cover
Contact Name
Amalia Setiasari
Contact Email
jkpi.puslitbangkan@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jkpi.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia
ISSN : 19796366     EISSN : 25026550     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Indonesian Fisheries Policy Journal present an analysis and synthesis of research results, information and ideas in marine and fisheries policies.
Arjuna Subject : -
Articles 170 Documents
STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA UDANG DI PERAIRAN SELAT MAKASSAR Wedjatmiko Wedjatmiko
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 4, No 1 (2012): (Mei 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (94.706 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.4.1.2012.17-25

Abstract

Perikanan udang di Indonesia masih merupakan sektor perikanan yang sangat penting karena mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dan merupakan penghasil devisa negara. Sumberdaya udang di Perairan Selat Makassar memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan sumberdaya laut lainnya (ikan, kekerangan maupun rumput laut) sehingga jika dikembangkan secara optimal akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru di masa mendatang. Perairan Selat Makassarmerupakan perairan yang subur karena adanya upwelling dan faktor lingkungan pendukung yang memungkinkan potensi udang relatif berlimpah. Di sisi lain, kawasan timur Kalimantan merupakan daerah padat penduduk, sehingga secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan sumberdaya udang di daerah tersebut mengalami tekanan eksploitasi yang cukup tinggi. Makalah ini membahas beberapa opsi atau strategi, yang diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya udang diPerairan Selat Makassar (Timur Kalimantan). Makalah merupakan sintesis dari hasil penelitian yang dilakukan melalui survei lapangan pada tahun 2004, 2005 menggunakan KR. Bawal Putih, dan 2011 menggunakan kapal komersial (nelayan) di perairan timur Kalimantan dan dikembangkan melalui desk study (studi litetratur). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa strategi pengelolaan sumberdaya udang di perairan Selat Makassar idealnya adalah melalui aplikasi zonasi, karena jenis zonasi yang cukup beragam dapat diaplikasikan sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada. Zona perlindungan atau zona tertutup adalah opsi yang cocok digunakan, karena kegiatan komersial,rekreasi dan mata pencaharian lainnya tidak diijinkan dalam jangka waktu tertentu. Implementasinya dapat dilakukanmelalui pendidikan (sosialisasi kepada pengguna dan stakeholders), pelatihan, pengawasan, penegakan hukum dan pemantauan.Shrimp fishery in Indonesia is considered an important fishery sector because of its high economic value and source of foreign exchange. Shrimp resource in theMakassar Strait waters has a comparative advantage compared to other sectors, so that if the sector developed optimally, it will become a new source of economic growth in the future. Makassar Strait waters are considered an eutrophic waters due to the existance of upwelling and other supported environmental factors enabling, shrimp potentially abundance in the Makassar Strait waters. However, East Kalimantan area was considered densely populated by which direct or inderictly caused shrimp resource in taht particular area was experiencing high exploitation pressure. The purpose of this paper is to find strategies options needed in the management of shrimp in the waters of Makassar Strait (and East Kalimantan). It is expected that results of this study is useful for developing sustanable management of the shrimp resource. The research was conducted through field surveys in 2004, 2005 using the KR. Bawal Putih, and 2011 using commercial vessels (fishing vessels) in the waters of east Kalimantan. To obtain the above objectives, this study was developed through a desk study. The results showed that the shrimp resource management strategies in the Makassar Strait ideally is through the application of zoning, for the most varied types of zoning can be applied in accordance with the existing environmental conditions. Protection zone or clossed zone are suitable option, because commercial activities, recreation and other livelihoods are not allowed within a certain timeframe. Implementation can be done through education (outreach to users and stakeholders), training, supervision, enforcement and monitoring.
PENGENDALIAN SUMBERDAYA IKAN DI ESTUARIA SUNGAI MUSI Eko Prianto; Siswanta Kaban; Solekha Aprianti; Romie Jhonnerie
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 2, No 1 (2010): (Mei 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (246.173 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.2.1.2010.15-25

