cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
YUSTISI
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 184 Documents
PERANAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN BOGOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ATAS SERTIPIKAT GANDA Dadang Iskandar
YUSTISI Vol 1, No 2 (2014)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (556.927 KB) | DOI: 10.32832/yustisi.v1i2.1092

Abstract

POLA PEMBINAAN NARAPIDANA DI LAPAS PALEDANG BOGOR SEBAGAI PELAKSANAAN SISTEM PEMASYARAKATAN Muhyar Nugraha
YUSTISI Vol 4, No 2 (2017)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (710.725 KB) | DOI: 10.32832/yustisi.v4i2.1075

Abstract

Pola Pembinaan Narapidana Di Lapas Paledang Bogor Sebagai Pelaksanaan SistemPemasyarakatan.Menyelenggarakan sistem pemasyarakatan di Indonesia dilandasi oleh kejelasan tentang fungsi dari lembaga pemasyarakatan di masyarakat, atau secara lebih khusus dalam sistem peradilan pidana. Selain itu pelaksanaan sistem pemasyarakatan yang baik harus pula didasari oleh adanya pemahaman terhadap realitas pelaku pelanggar hukum. Kemudian dalam rangka melakukan revisi penyelenggaraan sistem pemasyarakatan harus dilandasai oleh adanyaevaluasi terhadap efektivitas penyelenggaraan sistem pemasyarakatan, agar dapat diketahui halhal kondusif bagi fungsi pemasyarakatan dan hal-hal yang menghambatnya. Pembinaan narapidana yang dilakukan di lembaga pemasyarakatan merupakan akibat perubahan sistemhukuman di Indonesia, yaitu dari sistem penjara ke sistem pemasyarakatan. Perubahan sistem hukuman ini didasarkan pada upaya meningkatkan perlindungan hak asasi manusia (the protection of fundamental rights), kepribadian bangsa Indonesia yang berjiwa pancasila, dan perkembangan ilmu sosial dan psikologi. Perubahan sistem hukuman dari penjara ke pemasyarakatan ini dipertegas dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan yang menjadi dasar dan acuan pelaksanaan pembinaan narapidana di Indonesia. Pembinaan Narapidana yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bogortelah didasarkan pada Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana yang dibagi ke dalam 2 (dua) bidang yakni: a) Pembinaan Kepribadian dan b) Pembinaan Kemandirian. Namun dalam kenyataannya masih belum membawa hasil yang optimal, karena masih minimnya latar belakang pendidikan serta kemauan dari dalam diri para narapidana untuk merubah sikap menjadi lebih baik. Begitu pun upaya dalam mengatasi hambatan-hambatan dalam hal pembinaan, antara lain: a) Bekerja sama denganlembaga sosial b) Memberikan bekal keterampilan. c) Memberikan ceramah kerohanian. d) Meningkatkan tingkat pendidikan narapidana e) Mengikutsertakan narapidana dalam berbagaikegiatan. f) Memberikan bekal keterampilan IT. g) Mengajarkan latihan baris-berbaris dankegiatan pramuka.
PENEGAKAN HUKUM ATAS KEJAHATAN PERDAGANGAN ORANG DALAM (INSIDER TRADING) DI PASAR MODAL Dadang Iskandar
YUSTISI Vol 4, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (467.081 KB) | DOI: 10.32832/yustisi.v4i1.1124

Abstract

Status Hukum Anak Hasil Perkawinan Campuran Berdasarkan Hukum Indonesia Latifah Ratnawaty
YUSTISI Vol 1, No 1 (2014)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (644.086 KB) | DOI: 10.32832/yustisi.v1i1.185

Abstract

Dalam hukum perdata, diketahui bahwa manusia memiliki status sebagai subyek hukum sejak ia dilahirkan. Dengan demikian anak dapat dikategorikan sebagai subyek hukum yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Seseorang yang tidak cakap karena belum dewasa diwakili oleh orang tua atau walinya dalam melakukan perbuatan hukum. Anak yang lahir dari perkawinan campuran memiliki kemungkinan bahwa ayah ibunya memiliki kewarganegaraan yang berbeda sehingga tunduk pada dua yurisdiksi hukum yang berbeda. Berdasarkan Undang-Undang Kewarganegaraan yang lama, anak hanya mengikuti kewarganegaraan ayahnya, namun berdasarkan Undang-Undang Kewarga negaraan yang baru anak akan memiliki dua kewarganegaraan karena dengan kewarganegaraan ganda tersebut, maka anak akan tunduk pada dua yurisdiksi hukum. Dalam ketentuan Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 62 Tahun 1958 Undang-, anak yang lahir dari perkawinan campuran bisa menjadi warganegara Indonesia dan bisa menjadi warganegara asing.
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Latifah Ratnawaty; Prihatini Purwaningsih
YUSTISI Vol 3 No 1 (2016)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (561.749 KB) | DOI: 10.32832/yustisi.v3i1.1115

