cover
Contact Name
Ratih Oktarina
Contact Email
jurnal.eki@cheps.or.id
Phone
+6281235134100
Journal Mail Official
jurnal.eki@cheps.or.id
Editorial Address
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Kampus Baru UI Depok 16424
Location
Kota depok,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia
Published by Universitas Indonesia
ISSN : 25278878     EISSN : 25983849     DOI : 10.7454
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia, Jurnal EKI, presents scientific writings on information and updates of health economic in collaboration with Centre for Health Economic and Policy Studies (CHEPS) Universitas Indonesia and INAHEA (indonesian Health Economic Association). Jurnal EKI is published four times (four number) annually (per volume) in two languages (Bahasa Indonesia and English) electronically and printed. It includes research findings, case studies, and conceptual fields, namely: health economic, health insurance, health administration/policy, pharmaco-economic, and Health Technology Assessment (HTA).
Arjuna Subject : -
Articles 103 Documents
Evaluasi Pengadaan Obat Publik Pada JKN Berdasarkan Data e-Catalogue Tahun 2014-2015 Ary Dwiaji; Prih Sarnianto; Hasbullah Thabrany; Muhammad Syarifudin
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (205.077 KB) | DOI: 10.7454/eki.v1i1.1933

Abstract

AbstrakSejak dimulainya JKN, pengadaan obat di fasilitas pelayanan kesehatan (faskes) publik dilaku- kan dengan e-Purchasing melalui e-Catalogue. Didasarkan pada RKO dan HPS, penyusunan e-Catalogue dilakukan melalui proses lelang dan negosiasi harga. Rantai proses tersebut akan berdampak pada jenis (molekul) dan jumlah obat yang tayang dalam e-Catalogue maupun jumlah dan volume permintaan oleh faskes publik (e-Order).TujuanPenelitian bertujuan untuk mengevaluasi e-Order menurut kategorisasi obat, yaitu generik (OGB) dan dengan merek dagang (OMD), pada data e-Catalogue 2014-2015.MetodePada penelitian ini dilakukan pula wawancara dengan pegawai LKPP yang berwenang dalam peny- usunan e-Catalogue. Evaluasi dilakukan dengan menganalisis profil penawaran obat JKN (e-Catalogue atau RKO) dan kesenjangannya dengan permintaan oleh fasilitas kesehatan publik, baik pada kelompok OGB maupun OMD.Hasil Penelitian dan PembahasanHasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa dalam e-Catalogue, pada 2014 ditawarkan 800 item obat (50,3% OGB; 49,7% OMD) dari 73 perusahaan farmasi dan, pada 2015, sedikit menurun jadi 795 item obat (40,4% OGB; 59,6% OMD) dari 79 perusahaan farmasi. Di sisi lain, e-Order pada 2014 tercatat Rp1.199,01 miliar (71,9% OGB, 28,1% OMD) untuk 1.928,50 juta satuan obat terkecil (98,2% OGB; 1,8% OMD) dan, pada 2015, mengalami peningkatan jadi Rp3.201,44 miliar (48,4% OGB; 51,6% OMD) untuk 3.175,78 juta satuan obat terkecil (96,8% OGB; 3,2% OMD). Rerata harga OMD pada 2014 dan 2015 itu masing-masing Rp9.978,04 dan Rp15.957,70 per satuan obat terkecil, sekitar 20 sampai 30 kali lipat rerata harga satuan OGB yang hanya Rp454,86 dan Rp504,19 per satuan obat terkecil. Hasil analisis juga menunjukkan adanya kesenjangan antara RKO dan e-Order yang, menurut data kualitatif, terutama berakar dari penetapan RKO dan HPS serta penayangan e-Catalogue yang tidak memberikan cukup waktu bagi pemenang lelang untuk mempersiapkan obat dalam jumlah yang sesuai dengan komitmen, pada saat dibutuhkan oleh fasilitas kesehatan.KesimpulanGuna mengatasi masalah mendasar ini, perlu dilakukan penyempurnaan dalam penetapan RKO dan HPS serta dibuat kesepakatan terkait alur dan jadwal penyusunan e-Catalogue.
Kebijakan Penetapan Tarif Seksio Sesarea Tanpa Penyulit dengan Metode Activity Based Costing Berdasarkan ICD-9CM pada Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit XY Kabupaten Kudus Tahun 2016 Amirati Dwishinta W Widjayanto; Sudiro sudiro; Chiswardani Suryawati
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol 1, No 4 (2017)
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (296.997 KB) | DOI: 10.7454/eki.v1i4.1782