Abstract

Perairan estuaria Sungai Musi merupakan daerah penangkapan ikan yang potensial di Provinsi Sumatera Selatan, sehingga di wilayah ini terjadi aktifitas penangkapan yang cukup padat. Akibatnya terjadi tekanan yang cukup besar terhadap sumberdaya ikan di kawasan ini. Fungsi ekologi estuaria sebagai spawning ground dan nursery ground mulai mengalami gangguan akibat intensitas penangkapan yang besar. Beberapa alat tangkap ikan yang tidak selektif beroperasi dalam jumlah banyak sehingga menyebabkan penurunan terhadap stok ikan. Akibatnya konflik pemanfaatan ruang sering terjadi antar sesama nelayan atau pengguna lainnya. Seperti konflik jaring trawl dengan gillnet dan pancing rawai dan konflik nelayan tuguk dengan pengemudi kapal. Untuk menyelesaikan konflik di atas dan menjaga kelestarian sumberdaya ikan di estuaria Sungai Musi, beberapa langkah pengendalian yang direkomendasikan adalah melakukan pengaturan penangkapan ikan, melakukan sosialisasi peraturan perikanan kepada masyarakat, meningkatkan kapasitas kelembagaan pengelolaan perikanan, pelarangan penggunaan alat tangkap tertentu, dan memberikan bantuan modal usaha kepada nelayan.Estuary of Musi River is a potential fishing areas in South Sumatra Province, so that in this region occur fairly heavy fishing activity. The consequence is a large pressure on fish resources of this region. The ecological functions of estuaries as nursery ground and spawning ground, begin to experience problems due to the large fishing intensity. Some fishing gear that does not selectively operate in large quantities resulted in a decline of fish stocks. As the result spatial use conflicts often occur between fishermen or other user, as examples is the conflict between trawl fishing with gill nets and longline operator and the operator of driver tuguk ship. To resolve the above conflict and preserve the fish resources in the estuary of the River Musi, a few recomendation that must be addressed several step must doing fisheries regulations to disseminate to the public, enhance institutional capacity for fisheries management, ban the use of certain fishing gear and provide venture capital assistance to fishermen.
POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2015 SERTA OPSI PENGELOLAANNYA Ali Suman; Hari Eko Irianto; Fayakun Satria; Khairul Amri
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 8, No 2 (2016): (November, 2016)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (859.438 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.8.2.2016.97-100

