cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. karawang,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum
ISSN : 24427578     EISSN : 25411594     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Ilmiah Hukum De’Jure: Kajian Ilmiah Hukum merupakan Jurnal Ilmu Hukum yang dipublikasikan oleh Lembaga Kajian Hukum Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang. Jurnal tersebut merupakan hasil penelitian serta kajian gagasan konseptual di bidang ilmu hukum terhadap isu-isu hukum, kosenseptual dalam tataran teori dan praktik, putusan pengadilan, analisis kebijakan pemerintah dan pemerintahan daerah serta lainnya.
Arjuna Subject : -
Articles 111 Documents
DINAMIKA PENERAPAN KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN BERAU DALAM PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BERDASARKAN PERDA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATU BARA Pamungkas Satya Putra, S.H., M.H, Muhammad Amin, S.H. M.H
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Vol 2, No 1 (2017): Jurnal Ilmiah Hukum De'Jure: Kajian Ilmiah Hukum Volume 2 Nomor 1
Publisher : Lembaga Kajian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.007 KB)

Abstract

ABSTRAKSalah satu bentuk hak penguasaan negara, yaitu di bidang pertambangan. Pengertian “Pertambangan” berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009, ditegaskan sebagai sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan serta kegiatan pasca tambang. Lebih khusus menegaskan tentang kewenangan pemerintah daerah dalam pemberian izin pertambangan batu bara di Kabupaten Berau sebelum dan setelah berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Hambatan dan solusi dalam pemberian izin pertambangan batu bara di Kabupaten Berau setelah berlakunya Peraturan Daerah Kabupaten Berau Nomor 17 Tahun 2011 tentang Pertambangan dan Batu Bara. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan metode pendekatan perbandingan hukum. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan dengan mengutamakan pembahasan pada data sekunder berupa bahan-bahan hukum baik primer, sekunder maupun bahan hukum tersier. Hasil pembahasan menegaskan bahwa sumber daya energi mineral dan batu bara sebagai aset untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan generasi mendatang sebagaimana diamanatkan di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab XIV Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial Pasal 33 ayat (3) dan Pasal 33 ayat (4) di mana pengelolaan pertambangan tidak menimbulkan hak atas penguasaan terhadap sumber daya alam, akan tetapi hak atas pemanfaatan terbatas berdasarkan izin dan bersifat sementara dengan pemahaman bahwa sumber daya alam dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Kata kunci: Kewenangan, Pemerintahan Daerah Kabupaten Berau, PertambanganABSTRACTOne form of state ownership rights, namely in the field of mining. Definition of "Mining" based on Law Number 4 Year 2009, affirmed as part or all phases of activity in the framework of research, management and exploitation of minerals or coal covering general investigation, exploration, feasibility study, construction, mining, processing and refining, transportation And sales and post mining activities. More specifically affirming the authority of regional governments in granting coal mining permits in Berau District before and after the coming into effect of Law No. 4 of 2009 on Mineral and Coal Mining. Obstacles and solutions in the granting of coal mining permits in Berau District after the enactment of Berau District Regulation No. 17 of 2011 on Mining and Coal. The research method used in this research is normative juridical and method of comparative law approach. The normative juridical approach is the approach by prioritizing the discussion on secondary data in the form of legal materials both primary, secondary and tertiary legal materials. The results of the discussion confirm that mineral and coal energy resources as assets to meet the needs of present and future generations as mandated in the Constitution of the State of the Republic of Indonesia 1945 XIV National Economic and Social Welfare Article 33 paragraph (3) and Article 33 Paragraph (4) where mining management does not entitle rights to control over natural resources, but the right to limited utilization is based on permission and is temporary with the understanding that natural resources are owned by all Indonesian people and used for the greatest prosperity of the people.Keyword: Authority, Regional Government of Berau District, Mining
GAGASAN PLEA BARGAINING SYSTEM DALAM RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA S.H., M.M., M.H, Dr. Bambang Widiyantoro,
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Vol 2, No 1 (2017): Jurnal Ilmiah Hukum De'Jure: Kajian Ilmiah Hukum Volume 2 Nomor 1
Publisher : Lembaga Kajian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.007 KB)