Abstract

Praktek pertambangan telah dikembangkan baru-baru ini dan hasilnya dapat memberikan keuntungan untuk peningkatan keselamatan masyarakat, terutama bagi penambang, tetapi dapat berdampak pada kerusakan lingkungan. Masyarakat Desa Rumpin Kecamatan Rumpin Bogor memiliki kekurangan dalam fungsi perawatan lingkungan, reklamasi lahan setelah eksploitasi dan tidak responsif terhadap elemen dasar bangunan kontinuitas. Ekploitasi penambangan pasir besar-besaran terjadi di kawasan Rumpin dan dikategorikan dalam tahap yang sudah mengkhawatirkan. Disamping belum ada upaya reklamasi yang harus dilakukan agar ada upaya yang terencana untuk mengembalikan fungsi dan daya dukung lingkungan pada lahan bekas tambang menjadi lebih baik dari sebelumnya.Pertambangan jenis pasir dan batu di Desa Rumpin Bogor tidak hanya memiliki dampak positif pada peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat akan tetapi juga dampak negatif dalam bentuk kerusakan lingkungan. Sementara itu dalam hal penegakan hukum terkait pertambangan lingkungan lainnya tanpa izin (PETI) di Kabupaten Bogor Desa Rumpin pun tidak efektif karena hanya diterapkan sanksi pidana yakni Pasal 362 KUHP tentang pencurian biasa, sehingga tidak sesuai dengan amanah Undang-Undang. Dimana berdasarkan peraturan perundasepatung-undangan yang ada, sepatutnya para penambang liar di Desa Rumpin Kabupaten Bogor tersebut dapat dikenakan sanksi berupa : Sanksi administratif yaitu berupa pencabutan izin dan dilakukannya penutupan, Sanksi Pidana dan Perdata yakni 10 tahun dan denda 10 Milyar.
HUKUM ISLAM BAGI MASYARAKAT DALAM HUBUNGAN AKAD ANTARA NASABAH DENGAN BANK SYARIAH Sri Hartini
YUSTISI Vol 2 No 2 (2015)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (579.018 KB) | DOI: 10.32832/yustisi.v2i2.1097

Abstract

Dalam melaksanakan hubungan akad antara nasabah dengan bank syariah harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, sebagimana yang diatur dalam Pasal 1 angka (12) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dan dituangkan dalam fatwa-fatwa yang telah ditetapkan disesuaikan dengan akad yang disepakati antara bank syariah dengan nasabah. Dan ditentukan dengan lima konsep akad lembaga keuangan bank syariah. Persyaratan akad antara nasabah dengan bank syariah, harus memenuhi syarat dan rukun, yang dimaksud rukun akad adalah unsur-unsur pokok yang membentuk akad, yaitu pernyataan kehendakmasing-masing pihak berupa ijab dan kabul. Rukun dan syarat akad dalam prinsip syariah, pada dasarnya sama dengan syarat sahnya suatu perjanjian konvesional sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Oleh karena itu istilah “akad” dalam hukum Islam sama maknanya dengan istilah “perjanjian” dalam hukum positif (Konvensional).
AKIBAT HUKUM DARI PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DI KOTA BOGOR Prihatini Purwaningsih; Fanie Muslicha
YUSTISI Vol 1, No 2 (2014)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (449.94 KB) | DOI: 10.32832/yustisi.v1i2.1088

Abstract

PRESTASI TIDAK DILAKSANAKAN OLEH SALAH SATU PIHAK YANG TERCANTUM PADA AKAD DALAM USAHA EKONOMI SYARIAH Sri Hartini
YUSTISI Vol 2, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (810.594 KB) | DOI: 10.32832/yustisi.v2i1.196

Abstract

Bahwa interaksi terjadi dalam masyarakat, dituangkan dalam suatu akad yang berhubungan dengan usaha ekonomi syariah, sebagaimana para pihak yang berkenan membuat akad disebakan adanya kesepakatan dalam usaha ekonomi syariah yang dituangkan dalam akad. Dan para pihak memilih dalam pelaksanaan akad sebagaimana dalam perbuatan/usaha yang dilakukan dalam prinsip syariah. Dan apabila suatu akad/perjanjian dibuat tidak memenuhi syarat subjektif maka perjanjian/akad tersebut dapat dibatalkan (Vernietigbaar, voidable), sedangkan jika syarat objek tidak dipenuhi maka perjanjian/akad itu batal dengan sendirinya demi hukum (Neitig van Rechtswege, Null and Vaid).Kata kunci: Prestasi, Akad, Ekonomi Syariah.
KONFIGURASI PERTARUNGAN ABOLISIONISME VERSUS RETENSIONISME DALAM DISKURSUS KEBERADAAN LEMBAGA PIDANA MATI DI TINGKAT GLOBAL DAN NASIONAL Saharuddin Daming
YUSTISI Vol 3 No 1 (2016)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (772.171 KB) | DOI: 10.32832/yustisi.v3i1.1120

