cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Media Medika Muda
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 1, No 1 (2016)" : 10 Documents clear
TRABEKULEKTOMI PADA GLAUKOMA SEKUNDER PASCA VITREKTOMI PARS PLANA DENGAN SILICONE OIL INTRAVITREAL Maharani Maharani; Andika Prahasta; Elsa Gustianty
Media Medika Muda Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang: untuk mengetahui keberhasilan operasi trabekulektomi pada glaukoma sekunder pasca vitrektomi pars plana dengan silicone oil intravitrealMetode: data dari 7 pasien dengan glaukoma sekunder pasca vitrektomi pars plana dengan silicone oil intravitreal yang telah dilakukan pengambilan silicone oil dan trabekulektomi dengan atau tanpa mitomicin C di rumah sakit Cicendo dari Januari 2009 sampai dengan Februari 2011. Tekanan intraokuler (TIO) sebelum operasi, 1 hari, 1minggu, 1 bulan dan 2 bulan pasca operasi dicatat dan dianalisis. Hasil: empat (57,14%) dari 7 pasien berusia diatas 45 tahun, dengan rata-rata usia 46,14 tahun (rentang usia 29–63). Semua pasien laki- laki. Lima (71,43%) subjek afakia. Onset glaucoma sekunder rata-rata 78 hari (rentang waktu 2–270). rata rata TIO 1 hari pasca bedah 7,86 mmHg , 1 minggu pasca bedah 25,83 mmHg , 1 bulan pasca bedah 17,50 mmHg, 2 bulan pasca bedah 16,33 mmHg. Satu pasien mengalami keberhasilan tanpa pemberian antiglaukoma topikal pasca bedah, 3 pasien mengalami keberhasilan namun dengan penambahan antiglaukoma topikal pasca bedah dan 2 pasien mengalami kegagalan dan 1 penderita tidak diperoleh data TIO setelah 1 hari pasca bedah. Enam subjek (85,71%) terdapat silicone oil di bilik mata depan, empat diantaranya telah terjadi emulsifikasi, 57,1% mengalami keberhasilan penurunan TIO dan 28,4% mengalami kegagalan. Lima subjek dilakukan trbekulektomi dengan MMC dan empat (57,1%) diantaranya mengalami keberhasilan (p=0,427).Simpulan: usia, status lensa, adanya silicone oil di bilik mata depan dan penggunaan antifibrotik tidak mempengaruhi keberhasilan operasi trabekulektomi pada glaukoma sekunder pasca vitrektomi pars plana dengan silicone oil intravitrealKata kunci: Trabekulektomi, glaucoma sekunder, silicone oli, tekanan intraokuler
FAKTOR RISIKO STATUS EPILEPTIKUS KONVULSIVUS SEBAGAI PREDIKTOR BANGKITAN STATUS EPILEPTIKUS KONVULSIVUS Galuh Hardaningsih; Tjipta Bahtera
Media Medika Muda Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Background:Convulsive status epilepticus (CSE) is the most common childhood medical neurological emergencies, and is associated with significant morbidity and mortality. Clinico-epidemiologic characteristics and etiology of children with seizure have been emphasized as risk factors for CSE. Objective: To define the role of body temperature at onset of seizure, duration of seizure, central nervous system (CNS) infection, metabolic disorder, increased intracranial pressure, sepsis, anemia and moderate malnutrition as a predictor of CSE.Methods: The medical records of children aged between six months and 5 years with the diagnosis of CSE who were admitted to Kariadi Hospital from anuary 1st 2007 to December 31st2012 were retrospectively reviewed. In this case control study involved 80 children with CSE. Risk factors were analyzed with an odds ratio (95% confidence interval (CI)) and discriminant analysis.Results: The mean age of subjects in the case group 17.46 (SD 1.72) and in the control group 17.74 (SD 1.73) months (p > 0.05). Duration of seizure  (OR 4.74; 95%CI 2.41-9.33), temperature at onset of seizure (OR 2.5; 95%CI 1.32-4.72), CNS infection (OR 4.36; 95%CI 2.24-8.47), metabolic disorder (OR 2.18; 95%CI 1.09-4.35), increased intracranial pressure (OR 2.63; 95%CI 1.33-5.17), sepsis (OR 2.51; 95%CI 1.33-4.76), anemia (OR 3; 95%CI 1.54-5,86) and moderate malnutrition (OR 2.14; 95%CI 1.08-4.23) were risk factors for CSE in children with seizure (p<0.05). Multivariate discriminant analysis showed that the probability of had a child with those risk factors for developing into CSE was 73%.Conclusion: Duration of seizure, temperature at onset of seizure, CNS infection, metabolic disorder, increased intracranial pressure, sepsis, anemia and moderate malnutrition are risk factors for CSE which can be used as a predictor of CSE in children with seizure.Keywords: Convulsive status epilepticus, a risk factor