Abstract

ABSTRAKRancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menawarkan perubahan-perubahan bersifat mendasar berkaitan dengan sistem peradilan pidana di Indonesia. Salah satu perubahan yang menarik untuk disoroti adalah mekanisme yang diatur dalam Pasal 199 Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang disebut sebagai jalur khusus. Mekanisme jalur khusus ini mungkin terdengar asing didalam sistem peradilan pidana Indonesia, namun sistem ini sudah lama berkembang di beberapa negara common law seperti Amerika Serikat, mekanisme ini dapat disamakan dengan Plea Bargaining System. Plea Bargaining System mulai muncul pada pertengahan abad ke 19 sebagai bentuk perlakuan khusus kepada terdakwa karena ia telah berbuat baik terhadap korban, selain itu kondisi sistem peradilan pidana pada saat itu yang tidak efektif karena banyaknya kasus yang masuk mengakibatkan lamanya jangka waktu penyelesaian suatu perkara. Pelaksanaan jalur khusus di Indonesia sebagaimana Plea Bargaining System di beberapa negara, belum sepenuhnya dapat diterapkan, sebelum adanya perubahan atas paradigma hukum yang ada, seperti pelaksanaan ketentuan perundang-undangan, mentalitas aparatur penegak hukum serta budaya hukum di masyarakat. DPR hendaknya segera mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Indonesia menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sehingga pintu masuk penerapan jalur khusus dalam proses persidangan pidana dapat segera direalisasikan.Kata kunci: Plea Bargaining System, RKUHAP, IndonesiaABSTRACTThe draft Criminal Procedure Code offers fundamental changes related to the criminal justice system in Indonesia. One of the interesting changes to highlight is the mechanism set forth in Article 199 of the Draft Law on Criminal Procedure (RKUHAP) referred to as a special line. This particular path mechanism may sound unfamiliar in the Indonesian criminal justice system, but this system has long developed in some common law countries like the United States, this mechanism can be likened to the Plea Bargaining System. The Plea Bargaining System began to appear in the mid-19th century as a form of special treatment to the defendant because he had done good to the victim, besides the condition of the criminal justice system at that time which was not effective because the number of incoming cases resulted in the length of the settlement period of a case. The implementation of special tracks in Indonesia as well as the Plea Bargaining System in some countries is not fully applicable, before any changes to the existing legal paradigm, such as the implementation of legislation, the mentality of the law enforcement apparatus and the legal culture in the community. The House of Representatives should immediately pass the draft Indonesian Criminal Procedure Code to the Criminal Procedure Code so that the entrance of the application of special channels in the criminal proceeding process can be realized immediately.Keywords: Plea Bargaining System, RKUHAP, Indonesia
PERANAN PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN PENYANDANG DISABILITAS KORBAN KEKERASAN Andrie Irawan, S.H., M.H
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Vol 2 No 2 (2017): Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Volume 2 Nomor 2
Publisher : Lembaga Kajian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.207 KB) | DOI: 10.35706/dejure.v2i2.1300

