Claim Missing Document
Check
Articles

Penerapan Prinsip Perbarengan Tindak Pidana Narkotika dan Tindak Pidana Pencucian Uang di Pengadilan Tinggi Aceh Guraba, Sakafa; Dahlan, Dahlan; Rahayu, Sri Walny
JURNAL MERCATORIA Vol 11, No 2 (2018): JURNAL MERCATORIA DESEMBER
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (112.37 KB) | DOI: 10.31289/mercatoria.v11i2.1829

Abstract

Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi 20 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat 4 KUHP. aturan perbarengan tindak pidana diatur secara limitatif dalam Pasal 63-70 KUHP sehingga Pemidanaan terhadap Abdullah Bin Zakaria dengan dalam Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Narkotika yang dilakukan secara terpisah tidak sesuai dengan ketentuan KUHP. Penelitian ini bertujuan untuk melihat Untuk mengetahui penerapan prinsip hukum perbarengan tindak pidana dalam sistem hukum pidana di Indonesia, untuk mengetahui prinsip perbarengan tindak pidana dalam pemidanaan Tindak Pidana Narkotika dan Tindak Pidana Pencucian Uang di Provinsi Aceh. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan mengkaji asas-asas hukum positif terkait perbarengan tindak pidana serta pendekatan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, dan hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan terbukti bahwa putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh tidak sesuai dengan ketentuan diatur dalam KUHP. Dalam Putusan tersebut Abdullah Bin Zakaria harus menjalani pidana penjara lebih dari 20 Tahun. Oleh karena itu diharapkan kepada pihak terkait yang termasuk dalam Sistem Peradilan Pidana  menerapkan ketentuan mengenai Perbarengan tindak pidana dalam  Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Narkotika.
Analisis Terhadap Kendala Perlindungan Konsumen oleh Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh Terhadap Sertifikasi Label Halal Produk Sailendra Wangsa; Sri Walny Rahayu; M. Jafar
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 8 No 4 (2019)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (306.312 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2019.v08.i04.p04

Abstract

Aceh as a Province that implements Islamic Sharia is required so that every product circulating to be certified halal before being consumed by the public. The task was given to the Aceh Ulama Consultative Assembly through the Institute for the Assessment of Food, Medicine and Cosmetics Aceh Ulama Consultative Assembly (LPPOM MPU) Aceh. In fact in 2017 the discovery of the same noodle products traded in the city of Banda Aceh and not halal certified. This study discusses to explain and analyze the causes of ineffective consumer protection by the Aceh Ulama Consultative Assembly on Samyang Noodle Product Halal Certification Certification. This research is an empirical juridical legal research using a legal sociology approach and a qualitative analysis approach using an inductive mindset. Based on the results of research that prove the obstacles-which cause less effective consumer protection by the Aceh Ulama Consultative Assembly on the certification of halal labels for Samyang noodles are that the Aceh Government has not issued a Governor Regulation which is a derivative of Qanun Number 8 of 2016 concerning the Halal Product Guarantee System. And the socialization of the Qanun has not been communicated to the wider community and business people Aceh sebagai Provinsi yang melaksanakan syariat Islam diwajibkan agar setiap produk yang beredar untuk disertifikasi halal sebelum dikonsumsi oleh masyarakat. Tugas tersebut diberikan kepada Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh melalui LPPOM MPU Aceh.. Kenyataanya pada tahun 2017 ditemukannya produk mie samyang yang diperdagangkan di Kota Banda Aceh serta tidak bersertifikasi halal. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis hambatan yang menyebabkan kurang efektifnya perlindungan konsumen oleh Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh Terhadap Sertifikasi Label Halal Produk mie Samyang. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis empiris dengan menggunakan pendekatan sosiologi hukum dan pendekatan analisis secara kualitatif menggunakan kerangka pikir induktif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hambatan-hambatan yang menyebabkan kurang efektifnya perlindungan konsumen oleh Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh terhadap sertifikasi label halal produk mie Samyang yaitu, Pemerintah Aceh belum mengeluarkan Peraturan Gubernur yang merupakan turunan dari Qanun Nomor 8 Tahun 2016 tentang Sistem Jaminan Produk Halal. Dan belum tersosialisasinya Qanun tersebut kepada masyarakat luas dan para pelaku usaha.
Pembuktian Risalah Lelang Bagi Pemenang Eksekusi Hak Tanggungan Ainon Marziah; Sri Walny Rahayu; Iman Jauhari
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 7, No 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (949.231 KB) | DOI: 10.29303/ius.v7i2.631

