cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
YUSTISI
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 2 (2017)" : 6 Documents clear
POLA PEMBINAAN NARAPIDANA DI LAPAS PALEDANG BOGOR SEBAGAI PELAKSANAAN SISTEM PEMASYARAKATAN Muhyar Nugraha
YUSTISI Vol 4, No 2 (2017)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (710.725 KB) | DOI: 10.32832/yustisi.v4i2.1075

Abstract

Pola Pembinaan Narapidana Di Lapas Paledang Bogor Sebagai Pelaksanaan SistemPemasyarakatan.Menyelenggarakan sistem pemasyarakatan di Indonesia dilandasi oleh kejelasan tentang fungsi dari lembaga pemasyarakatan di masyarakat, atau secara lebih khusus dalam sistem peradilan pidana. Selain itu pelaksanaan sistem pemasyarakatan yang baik harus pula didasari oleh adanya pemahaman terhadap realitas pelaku pelanggar hukum. Kemudian dalam rangka melakukan revisi penyelenggaraan sistem pemasyarakatan harus dilandasai oleh adanyaevaluasi terhadap efektivitas penyelenggaraan sistem pemasyarakatan, agar dapat diketahui halhal kondusif bagi fungsi pemasyarakatan dan hal-hal yang menghambatnya. Pembinaan narapidana yang dilakukan di lembaga pemasyarakatan merupakan akibat perubahan sistemhukuman di Indonesia, yaitu dari sistem penjara ke sistem pemasyarakatan. Perubahan sistem hukuman ini didasarkan pada upaya meningkatkan perlindungan hak asasi manusia (the protection of fundamental rights), kepribadian bangsa Indonesia yang berjiwa pancasila, dan perkembangan ilmu sosial dan psikologi. Perubahan sistem hukuman dari penjara ke pemasyarakatan ini dipertegas dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan yang menjadi dasar dan acuan pelaksanaan pembinaan narapidana di Indonesia. Pembinaan Narapidana yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bogortelah didasarkan pada Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana yang dibagi ke dalam 2 (dua) bidang yakni: a) Pembinaan Kepribadian dan b) Pembinaan Kemandirian. Namun dalam kenyataannya masih belum membawa hasil yang optimal, karena masih minimnya latar belakang pendidikan serta kemauan dari dalam diri para narapidana untuk merubah sikap menjadi lebih baik. Begitu pun upaya dalam mengatasi hambatan-hambatan dalam hal pembinaan, antara lain: a) Bekerja sama denganlembaga sosial b) Memberikan bekal keterampilan. c) Memberikan ceramah kerohanian. d) Meningkatkan tingkat pendidikan narapidana e) Mengikutsertakan narapidana dalam berbagaikegiatan. f) Memberikan bekal keterampilan IT. g) Mengajarkan latihan baris-berbaris dankegiatan pramuka.
IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP SYARIAH DALAM PENYUSUNAN PERJANJIANSEKTORPENJAMINAN SYARIAH Ibrahim Fajri; A. Rahmat Rosyadi
YUSTISI Vol 4, No 2 (2017)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (726.498 KB) | DOI: 10.32832/yustisi.v4i2.1076

Abstract

Lembaga penjaminan syariah di Indonesia masih tergolong baru keberadaannya yakni pada tahun 2013. Hingga tahun 2014, total asset perusahaan penjaminan syariah sudah mencapai Rp 376,89 miliar, dengan market share per Juni 2015 mencapai 4% dan sisanya 96% masih dikuasai oleh penjaminan konvensional. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian-kajian khusus terkait implementasi prinsip-prinsip syariah dalam penyusunan perjanjian (kontrakkontrak)kegiatan transaksi di lembaga Penjaminan syariah. Penelitian ini menggunakan dataprimer dengan indepth interview kepada sejumlah praktisi di penjaminan syariah, serta data sekunder melalui research library (analisis dokumen perjanjian/aqd). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis perbandingan tetap (constant comparative method) dan content analysis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Secara umum, implementasi ketentuan prinsip-prinsip syariah dalam penyusunan perjanjian (kontrak-kontrak) kegiatan transaksi di Lembaga Penjaminan Syariah mengacu sepenuhnya pada fatwa Dewan Syariah Nasioal Majelis UlamaIndonesia (DSN-MUI), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), Peraturan Menteri Keuangan (PMK), Peraturan Menteri Agama (PMA). Temuan menunjukkan bahwa akad-akad dilaksanakan masih terdapat yang belum sesuai dengan ketentuan dan ketetapan yang berlaku.
TINJAUAN HUKUM TERHADAP EFEKTIVITAS PELAKSANAAN FUNGSI DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI BOGOR RAYA Saharuddin Daming; Dadang Iskandar
YUSTISI Vol 4, No 2 (2017)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (617.698 KB) | DOI: 10.32832/yustisi.v4i2.1077