Abstract

Sumber daya ikan di perairan Indonesia merupakan salah satu modal menuju kemakmuran bagi bangsa, apabila dikelola secara berkelanjutan.Kajian potensi dan tingkat pemanfaatan tahun 2015, merupakan salah satu dasar utama dalam merumuskan pengelolaan tersebut menuju pemanfaatan sumber daya yang lestari bagi kesejahteraan bangsa. Secara keseluruhan komposisi jenis sumber daya ikan di perairan Indonesia didominasi kelompok ikan pelagis kecil sebesar 36 % dan ikan pelagis besar sebesar 25 %. Potensi sumber daya ikan di perairan Indonesia adalah sebesar 9,931 juta ton per tahun dengan potensi tertinggi terdapat di WPP 718 (Laut Arafura) sebesar 1,992 juta ton/tahun (20%), di WPP 572 (Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda) sebesar 1,228 juta/tahun (12 %) dan di WPP 711 (Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan) sebesar 1,143 juta ton/tahun (12 %). Tingkat pemanfaatan secara keseluruhan terlihat didominasi kondisi overfishing (indikator warna merah) sekitar 49 %, diikuti kondisi fully-exploited (indkator warna kuning) sekitar 37 % dan kondisi moderat (indikator warna hijau) hanya 14 %. Kelompok ikan yang mengalami kondisi overfishing paling tinggi adalah kelompok udang Penaeid, lobster, kepiting dan rajungan, yang mencapai 63 % dari kondisi overfishing saat ini. Dalam perspektif yang demikian, opsi pengelolaan yang harus segera dilakukan adalah mengurangi jumlah upaya penangkapan pada WPP yang mengalami kondisi overfishing serta meningkatkan upaya pada WPP yang tingkat pemanfaatannya masih moderat dan fully exploited.Fish resources within Indonesian waters (i.e. teritorial and archipelagic waters) including Indonesian Economic Exclusive Zone if under sustainably management it would contribute a significant role as a source of nation welfare. Scientific advice on stock status and its exploitation rate are required as an input to support an apropriate fisheries management. Generally, fish resources in these waters are dominated by two main fish groups such as small pelagic fish by 36 % and large pelagic fish by 25 %. Indonesia fish resource in 2015 was estimated for 9,931 million tons/year with comprises of 1,992 million ton/year (20 %) in fisheries management area (FMA) 718 (Arafura sea), 1,228 million/year (12 %) in FMA 572 (western of Sumatera of Indian ocean and Sunda strait) and 1,143 million tons/year (12 %) in FMA 711 (Karimata strait, Natuna sea, and south China sea). Most of fish resources (49 %) were in the status of overfishing with red indicator, folowed by fully-exploited state(37 %) in yellow indicator and only 14 % in the moderate state (green indicator). Among all nine fish groups, the overfishing state (up to 63%) is recorded from group of shrimps (Penaidae), lobster, and crabs. The management options in these prespective is urgently suggested to reduce fishing effort at the level of f.opt (fishing optimum) for overfishing fish groups. Whilts possibly to increase effort for fish groups with fully and moderate exploited state at the level off opt.
KEBIJAKAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN TUNA LONGLINE DI SAMUDERA HINDIA Budi Nugraha; Bram Setyadji
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 5, No 2 (2013): (November 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (33.372 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.5.2.2013.67-71

Abstract

Tuna longline atau rawai tuna merupakan salah satu alat tangkap yang sangat efektif untuk menangkap tuna. Selain efektif alat tangkap ini juga merupakan alat tangkap yang selektif terhadap hasil tangkapannya. Namun demikian, alat tangkap ini masih menimbulkan suatu masalah dimana ikan hasil tangkapan yang diperoleh tidak semuanya merupakan hasil tangkapan utama (target species), ada sebagian yang merupakan hasil tangkapan sampingan (by-catch). Sebagian besar hasil tangkapan sampingan tuna longline memiliki nilai ekonomis, hanya jenis pari lumpur dan ikan naga yang tidak memiliki nilai ekonomis. Namun demikian, justru yang tidak memiliki nilai ekonomis mendominasi hasil tangkapan sampingan pada perikanan tuna longline. Oleh karena itu perlu adanya tindak lanjut dengan menyusun peraturan atau regulasi yang terkait dengan pengelolaan ikan hasil tangkapan sampingan dan pengelolaan yang benar terhadap hasil tangkapan tersebut beserta habitatnya agar terjaga kelestarian sumberdayanya dan juga tetap menjadi sumber pendapatan masyarakat.Tulisan ini membahas secara ringkas tentang isu hasil tangkapan sampingan pada perikanan tuna longline, komposisi jenisnya, pemanfaatannya dan kebijakannya.Tuna longline is one of the most effective fishing gears to catch tuna. In addition, this fishing gear is selective to catch tuna. However, this gear is still causing a problem where some species other than their target species were caught as by-catch. Most of by-catch species from the tuna longliners have an economic value, except pelagic stingrays and lancetfish. In fact, these by-catch species (non economical-valued species) dominated the longline catch. Therefore, it is needed to develop rules or regulations related to the management of the fish by-products, and properly manage the fishing activities on these by-catch species and habitat preservation to preserve its resources and also remain as a source of income. This paper briefly discusses the issue of by-catch in tuna longline fisheries, species composition, its utilization and its policy.
PENERAPAN EAFM DALAM PENGELOLAAN PERIKANAN MALALUGIS (Decapterus macarellus) DI PERAIRAN LAUT SULAWESI Reny Puspasari; Wudianto Wudianto; Ria Faizah
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 6, No 1 (2014): (Mei 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (152.891 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.6.1.2014.29-36