UJI BANDING MANFAAT KRIM ESTRIOL 0,1% DAN KRIM ASTAXANTHIN 0,1 % TERHADAP KERIPUT KULIT SUDUT MATA PADA PRIA Dhega Anindita Wibowo; Diah Adriani Malik; ES Indrayanti; Meilien Himbawani; R Sri Djoko Susanto; S Buditjahjono
Media Medika Muda Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang: Keriput pada awalnya mulai nampak pada sudut mata. Hal ini dikhawatirkan baik wanita maupun pria. Aktivitas sehari-hari yang tinggi diluar rumah tanpa perlindungan terhadap sinar matahari yang adekuat ditambah penipisan lapisan ozon dapat menimbulkan penuaan kulit dini. Salah satu cara mengurangi keriput dapat menggunakan estrogen dan astaxanthin topikal. Penelitian ini untuk membandingkan efektivitas pemberian krim estriol 0,1% dan krim astaxanthin untuk mengurangi keriput kulit sudut mata pada pria.Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis one group pre and post test design tanpa blinding, melibatkan 13 subyek pria usia 40–50 tahun dengan keriput kulit pada sudut mata. Efektivitas estriol dan astaxanthin topikal dalam mengurangi jumlah dan kedalaman keriput kulit sudut mata dibandingkan, pengukuran dengan metode replika gips dan dinilai secara visual. Jumlah dan perbedaan penurunan jumlah keriput sudut mata dianalisis dengan uji Wilcoxon, perbedaan kategori penurunan jumlah dan kedalaman keriput dengan uji χ2, perubahan kategori penurunan jumlah dan kedalaman keriput awal sampai akhir penelitian dianalisis dengan uji Mc Nemar.Hasil: Penurunan jumlah keriput pada estriol 0,1% adalah tidak bermakna, sedangkan pada astaxanthin 0,1% adalah bermakna, dan perbedaan persentase penurunan jumlah keriput antara estriol dengan astaxanthin adalah bermakna. Perubahan skor kedalaman keriput pada estriol dan astaxanthin adalah bermakna, namun penurunan skor kedalaman keriput serta distribusi kategori responsif antara kedua sisi adalah tidak berbeda bermakna.Simpulan: Krim astaxanthin 0,1% lebih efektif menurunkan jumlah dan kedalaman keriput sudut mata pada pria dibanding estriol 0,1%.Kata kunci: estriol, astaxanthin, jumlah dan kedalaman keriput kulit sudut mata, pria
ANALISIS KINERJA MAHASISWA DALAM PENDAMPINGAN IBU HAMIL RISTI DI KOTA SEMARANG TAHUN 2014 Dea Amarilisa Adespin; Sri Achadi Nugraheni; Cahya Tri Purnami
Media Medika Muda Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Background: Maternal Mortality Rate (MMR) in Semarang is one of the top five highest MMR in Central Java.As the effort to decrease MMR, Public Health Service (DKK) of Semarang had been colaborated with educational institution to envolved the midwifery student for mentoring high risk mother. Initial studies showed that the program did not work effectively. The objectives of this study was to analyze performance and to find out factors that related to midwivery student’s performance on mentoring high risk mother.Methods: This is a quantitative study used cross sectional design which envolved 115 respondents in Semarang.Data were collected by conducting interview using a structured questionnaire to analyze performance and related factors (knowledge, institution, location of duty, reward, supervision, facilities, attitude, and motivation).  Data were analyzed by using Rank spearman, Chi square and Logistic Regression.Results: This study showed that most of the respondents were good on knowledge (50.4%), perception of reward (60.9%), supervision (59.1%), facilities (58.3%), attitude (66.1%), motivation (89.6%) and performance (53.9%). The results of bivariate analysis showed that knowledge (0.001), reward (p=0.001), supervision (p=0.001), facilities (p=0.002), attitude (p=0.001) and motivation (p=0.001) had positive association with midwivery student’s performance on mentoring high risk mother. Meanwhile, institution (p=0.741) and location of duty (p=0.933) had no association with student performance. Furthermore, the result of multivariate analysis demonstrated that supervision, facilities and attitute jointly influenced midwivery student’s performances on mentoring high risk mother.Conclusion: There were positive relationship between performance with knowledge, reward, supervision, facilities, attitude and motivation.Keywords: Performances, Mentoring, High risk
