cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. aceh besar,
Aceh
INDONESIA
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan
ISSN : -     EISSN : 25976907     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan merupakan jurnal berkala ilmiah yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, dengan durasi 4 (empat) kali dalam setahun, pada Bulan Februari, Mei, Agustus dan November. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan menjadi sarana publikasi artikel hasil temuan Penelitian orisinal atau artikel analisis. Bahasa yang digunakan jurnal adalah bahasa Inggris atau bahasa Indonesia. Ruang lingkup tulisan harus relevan dengan disiplin ilmu hukum Yang mencakup Bidang Hukum Keperdataan.
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 3, No 1: Februari 2019" : 20 Documents clear
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK MIE KUNING YANG MENGGUNAKAN FORMALIN DAN BORAKS (Suatu Penelitian di Kota Banda Aceh) Annisa Fadilla; Susiana Susiana
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (477.65 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perlindungan bagi konsumen terhadap produk mie kuning yang menggunakan formalin dan boraks, faktor-faktor penyebab pelaku usaha melakukan pelanggaran penjualan mie kuning yang menggunakan formalin dan boraks, serta upaya pemerintah atau instansi terkait terhadap peredaran produk mie kuning yang menggunakan formalin dan boraks.Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis empiris yaitu suatu penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan penelitian lapangan dengan mengacu pada keilmuan hukum. Penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer melalui wawancara dengan responden dan informan.Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bentuk perlindungan konsumen terhadap produk mie kuning yang menggunakan formalin dan boraks adalah konsumen dapat menuntut ganti rugi dan menggugat pelaku usaha melalui peradilan umum ataupun BPSK, pelaku usaha yang melanggar juga dapat dikenakan sanksi administratif maupun sanksi pidana sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Konsumen dan UU Pangan. Faktor penyebab kurang berjalannya perlindungan konsumen terhadap produk mie kuning yang mengandung formalin dan boraks adalah permintaan konsumen yang tinggi, kurangnya pengetahuan konsumen, kurangnya pengetahuan pelaku usaha, dan kurangnya pengawasan dari pemerintah. Upaya pemerintah atau instansi terkait terhadap peredaran produk mie kuning yang menggunakan formalin dan boraks adalah dengan melakukan upaya preventif yaitu upaya pencegahan yang meliputi penyuluhan serta pengawasan dan juga upaya represif yang dilakukan setelah terjadinya pelanggaran, meliputi peringatan, pembinaan, penyitaan dan pencabutan izin usaha. Kepada konsumen yang dirugikan disarankan untuk menuntut ganti kerugian kepada pelaku usaha. Kepada pemerintah agar dapat memberikan sanksi yang tegas kepada para pelaku usaha yang menggunakan formalin dan boraks guna memberikan efek jera kepada pelaku usaha.
PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN MELALUI PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II TANJUNG MORAWA - SUMATERA UTARA Siti Ayu Raudhah P.S; Eka Kurniasari
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (473.771 KB)

Abstract

Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa (1) Perseroan yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Namun kenyataannya, Program Kemitraan dan Bina Lingkungan pada PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa – Sumatera Utara tidak melaksanakan tanggung jawab sosial sebagaimana mestinya. Tujuan penulisan ini yaitu untuk menjelaskan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan pada PT. Perkebunan Nusantara II, manfaat pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan serta hambatan dan solusi dari pelaksanaannya. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan pendekatan yuridis empiris. Hasil penelitian menjelaskan bahwa pelaksanaan tanggung jawab sosial pada PT. Perkebunan Nusantara II dilakukan melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial, PT. Perkebunan Nusantara II masih terdapat kendala, yaitu kurangnya kesadaran sebagian mitra binaan dalam melaksanakan pembayaran kewajiban angsurannya serta lemahya kemampuan dan manajerial UKM untuk menghasilkan produk yang mampu bersaing di luar pesanan lokal. Disarankan agar PT. Perkebunan Nusantara II  menerapkan audit eksternal guna mengaudit laporan tahunan perseroan yang mencakup masalah tanggung jawab sosial.
DENDA ADAT DALAM PENYELESAIAN KASUS KHALWAT DI KOTA BANDA ACEH Tari Nasyiah; Teuku Muttaqin Mansur
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (479.433 KB)