Abstract

Menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan hak asasi manusia (HAM) atau sebaliknya menegakkan HAM berbasis hukum dan keadilan merupakan cita-cita masyarakat demokratis. Namun harapan tersebut belum dapat terwujud secara penuh akibat tantangan secara multi dimensional datang silih berganti. Salah satu persoalan HAM versus keadilan yang kini menjadi polemik besar adalah pidana mati. Isu ini membelah pendapat publik antara pro dan kontra dengan masing-masing argumentasi disandarkan pada dalil yang bersifat rasional dan empiris. Kubu yang menolak pidana mati, merujuk pada prinsip HAM khususnya hak hidup sebagai hak yang tidak dapat dikurangi, dicabut apalagi dirampas oleh siapapun dan dalam keadaan apapun. Hak tersebut merupakan anugerah Tuhan yang Maha Esa sehingga manusia tak dapat mencabut atas nama hukum sekalipun seperti yang tercermin dalam lembaga pidana mati. Melalui gerakan abolisionis, mereka menggalang kekuatan untuk berjuang menghapus pidana mati dalam sistiem hukum diseluruh dunia termasuk Indonesia. Sebaliknya kubu yang mendukung pidana mati juga mengacu pada prinsip HAM terutama pada aspek kewajiban asasi yang melekat pada setiap manusia. Ketika seseorang melakukan kejahatan yang sangat keji dan sadis misalnya maka ia telah melanggar hak asasi orang lain sekaligus melanggar kewajiban asasinya. Jika ia dijatuhi pidana mati oleh pengadilan berdasarkan hukum yang berlaku, maka hal tersebut merupakan tanggungjawab yang harus ia tunaikan demi keadilan sebagai bagian penting dari HAM. Dalam hal ini bukan hanya terpidana yang perlu mendapat perlindungan HAM tetapi korban dan keluarganya maupun masyarakat secara luas juga memiliki HAM yang harus ditegakkan secara adil. Kubu ini pun juga melakukan gerakan retensionisme untuk mempertahankan lembaga pidana mati dalam sistem hukum yang berlaku. Menghapus pidana mati menurut mereka berarti membiarkan terjadinya pelanggaran HAM baru yang lebih serius sekaligus mencabut perasaan keadilan dari akar budaya hukum yang harus dihormati oleh siapapun.
PROSES PELAKSANAAN KEPEMILIKAN TANAH WAKAF BEKAS MILIK TANAH ADAT OLEH YAYASAN Latifah Ratnawaty
YUSTISI Vol 3 No 2 (2016)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (588.654 KB) | DOI: 10.32832/yustisi.v3i2.1103

Abstract

Berbagai dinamika sosial yang terjadi dan diikuti perubahan paradigma berpikir yang semakin luas dalam memandang wakaf melahirkan Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, yang menyatakan wakaf sebagai payung Hukum yang lebih kuat berskala Nasional. Meskipun wakaf sudah dikenal dan dipraktekkan oleh umat Islam sejak masuknya Islam ke Indonesia, tetapi tampaknya permasalahan wakaf ini masih muncul dalam masyarakat sampai sekarang. Hal ini dapat dimaklumi karena pada awalnya permasalahan wakaf ini hanya ditangani oleh umat Islam secara pribadi, terkesan tidak ada pengelolaan secara khusus serta tidak ada campur tangan dari pihak pemerintah. Pada mulanya pemerintah tidak mengatur tata cara orang yang mewakafkan hartanya, pemeliharaan benda-benda wakaf, serta pengelolaanya secara lebih efektif, efisien dan produktif. Akibatnya karena belum adanya pengaturan dari Pemerintah tersebut, sering kali terjadi keadaan-keadaan yang merugikan orang yang berwakaf, agama dan masyarakat misalnya benda-benda wakaf tidak diketahui keadaannya lagi dikarenakan berbagai hal. Apabila seseorang mewakafkan sebidang tanah untuk pemeliharaan lembaga pendidikan atau balai pengobatan yang dikelola oleh suatu yayasan, maka sejak diikrarkan sebagai harta wakaf, tanah tersebut terlepas dari hak milik si wakif, pindah menjadi hak Allah dan merupakan amanat pada lembaga atau yayasan yang menjadi tujuan wakaf. Sedangkan yayasan tersebut memiliki tanggung jawab penuh untuk mengelola dan memberdayakannya secara maksimal demi kesejahteraan masyarakat banyak. Jika pada Pasal 4 PP Nomor 28 Tahun 1977 dengan tegas menyatakan bahwa benda wakaf adalah tanah milik, maka pada KHI Pasal 215 angka 4 dan UU Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 15-16 bersifat lebih umum. Pasal ini menyatakan bahwa benda wakaf adalah benda milik. Hal ini berimplikasi pada perluasan jenis benda yang dpat diwakafkan, tidak terbatas pada tanah milik saja, melainkan juga dapat berupa benda milik lainnya, baik itu benda bergerak benda tidak bergerak. Dari peraturan perundang-undangan tentang wakaf di atas belum ada yang mengatur tentang wakaf di atas tanah negara. Terhadap tanah wakaf yang berdiri di atas tanah negara kalau memang masyarakat dan pemerintah desa setempat telah mengakui sebagai tanah wakaf, maka dapat diajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat agar memproses diterbitkannya Surat Keputusan Pemberian Hak Atas tanah kemudian atas nama nadzir menerbitkan sertifikat tanah wakaf.

Page 1 of 19 | Total Record : 184