PENGARUH KOMPLIKASI KEHAMILAN TERHADAP KEMATIAN NEONATAL DINI DI INDONESIA Arwinda Nugraheni; Renti Mahkota; Asri C Adisasmita
Media Medika Muda Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang: Kematian neonatal dini merupakan penyumbang kematian bayi dan perinatal yang merupakan indikator derajat kesejahteraan dan kesehatan bangsa. Angka kematian bayi dan perinatal di Indonesia masih tergolong tinggi dibanding negara Asia lainnya. Komplikasi kehamilan diduga menjadi faktor kuat kematian neonatal dini. Penelitian bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh adanya komplikasi kehamilan dan setiap jenis komplikasi kehamilan serta ingin mengetahui PAR (Population Attributle Risk) terhadap kematian neonatal dini di Indonesia pada anak yang lahir 2002–2007 terhadap kematian neonatal dini setelah dikendalikan seluruh confounding.Metode: Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah crossectional dengan analisis multivariat complex sample cox regression. Sampel penelitiansebanyak 13893 dari 33 provinsi Indonesia yang diambil dengan metode Stratified two-stage cluster design. Hasil: Hasil analisis menunjukkan komplikasi kehamilan terhadap kematian neonatal dini dimodifikasi oleh berat lahir. Peneliti membuat dua model untuk membuktikan pengaruh komplikasi kehamilan terhadap kematian neonatal dini. Pada model pertama, PR komplikasi kehamilan terhadap kematian neonatal dini pada strata berat lahir <2000 gram sebesar 28,74 (95%CI: 10,21-81,02) PAR 13,92%, pada stratum ≥2000 gram sebesar PR 1,03 (95%CI: 0,32-3,34) PAR 11,94%. Pada model kedua, PR prematuritas memiliki risiko tertinggi PR 3,98 (95%CI 1,36-11,63) dengan PAR 8,1%.Simpulan : Pemerintah dan masyarakat dapat meningkatkan efektivitas ANC untuk penurunan komplikasi kehamilan dan prematuritas.Kata kunci: Komplikasi kehamilan, kematian neonatal dini, SDKI 2007
ERITROSIT BERINTI SEBAGAI ALAT PENUNJANG DIAGNOSIS ASIDOSIS PADA ASFIKSIA NEONATORUM Farid Agung Rahmadi; Muhammad Sholeh Kosim; Gatot Irawan Santosa
Media Medika Muda Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang: Asfiksia neonatorum merupakan penyebab utama kematian neonatus sebesar 19% dari lima juta bayi lahir hidup di dunia setiap tahun. Asfiksia mengakibatkan hipoksia, hiperkapnia, dan asidosis. Baku emas pemeriksaan asidosis adalah dengan pH darah arteri yang belum dapat dilakukan di tempat dengan sarana yang terbatas. Hipoksia memicu terjadi peningkatan jumlah eritrosit dan eritrosit berinti. Peningkatan jumlah ini bertujuan untuk meningkatkan oksigenasi jaringan dan berbanding lurus dengan semakin beratnya hipoksia. Pemeriksaan jumlah eritrosit berinti dapat dilakukan di tempat dengan sarana terbatas dengan pembacaan preparat darah apus. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan jumlah eritrosit berinti dapat menjadi alat penunjang diagnosis asidosis pada asfiksia neonatorumMetode: Penelitian ini merupakan penelitian uji diagnostik. Asfiksia ditentukan dengan nilai Apgar, asidosis ditentukan dengan pH dari pemeriksaan analisis gas darah, dan eritrosit berinti diperiksa menggunakan preparat darah apus. Analisis statistik menggunakan uji Spearmans, ROC, X2, sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan nilai duga negatif. Analisis data menggunakan program komputer.Hasil: Subyek penelitian berjumlah 49 neonatus asfiksia dengan jumlah bayi yang mengalami asidosis sebanyak 23. Terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah eritrosit berinti dengan asidosis (p<0,0001), dengan nilai korelasi sedang (r = -0,516). Jumlah eritrosit berinti 7/100 leukosit memiliki sensitivitas dan spesifisitas sebesar 82,6% dan 69,2%, NDP dan NDN sebesar 70,4% dan 81,8%.Simpulan: Terdapat hubungan sedang negatif antara jumlah eritrosit berinti dengan asidosis. Jumlah eritrosit berinti 7/100 leukosit dapat digunakan sebagai alat penunjang diagnosis asidosis pada asfiksia neonatorum.Kata kunci: Eritrosit berinti, asidosis, asfiksia