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dasar hukum dan menjelaskan pembuktian risalah lelang bagi pemenang eksekusi hak tanggungan; metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini metode yuridis normatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuktian risalah lelang bagi pemenang eksekusi hak tanggungan, pada kasus Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor: 08/PDT.G/2013/PN MBO dimana dalam praktiknya pembuktiannya terhadap risalah lelang yang dikeluarkan oleh KPKNL (Tergugat I) Banda Aceh sudah berdasarkan prosedur pelaksanaan lelang, setelah pelaksanaan berakhir tidak adanya kepastian hukum terhadap Bank (Tergugat II) tidak mendapatkan ganti kerugian disebabkan adanya gugatan penggugat pada Pengadilan Negeri Meulaboh dan pemenang lelang (Tergugat III) tidak dapat menguasai objek lelang karena debitor tidak bersedia mengosongkan objeknya. Berdasarkan putusan hakim seharusnya memperhatikan keadilan dan kemanfaatan bagi para pihak tidak hanya dengan kepastian hukum semata karena hakim bukan corong Undang-Undang sesuai dengan Pasal 10 ayat (1) undang-undang Nomor 49 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman.
PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH MELALUI OFFSET JAMINAN DI BANK BUKOPIN CABANG BANDA ACEH Dina Refina; Dahlan Dahlan; Sri Walny Rahayu
Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 3: Agustus 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (165.41 KB)

Abstract

Abstract: The regulation of Indonesian Central Bank (known as Bank Indonesia or BI) No. 7/ 2/ Pbi/ Year 2005, Article 1 Point 15 has been applied as reference by the credit repayment in the form of offset guarantee delivered by PT. Bank Bukopin branch office of Banda Aceh with its credit loaner or debtor. This mentions “every collateral in any form of assets - that has been taken over and obtained by the bank - either through an auction or not from the debtor, is presumed as confiscatory item or bank’s asset (activa)”. The bank is authorized by its debtor to entitle his/her collateral either freely or not if he/she fails to comply his/her obligation. In the practice, however, there has been no clearly stated clause which guarantees debtor’s objection to entitle freely his collateral to the bank (in this regard Bank Bukopin) and to proceed it further by the credit repayment process. This has been referred as offset guarantee. Basically, to authorize the bank the selling of  collateral belong to a debtor is not a problem as long as the sale of an object or the sale price of the initial object is advantageous for both parties. This will be a problem if the sale of an object or sale price determined by the bank is usually below the market price, which disadvantages debitor’s interest. The offset guarantee can be employed in the repayment process only if the collaterals are in the form of fixed-properties, or located in the municipality, and/ or if main branch office of Bank Bukopin is available.Keywords: collateral, credit repayment, offset guarantee, selling authority.Abstrak: Peraturan Bank Central Indonesia (dikenal sebagai Bank Indonesia atau BI) No. 7/ 2/ Pbi/ Tahun 2005, Pasal 1 Angka 15 telah ditetapkan sebagai dasar dalam proses penyelesaian kredit dalam bentuk jaminan offset yang dikeluarkan oleh PT. Bank Bukopin Cabang Banda Aceh dengan peminjam kredit atau debitor.  Peraturan tersebut menyebutkan bahwa “setiap agunan dalam bentuk apapun - yang telah diambil alih dan didapatkan oleh  bank – baik melalui pelelangan ataupun tidak  dari debitor, dianggap sebagai bahan sitaan atau aset dari bank (aktiva)”. Bank diberikan kuasa oleh si debitor untuk menyerahkan agunannya baik secara sukarela atau tidak jika dia tidak dapat memenuhi kewajibannya.  Namun dalam praktiknya, belum ada klausul yang tercantum jelas yang menjamin keberatan debitor untuk menyerahkan agunannya secara sukarela kepada bank (dalam hal ini Bank Bukopin) dan kemudian memprosesnya secara lanjut dalam proses penyelesaian kredit. Hal ini disebut sebagai garansi offset. Pada dasarnya, memberikan kuasa kepada bank untuk menjual agunan milik debitor tidak menjadi persoalan asalkan penjualan suatu obyek atau harga jual obyek tanggungan menguntungkan kedua belah pihak. Ini akan menjadi persoalan apabila penjualan suatu objek atau harga jual yang ditentukan oleh bank biasanya dibawah harga pasar, yang merugikan kepentingan debitor. Jaminan offset ini hanya dapat dilakukan dalam proses pengembalian hanya jika agunan merupakan benda tidak bergerak, atau berada di daerah kotamadya dan/atau terdapat kantor cabang utama Bank Bukopin.Kata kunci: agunan, pembayaran kredit, jaminan offset, kuasa menjual.
Perlindungan Tertanggung Oleh Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Penolakan Klaim Perusahaan Perasuransian di Provinsi Aceh Desi Aeriani Putri; Sri Walny Rahayu
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 2: Mei 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 4 huruf c Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) disebutkan tujuan OJK agar keseluruhan kegiatan sektor jasa keuangan mampu melindungi konsumen dan masyarakat salah satunya sektor usaha asuransi. Aturan lainnya disebutkan dalam Pasal 51 dan Pasal 52 Peraturan OJK No.1/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan disebutkan dalam melindungi konsumen OJK melakukan pengawasan secara langsung maupun tidak langsung terhadap penerapan perlindungan konsumen yang dilakukan pelaku usaha secara berkala. Hal ini dilakukan agar tidak adanya kerugian yang diderita tertanggung selaku konsumen asuransi. Namun, dalam praktiknya di Provinsi Aceh ditemukan adanya pengaduan tertanggung yang mengalami kerugian akibat penolakan klaim.
PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA TARIAN TRADISIONAL SEBAGAI EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL BERDASARKAN UUHC TAHUN 2014 DI PROVINSI ACEH Intan Shania; Sri Walny Rahayu
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 1, No 2: November 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (249.124 KB)