Abstract

Perikanan malalugis biru (Decapterus macarellus) merupakan perikanan pelagis kecil dominan yang tertangkap di Laut Sulawesi dan memegang peranan penting dalam sektor perikanan sehinga perlu pengelolaan yang baik melalui inisisasi penerapan EAFM. Pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem (EAFM) merupakan salah satu konsep pengelolaan secara holistik di dalam pengelolaan perikanan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis status pengelolaan perikanan malalugis di Laut Sulawesi dan menetapkan tujuan operasional, langkah pengelolaan yang harus dilakukan dan peran serta setiap pemangku kepentingan dalam upaya pengelolaan berdasarkan tahapan implementasi EAFM. Hasil kajian menunjukkan bahwa status perikanan malalugis di Laut Sulawesi saat ini berada dalam kategori sedang. Isu-isu utama yang terindikasi adalah terjadinya penurunan ukuran hasil tangkapan, penggunaan alat tangkap yang merusak, pencemaran perairan di lokasi industri, keterlibatan pemangku kepentingan yang kurang optimal, kepemilikan aset dan kurangnya kepatuhan terhadap peraturan. Domain yang perlu mendapatkan perhatian utama dalam pengelolaan perikanan malalugis adalah domain sumberdaya ikan, teknik penangkapan ikan, ekonomi dan kelembagaan. Upaya pengelolaan yang dilakukan pada setiap domain didasarkan pada isu utama yang muncul dan diperlukan konektivitas upaya antar lembaga untuk menghasilkan status pengelolaan perikanan yang baik, sehingga kelangsungan sumberdaya ikan malalugis di Laut Sulawesi dapat lestari Mackerel scad or malalugis fisheries (Decapterus macarellus) is a dominant catch of small pelagic fisheries in Sulawesi Sea. It takes important role on fisheries sector,and need a good managemant by implementation of Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM). EAFM isone of hollistic approaches on fisheries management. The research aim were to analyze the management status of mackerel scad fisheries in Sulawesi Sea, set up the operational objective and management action, and identify stakeholders participation in implementing EAFM. The results showed that mackerel scad fisheries condition in Sulawesi Sea is moderate. Several issues were identified, that are decreasing on the size catch of fish, the using of destructive fishing gear, water pollution in industry area, unoptimal stakeholders participation and lack of adherences to rules. The management action should be focused on fish resources, fishing technique, economic and institutional domains. Main issues in every domain are the baseline for setting up the management actions. The connectivity actions among institutions are needed to obtain a good fisheries management status, therefore mackerel scad resources could be sustainable.
STRATEGI PENGEMBANGAN TECHNO PARK PERIKANAN BUDIDAYA Lies Emmawati Hadie; Yayan Hikmayani; Wartono Hadie
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 8, No 1 (2016): (Mei 2016)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (142.687 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.8.1.2016.53-64