Abstract

Pengenaan denda adat dalam penyelesaian kasus khalwat Di Banda Aceh berbeda-beda pada setiap gampong (desa). Sebagian gampong dikenakan denda berupa membayar sejumlah uang, pemotongan kambing, diusir dari gampong, dilakukan bimbingan oleh wali, dan ada juga yang dinikahkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan mekanisme pelaksanaan penyelesaian sengketa Khalwat dan pemberian denda adat, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui hambatan Majelis Peradilan Adat dalam memberikan Sanksi Denda Adat Kepada Pelaku Khalwat di Kota Banda Aceh. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat yuridis empiris, dengan sumber data kepustakaan dan lapangan. Hasil dari penelitian menunjukkan pelaksanaan pemberian denda adat terhadap pelaku khalwat disetiap gampong pada dasarnya sama yaitu tetap melalui prosedur musyawarah bersama, namun ada beberapa hal yang berbeda, hal ini dikarenakan pertimbangan Majelis Peradilan Adat, keikhlasan para pihak (pelaku) Khalwat dan kesepakatan bersama dalam sidang adat. Pemberian denda adat pada setiap gampong mengalami hambatan  ketika pelaku khalwat tidak sanggup mebayar denda adat, tidak ada peraturan yang menjelaskan jumlah pengenaan denda secara tegas yang menyebutkan batasan minimal dan maksimal dalam pengenaan denda, dan kurangnya sosialisasi yang diberikan baik sosialisasi dari Majelis Adat Aceh kepada pemangku adat di gampong-gampong maupun sosialisasi dari pemangku adat gampong untuk masyarakat. Disarankan untuk para pihak untuk menghormati mekanisme dan putusan adat yang ada pada setiap gampong, Pemerintah Aceh agar peraturan/Qanun Aceh terkait dengan definisi denda, dan pengenaan denda adat agar menyebutkan  jumlah pengenaan denda secara tegas batasan minimal dan maksimal dalam pengenaan denda adat, selanjutnya diharapkan kepada Majelis Adat Aceh Kota Banda Aceh untuk meningkatkan sosialisasi khusus kepada keuchik-keuchik gampong dan perangkat adat gampong mengenai permasalahan-permasalahan adat sanksi-sanksi adat khususnya pengenaan denda adat kepada pelaku khalwat, dan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan sanksi-sanksi adat.
STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANDA ACEH NO. 35/PDT.G/PN-BNA Muhammad Ihsan Lubis; Muzakkir Abubakar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (476.592 KB)

Abstract

Menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 534/Pdt.G/1996, diperoleh kaedah hukum dari perceraian bahwa perceraian itu terjadi tidak perlu dilihat dari siapa penyebab percekcokan/pertengkaran atau karena salah satu pihak telah meninggalkan pihak lain, tetapi yang perlu dilihat adalah perkawinan itu sendiri, apakah perkawinan itu masih dapat dipertahankan atau tidak. Dalam kasus putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh No. 35/Pdt.G/2015/PN-BNA ternyata telah terjadi perebutan hak asuh anak akibat peceraian sehingga diperlukan pertimbangan hakim dalam menentukan hak asuh atas anak setelah terjadinya perceraian tersebut. Penulisan studi kasus ini bertujuan untuk menjelaskan dan mengetahui pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh dalam menjatuhkan putusan terhadap hak asuh anak, upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Pemohon untuk mendapatkan hak asuh terhadap anak dikaitkan dengan asas kemanfaatan hukum. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau disebut juga penelitian normatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui studi kepustakaan yang dilakukan dengan maksud memperoleh data primer melalui serangkaian kegiatan membaca, menelaah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan obyek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh dalam menjatuhkan putusan terhadap hak asuh anak tidak dapat diterima karena posita(dalil gugatan) dan petitum(tuntutan yang dimintakan) dalam surat gugatan tidak saling mendukung. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Pemohon untuk mendapatkan hak asuhnya terhadap anak adalah upaya hukum banding. Pencapaian tujuan hukum yaitu kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum tidak lah tercapai, hakim tidak mampu menerapkan undang-undang maupun hukum yang ada yang menjadi kekuasaannya, sehingga putusan hakim yang ditetapkan tidak mencapai tujuan hukum itu sendiri. Disarankan kepada Pengadilan Negeri Banda Aceh dalam menjatuhkan putusan harus memperhatikan posita(dalil gugatan) dengan petitum(tuntutan yang dimintakan) dalam surat gugatan apakah saling mendukung atau tidak, karena apabila posita dengan petitum dalam surat gugatan tidak saling mendukung, maka hal seperti ini bertentangan dengan hukum acara, khususnya dalam hal penyusunan surat gugatan yang baik dan benar, satu dan lain hal menjadikan surat gugatan Penggugat tidak dapat diterima.
PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT USSAHA RAKYAT DENGAN JAMINAN (Suatu Penelitian Pada Salah Satu Bank Pelaksana Kredit Usaha Rakyat di Kota Banda Aceh) Fitri Ariska; Rismawati Rismawati
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (642.261 KB)