Abstract

ABSTRAKMelihat fenomena kekerasan yang terjadi terhadap perempuan penyadang disabilitas termasuk anak perempuan penyadang disabilitas menjadi permasalahan sosial yang dikenal dengan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial selain itu juga menjadi permasalahan dalam hal pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Negara pihak dalam konvensi disabilitas, salah satunya Indonesia berkewajiban untuk memberikan perlindungan bersama-sama dengan pemerintah daerah karena urusan sosial serta pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak menjadi urusan wajib dari pemerintah daerah. Berdasarkan hal tersebut permasalahan dalam penelitian ini dititikberatkan pada peranan dari pemerintah daerah dalam memberikan perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas, khususnya perempuan penyandang disabilitas korban kekerasan. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pedekatan yuridis normatif, spesifikasi penelitian yang digunakan yaitu deskriptif. Hasil pembahasan penelitian ini Peran Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Perlindungan Hukum terhadap Perempuan Penyandang Disabilitas Korban Kekerasan, adalah membuat aturan hukum terkait dan menyediakan lembaga pemerintah yang bertugas untuk memberikan perlindungan.Kata kunci: Pelindungan Hukum, Perempuan, Penyandang DisabilitasABSTRACTConsidering the phenomenon of violence against women with disability inclusion, including girls who have disabilities become social problems known as Social Welfare Problemers, it is also a problem in terms of women's empowerment and child protection. State parties to the convention of disability, one of which Indonesia is obliged to provide protection together with the local government because of social affairs as well as women's empowerment and child protection into obligatory matters of local government. Based on those problems in this study focused on the role of local governments in providing legal protection of persons with disabilities, especially women with disabilities are victims of violence. The approach method used in this research is the normative juridical approach method, the research specification used is descriptive. The results of this research discussion The role of Yogyakarta Government in Legal Protection against Women with Disabilities Victims of Violence, is to make the relevant legal rules and provide government agencies in charge of providing protection.Keyword: Legal Protection, Women, Persons with Disabilities
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERANAN PEMERINTAHAN DAERAH DALAM PENERTIBAN ANAK JALANAN (ANJAL) DI KOTA SAMARINDA Isnawati, S.H., M.H
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Vol 2 No 2 (2017): Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Volume 2 Nomor 2
Publisher : Lembaga Kajian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.207 KB) | DOI: 10.35706/dejure.v2i2.1305

Abstract

ABSTRAKAnak jalanan sebagai suatu permasalahan sosial kemasyarakatan khususnya masyarakat perkotaan. Karakteristik anak jalanan di Kota Samarinda pada dasarnya menunjukkan ciri tersendiri. Hal ini dimaksudkan bahwa dari cara bekerja di jalanan dapat diidentifikasikan berdasarkan asal mereka yakni: yang berasal dari Madura, Jawa, Buton, Banjar dan Sulawesi (suku pendatang) pada umumnya bekerja di jalanan sebagai pengemis anak, pengemis tua, pengemis cacat dan pengamen, sementara untuk mereka yang penduduk lahir dan berdomisili di Samarinda dengan keluarganya (Banjar) biasanya bekerja sebagai penjual koran, pedagang asongan dan tukang bersih-bersih mobil. Permasalahan dalam penelitian yaitu: Bagaimana pola pendekatan kebijakan hukum Pemerintahan Kota Samarinda dalam mengatasi anak jalanan? Bagaimana upaya hukum yang dilakukan oleh Pemerintahan Kota Samarinda dalam penertiban anak jalanan sebagai dampak dari pembangunan perkotaan di Kota Samarinda? Metode penelitian yang digunakan dalam mengatasi anak jalanan dalam perspektif hukum adalah Yuridis Normatif. Hasil Pembahasan bahwa terkait Peraturan Daerah Kota Samarinda di mana Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002 harus dirubah dan dikaji ulang secara materiil karena tidak sesuai dengan pola hidup masyarakat Kota Samarinda saat ini dan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014. Keberadaan anak jalanan sebagai suatu permasalahan perkotaan perlu untuk mendapatkan perhatian serius dari semua pihak, terutama bagi instansi/dinas pemerintahan yang terkait dalam pengambilan kebijakan mengenai anak jalanan.Kata kunci: Peranan Pemerintah, Penertiban, Anak Jalanan ABSTRACTStreet children as a social problem, especially the urban community. Characteristics of street children in the city of Samarinda basically shows its own characteristics. It is intended that on the way to work on the streets can be identified based on their origin ie: those from Madura, Java, Buton, Banjar and Sulawesi (tribal settlers) generally work on the streets as a beggar child, the old beggar, beggar disabled and singers street, while for those people born and living in New York City with his family (Banjar) usually work as newspaper sellers, hawkers and cleaner cars. Problems in the research are: What is the pattern of policy approach of Samarinda City Government in overcoming street children? How is the legal effort made by Samarinda City Government in controlling street children as the impact of urban development in Samarinda City? The research method used in overcoming street children in legal perspective is Juridical Normative. Result Discussion that related to the Regional Regulation of Samarinda City in which the Regulation of Samarinda City Number 16 of 2002 should be changed and reviewed materially because it is not in accordance with the pattern of life of the people of Samarinda today and Law Number 35 of 2014.Keyword: Role of Government, Control, Street Children
Cover-Susunan Redaksi-Sambutan Dewan Redaksi-Daftar Isi-Persembahan Bagi Mitra Bestari JIH DE'JURE
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Vol 1 No 1 (2016): Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Volume 1 Nomor 1
Publisher : Lembaga Kajian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.203 KB) | DOI: 10.35706/dejure.v1i1.406