Abstract

Dewasa ini Indonesia termasuk dalam kategori negara yang berada pada tahap efficiency driven, yakni suatu kondisi perekonomian yang berbasis pada proses produksi yang efisien. Permasalahan yang dihadapi Indonesia dewasa ini adalah rendahnya hasil riset dan teknologi dalam negeri yang diadopsi oleh industri atau pengguna teknologi lainnya. Kesenjangan komunikasi ini perlu dijembatani, agar adopsi teknologi dari pihak pengguna dapat berlangsung secara optimal. Salah satu alternatif adalah mengembangkan techno park yang merupakan strategi pengembangan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi. Techno park merupakan sarana untuk menginisiasi dan mengalirkan pengetahuan dan teknologi diantara universitas, institusi penelitian dan pengembangan (Litbang), industri dan pasar. Analisis strategi pengembangan techno park perikanan budidaya dilaksanakan dengan pendekatan Strength,Weaknesses, Opportunities, Threaths (SWOT). Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa strategi yang perlu dilakukan oleh lembaga Litbang adalah : 1) Membangun techno park berbasis perikanan budi daya di wilayah yang mengembangkan komoditas perikanan sebagai program utama Pemerintah Daerah, dan merintis pembentukan sistem inovasi daerah 2). Membangun kerja sama dengan Pemerintah Daerah dan Pusat, 3). Memanfaatkankan unit pelaksana teknis yang telah eksis lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia dan unit pelaksana teknis Daerah sebagai mitra kerja dalam adaptasi teknologi perikanan, dan 4). Mengembangkan techno park dengan pendekatan knowledge based community untuk mendukung keberlanjutan techno park. Strategi ini akan berdampak terhadap peningkatan produktivitas perikanan secara signifikan.Indonesian today is included in the category of countries that are at the stage of efficiency driven an economy based on the production process efficient. The problems of Indonesia today is the lack of research and technology in the country in the adoption by the industry or other users of the technology. This communication gap needs to be connected, so that the user of the technology adoption can take place optimally. One alternative is to develop a techno park which is the strategy of human resource development, science and technology. Techno park is a means to initiate and carry knowledge and technology amongst universities, R & D institutions, industry and market. Policy analysis techno park development strategys implemented with the approach of SWOT. Result of SWOT analysis indicate that strategy needs to be done by the Research Agency are: 1 ) Build a techno park based aquaculture in the region to develop fishery commodities as the main program of Local Government, and build regional innovation system; 2 ) Build a joint venture with National and Local Government; 3 ) Using an operation unit that has existed scope of the Agency for Research and Development, Directorate General of Fisheries, the National Human Resource Development and technical implementation unit of Regions as a partner in the adaptation of fisheries technology, and 4 ) Develop a techno park with the approach of knowledge-based community, to support the sustainability of techno park. This strategy will have an impact on the increase in fishery productivity significantly.
SEBARAN UNIT STOK IKAN LAYANG (Decapterus spp.) DAN RISIKO PENGELOLAAN IKAN PELAGIS KECIL DI LAUT JAWA Suwarso Suwarso; Achmad Zamroni
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 5, No 1 (2013): (Mei 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1919.176 KB)