Abstract

Peraturan Menteri Koordinator Perekonomian  Nomor 9 Tahun 2016, Pasal 1 Angka 1 tentang  Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat,menentukan Kredit Usaha Rakyat, kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi kepada debitur usaha yang produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup. Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan pelaksanaan perjanjian kredit usaha rakyat dengan Penelitian ini bersifat yuridis empiris. Hasil penelitian, pengambilan KUR mewajibkan adanya jaminan tambahan yang diikat dengan jaminan Fidusia, dengan nilai kredit di atas Rp. 25 juta (dua puluh lima juta rupiah), faktor- faktor yang menyebabkan pihak bank mewajibkan jaminan karena kekhawatiran bank akan terjadinya wanprestasi oleh nasabah KUR, konflik internal/managemen, karakter debitur tidak baik, penggunaan kredit tidak sesuai dengan kebutuhan, Upaya yang dilakukan jika nasabah wanprestasi adalah, penagihan intensif yang secara terus menerus kepada seluruh nasabah yang mengalami tunggakan, restrukturisasi atau penjadwalan ulang kembali kredit dengan melihat struktur kredit semula, klaim asuransi kredit yang dilakukan oleh pihak bank pelaksana kepada perusahaan penjaminan melalui beberapa syarat yang telah disepakati dalam perjanjian kerjasama penjaminan kredit bagi UMKM-K, dan penjualan jaminan yang dilakukan di bawah tangan maupun penjualan jaminan biasa. Diharapkan kepada salah satu bank pelaksana kredit usaha rakyat di kota  Banda Aceh agar dapat melakukan analisis character, capacity, capital, condition, collateral, serta melakukan peninjauan lapangan secara intensif.
TINJAUAN YURIDIS SAHAM SEBAGAI OBJEK JAMINAN KEBENDAAN Muhammad Karim; M. Adli
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (409.246 KB)

Abstract

Pasal 60 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar. Permasalahan timbul ketika tidak ada pengaturan lebih lanjut terkait pengikatan saham sebagai objek jaminan kebendaan yang mengakibatkan timbulnya ketidakpastian hukum dan sengketa bagi pihak-pihak terkait dengan pengikatan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Artikel ini ingin menjelaskan tentang kedudukan saham sebagai objek jaminan kebendaan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, hak dan kewajiban pemegang saham (debitur) serta penerima jaminan kebendaan atas saham (kreditur) dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, dan mekanisme eksekusi saham sebagai objek jaminan kebendaan apabila pemegang Saham (debitur) melakukan wanprestasi terhadap penerima jaminan kebendaan atas saham (kreditur).
TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GARANSI BANK UNTUK MENJAMIN PELAKSANAAN KONTRAK KERJA KONSTRUKSI Deryan Deryan; Sri Walny Rahayu
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (578.56 KB)