PENGARUH PEMBERIAN POLIFENOL MADU TERHADAP MUKOSITIS ORAL AKIBAT KEMORADIASI PADA PENDERITA KANKER KEPALA DAN LEHER Dwi Marliyawati; Wiratno Wiratno; Willy Yusmawan
Media Medika Muda Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang: Mukositis Oral (MO) merupakan efek samping segera akibat kemoradiasi pada penderita Kanker Kepala dan Leher (KKL) yang berdampak negatif pada kualitas hidup dan efektivitas terapi kanker. Efek sitotoksik kemoradiasi mengakibatkan terbentuknya radikal bebas (ROS) yang berlebihan sehingga terjadi kerusakan DNA sel epitel mukosa oral. Polifenol madu merupakan antioksidan dan anti inflamasi yang dapat mencegah kerusakan mukosa oralan ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh polifenol madu dalam mengurangi kejadian MO pada penderita KKL yang mendapat kemoradiasi.Metode: Penelitian randomized controlled trial (RCT) single blinded pada 38 pasien KKL yang memenuhi kriteria inklusi dan dibagi dua kelompok. Pada kelompok perlakuan mendapatkan madu, kedua kelompok mendapat vitamin C sebagai terapi suportif. Kelompok perlakuan diberikan 15 ml madu sebanyak 3 kali, yaitu 15 menit sebelum radiasi, dan 15 menit dan 6 jam setelah radiasi. Pasien dievaluasi setiap minggu untuk mengetahui onset MO dan derajat MO berdasarkan kriteria MO dari WHO. Analisis statistik onset MO menggunakan independent t-test dan derajat MO menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test.Hasil: Rata-rata onset MO pada kelompok perlakuan terjadi pada hari ke-11 sampai 19 dan pada kelompok kontrol pada hari ke-6 sampai 12, terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,000). Kejadian mukositis berat pada kelompok perlakuan (26,3%) lebih sedikit daripada kontrol (63,2%) dan didapatkan perbedaan yang bermakna (p=0,001). Kelompok usia muda berpengaruh terhadap onset MO yang lambat (p=0,039; OR 7; 95%CI 1,18–41,54).Simpulan: pemberian polifenol madu dapat memperlambat onset MO dan dapat menurunkan derajat MO.Kata kunci: onset mukositis oral, derajat mukositis oral, Kanker Kepala dan Leher, polifenol madu.
RISK FACTORS FOR OROFACIAL CONGENITAL ANOMALIES IN NEONATES Adhie Nur Radityo; Muhammad Sholeh Kosim; Kamilah Budhi; Gatot Irawan Santosa; Arsirta Eka Rini
Media Medika Muda Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTBackground. Orofacialanomalies are anatomical and physiological abnormalities in the structure of organs in the face which are present since birth. Previous studies found that 40-60% the cause of birth defects was unclear.Objective. To determine the risk factors for orofacial congenital anomalies in neonates.Methods. Retrospective observational study using case-control design based on medical records within January 2009-June 2013 in Kariadi Hospital was done. Subjects were selected by purposive sampling and simple randomize sampling. Risk factors studied were risky maternal age, intrauterine infection, lack of folic acid supplementation, low antenatal care and family history of orofacial anomalies. Statistical analysis were using Chi-square test, Mann-Whitney test, Kolmogorov-Smirnov test and unpaired t-test.Results. Subjects were 48 neonates, which 24 of them with orofacial anomalies. We found that significant factors of orofacialanomalies occurrence are risky maternal age (p = 0.000; OR = 11.667, 95% CI = 2.696-50.490), intrauterine infection (p = 0.000; OR = 15.400, 95% CI = 2.930-80.951), lack of folic acid supplementation (p = 0.003; OR = 7.000, 95% CI = 1.822-26.887) and low antenatal care (p = 0.000; OR = 38.333, 95% CI = 4.395-334.382) and they become not significant after had multivariate analysis.Conclusion. Maternal age, intrauterine infection, lack of folic acid supplementation and low antenatal care are risk factors for orofacial anomalies in neonates Keywords:orofacialanomalies, risk factor
