject : Health,
Jurnal Anestesiologi Indonesia (JAI) diterbitkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) dan dikelola oleh Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (UNDIP) bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) cabang Jawa Tengah.
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 3, No 1 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia" : 6 Documents clear
Pengaruh Pretreatment Vitamin C 200 Miligram Terhadap Kadar Cortisol Serum Pada Induksi Etomidat Ratna Anggraeni; Hariyo Satoto; Widya Istanto Nurcahyo
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 3, No 1 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v3i1.6451

Abstract

Latar Belakang: Etomidat adalah salah satu agen anestesi yang berefek minimal terhadap kardiovaskular. Namun, etomidat mendepresi produksi kortisol. Salah satu agen yang dapat meminimalisir efek depresi tersebut adalah vitamin C.Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh pretreatment vitamin C 200 mg pada operasi elektif dengan anestesi umum terhadap kadar kortisol serum.Metode: penelitian ini merupakan penelitian Randomized Contolled Trial dengan 30 subjek yang dibagi dalam dua kelompok sama besar (n=15), yaitu kelompok kontrol yang menerima etomidat 0,2 mg/kgBB dan kelompok perlakuan yang menerima etomidat dan vitamin C 200 mg iv preoperasi. Masing-masing kelompok tersebut selanjutnya diperiksa kadar kortisolnya pre anestesi, 2 jam pasca induksi, 8 jam pasca induksi. Uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test dan Paired T Test digunakan untuk membandingkan kadar kortisol di masing-masing kelompok. Uji Mann Whitney dan Independent Sample T Test digunakan untuk membandingkan antar kelompok kontrol dan perlakuan.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok kontrol, kadar kortisol preanestesi 244,15 dan 2 jam pasca induksi 185,52 + 35,88 berbeda bermakna (p=0,002). Begitu pula antara kadar 2 jam dengan 8 jam pasca induksi 349,81 + 121,28 (p=0,000). Sedangkan pada kelompok perlakuan, kadar kortisol antara pre anestesi 258,49 (175,45-369,09) dan 2 jam pasca induksi 202,14 + 45,3 tidak berbeda bermakna (p=0,256), begitu pula 2 jam pasca induksi dengan 8 jam pasca induksi 251,39 + 122,91 (p=0,691).Kesimpulan: Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian vitamin C 200 mg intra vena 30 menit pre operasi dapat menurunkan efek depresi kortisol oleh pemberian etomidat 0,2 mg/kgBB.
Pengaruh Nitrous Oxide Pada Induksi Sevofluran 8% Dengan Tehnik Single Breath Terhadap Kecepatan Induksi Anestesi Tinon Anindita; Witjaksono Witjaksono; Aria Dian Primatika
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 3, No 1 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v3i1.6452

Abstract

Latar Belakang: Penambahan nitrous oxide pada induksi anestesi akan mempercepat waktu induksi, oleh karena adanya second gas effect dan concentration effect.Tujuan: Membandingkan kecepatan induksi anestesi sevofluran 8% dengan atau tanpa nitrous oxide, dengan menggunakan tehnik single breath vital capacity induction. Metode: Tujuh puluh dua pasien tanpa diberikan premedikasi , dibagi dalam 3 kelompok secara random dan diminta untuk menghirup salah satu dari tiga campuran gas dengan tehnik single breath vital capacity : kelompok I diberikan sevofluran 8% + Oksigen, keiompok II diberikan sevofluran 8% + 50% nitrous oxide dan kelompok III diberikan sevofluran 8% + 66 2/3% nitrous oxide. Dicatat waktu saat hilangnya reflek bulu mata dan komplikasi yang terjadi. Tekanan darah (sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata), laju jantung dan saturasi oksigen diukur sebelum dan sesudah induksi. Data diuji dengan Student T Test dan ANOVA dengan derajat kemaknaan < 0,05.Hasil: Karakteristik penderita (umur, usia, berat badan dan lain-lain) pada ketiga kelompok berbeda tidak bermakna. Waktu saat hilangnya reflek bulu mata untuk kelompok sevofluran 8% + 50% nitrous oxide (24,96 ±4,14 detik), dan untuk kelompok sevofluran 8% + 66 2/3% nitrous oxide (24,81 ± 3,85 detik) lebih sepat dibandingkan dengan kelompok sevofluran 8% + Oksigen (27,21 ±4,14 detik) , tetapi perbedaan ini tidak bermakna (p=0,098), Perubahan tekanan darah (sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata), laju jantung dan saturasi oksigen yang terjadi pada ketiga kelompok berbeda tidak bermakna. Komplikasi induksi anestesi yang terjadi pada kelompok sevofluran 8% dengan nitrous oxide lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok sevofluran 8% tanpa nitrous oxide , tetapi perbedaan ini tidak bermakna.Kesimpulan: Penambahan Nitrous oxide pada induksi anestesi dengan sevofluran 8% dengan tehnik single-breath, tidak mempercepat waktu induksi anestesi.
Pengaruh Anestesi Epidural Terhadap Supresi Imun Yang Diinduksi Stres Operasi Selama Pembedahan Ifar Irianto Yudhowibowo; Doso Sutiyono; Yulia Wahyu Villyastuti
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 3, No 1 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v3i1.6453