Abstract

AbstrakTarif Sectio Caesarea (SC) dalam program JKN jauh berbeda dengan tarif di Rumah Sakit. Sehingga perlu dilakukan penelitian tentang kebijakan penetapan tarif seksio sesarea tanpa penyulit dengan metode activity based costing (ABC) berdasarkan ICD-9cm dalam program JKN di RS XY Kabupaten Kudus. Studi kasus ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung data kualitatif dan terbagi tiga tahap : 1). Brainstorming dan Focus Group Discussion (FGD) untuk penyusunan Clinical Pathway (CP) SC Tanpa Penyulit dan 2). Implementasi CP dan penghitungan unit cost SC Tanpa Penyulit dengan Activity Based Costing serta 3). FGD untuk merumuskan masukan kepada rumah sakit dalam menghadapi program JKN. Penelitian menghasilkan CP SC Tanpa Penyulit dan CP Penanganan Bayi Baru Lahir Sehat melalui SC Tanpa Penyulit. Hasil penghitungan unit cost SC Tanpa Penyulit kelas II Rp 5.320.957 dan kelas I Rp 5.484.564. Bila ditambahkan jasa pelayanan maka biaya yang dikeluarkan RS untuk SC Tanpa Penyulit kelas II menjadi Rp 7.485.745 dan kelas I menjadi Rp 8.380.564. Angka ini masih di atas standar tarif JKN yaitu Rp 5.306.800 (kelas II) dan Rp 6.191.300 (kelas I). Kebijakan penetapan tarif RS hanya mempertimbangkan tarif rumah sakit kompetitor. Perhitungan biaya satuan belum memasukkan biaya gedung. Dalam menghadapi program JKN, rumah sakit akan meninjau kembali struktur tarif, meningkatkan fungsi Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya (TKMKB), serta mengupayakan CoB (Coordination of Benefit) sebagai peluang income generating. Disarankan agar RS segera menerbitkan pedoman CP, meninjau ulang tarif dengan memasukkan biaya gedung, mencari inovasi layanan selain CoB, peningkatan peran Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya (TKMKB) serta mengupayakan SDM RS sadar biaya dalam rangka kendali biaya.AbstractTariff of the Caesarean Section (CS) in JKN Program is much different with the CS tariff applicable in hospital. Therefore it needs to be done the research of tariff assignment policy of CS without complications with the method of Activity-Based Costing (ABC) based on ICD-9CM in the implementation of JKN Program in XY hospital Kudus.This is an analytical case studies which has three stages. First, the preparation of Clinical Pathway (CP) CS without complications with a descriptive qualitative approach and methods of FGD and Brainstorming in data collection. Second, the implementation of CP and the calculation of unit cost of the CS without complications with the quantitative approach and methods of observation ctivity Based Costing. Third, analysis of the results and follow-up of the internal hospital policy to face JKN program by qualitative approach and FGD method.Research results generate CP CS without complication adn CP handling New Healthy Baby Born through CS without Complication . The calculation results of the CS without complications unit cost class II is Rp5,320,957 and Rp5,484,564 for class I. When added with the services then cost of CS without complications class II become Rp7,485,745. and Rp8,380,564 for class I. This figureis still above the applicable standard price of JKN which Rp5.306.800 for class II and Rp6.191.300 for class I. All this time, the hospital policy on tariff setting the priority component competitors as a consideration factor.
Analisis Estimasi Biaya Langsung Medis Penderita Rawat Jalan Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang Tahun 2013 Mursalin Mursalin; Prastuti Soewondo
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol 1, No 2 (2016)
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (408.004 KB) | DOI: 10.7454/eki.v1i2.1770