Abstract

Perjanjian baku diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen (UUPK), Pasal tersebut mengatur tentang larangan pembatasan tanggung jawab di dalam perjanjian baku. Perjanjian baku adalah perjanjian yang lahir berdasarkan Pasal 1338 Jo Pasal 1337 Jo Pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Namun, dalam Perjanjian Berlangganan Jasa Telekomunikasi Seluler Telkomsel yang dibuat antara konsumen dan pihak PT Telkomsel terdapat klausula baku yang memuat pembatasan tanggung jawab di dalam Pasal 5 perjanjian tersebut, yang merupakan pelanggaran dari ketentuan Pasal 18 UUPK, yang dimanfaatkan oleh penyedia jasa untuk mengalihkan tanggung jawab dalam perjanjian. Tujuan penulisan artikel ini adalah menjelaskan perlindungan hukum bagi konsumen, dan bentuk-bentuk kerugian serta upaya hukum yang dapat ditempuh apabila mengalami kerugian dalam melakukan perjanjian dengan klausula baku yang di dalamnya terdapat pembatasan tanggung jawab. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah yuridis normatif dan data lapangan sebagai ilmu bantu untuk menjelaskan dan memahami permasalahan berdasarkan realitas yang ada. Jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analisis. Dari hasil penelitian diketahui bahwa perjanjian baku milik PT Telkomsel telah memuat hak dan kewajiban di dalamnya, sehingga dapat menjadi suatu perlindungan hukum bagi konsumen, namun dirasakan tidak cukup karna didalam perjanjian tersebut juga memuat pembatasan tanggung jawab yang terdapat pada Pasal 5 Perjanjian baku milik PT Telkomsel tersebut. Dalam UUPK juga telah mengatur tentang hak dan kewajiban konsumen pada Pasal 4 dan 5 UUPK. Apabila konsumen tidak mendapatkan haknya sesuai dengan perjanjian, maka konsumen dapat menuntut ganti kerugian. Bentuk kerugian yang dialami konsumen berupa mutu layanan yang tidak memenuhi standar dan kualitas sinyal yang tidak sesuai janji. Kerugian tersebuta membuktikan bahwa pihak PT Telkomsel tidak memenuhi kewajibannya dengan baik. Upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen apabila mengalami kerugian ada dua cara sesuai Pasal 45 UUPK yaitu melalui lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa perlindungan konsumen seperti Badan Penyelesaian Sngketa Konsumen (BPSK) atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum, namun konsumen tidak menuntut ganti rugi sesuai penjelasan Pasal 19 UUPK untuk mendapatkan hak-haknya kembali, sampai saat ini konsumen hanya melakukan komplain kepada pihak PT Telkomsel. Disarankan kepada pengguna jasa agar memahami terlebih dahulu isi perjanjian yang dibuat agar tidak dirugikan nantinya. Kepada pelaku usaha agar dapat terus meningkatkan kualitas mutu layanannya. Kepada para pihak agar dapat menempuh jalur penyelesaian yang terbaik seperti negosiasi guna menghindari biaya yang dikeluarkan dan waktu yang harus dikorbankan.
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENJUALAN JAMU YANG MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA DI KOTA BANDA ACEH Arnia Syafitri; Yunita Yunita
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (372.375 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tanggung jawab pemerintah untuk mencegah dan menanggulangi penjualan jamu yang mengandung bahan berbahaya, tanggung jawab pelaku usaha terhadap penjualan jamu yang mengandung bahan berbahaya, serta upaya yang dilakukan konsumen yang dirugikan atas penjualan jamu yang mengandung bahan berbahaya. Penelitian ini bersifat yuridis empiris. Data penelitian ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan lapangan. Penelitian kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder dilakukan dengan cara mengkaji peraturan perundang-undangan, karya ilmiah, pendapat para sarjana, buku-buku dan artikel. Penelitian lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer melalui wawancara dengan responden dan informan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwaPemerintah telah memberikan perlindungan terhadap konsumen dengan mengundangkan aturan-aturan, pengawasan, serta melakukan sosialisasi tentang perlindungan konsumen terhadap pelaku usaha, namun belum efektif karena masih kurangnya kesadaran pelaku uasaha dan penerapan sanksi tersebut belum dilaksanakan dengan baik. Tanggung jawab pelaku usaha terhadap penjualan jamu yang mengandung bahan berbahaya adalah dengan mengganti kerugian yang dialami konsumen.   Serta upaya yang dilakukan konsumen yang dirugikan atas penjualan jamu yang mengandung bahan berbahaya adalahkonsumen mempunyai hak untuk menempuh upaya penyelesaian, yaitu melalui jalur litigasi (peradilan) dan non litigasi. Disarankan kepada Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan dan Yayasan Perlindungan Konsumen agar lebih meningkatkan pengawasan dan memberikan sanksi hukum yang tegas kepada pelaku usaha yang tetap menjual jamu yang mengandung bahan berbahaya. Disarankan kepada pelaku usaha untuk taat pada aturan hukum serta memahami kewajibannya dan tidak curang dalam memproduksi barang dan/atau jasa. Disarankan kepada konsumen agar lebih berhati-hati dalam memilih jamu yang akan dikonsumsi.
WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI BATU BATA DI KECAMATAN DARUSSALAM ACEH BESAR Eliza Fitri M; M. Jafar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (400.154 KB)