Abstract

Operasi besar berhubungan dengan disfungsi sistem kekebalan tubuh bawaan. Baru-baru ini, dibuktikan bahwa stres akibat pembedahan dapat dengan cepat menginduksi penurunan respon sementara dari darah terhadap endotoksin sejak 2 jam setelah insisi dan bahwa IL-10 plasmayang meningkat selama pembedahan, berperan dalam penurunan respon ini. Telah dilaporkan bahwa anestesi epidural memiliki efek menguntungkan pada reaksi imunitas dan respon terhadap stres akibat pembedahan. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa anestesi epidural mempertahankan aktivitas sel NK dan mengurangi respon stres pada pasien yang menjalani histerektomi. Blok epidural dari segmen dermatom T4 sampai S5, dimulai sebelum pembedahan, mencegah peningkatan konsentrasi kortisol dan glukosa pada histerektomi. Teknik anestesi regional untuk operasi besar dapat mengurangi pelepasan kortisol, adrenalin (epinefrin) dan hormon lain, namun memiliki pengaruh kecil pada respon sitokin. Penelitian terbaru (kawasaki et al.,2007) menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh bawaan, misalnya fagositosis, ditekan oleh stres akibat pembedahan dan bahwa anestesi epidural tidak mampu mencegah penurunan respon kekebalan tubuh ini selama operasi perut bagian atas.
Perbedaan Pengaruh Pemberian Propofol Dan Etomidat Terhadap Agregasi Trombosit Sri Tabahhati; Uripno Budiono; Mohamad Sofyan Harahap
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 3, No 1 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v3i1.6449

Abstract

Latar belakang penelitian: Perdarahan perioperatif merupakan masalah yang sering dihadapi dalam setiap operasi. Penggunaan obat anestesi induksi dikatakan mempunyai pengaruh dalam agregasi trombosit.  Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan pengaruh pemberian propofol dan etomidat terhadap agregasi trombosit. Metode: Merupakan penelitian eksperimental pada 40 pasien yang menjalani anestesi umum. Penderita dibagi 2 kelompok (n=20), kelompok I menggunakan propofol dan kelompok II menggunakan etomidat, yang diberi sejak awal induksi dengan besar pemberian propofol 2,5 mg/kg intravena, etomidat 0,3 mg/kg intravena bersama O2 : N2O = 50% : 50%. Masing-masing kelompok akan diambil spesimen sebelum induksi dan 5 menit setelah induksi. Semua spesimen dibawa ke Laboratorium Patologi Klinik untuk dilakukan pemeriksaan Tes Agregasi Trombosit. Uji statistik menggunakan Paired T-Test dan Independent T-Test (dengan derajat kemaknaan <0.05). Hasil: Karakteristik data penderita maupun data variabel yang akan dibandingkan terdistribusi normal. Pada penelitian ini didapatkan perbedaan persen agregasi maksimal trombosit yang bermakna sebelum dan sesudah pemberian propofol (p=0,001) dan tidak bermakna untuk sebelum dan sesudah pemberian etomidat (p=0,089). Pada kelompok propofol didapatkan rerata persen agregasi maksimal trombosit 66,07±8,28 dan etomidat 56,29+18,04 dan menunjukkan perbedaan yang bermakna antara keduanya (p=0,053). Kesimpulan: Propofol secara bermakna menurunkan persen agregasi maksimal trombosit, dibandingkan etomidat.
Mekanisme Kerja Obat Anestesi Lokal Ratno Samodro; Doso Sutiyono; Hari Hendriarto Satoto
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 3, No 1 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v3i1.6454