Abstract

Sejak UUD 1945 diamandemen pasca reformasi, Indonesia mengalami perubahanketatanegaraan secara mendasar. Perubahan ketatanegaraan dalam bidang Yudisial misalnya ditandai dengan munculnya lembaga peradilan maupun semi peradilan seperti Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk kemudahan bagi warga negara khususnya konsumen untuk menuntut ganti rugi atas buruknya keadaan barang atau jasa yang dikonsumsinya dari pelaku usaha. Keberadaan BPSK dewasa ini hampir mencakup seluruh kabupaten/kota di Indonesia, tidak terkecuali di Bogor Raya. Sayangnyakarena BPSK di Bogor Raya dirasakan kurang efektif dalam menjalankan fungsi danwewenangnya.. Hasil penelitian menyimpulkan: bahwa ketentuan pelaksanaan fungsi dan wewenang BPSK Di Bogor Raya cukup memadai, namun semua ketentuan itu sebagian besar tidak diimplementasikan; fungsi dan wewenang BPSK menurut hukum ternyata merupakan lembaga quasi peradilan untuk menyelesaikan sengketa konsumen melalui konsiliasi, mediasi,arbitrase atau tindakan preventif persengketaan konsumen dengan pelaku usaha antara lain: pengawasan terhadap pelaksanaan klausula baku maupun pemberian layanan konsultasi kepada konsumen; efektivitas pelaksanaan fungsi dan wewenang BPSK kurang maksimal; faktor pendorong pelaksanaan fungsi dan wewenang BPSK meliputi: adanya peraturan perundangundanganyang memadai, dana hibah dari pemerintah daerah dll. Sedangkan faktor penghambat meliputi : rendahnya: tingkat pengetahuan konsumen di Bogor Raya terhadap eksistensi maupun fungsi dan wewenang BPSK, rendahnya sosialisasi mengenai BPSK, terbatasnya sarana danprasarana yang tersedia bagi pelaksanaan fungsi dan wewenang BPSK Bogor Raya.
PERANAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ANAK Sri Hartini
YUSTISI Vol 4, No 2 (2017)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (444.417 KB) | DOI: 10.32832/yustisi.v4i2.1078

Abstract

Terjadinya suatu perbuatan yang dilakukan oleh anak, dalam hal ini anak yangberhubungan dengan hukum, karena melakukan tindak pidana, misal tindak pidana pencurian, penganiayaan,pembunuhan,perkosaan dan lain-lain, anak adalah mereka yang berumur 18 tahun. Jika anak melakukan tindak pidana adalah harus mempunyai tanggung jawab atas perbuatan tindak pidana.Di Indonesia sangat meningkat anak sebagai pelaku tindak pidana. Seharusnya anak berada dalam perlindungan disegala bidang, khususnya di rumah, di sekolah dan dimasyarakat, maka jika dia sebagai pelaku berdasarkan Undang-Undang No 23 tahun2002 tentang Perlindungan Anak, harus mendapatkan perlakuan khusus. Semua pihak harus memperhatikan dan menjalankan perlindungan anak tersebut, tidak ada pengecuali, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.Maka peran dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia harus berperan untuk memberikan perlindungan terhadapanak yang berhubungan dengan hukum.Begitupun terhadap system peradila anak harus mengedepankan keadilan restorative.
PELAKSANAAN PERKAWINAN DIBAWAH TANGAN DI KAMPUNG PASIR TENGAH DESA PANCAWATI KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR Budy Bhudiman; Latifah Ratnawaty; Prihatini Purwaningsih
YUSTISI Vol 4, No 2 (2017)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (602.932 KB) | DOI: 10.32832/yustisi.v4i2.1074

Abstract

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI KOTA BOGOR Latifah Ratnawaty; Sri Hartini
YUSTISI Vol 4, No 2 (2017)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (537.169 KB) | DOI: 10.32832/yustisi.v4i2.1079

Abstract

Kota Bogor telah mempunyai Perda Nomor 12 Tahun 2009 Tentang KTR sertaPeraturan Walikota Bogor Nomor 7 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Tentang KTR. Menurut Perda Nomor 12 Tahun 2009 tentang KTR Pasal 7 ayat (2). Kawasan Tanpa Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. tempat umum; b. tempat kerja; c. tempat ibadah; d. tempat bermain dan/atau berkumpulnya anak-anak; e. kendaraan angkutan umum; f. lingkungan tempat proses belajar mengajar; g. sarana kesehatan; dan h. sarana olahraga. Penetapan KTR merupakan salah satu upaya Pemerintah dalam rangka pengamananterhadap bahaya rokok, membatasi ruang gerak para perokok, serta melindungi perokok pasif. Hal tersebut seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 115 ayat (1) dan Pasal 115 ayat (2). Kota Bogor saat ini sudah menjadi salah satu percontohan penerapan KTR di Indonesia dan dianggap berhasil dalam implementasinya walaupun untuk kepatuhan masih belum optimal.hal ini terlihat dari hasil kegiatan Tindak Pidana Ringan, monitoring dan sidak KTR pada Mei 2010 - Desember 2016 di 8 kawasan KTR di KotaBogor yang menunjukkan banyaknya pelanggaran dilakukan. Masih banyak dijumpai orang yang bebas merokok, seperti di angkutan umum, tempat wisata, hotel, restoran, tempat-tempat umum lainnya yang merupakan area KTR.Penegakan Perda KTR harus dioptimalkan dengan memberikan sanksi tegas serta penghargaan bagi mereka yang peduli ataupun melanggar.Penerapan KTR memerlukan dukungan berbagai pihak atau stakeholder dan dampak penerapan Perda KTR telah membawa banyak perubahan, seperti dalam rapat-rapat formal pemerintahan sudah bersih dari rokok, pada rapat-rapat formal DPRD (paripurna), di sekolah-sekolah sudah tidak ada guru yang mengajar sambil merokok, di beberapa Hotel, Restoran, pasar tradisional sudah menerapkan aturan tentang KTR. Pemerintah dan masyarakat Kota Bogor diharapkan agardapat memahami dan menerapkan Perda tersebut dengan baik sehingga perlu komitmen dan kesungguhan hati serta semangat yang sama mewujudkan terlaksananya KTR di Kota Bogor secara optimal khususnya di tempat kerja Pemerintah.

Page 1 of 1 | Total Record : 6