Abstract

Ikan layang (Decapterus russelli dan D. macrosoma, Fam. CARANGIDAE) merupakan komponen utama dari sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan sekitar Laut Jawa-Selat Makassar. Peningkatan upaya secara tak terkontrol pada perikanan purse seine telah mengakibatkan penyusutan biomassa yang berdampak pada penurunan hasil tangkapan, sehingga tujuan pengelolaan yang berkelanjutan tak tercapai; ditambah lagi pengetahuan tentang karakter biologi dan keterkaitan diantara stok di sekitar zona utama belum diketahui secara jelas. Paper ini membahas dugaan sebaran stok dan risiko pengelolaannya berdasarkan data penstrukturan populasi dua species ikan layang (D. russelli dan D. macrosoma) dan aspek perikanan tangkap (komposisi jenis, sebaran fishing ground). Data struktur populasi diperoleh dari hasil analisis genetik terhadap marker DNA mitochondria (metode RFLP) yang telah dilaporkan sebelumnya; sedang data aspek penangkapan diperoleh dari tempat pendaratan utama di Pekalongan, Samarinda, Mamuju dan sekitarnya. Hasil menunjukkan kedua species layang memiliki masing-masing dua sub populasi (2 unit stok). D. russelli, tersebar di Laut Jawa bagian timur, Laut Flores bagian selatan dan Laut Banda bagian barat (sub populasi atau unit stok 1), sedang unit stok 2 tersebar di Selat Makassar laut dangkal di timur Kalimantan. Sedangkan pada D. macrosoma, unit stok Laut Banda (unit stok 1) terpisah (berbeda) dengan unit stok lain yang tersebar di Laut Flores zona pantai, Laut Jawa bagian timur dan Selat Makassar laut dangkal. Dari hal tersebut pengelolaan ikan pelagis kecil di Laut Jawa (WPP 712) dan Selat Makasar laut dangkal (WPP 713) sebaiknya disatukan sebagai satu unit stok dan satu unit managemen. Di pihak lain, perikanan pelagis di Selat Makasar laut dalam di perairan barat Sulawesi disarankan dikelola dalam konteks penstrukturan populasi ikan pelagis kecil lautdalam di sekitar Sulawesi (malalugis, D. macarellus). Pola migrasi ikan layang/pelagis dalam arah Laut Jawa – Selat Makasar dan sebaliknya dimungkinkan juga terkait dengan penstrukturan populasi layang tersebut.Layang scad (Decapterus russelli) and round scad (D. macrosoma) was a main component of small pelagic fishes around Java Sea-Makasar Strait. Increasing of uncontrolled effort of purse seine had caused a biomass decrease and clearly impact to the lower catch, so that a goal of sustainable fishery was difficult to reach; in addition, knowledge on biological characteristics and inter-relationship within the stock unit in the main zone was not understood yet. Study on stock distribution and its management impacts was conducted based on the population structuring of the two scads species exist (D. russelli and D. macrosoma) which was observed fromthe genetic analyses of the mitochondria DNA marker (RFLP method), and the capture fishery data (species composition, distribution of fishing ground) from some main landing sites such as Pekalongan, Samarinda, Mamuju, and Bone. Results showed the two species of scads had two sub population (stock unit) respectively. D. russelli distribute in the eastern part of Java Sea, southern Flores Sea, and western Banda Sea exist as a sub population or stock unit 1, while a stock unit 2 was distributed around the coastal waters of Makasar Strait in eastern Kalimantan. However, stock unit 1 of D. macrosoma that distribute in Banda Sea was separated (clearly different) from the stock unit 2 that was distributed in the coastal habitat of Flores Sea, eastern Java Sea, and the coastal area of Makasar Strait (east Kalimantan). Thus, a sustainable management of small pelagic fish in the areas of Java Sea (FMA 712) and Makasar Strait (FMA 713) have to be managed as a one stock unit (sub population) and one management unit. On the other hand, we would like to propose that for a small pelagic fish that was distributed in the oceanic habitat of Makasar Strait (western Sulawesi) should be managed in the context of population structuring of scad mackerel/malalugis (D. macarellus) as the main oceanic species of small pelagic fish around Sulawesi. Migration pattern of that two scads (D. russelli and D. macrosoma) along the Java Sea and Makasar Strait and vise versa may be related to that proposed population structuring of scads.
ALTERNATIF PENGELOLAAN PERIKANAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PERAIRAN KABUPATEN PANGKEP SULAWESI SELATAN Ihsan Ihsan; Eko Sri Wiyono; Sugeng Hari Wisudo; John Haluan
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 7, No 1 (2015): (Mei 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2163.723 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.7.1.2015.25-36