Abstract

Tim Redaksi menyadari masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan yang merupakan kelemahan tersendiri baik dari segi desain cetak, substansi dan hal-hal lainnya. Untuk itu Tim Redaksi memohonkan maafyang sebesar-besarnya. Demi penyempurnaan pada edisi-edisi selanjutnya,tim berharap dengan segala hormat, menerima saran dan pendapat sertakritikan dari para pembaca yang budiman.
SUATU TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ALAT BUKTI DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Oci Senjaya, S.H., M.H
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Vol 1 No 1 (2016): Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Volume 1 Nomor 1
Publisher : Lembaga Kajian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.203 KB) | DOI: 10.35706/dejure.v1i1.413

Abstract

ABSTRAKTindak Pidana Pencucian Uang (yang selanjutnya disebut TPPU) adalah modus pelarian sejumlah uang dari hasil kejahatan. Laporan Hasil Analisis yang dilakukan oleh Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (yang selanjutnya disebut PPATK) berguna untuk memberikan beberapa laporan rekening mencurigakan yang dimiliki para pejabat negara atau individu. Mereka diduga melakukan kejahatan TPPU yang diatur di dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Laporan ini berbeda dengan laporan dalam tindak pidana terorisme dapat dijadikan alat bukti permulaan yang cukup dalam tingkat penyidikan untuk menjerat seseorang menjadi tersangka. Kajian dalam penelitian ini dititikberatkan mengenai alat bukti dan perkembangannya yang ditinjau secara yuridis dalam penanggulangan TPPU. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian sebagai jawaban atas isu hukum tetang alat bukti dan perkembangannya ditinjau secara yuridis dalam penanggulangan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dapat disimpulkan bahwa LHA PPATK masih menjadi polemik perdebatan untuk dijadikan alat bukti dalam konteks yuridis disebabkan belum adanya pengaturan secara legal formal. Sebaliknya, hasil studi perbandingan dari negara Amerika dan Jerman dapat disimpulkan bahwa Laporan Hasil Audit (yang selanjutnya disebut LHA) dapat dijadikan bukti permulaan untuk menjerat seorang tersangka yang patut diduga telah melakukan TPPU yang kemudian dapat ditingkat dalam tahap penuntutan dan persidangan. Proses pembuktian dipersidangan diberlakukan sistem pembuktian terbalik. Oleh karena itu, laporan ini seyogya dapat dicantumkan sebagai alat bukti dalam Pasal 175 RUUKUHAP, selain alat bukti berupa: barang bukti, surat-surat, bukti elektronik, keterangan seorang ahli, keterangan seorang saksi, keterangan terdakwa dan pengamatan hakim. Kata Kunci: Tindak Pidana Pencucian Uang, Alat Bukti, Penanggulangan.ABSTRACTMoney Laundering (hereinafter referred to as TPPU) is a runaway mode a sum of money from the proceeds of crime. Reports Results of analysis conducted by the Financial Transaction Analysis Reporting Center (hereinafter referred PPATK) is useful to provide some report suspicious accounts owned by state officials or individuals. They are suspected of committing crimes of Money Laundering regulated in Law Number 8 of 2010 on the Prevention and Combating of Money Laundering. This report differs from a report in the criminal act of terrorism can be used as evidence in the beginning stages of the investigation sufficient to ensnare a person becomes a suspect. Studies in this study focused on the evidence and its development are reviewed judicially in the prevention of Money Laundering. This research used normative juridical research. The results of the study in response to a neighbor legal issues and developments are reviewed evidence legally in the prevention of money laundering (of Money Laundering) can be concluded that the LHA PPATK still being debated debate to be used as evidence in the context of judicial due to the absence of formal legal arrangements. Instead, the results of the comparative study of the United States and Germany can be concluded that the Audit Report (hereinafter referred LHA) can be used as evidence beginning to catch a suspect who is presumed to commit of Money Laundering which can then be level in the stage of prosecution and trial. The process of proving in court enforced inverted authentication system. Therefore, this report should be included as evidence in Article 175 RUUKUHAP, in addition to evidence in the form: evidence, letters, electronic evidence, expert testimony, the testimony of a witness, the testimony of the defendant and the judge observations.Keywords: Money Laundering Offences, Evidence, Countermeasures.
Formulir Berlangganan Formulir Berlangganan
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Vol 1 No 2 (2016): Jurnal Ilmiah Hukum De'Jure: Kajian Ilmiah Hukum Volume 1 Nomor 2
Publisher : Lembaga Kajian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.203 KB) | DOI: 10.35706/dejure.v1i2.518