Abstract

AbstrakDiabetes Mellitus merupakan penyakit epidemik yang menjadi ancaman global. Selain tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi, juga menyebabkan sebagian besar negara di dunia mengeluarkan anggaran kesehatan yang besar. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung besarnya biaya langsung medis dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada penderita rawat jalan diabetes mellitus tipe 2. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari – Februari 2015 di RSUD dr. Abdul Aziz Singkawang, Kalimantan Barat. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif analitik dengan menggunakan data sekunder yang dikumpulkan secara retrospektif berdasarkan data tahun 2013 dengan jumlah sampel sebanyak 200. Hasil analisis multivariat, terdapat perbedaan yang signifikan biaya langsung medis pada setiap tipe penatalaksanaan, lama sakit dan komplikasi yang dialami penderita. Upaya promotif dan preventif perlu ditingkatkan untuk mencapai efektivitas dan efisiensi pengobatan dan meningkatkan kualitas hidup penderita. AbstractDiabetes mellitus has epidemic diseases that seriously global threated. Except, hight level of morbidity and mortality, its also caused most countries in the world spend a lot of money for health care. This study purpose to count direct medical costs and factors of influence on type 2 diabetes mellitus outpatient care. This study conduct on January to February 2015 in RSUD dr. Abdul Aziz Singkawang at West Kalimantan. Design study used cuantitative analysis by secondary data that retrospectively collected on 2013 data and number of samples are 200. Result of multivariate analysis, there were significant difference means of direct medical costs of type 2 diabetes mellitus outpatient care on type of care, diseases duration, and complication. Health promotion and prevention on type 2 diabetes mellitus intervention must be increasingly to achieve effective and efficient cost of care and to increase patient’s quality of life.
Analisis Karakteristik dan Persepsi Pengguna Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Puskesmas Sebagai Gatekeeper di Dua Puskesmas Kota Bekasi Tahun 2016 Fitria Kusumawati Wulandari; Anhari Achadi
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol 2, No 1 (2017)
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (277.296 KB) | DOI: 10.7454/eki.v2i1.1957

Abstract

AbstrakKonsep pelayanan kesehatan primer pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dikembangkan dengan penguatan pelayanan primer sebagai gatekeeper dengan konsep managed care. Pada konsep managed care, suksesnya sistem gatekeeper salah satunya dinilai dari angka kunjungan dan angka rujukan ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan persepsi pengguna pelayanan terhadap pemanfaatan Puskesmas sebagai gatekeeper di dua puskesmas Kota Bekasi. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dan pengumpulan data melalui pengisian kuesioner oleh 208 pasien peserta JKN di dua puskesmas Kota Bekasi dengan metode pengambilan sampel secara stratified purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan pekerjaan (nilai p=0,018), persepsi terhadap sikap petugas kesehatan (nilai p=0,000), dan lama berobat (nilai p=0,048) berhubungan dengan pemanfaatan puskesmas sebagai gatekeeper. Persepsi terhadap sikap petugas kesehatan merupakan faktor dominan yang mempengaruhi pemanfaatan Puskesmas sebagai gatekeeper (r=0.720). Penerapan konsep gatekeeper dengan baik dapat meningkatkan pemanfaatan Puskesmas dan menekan angka rujukan ke FKTL. AbstractThe concept of primary health care in the era of National Health Insurance (JKN) is developed by strengthening primary health care as a gatekeeper with the concept of managed care. In this concept of managed care, one og the success story of the gatekeeper system is assessed by the visit and referral rates to the Higher Level of Health Facilities (ALHF/Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut). This study aimed to determine the characteristics and perception of service users towards utilization of public health centers (PHC/Puskesmas) as gatekeeper in two PHC in City of Bekasi. This study used cross-sectional design and data collection by filling up questionnaires by 208 patients of JKN members in two health centers in Bekasi with stratified purposive sampling methods. The results showed that job(p=0.018), perceptions of the health workers’ attitudes (p=0.000), and treatment duration (p=0.048) were related to the utilization of PHC as a gatekeeper. Perceptions of the health workers’ attitude was the dominant factor affecting the utilization of PHC as a gatekeeper (r=0.720). The health workers’ attitude affected the repeated utilization services in PHC and its utilization as a gatekeeper, especially for continuum care. The proper application of gatekeeper concept should be able to increase the utilization of PHC and reduce the number of referrals to the Advanced Level of Health Facilities (ALHF).
Analisis Minimalisasi Biaya Obat Antihipertensi antara Kombinasi Ramipril-Spironolakton dengan Valsartan pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di Rumah Sakit Pemerintah XY di Jakarta Tahun 2014 Cyntiya Rahmawati; Atik Nurwahyuni
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol 1, No 4 (2017)
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (337.542 KB) | DOI: 10.7454/eki.v1i4.1802