Abstract

Anestesi regional semakin berkembang dan meluas pemakaiannya, mengingat berbagai keuntungan yang ditawarkan, diantaranya relatif lebih murah, pengaruh sistemik yang minimal, menghasilkan analgesi yang adekuat dan kemampuan mencegah respon stress secara lebih sempurna. Secara kimiawi obat anestesi lokal dibagi dalam dua golongan besar, yaitu golongan ester dan golongan amide. Perbedaan kimia ini direfleksikan dalam perbedaan tempat metabolisme, dimana golongan ester terutama dimetabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase di plasma sedangkan golongan amide terutama melalui degradasi enzimatis di hati. Perbedaan ini juga berkaitan dengan besarnya kemungkinan terjadinya alergi, dimana golongan ester turunan dari p-amino-benzoic acid memiliki frekwensi kecenderungan alergi lebih besar. Obat anestesi lokal yang lazim dipakai di negara kita untuk golongan ester adalah prokain, sedangkan golongan amide adalah lidokain dan bupivakain. Mekanisme kerja obat anestesi local mencegah transmisi impuls saraf (blokade konduksi) dengan menghambat pengiriman ion natrium melalui gerbang ion natrium selektif pada membrane saraf. Kegagalan permeabilitas gerbang ion natrium untuk meningkatkan perlambatan kecepatan depolarisasi seperti ambang batas potensial tidak tercapai sehingga potensial aksi tidak disebarkan. Obat anestesi lokal tidak mengubah potensial istirahat transmembran atau ambang batas potensial. Farmakokinetik obat meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Komplikasi obat anestesi lokal yaitu efek samping lokal pada tempat suntikan dapat timbul hematom dan abses sedangkan efek samping sistemik antara lain neurologis pada Susunan Saraf Pusat, respirasi, kardiovaskuler, imunologi ,muskuloskeletal dan hematologi Beberapa interaksi obat anestesi lokal antara lain pemberian bersamaan dapat meningkatkan potensi masing-masing obat. penurunan metabolisme dari anestesi lokal serta meningkatkan potensi intoksikasi. 
Perbedaan Efektifitas Oral Hygiene Antara Povidone Iodine Dengan Chlorhexidine Terhadap Clinical Pulmonary Infection Score Pada Penderita Dengan Ventilator Mekanik Kurniadi Sebayang; Jati Listiyanto Pujo; Johan Arifin
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 3, No 1 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v3i1.6450

Abstract

Latar belakang: Antiseptik oral hygiene merupakan salah satu cara non farmakologi yang dapat menurunkan insiden Ventilation Associated Pneumonia (VAP) dengan menurunkan skor Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS) pada penderita dengan ventilator mekanik. Chlorhexidine adalah antiseptik yang lebih mampu mencegah pembentukan biofilm dibandingkan dengan povidone iodine. Tujuan: Mengetahui chlorhexidine 0,2% lebih efektif menurunkan angka Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS) dibandingkan dengan povidone iodine 1% pada penderita dengan ventilator mekanik. Metode : Merupakan penelitian eksperimental, dua subjek dibagi dua kelompok sama besar (n =16). Kelompok chlorhexidinee 0,2 % dan kelompok kontrol povidone iodine 1%. Kedua kelompok sebelum dan setelah perlakuan dilakukan pemeriksaan CPIS, yaitu: suhu, analisa gas darah, sekret trakea, darah rutin dan foto ronsen dada. Uji wilcoxon adalah uji korelatif untuk melihat GC plaque sebelum dan setelah perlakuan.Sedangkan uji spearman melihat korelasi GC plaque dan skor CPIS pada kelompok perlakuan. Hasil: Hasil skor CPIS berbeda makna pada kelompok I (p<0,05). Analisis komparatif selisih skor sebelum dan sesudah perlakuan kedua kelompok berbeda bermakna (p<0,05). Skor GC plaque sebelum [6,00 (5,60-7,00)] dan setelah aplikasi chlorhexidinee 0,2% [7,00 (6,80-7,20)] menunjukkan hasil berbeda bermakna (p= 0,000). Uji spearman skor GC plaque dan CPIS menunjukkan hasil berbeda tidak bermakna, hasil korelatif negatif. Kesimpulan: Chlorhexidinee 0,2% merupakan antiseptik orofaring yang lebih efektif menurunkan skor CPIS dibandingkan dengan povidone iodine 1% pada pasien dengan ventilator mekanik. Tidak ada korelasi antara kenaikan skor GC plaque dengan penurunan skor CPIS.

Page 1 of 1 | Total Record : 6


Filter by Year

2011 2011


Filter By Issues
All Issue Vol 15, No 2 (2023): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 15, No 1 (2023): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 14, No 3 (2022): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 14, No 2 (2022): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 14, No 1 (2022): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 13, No 3 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia (Issue in Progress) Vol 13, No 3 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 13, No 2 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 13, No 1 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia Publication In-Press Vol 12, No 3 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 12, No 2 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 12, No 1 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 11, No 3 (2019): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 11, No 2 (2019): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 11, No 1 (2019): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 10, No 3 (2018): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 10, No 2 (2018): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 10, No 1 (2018): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 9, No 3 (2017): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 9, No 2 (2017): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 9, No 1 (2017): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 8, No 3 (2016): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 8, No 2 (2016): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 8, No 1 (2016): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 7, No 3 (2015): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 7, No 2 (2015): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 7, No 1 (2015): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 6, No 3 (2014): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 6, No 2 (2014): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 6, No 1 (2014): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 5, No 3 (2013): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 5, No 2 (2013): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 5, No 1 (2013): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 4, No 3 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 4, No 2 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 4, No 1 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 3, No 3 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 3, No 2 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 3, No 1 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 2, No 3 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 2, No 2 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 2, No 1 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 1, No 3 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 1, No 2 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 1, No 1 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia More Issue