PERBEDAAN JUMLAH NEKROSIS SEL OTAK DAN NILAI pH DARAH TIKUS WISTAR PADA PEMBERIAN FORMALIN PERORAL DOSIS BERTINGKAT Intarniati Nur Rormah; Arif R Sadad; Andrew Johan
Media Medika Muda Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang: Pemberian formalin peroral dapat berpengaruh terhadap terjadinya jumlah nekrosis sel otak dan nilai pH darah. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan adanya perbedaan jumlah nekrosis sel otak dan nilai pH darah tikus wistar pada pemberian formalin peroral dosis bertingkat .Metode: 24 ekor tikus wistar diambil dengan simple random sampling. Sampel dibagi menjadi 4 kelompok dengan dosis berbeda untuk masing-masing kelompok. Pada kelompok X1(perlakuan 1) 0,03 ml/hari (1/16 dari dosis lethal); kelompok X2 (perlakuan 2) 0,07 ml/hari (1/8 dosis lethal) ; kelompok X3 (perlakuan 3) 0,15 ml/hari (1/4 dosis lethal) dan kelompok X4 (kontrol). Setelah adaptasi selama 7 hari, dilakukan pemberian formalin pada masing-masing perlakuan yang dicampur dalam air sampai volumenya 3 ml, diberikan personde dalam dosis tunggal selama 3 bulan. Kelompok X4 (kontrol) selama 3 bulan diberi pakan standar dan minum ad libitum. Setelah itu dianalisis perbedaan jumlah nekrosis sel otak dan nilai pH darah tikus wistar pada pemberian formalin peroral dosis bertingkat selama 3 bulan. Analisis data dilakukan dengan Uji Kruskall Walls.Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna jumlah nekrosis sel otak pada pemberian formalin peroral dosis bertingkat dengan p=0,041. Tidak terdapat perbedaan bermakna nilai pH darah tikus wistar pada pemberian formalin peroral dosis bertingkat dengan p=0,814 . Simpulan: Terdapat perbedaan jumlah nekrosis sel otak pada pemberian formalin peroral dosis bertingkat. Pada kelompok perlakuan 2 dan perlakuan 3 jumlah nekrosis sel otak lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Tidak terdapat perbedaan nilai pH darah tikus wistar pada pemberian formalin peroral dosis bertingkat. Pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan tidak terdapat perbedaan yang bermakna.Kata kunci: formalin peroral,nekrosis sel otak,pH darah
HUBUNGAN PERILAKU CARING PERAWAT DENGAN KEYAKINAN DAN HARAPAN PASIEN KANKER DI RUMAH SAKIT Madya Sulisno; Rida Pratika Sari
Media Medika Muda Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (141.641 KB)

Abstract

Latar belakang: Penderita penyakit kronis seperti kanker dapat mengalami berbagai masalah biologis, psikologis, sosial, dan spiritual yang dapat menurunkan keyakinan dan harapan sehingga pasien perlu mendapat dukungan sosial. Selama pasien menjalani perawatan di rumah sakit, maka dukungan sosial dapat diberikan oleh perawat dengan mengaplikasikan perilaku caring. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku caring perawat dengan keyakinan dan harapan pasien.Metode: Metode yang digunakan adalah desain deksriptif korelatif dengan metode cross sectional. Sampel penelitian berjumlah 39 responden.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa 64,1% responden mempersepsikan perilaku caring perawat baik, 51,3% responden mempunyai keyakinan baik, dan 61,5% responden mempunyai harapan baik. Hasil uji statistik Chi-Square dengan nilai alpha 0,005 diperoleh p-value : 0,034 untuk hubungan perilaku caring perawat dengan keyakinan dan p-value : 0,013 untuk hubungan perilaku caring perawat dengan harapan.Simpulan: Disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara perilaku caring perawat dengan keyakinan dan harapan pasien.Kata kunci: Perilaku caring, Keyakinan, Harapan

Page 1 of 1 | Total Record : 10