Abstract

AbstrakSistem pembayaran prospektif dengan paket tarif INA-CBG’s untuk kasus dengan jaminan BPJS menuntut rumah sakit agar dapat melakukan kendali biaya. Penelitian ini bertujuan untuk menilai upaya Cost Containment RS XY melalui penerapan Clinical Pathway, formularium, dan struktur insentif. Studi dilakukan pada kasus Sectio Caesarea periode Januari-Maret 2016 secara kuantitatif dengan membandingkan selisih klaim BPJS dan tagihan RS serta menilai penerapan Clinical Pathway dan secara kualitatif dengan wawancara mendalam. Total Selisih yang didapat sebesar Rp.1.014.125.684,00 dengan rata-rata selisih sebesar Rp.4.899.157,89 per kasus. Didapatkan 84% kasus memiliki length of stay sesuai Clinical Pathway (CP). Dari kasus tersebut, 96% visitasi dokter sesuai, 21% penggunaan obat dan BHP sesuaidengan, 48% pemeriksaan laboratorium sesuai dengan yang ditentukan dalam CP. Formularium yang digunakan sesuai dengan formularium nasional. RS XY belum memiliki sistem evaluasi untuk menilai penerapan clinical pathway dan penggunaan obat. Struktur insentif yang digunakan adalah sistem fee-for-service pada staf medik yang tidak sesuai dengan metode pembayaran jasa medis yang prospektif. AbstractProspective payment system with INA-CBG’s fare for cases using BPJS Insurance demands hospital to control their cost. This study aims to see the cost containment in XY Hospital through the implementation of clinical pathway, drug formulary, and incentive structure. The study looked into Sectio Caesarea cases from January to March 2016, using quantitative method, comparing BPJS claim with hospital billing and assesst the implementation of clinical pathwayusing qualitative method through in depth interview. Result shows there is deficit amount of Rp.1.014.125.684,00 and the average of deficit per case is Rp.4.899.157,89. Eighty four percent of cases have length of stay in accordance with clinical pathway. From those cases, 96% has concordant doctors visit, 21% has concordant drug usage, and 48% has concordant laboratory diagnostic test. The hospital formulary uses the national formulary. It is foundthat XY Hospital does not have an evaluation system for clinical pathway implementation and drug usage. The incentive structure that is used is fee-for-service system which is not suitable for prospective payment method. Keywords: Cost containment; cost control; prospective payment; INA-CBG’s tariff  AbstrakHipertensi merupakan salah satu faktor risiko gagal jantung kongestif. Di rawat inap RS Pemerintah XY pada tahun 2014, gagal jantung kongestif masuk dalam daftar 10 penyakit terbanyak, dengan biaya total yang cukup besar dan terdapat selisih tarif antara tarif RS dengan tarif JKN. Penelitian ini bertujuan untuk memilih alternatif yang lebih efisien antara ramipril-spironolakton dengan valsartan pada pengobatan gagal jantung kongestif di RS Pemerintah XY tahun 2014. Pendekatan kuantitatif membandingkan nilai rata-rata biaya total dua alternatif pengobatan gagal jantung kongestif, yaitu ramipril-spironolakton dengan valsartan dengan menggunakan perspektif Rumah Sakit. Komponen biaya langsung medis yang dihitung adalah biaya obat, biaya jasa dokter dan biaya rawat inap. Hasil penelitian menunjukkan pada pasien gagal jantung kongestif di RS Pemerintah XY tahun 2014 didapatkan: (1) Nilai rata-ratabiaya total penggunaan obat ramipril-spironolakton sebesar Rp.2.527.743, sedangkan rata-rata biaya total penggunaan obat valsartan sebesar Rp.2.430.923; (2) Obat ramipril-spironolakton efektivitasnya tidak berbeda signifikan atau setara dengan obat valsartan; (3) Adanya penghematan pada rata-rata biaya total obat valsartan sebesar Rp.96.820 per pasien; (4) Adanya penghematan pada biaya rawat inap obat valsartan sebesar Rp.299.031 per pasien. Obat valsartan memberikan nilai rupiah yang terendah menjadi pilihan yang lebih efisien dibandingkan obat ramipril-spironolakton pada pasien gagal jantung kongestif. AbstractHypertension is one of risk factors for congestive heart failure as the top 10 most prevalent diseases in XY Public Hospital in 2014.It has a large number of total cost and cost deviation between hospital and JKN rate. This study aimed to choose an alternative thatis more cost-effective to treat congestive heart failure at XY Hospital in 2014. This was a quantitative research using retrospective cross-sectional analysis. The study compared the average value of total cost of two alternative treatments, ramipril-spironolactone with valsartan by using Hospital’s perspective. Direct medical cost components were cost of drugs, cost of physicians’ services and  cost of hospitalizations. This study found that: (1) The average total cost of ramipril-spironolactone was Rp.2.527.743; whereas the average total cost of valsartan was Rp.2.430.923; (2) Ramipril-spironolactone’s effectiveness was not significantly different from valsartan; (3) There was cost saving on the average of total cost using valsartan’s drug as many as Rp96.820 per patient; (4) There was cost saving on hospitalization cost using valsartan’s drug for Rp299.031 per patient. Valsartan provided the lowest value and more cost-effective than ramipril-spironolactone for patient with congestive heart failure.
ECONOMIC EVALUATION OF CETUXIMAB FOR METASTATIC COLORECTAL CANCER (mCRC): A PROTOCOL FOR EVIDENCE SYNTHESIS Septiara Putri; Ery Setiawan; Siti Rizny F Saldi; Levina Chandra; Amila Megraini; Vetty Yulianty P
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol 3, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (420.045 KB) | DOI: 10.7454/eki.v3i1.2304