Abstract

Upaya melakukan perbaikan pengelolaan perikanan rajungan merupakan solusi untuk mencapai sistem pengelolaan rajungan yang berkelanjutan. Kajian tentang alternatif kebijakan pengelolaan perikanan rajungan. diharapkan dapat sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten pangkep. Penelitian dilaksanakan di kecamatan pesisir dan dua kecamatan kepulauan di Kabupaten Pangkep, pada bulan Desember 2012- April 2013. Data primer diperoleh dari pengamatan di lapangan dan wawancara dengan responden melalui Focus Group Discussion. Pengambilan data sekunder dari instansi terkait. Analisis di gunakan dengan A’WOT mengaplikasikan Program Expert Choice 2000. Hasil analisis menunjukan bahwa pengelolaan perikanan rajungan, mengandalkan kekuatan dan peluang untuk mengatasi kelemahan dan ancaman. Kriteria komponen kekuatan menempatkan prioritas relatif pertama minat nelayan dan masyarakat pengelolaan rajungan tinggi, peluang menetapkan target PEMDA dalam pengelolaan perikanan rajungan tinggi, kelemahan ditetapkan kordinasi dan implementasi kelembagaan masih rendah, ancaman ditetapkan jumlah alat tangkap rajungan semakin meningkat. Urutan prioritas alternatif kebijakan pengelolaan perikanan tangkap rajungan adalah: a) Penciptaan mata pencaharian alternatif; b) Penegakan hukum dan peningkatan kapasitas kelembagaan; c) Penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan; d) Restocking rajungan; e) Pengelolaan perikanan rajungan berbasis zonasi dan f) Pengembangan budidaya rajungan.The effort to make improvement in a management policy of crab fishing is a solution to achieve suistainable resource management system. The purpose of this study is to examine an alternative management policy in crab fishing. This research gives an input for the government to regulate the crab fishing management. Research conducted in sub districts of all coastal and two islands in Pangkep districts in December 2012-April 2013. The primary data obtained from the field observations and interviews with respondents through Focus Group Discussion. Collection of secondary data was done by collecting data from the relevant agencies and recording data from collector. Data were analyzed using A’WOT analysis and Program Expert Choice 2000. The results of the analysis showed that the crab fishing management, relying on the strengths and opportunity to address the weaknesses and threats. The first priority of the strength component criteria were relative interest crab fishermen and management of high society, high target of local government in the management of crab fishing was opportunity component, coordination and implementation of institutional became a weakness component, and increasing number of crab fishing gear was became Threats. Recommendation of alternatives management for swimming crab include: a) Development of alternative livelihoods, b ) Law enforcement and institutional capacity building; c) Use of environmentally friendly fishing gear ; d ) Restocking of crab; e ) Crab fisheries management based on zonation and f ) crab aquaculture development.
KARAKTERISTIK SUMBERDAYA IKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN PERAIRAN SUNGAI YANG BERMUARA KE PANTAI BARAT SUMATERA Husnah Husnah; Arif Wibowo
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 4, No 2 (2012): (November 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (873.037 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.4.2.2012.69-78