Abstract

Perlindungan hukum hak cipta tarian tradisional sebagai ekspresi budaya tradisional telah diatur di dalam Pasal 9 ayat (1) huruf f Jo. Pasal 31-38 Jo. Pasal 40 ayat (1) huruf e, o, dan q UUHC Tahun 2014. Dalam praktiknya perlindungan hukum hak cipta tarian tradisional tersebut belum terlaksana secara maksimal yaitu ditemukannya pelanggaran berupa penggunaan secara komersial terhadap tarian tradisional tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta, dan belum adanya inventarisasi berupa dokumen terhadap tarian-tarian tradisional yang ada di Provinsi Aceh sehingga sulit memperoleh perlindungan untuk melakukan pendaftaran. Alasan itulah penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan.Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai bentuk pelaksanaan perlindungan hukum hak cipta tarian tradisional sebagai ekspresi budaya tradisional di Provinsi Aceh, mengenai hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan perlindungan hukum hak cipta tarian tradisonal sebagai eskpresi budaya tradisional pada praktiknya, dan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Aceh dalam penegakan perlindungan hukum hak cipta tarian tradisional sebagai ekspresi budaya tradisional.Penelitian ini bersifat yuridis normatif yaitu suatu pendekatan yang menggunakan konsep legal positif dengan cara mengkaji penerapan kaidah atau norma dalam hukum hak cipta. Data penelitian yuridis normatif berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier dan didukung bahan hukum primer di lapangan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bentuk pelaksanaan perlindungan hukum hak cipta tarian tradisional sebagai ekspresi budaya tradisional belum sesuai dengan ketentuan UUHC Tahun 2014. Hal ini diketahui penggunaan secara komersial terhadap tarian tradisional sering dilakukan tanpa mendapatkan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta tarian tradisional di Aceh. Syarat pendaftaran untuk memperoleh hak cipta bersifat fakultatif. Hambatan sehingga tidak terlaksananya pelaksanaan perlindungan hukum hak cipta tarian tradisional sebagai ekspresi budaya tradisional diakibatkan oleh pencipta atau pemegang hak cipta belum memahami secara utuh mengenai hak ekonomi dan hak moral yang terdapat pada hak cipta. Adapun upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Aceh yaitu mendaftarkan tarian-tarian tradisional sebagai Warisan Budaya Tak Benda kepada UNESCO, dan melakukan pembinaan berupa sosialisasi dan seminar tentang Hak Cipta. Disarankan kepada Kanwil Kemenkum dan HAM Provinsi Aceh, Disbudpar Provinsi Aceh, dan Pencipta atau Pemegang Hak Cipta tarian tradisional untuk lebih proaktif dalam melindungi dan menjaga kelestarian tarian tradisional di Provinsi Aceh dan diharapkan dapat mendaftarkan tarian-tarian tradisional tersebut ke Kanwil Kemenkum dan HAM dan mendaftarkan ke UNESCO.
Pengalihan Hak Ekonomi Pencipta Lagu Melalui Pewarisan Widiya Fitrianda; Sri Walny Rahayu
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 4: November 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan perlindungan hukum kepada ahli waris terhadap pengalihan hak ekonomi pencipta lagu-lagu Aceh melalui pewarisan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC Tahun 2014), KUH Perdata, dan Hukum Islam serta untuk mengetahui dan menjelaskan hambatan pelaksanaan pengalihan hak ekonomi pencipta lagu-lagu Aceh melalui pewarisan. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan analisis dan pendekatan perbandingan. Data penelitian yuridis normatif berupa data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier, dan didukung oleh data primer di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan perlindungan hukum yang diberikan kepada ahli waris oleh UUHC Tahun 2014, KUH Perdata dan Hukum Islam sudah sangat baik, bahkan ketiga aturan ini saling menguatkan dalam memberikan perlindungan. UUHC Tahun 2014 mensyaratkan untuk memperoleh perlindungan karya cipta harus dicatatkan, namun pencatatan itu bersifat fakultatif sesuai dengan Konvensi Bern Tahun 1886 yang memberikan perindungan hak cipta secara automatic protection. Ketentuan lainnya yaitu pelanggaran hak cipta bersifat delik aduan. Aturan ini menyebabkan penegakan hukum hak cipta dari ahli waris menjadi tidak optimal karena selayaknya pencipta selama hidupnya memiliki kesadaran untuk mencatatkan hak ciptanya dalam hal ini lagu-lagu Aceh di Ditjen HKI. Hambatannya adalah ahli waris kurang memahami tentang hak cipta dalam hal ini lagu-lagu Aceh yang merupakan benda tidak bertubuh yang dapat dikuasai, anggapan masyarakat termasuk ahli waris terhadap hak cipta sebagai hak umum, serta lemahnya pengawasan dan penegakan hukum hak cipta kepada ahli waris. Disarankan kepada ahli waris untuk lebih proaktif dalam melindungi hak ekonominya. Disarankan kepada PPNS HKI dan Penyidik Polri untuk terus memberikan perlindungan hak cipta melalui sosialisasi dan edukasi bagi pencipta, ahli waris, dan pengguna lagu-lagu Aceh serta mengadakan program dan pelatihan bagi pengembangan kemampuan dan keterampilan PPNS HKI dan Penyidik Polri. This study aimed to learn and elaborate the legal protection to the copyright inheritors of Acehnese songs based on the Act Number 28, 2014 pertaining Copyright Law (Copyright Law of 2014), Indonesian Civil Code  and Islamic Law. It also aimed to learn and elaborate obstacles in implementing the transfer of song copyrights to the inheritors. This study employed the normative legal research method using analysis and comparative approach. The normative legal research looked at secondary data consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials as well as primary data in the field. This study shows that legal protections provided by the Copyright Law of 2014, Indonesian Civil Code, and  Islamic Law to the copyright inheritors have been reasonably excellent. The three regulations support each other in providing the legal protection. The Copyright Law of 2014 requires the recipients to file the legal protection of copyright, but, following the 1886 Bern Convention, the records are facultative and provide automatic protection. Furthermore, copyright infringement can only be considered if someone files the case. These requirements diminish the enactment of copyright law since the songwriters need to file their copyright songs to the Directorate General of Intellectual Property Rights. Obstacles found in the study included lack of understanding toward song copyrights in which one may own immaterial objects, inheritor perception toward copyright as a public right, and lack of supervision and enforcement of copyright law toward the inheritors. It is necessary that the inheritors be more proactive in protecting their economic rights. Furthermore, the officials at the Intellectual Property Rights and police investigators need to socialize the copyright laws to the composers, inheritors, and users of Acehnese songs. Finally, the officials and police should also be given training programs to upgrade their skills.
PERLINDUNGAN HAK MORAL DAN HAK EKONOMI CIPTAAN LAGU DAN/ATAU MUSIK ASING DALAM UUHC TAHUN 2014 Santi Nurmaidar; Sri Walny Rahayu
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 1, No 2: November 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (368.381 KB)