Abstract

 ABSTRACTColorectal cancer is fairly common compared to other cancers. The incidence and mortality rates are predicted to increase globally. In some cases, cancer can be potentially spread to another organ or metastatic. One of recent available targeted therapies for metastatic colorectal cancer (mCRC) patient is Cetuximab (Erbitux ®), combined with chemotherapy. Despite clinical effectiveness, there is the importance of the evidence related cost-effectiveness of therapy. This study aims to summary, synthesize, and systematically review the economic evaluation studies of Cetuximab for metastatic colorectal cancer (mCRC). Model based economic evaluation of Cetuximab for metastatic colorectal cancer will be searched and included in the review based on specific eligibility criteria. Several electronic databases that will be used: Medline, Embase, Cochrane, National Institute of Health Research (NIHR) Center for Reviews and Dissemination. Full economic evaluation evidence will be summarized and critically appraised using Drummond as well as (Consolidated Health Economic Evaluation Reporting Standards (CHEERS) checklist. In terms of analysis, we will qualitatively appraise and present the studies that meet our inclusion and exclusion criteria. We are expected to summarize the quality and capture the valuable insights related to health economic evaluation studies of Cetuximab for mCRC patient. ABSTRAKKanker kolorektal cukup umum terjadi dibandingkan kanker lainnya, angka kejadian dan angka kematian diprediksi meningkat secara global. Dalam beberapa kasus, kanker berpotensi menyebar ke organ lain atau disebut metastasis. Salah satu terapi yang ditargetkan baru-baru ini untuk pasien kanker kolorektal metastatik (mCRC) adalah Cetuximab (Erbitux®), yang dikombinasikan dengan kemoterapi. Meskipun terdapat bukti klinis, penting untuk mempertimbangkan bukti terkait efektivitas biaya dari terapi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk merangkum, mensintesis, dan meninjau secara sistematis studi evaluasi ekonomi Cetuximab untuk kanker kolorektal metastatik (mCRC). Evaluasi ekonomi berbasis model untuk menilai Cetuximab pada kanker kolorektal metastatik akan ditelusuri sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Beberapa database elektronik yang akan digunakan: Medline, Embase, Cochrane, Pusat Penelitian Kesehatan Nasional (NIHR) untuk Tinjauan dan Diseminasi. Bukti evaluasi ekonomi lengkap akan dirangkum dan dinilai secara kritis dengan menggunakan daftar pertanyaan oleh Drummond dan juga Consolidated Health Economic Evaluation Reporting Standards (CHEERS). Dalam hal analisis, kami akan menilai dan menyajikan secara kualitatif studi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kami berekspektasi untuk meyimpulkan kualitas dan menangkap informasi yang berkaitan dengan studi evaluasi ekonomi pada Cetuximab untuk pasien mCRC.
Efektivitas Biaya Strategi DOTS Program Tuberkulosis antara Puskesmas dan Rumah Sakit Swasta Kota Depok Fikrotul Ulya; Hasbullah Thabrany
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol 3, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (279.359 KB) | DOI: 10.7454/eki.v3i1.2321