Abstract

Pasal 1457 KUHPer menyebutkan bahwa jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Salah satu jenis barang yang sering diperjual belikan dalam kehidupan masyarakat adalah batu bata. Permasalahan yang terjadi dalam perjanjian jual beli batu bata di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar yaitu pihak pembeli batu bata tidak membayar harga batu bata kepada penjual batu bata (pemilik pabrik) sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. Tujuan dari penulisan artikel ini untuk menjelaskan mengenai bentuk dan isi perjanjian jual beli batu bata, penyebab terjadinya wanprestasi dalam perjanjian jual beli batu bata serta penyelesaian terhadap wanprestasi dalam perjanjian jual beli batu bata di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar. Penelitian ini bersifat yuridis empiris, data penelitian diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data sekunder yang dilakukan dengan cara membaca peraturan perundang-undangan, karya ilmiah, pendapat para sarjana, dan buku-buku. Penelitian lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer yang berhubungan dengan penelitian ini melalui wawancara dengan responden dan informan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bentuk perjanjian jual beli batu bata di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar ada yang tertulis dan ada yang berbentuk tidak tertulis yang berisi mengenai identitas para pihak yang membuat perjanjian, tujuan pembelian batu bata, harga jual batu-bata, kondisi batu-bata dan  jangka waktu pembayaran harga serta tempat pengantaran batu bata. Adapun penyebab terjadinya wanprestasi dalam perjanjian jual beli batu bata adalah tidak adanya itikad baik dalam melakukan perjanjian jual beli batu bata, keadaan memaksa yang dialami oleh salah satu pihak, pihak pembeli mengalami penipuan, ketidaktahuan penjual atas batu bata yang diambil oleh pembeli, dan batu-bata yang dijual oleh penjual tidak sesuai dengan keinginan pembeli. Penyelesaian terhadap wanprestasi dalam perjanjian jual beli batu bata di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar adalah dengan melakukan musyawarah antara penjual dan pembeli, memberikan jangka waktu lebih kepada pihak pembeli untuk melakukan angsuran terhadap pembayaran harga batu bata, dan pihak penjual mengganti kerugian pembeli. Disarankan kepada pembeli batu bata agar membayar harga batu bata tepat pada waktunya, kepada penjual batu bata agar menjelaskan kondisi batu-bata secara jujur, dan kepada para pihak agar menyelesaikan permasalahannya jual beli batu bata dengan cara musyawarah.
TANGGUNG JAWAB PENERIMA GADAI TERHADAP JAMINAN YANG HILANG DI PT. PEGADAIAN (PERSERO) KOTA BANDA ACEH Siti Rahmayani; T. Haflisyah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (547.63 KB)

Abstract

PT. Pegadaian (Persero) merupakan sarana pendanaan alternative yang memberikan pinjaman dana atas dasar hukum gadai, yang mensyaratkan adanya penyerahan benda-benda bergerak yang dijadikan sebagai benda jaminan gadai dari nasabah kepada PT. Pegadaian (persero). Gadai ini diatur dalam buku II Titel 20 pasal 1150 KUHPerdata. Benda gadai harus berada pada pemegang gadai selama pemberi gadai belum mampu melunasi pinjamannya, dan pihak pegadaian mempunyai tanggung jawab yang besar untuk menjaga barang-barang gadai tersebut. Apabila barang-barang gadai tersebut rusak ataupun hilang, maka pihak pemegang gadai harus memberikan ganti kerugian kepada pihak yang dirugikan.Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui bagaimana Tanggung jawab pihak Pegadaian terhadap barang jaminan yang hilang di PT. Pegadaian (Persero) kota Banda Aceh dan mengetahui dan menjelaskan cara Penyelesaian Masalah Pemberian Ganti Kerugian Atas Tuntutan Debitur Terhadap Barang Jaminan Yang Hilang di PT. Pegadaian (persero) Banda Aceh. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa apabila terdapat kasus kerusakan atau kehilangan barang jaminan selama proses gadai berlangsung, maka pihak PT. Pegadaian (Persero) bertanggung jawab atas benda jaminan gadai yang rusak atau hilang tersebut. Dalam memberikan ganti rugi, PT. Pegadaian (Persero) harus berdasarkan pada ketentuan yang telah diatur dalam buku Tata Pekerjaan Pegadaian yang mengatur bagaimana cara memberikan ganti rugi apabila barang jaminan tersebut hilang.Disarankan kepada pegadaian agar lebih meningkatkan pengamanan dan pemeliharaan terhadap barang-barang jaminan gadai tersebut selalu dalam keadaan baik sampai pada saat barang-barang jaminan gadai tersebut ditebus oleh nasabah.

Page 1 of 2 | Total Record : 20