Abstract

Karakteristik sumberdaya ikan merupakan komponen yang diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya ikan karena komponen tersebut akan menentukan alokasi pemanfaatan sumberdaya ikan dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan di wilayah pengelolaan perikanan di laut maupun perairan umum. Informasi karakteristik sumberdaya ikan dan pengelolaan sungai yang bermuara ke pantai barat sumatera seperti Sungai Manna dan Semangka sangat terbatas. Informasi masyarakat mengindikasikan telah terjadi penurunan hasil tangkapan ikan. Tulisan ini memaparkan karakteristik dan pengelolaan sumberdaya ikan di Sungai Mana dan Semangka yang merupakan hasil kegiatan penelitian pada tahun 2011. Sungai Manna dan Semangka dicirikan dengan keragaman jenis habitat, jenis ikan yang relatif rendah dan sifat kegiatan perikanan yang sambilan, namun pada umumnya memiliki ikan ekonomis penting seperti ikan Semah (Tor sp) dan Sidat (Anguilla sp). Selain pembukaan lahan di bagian hulu, tekanan terhadap kedua populasi ikan tersebut lebih banyak disebabkan oleh kegiatan perikanan yang tidak ramah lingkungan seperti strum dan racum yang diaplikasikan pada lubuk sungai yang merupakan habit induk ikan semah dan sidat. Upaya pengelolaan terhadap sumberdaya ikan di kedua sungai tersebut telah ada berupa sosialisasi tentang larangan penangkapan ikan dengan alat kurang ramah lingkungan. Namun upaya pengawasan dan implementasi sanksi hukuman terhadap pelangggaran peraturan tersebut belum dilaksanakan. Pengelolaan sumberdaya ikan dan perikanan di kedua sungai tersebut didasarkan pada prinsip keterpaduan dan tanggung jawab yang lebih difokuskan pada pengelolaan habitat dan populasi jenis ikan ekonomis tertentu seperti Ikan Semah dan Ikan Sidat. Beberapa alternatif strategi pengelolaan yang diperlukan diantaranya adalah pembentukan konservasi in situ berupa suaka perikanan pada beberapa lubuk (lubuk larangan) khususnya pada lokasi banyak ditemukannya benih dan induk ikan seperti di Air Tenam di hulu Sungai Manna dan Suoh di Sungai Semangka. Alternatif pengelolaan lainnya adalah peningkatan produksi ikan Semah melalui restocking induk ataupun benih.Fisheries management practices such as allocation of fish resources utilization and permitted total fish catch in marine and inland waters relate to the characteristic of fish resources. Geomorphplogical condition as well as fish resources and fisheries of rivers flow through to the western Sumatra estuary such as Manna River and Semangka River are different from the rivers flow through to eastern Sumatra estuary. Information on characteristic and management of fish resources in these rivers is limited while there is indication declining fish catch in these rivers. This paper discribed characteristic and management of Manna and Semangka rivers based on a study conducted in 2011. Rivers flow through to the western part of Sumatra estuary are characterized by constrained shape rivers, low habitat and fish diversity, low fish yield, subsistence fisheries and with two important economical fish such as carps (Tor sp) and eels (Anguilla sp). In addition to forest clearance at the upper stream, population of these fish were mostly threaten by illegal fishing such us application of electro fishing and poison. Desimination of about prohibition operation of unfriendly fishing gears has been conducted by the local government, however it does not followed by implementing the law enforcement. The fisheries management of Manna and Semangka rivers should be based on the integration and responsible principle and should be focused on the habitat and population of the two economical fish. The alternative fisheries management strategies are in situ conservation such as establishment of fisheries reserves situated at the river pools specially the site area with abundant fish fries and fish brooders such as in Air Tenam Manna River and Suoh in Semangka River. Enhancing of fish stock through restocking fish at fry and brooder size is other management strategy which could be applied in such rivers.
STRATEGI PEMULIHAN SUMBER DAYA IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis) DAN PENGENDALIAN IKAN KACA (Parambassis siamensis) DI DANAU TOBA, SUMATERA UTARA Endi Setiadi Kartamihardja; Dimas Angga Hedianto; Chairulwan Umar
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 7, No 2 (2015): (November 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (434.283 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.7.2.2015.63-69

Abstract

Sejak ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) diintroduksi ke Danau Toba tahun 2003, produksi tangkapan ikan bilih meningkat tajam dari 8.500 ton pada tahun 2007 menjadi 45.000 ton pada tahun 2012. Produksi tangkapan tersebut telah berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan nelayan dan kesejahteraannya di sekitar Danau Toba. Namun mulai tahun 2013, produksi ikan bilih menunjukkan penurunan yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti tekanan penangkapan yang menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan, kawasan suaka ikan bilih belum ditetapkan dan dilindungi, permainan harga ikan bilih berukuran kecil dengan permintaan yang tinggi dan masuknya ikan asing invasif (ikan kaca, Parambassis siamensis). Makalah ini membahas strategi pemulihan sumberdaya ikan bilih dan upaya pengendalian ikan kaca di Danau Toba, Sumatera Utara. Since bilih fish (Mystacoleucus padangensis) introduced to Lake Toba in 2003, the catch production of the fish increased sharply from 8,500 tons in 2007 to 45,000 tons in 2012. The catch production has a positive impact on increasing income and welfare of the fishermen around the Lake Toba. However, beginning in 2013, the production of bilih fish showed a decline caused by various factors, such as fishing pressure of the destructive gear, bilih fish reserve areas has not been established and protected, bilih fish of small size intensively catch due to more demanding with high price and the influx of invasive alien fish species of glass fish, Parambassis siamensis. This paper discusses the enhancement and management strategy of the bilih fish resources and efforts to control of glass fish in the Lake Toba, North Sumatra.

Page 2 of 17 | Total Record : 170