Abstract

AbstrakAngka penemuan Tuberkulosis (TB) tahun 2016 adalah sebesar 77% di dunia, sebesar 46,5% di Asia Tenggara dan sekitar 32 - 33% di Indonesia. Di Kota Depok angka penemuan TB mencapai 58%. Sektor swasta menjangkau 18,7% kasus TB di Kota Depok meskipun baru 40% RS swasta yang terlibat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan strategi DOTS di Rumah Sakit swasta Kota Depok lebih menghemat biaya dibandingkan di Puskesmas. Penelitian dilakukan selama 6 bulan dengan kohort retrospektif di Puskesmas DOTS, RS DOTS dan RS Non DOTS menggunakan 36 sampel per kelompok. Penghitungan dari perspektif societal dengan microcosting berdasarkan tarif, harga pasar, serta nilai anggaran. Outputnya angka pengobatan lengkap (Success Rate). Hasil penelitian menunjukkan Success Rate di puskesmas paling tinggi yaitu 86,1%, RS DOTS sebesar 77.78 % dan Non DOTS 63.89 %. Penambahan biaya provider terutama tenaga pelaksana khusus di puskesmas dan RS DOTS meningkatkan success rate. Biaya societal di puskesmas 42% dari biaya di RS swasta. ACER (Average Cost Effectiveness Ratio) menunjukkan RS yang melaksanakan strategi DOTS lebih cost effective. Untuk menaikkan 1% angka kesuksesan pengobatan membutuhkan biaya Rp 10.084.572 dengan melakukan intervensi program DOTS ke RS Swasta. Uji t independen menyatakan bahwa terdapat perbedaan bermakna biaya societal pengobatan tuberkulosis antara puskesmas, RS DOTS, dan RS Non DOTS. AbstractGlobal TB notification rate at 2016 was 77% and 46.5% in Southeast Asia. Indonesia last 5 years still remain at 32-33% where Depok City reached 58%. In Depok City, private sector contributed 18.7% of the notified TB case in 2016 although only 40% of private hospitals were involved. The aims of this study is to determine cost-effectiveness of DOTS strategy implementation at private hospital and Public Health Centre (PHC). Comparative study carried out for six months with cohort retrospective between PHC, DOTS and non DOTS hospitals using 36 samples per group. The calculation of the societal perspective with micro costing based on tariffs, market prices and budget value. Output is Success Rate, where at PHC 86.1%, DOTS hospital 77.78% and Non DOTS hospital 63.89%. The addition cost providers especially person in charge at PHC and DOTS hospital increase success rate. The cost of TB treatment in PHC 42% of private hospital. ACER (Average Cost Effectiveness Ratio) is obtained that the hospital which carry out the DOTS strategy is cost effective. To increase 1% success rate of TB treatment costs Rp 10,084,572 with intervention DOTS programs into a private hospital. An Independent t test stated that cost-effectiveness societal perspectives on TB treatment has a significant difference between PHC, DOTS hospital and Non DOTS hospital.
Risk Adjustment of Capitation Payment System: What Can Indonesia Adopt from other Countries? Asri Hikmatuz Zahroh; Rizki Asriani Putri; Latanza Shima; Erdayani Erdayani; Rira Martaliza; Tri Priyo Anggoro; Wulansari Wulansari
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol 3, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (541.797 KB) | DOI: 10.7454/eki.v3i1.2408