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan bentuk perlindungan dan pelanggaran, hambatan perlindungan dan upaya-upaya yang telah ditempuh dalam penyelesaian sengketa para pihak terhadap pelanggaran hak moral dan hak ekonomi ciptaan lagu dan/atau musik  asing dalam praktiknya. Penelitian ini bersifat yuridis normatif, yaitu suatu pendekatan yang menggunakan konsep legal positif dengan cara mengkaji penerapan kaidah atau norma dalam hukum positif. Data penelitian yuridis normatif berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier didukung oleh data primer di lapangan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui pengaturan UUHC telah cukup baik memberikan perlindungan. Namun dalam praktiknya belum dilindungi karena UUHC menganut delik aduan. Implementasi perlindungan yang diberikan menempatkan baik pencipta lagu dan/atau musik asing maupun Indonesia harus inisiatif dan pro-aktif dalam melindungi hak ciptanya sendiri. Kondisi tersebut belum dilakukan karena sulit menjangkau bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan Indonesia. Hambatannya yaitu hambatan internal yang dirasakan pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Hak Kekayaan Intelektual di Kemenkum dan HAM Aceh yaitu tidak sesuainya tugas dan fungsi SDM sesuai basis profesionalitas keilmuan yang dimiliki, hambatan eksternal dari seniman-seniman lagu dan/atau musik di Aceh yang masih belum memahami UUHC Tahun 2014. Penyelesaian sengketa yang ditempuh para pihak yang ditemukan sampai saat ini di Aceh diselesaikan melalui alternatif penyelesaian sengketa dengan model mediasi. Diharapkan kepada Kanwil Hukum dan HAM harus melindungi ciptaan lagu dan/atau musik asing meskipun UUHC Tahun 2014 mengatur delik aduan. Pencipta dan pemegang hak cipta maupun AIRA harus lebih pro-aktif dalam melindungi ciptaannya. Disarankan bagi pejabat PPNS-HKI dan penyidik pejabat polri yang bertanggung jawab dalam perlindungan hak cipta mendapatkan program pelatihan pencegahan pelanggaran hak cipta. Diharapkan Konsultan HKI mampu membantu memberikan pemahaman mengenai mekanisme penyelesaian sengketa hak cipta terhadap pelanggaran hak cipta yang sudah diketahui terjadi pelanggaran.
PERLINDUNGAN HAK FOTOGRAFER MELALUI MEDIA SOSIAL DI KOTA BANDA ACEH Mardiana Mardiana; Sri Walny Rahayu
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 4, No 2: Mei 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 5 dan Pasal 8 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC) mengatur mengenai hak moral dan hak ekonomi fotografer. Perlindungan karya fotografi terdapat dalam Pasal 40 ayat (1) huruf k UUHC. Dalam praktiknya terjadi pelanggaran hak fotografer dalam bentuk mempublikasikan, memperbanyak, mengunggah karya fotografi tanpa izin fotografer. Tujuan penulisan untuk mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor hak fotografer berupa hak moral dan hak ekonomi upaya-upaya yang telah ditempuh fotografer, kelemahan dan tantangan penegakan hukum. Penelitian ini bersifat yuridis sosiologis. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlindungan hak fotografer melalui media sosial belum dilindungi secara optimal sesuai dengan ketentuan UUHC, upaya yang telah dilakukan oleh fotografer Discover Aceh yaitu penegakan hukum melalui jalur alternatif penyelesaian sengketa salah satunya dengan cara mediasi, kelemahan penegak hukum yaitu kurangnya pemahaman dan kesadaran hukum tentang perlindungan karya fotografi dan tantangan penegakan hukum yaitu meningkatkan upaya perlindungan terhadap hak cipta karya fotografi.
PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO KECIL SWALAYAN RITEL 212 MART DI KOTA BANDA ACEH Putri Wahyuni; Sri Walny Rahayu
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 5, No 3: Agustus 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak – Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pengembangan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, Pemberdayaan Pasar Tradisional dan/atau Usaha Ritel dengan kemampuan mengkoordinasikan pembangunan dan pengembangan memerlukan penguatan bersama dan saling menguntungkan. Dari perspektif pembangunan, 212 memberikan peluang bagi usaha kecil dan mikro untuk berperan penting dalam pembangunan. Seiring berjalannya waktu, 212 telah menempuh perjalanan panjang, terutama bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya, meskipun 212 masih menghadapi banyak kekurangan dari segi produk dan layanan. Tujuan dilakukannya penelitian untuk mengidentifikasi dan menjelaskan konsep pemberdayaan usaha swalayan ritel 212 Mart yang telah dilaksanakan oleh industri kecil menengah di Kota Banda Aceh dan hambatan yang dihadapi oleh pelaku usaha swalayan ritel 212 Mart di Kota Banda Aceh. Metode penelitian ini adalah yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan konsep pemberdayaan usaha swalayan Ritel 212 Mart yang telah dilaksanakan oleh Industri Kecil Menengah di Kota Banda Aceh sesuai dengan peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 17 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 dan Peraturan Walikota Banda Aceh No. 26 Tahun 2017 tentang Penataan dan pembinaan pasar rakyat, toko radisional dan toko swalayan. Lemahnya manajemen usaha dan sulitnya mendapatkan permodalan, Swalayan Ritel 212 Mart tidak terlalu menarik konsumen dan kurang jelas mengenai legalitas badan hukum merupakan hambatan yang dihadapi pelaku usaha swalayan ritel 212 Mart.Kata Kunci : Legalitas swalayan ritel 212, Pemberdayaan UMKM, Swalayan ritel 212