Abstract

AbstractCapitation calculation in Indonesia is not adjusted by individual and aggregate risk. Without risk adjustment, capitation rates are likely to overpay or underpay primary care. This study aimed to review risk-adjusted capitation payment in other countries for evaluation of capitation payment system in Indonesia. The conduct and reporting of this systematic review followed the recommendations of the Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses (PRISMA). This study used comprehensive electronic search in five databases: Pubmed, Proquest, Scopus, PMC, and EBSCOHost. Search results from five databases in April 2018, yielded a total 19 titles that will continue to review the full article and at the end, 4 articles included for systematic review. Based on risk adjustment of capitation payment system in UK, USA, Canada and Sweden, Indonesia may initiate the use of risk adjustment based on the distribution of age and sex. Then Indonesia can develop risk adjustment based on diagnosis and socioeconomic factors to create more fair and accurate capitation rates for primary care. AbstrakPerhitungan kapitasi di Indonesia belum disesuaikan berdasarkan risiko individu dan agregat. Tanpa penyesuaian risiko, rate kapitasi cenderung untuk membayar lebih atau kurang fasilitas kesehatan tingkat pertama. Studi ini bertujuan untuk meninjau sistem pembayaran kapitasi di negara lain sebagai dasar evaluasi untuk sistem pembayaran kapitasi di Indonesia Penyusunan systematic review ini menggunakan rekomendasi dari Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and  Meta-Analyses (PRISMA). Studi ini mengumpulkan artikel dari lima database yaitu: Pubmed, Proquest, Scopus, PMC, and EBSCOHost. Hasil pencarian dari lima database pada bulan April 2018, didapatkan 19 judul artikel yang akan dilanjutkan untuk ditinjau secara menyuluruh, dan akhirnya didapatkan 4 artikel yang akan diikutsertakan dalam systematic review. Berdasarkan penyesuaian risiko sistem pembayaran kapitasi di UK, USA, Canada dan Swedia, Indonesia dapat memulai sistem pembayaran kapitasi berdasarkan penyesuiaan distribusi umur dan jenis kelamin. Selanjutnya Indonesia dapat mengembangkan sistem pembayaran kapitasi berdasarkan diagnosis dan sosioekonomi untuk menciptakan rate kapitasi yang lebih adil dan akurat untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Cost Benefit Analysis (CBA) Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Susu Pada Karyawan di PT. Trisula Textile Industries Tbk Cimahi Tahun 2018 ayu laili rahmiyati; Asep Dian Abdillah; Susilowati Susilowati; Dinna Anggaraini
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol 3, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (705.415 KB) | DOI: 10.7454/eki.v3i1.2740

Abstract

AbstrakCost Benefit Analysis (CBA) digunakan untuk proses identifikasi, pengukuran dan perbandingan sosial manfaat dan biaya proyek atau program investasi dalam mengevaluasi penggunaan sumber daya ekonomi yang langka agar dapat digunakan secara efisien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perhitungan manfaat dan biaya dari program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) susu di PT. Trisula Textile Industries Tbk Tahun 2018 dan untuk menetukan kelayakan akan keberlangsungan program atau kebijakan dari PMT susu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif.Pengumpulan data  dilakukan melalui wawancara, observasi, dan telaah dokumen. Analisis perhitungan menggunakan Payback Period (PP), Net Present Value (NPV), Internal Rate Of Return (IRR), dan Benefit Cost Rate (BCR). Hasil perhitungan nilai NPV pada program PMT susu adalah Rp. 23.534.448,76,-. Kesimpulannya adalah program PMT susu dapat diterima karena NPV > 0. Hasil perhitungan rasio benefit-cost adalah sebesar 2,50 (hasil rasio ≥ 1), artinya program PMT susu tersebut layak untuk tetap berlangsung. PT. Trisula Textile Industries Tbk diharapkan dapat melanjutkan program PMT susu pada karyawan. Data dasar penelitian dapat dijadikan bahan kajian bagi perusahaan untuk menyusun program kesehatan atau peningkatan kesehatan bagi karyawan melalui PMT atau program lain yang lebih prioritas. AbstractCost Benefit Analysis (CBA) for the process of identification, measurement,comparison social benefits and cost project or investment program to evaluate utilization of scarce economic resources so that it can be used efficiently .This research purposes are calculateing benefits and cost in rupiah from the milk supplementary feeding program (PMT) at PT. Trisula Textile Industries Tbk Year 2018 and deciding feasibility of program or policy sustainability from PMT milk. The research is using quantitative approach. Data collection is done through interviews, observations, and study documents. Calculation is using Payback Period (PP), Net Present Value (NPV), Internal Rate Of Return (IRR), and Benefit Cost Rate (BCR). The result shows calculation of NPV value on milk PMT program obtained results end Rp. 23,534,448,76, -. To conclude, the milk PMT program is acceptable because NPV> 0. Benefit-cost ratio, is 2.50 (≥ 1), meaning the milk PMT program is feasible. PT. Trisula Textile Industries Tbk is expected to continue the program of milk PMT. Basic research data could be used for preparing health program or health enhancement for employees through PMT or the other priority programs.
Analisis Kesiapan Pembiayaan Hipertensi, Diabetes Melitus dan Gangguan Jiwa dalam Mendukung Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS PK) Tahun 2018-2020 Trihardini Sri Rejeki Astuti; Prastuti Soewondo
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol 3, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (826.753 KB) | DOI: 10.7454/eki.v3i1.2429

Abstract

AbstrakProgram Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS PK) merupakan cara Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan akses pelayanan kesehatan dengan mendatangi keluarga. Skala prioritas nasional dalam mencapai Indonesia Sehat salah satunya adalah menanggulangi penyakit tidak menular termasuk hipertensi, Diabetes Melitus dan Gangguan Jiwa yang prevalensinya semakin meningkat. Hipertensi, Diabetes Melitus dan Gangguan Jiwa merupakan salah satu indicator keluarga sehat dalam PIS PK untuk mencapai SPM. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam dan telaah dokumen. Kesiapan pembiayaan Hipertensi, Diabetes Melitus dan Gangguan Jiwa dihitung dengan menggunakan metode costing SPM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belanja kesehatan untuk PIS PK digunakan untuk sosialisasi, edukasi dan pendataan. Mengacu pada perhitungan costing SPM, Kota Depok mampu melaksanakan SPM untuk Pelayanan Dasar Hipertensi, Diabetes Melitus dan Gangguan Jiwa karena hanya menggunakan 1,38% APBD KesehatanBelanja Langsung (Non Gaji). Akan tetapi, Kota Depok belum siap dalam melaksanakan PIS PK dalam hal komitmen, SDM, dan anggaran. Kota Depok sudah memahami PIS PK namun pelaksanaannya tergantung pada ketersediaan pembiayaan yang berasal dari pencairan anggaran DAK Non Fisik. Hal ini disebabkan karena terdapat jeda waktu antara proses pengusulan dan realisasi pencairan anggaran sementara SDM terbatas. Diperlukan proses perencanaan yang lebih optimal serta pengalokasian SDM sesuai kebutuhan.AbstractHealthy Indonesia Program with Family Approach (PIS PK) is a way to expand Puskesmas reach and access to health services through family home visit Overcoming non-communicable diseases (NCD) is a national priority in achieving Healthy Indonesia because the prevalence of NCD continues to increase. Managing NCD specifically hypertension, Diabetes Mellitus andmental disorders are among the indicators of healthy families in achieving PIS PK. This research uses the qualitative method through in-depth interviews and related document. Analysis of readiness of financing for hypertension, Diabetes Mellitus and mental is calculated using costing method of SPM. The results indicated health spending for PIS PK activities wereutilized for socialization, education and data collection. Referring to SPM costing calculation, the City of Depok was able to implement SPM for hypertension, Diabetes Mellitus and Mental Disorder with using only 1.38% of the total APBD (non-salary). Depok City is not ready in implementing PIS PK, specifically in terms of commitment, human resources, and budget.Though already familiar with PIS PK, Depok City states due to its limited resources, PIS PK implementation depends on the availability of funding from Non-Physical DAK disbursement that tends to have a lengthy lag time between the proposal process and the realization of the disbursement. The financing of PIS PK requires a more optimal planning process and allocation of human resources as needed. 

Page 4 of 11 | Total Record : 103