Abstract

Formulir Berlangganan
TINJAUAN NORMATIF TERHADAP TINGKAT PERADILAN ADMINISTRASI NEGARA INDONESIA DENGAN PERADILAN ADMINISTRASI NEGARA AUSTRIA Rohendra Fathammubina, S.H., M.H
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Vol 1 No 2 (2016): Jurnal Ilmiah Hukum De'Jure: Kajian Ilmiah Hukum Volume 1 Nomor 2
Publisher : Lembaga Kajian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.203 KB) | DOI: 10.35706/dejure.v1i2.513

Abstract

ABSTRAKIndikator dari eksistensi lembaga kekuasaan kehakiman yaitu peradilan administrasi negara yang bebas dan mandiri yang dapat mengakomodir berbagai bentuk persoalan sebagai pengejawantahan hukum dinamis. Penelitian mencoba mengkaji tingkat peradilan administrasi di negara Indonesia dan Austria di mana perlunya suatu pengkajian peran peraturan perundang-undangan dan penegak hukum untuk mewujudkan peradilan yang lebih independen dan akuntabel sehingga dapat mencapai cita negara hukum dan maksud pembentukan sistem kekuasaan kehakiman terhadap peran dan eksistensi peradilan administrasi yang merepresentasikan ciri negara hukum yang seyogianya ditujukan bagi kepentingan dan kemaslahatan rakyat, khususnya dalam konteks Indonesia. Penelitian ini mencoba menjawab terhadap dinamika pengaturan Peradilan Administrasi di Republik Indonesia dan Peradilan Administrasi di Republik Austria. Metode penelitian yang digunakan adalah bersifat normatif. Adapun bentuk kekuasaan kehakiman di berbagai negara didasarkan pada: pertama, bentuk kekuasaan lembaga peradilan, berlaku konsep “rule of law”. Menurut konsep “rule of law” tidak ada perbedaan forum peradilan bagi rakyat biasa dan pejabat administrasi negara. Setiap orang tanpa memandangnya sebagai rakyat biasa atau pejabat administrasi negara akan diperiksa, diadili, dan diputus oleh badan peradilan yang sama yaitu badan peradilan umum (ordinary court). Kedua, bentuk kekuasaan lembaga peradilan pada negara-negara yang tergolong ke dalamnya “prerogative state”. Menurut konsep ini, pejabat administrasi negara dalam melakukan fungsi administrasi negara tunduk pada hukum administrasi negara.Kata Kunci: Eksistensi, Kekuasaan Kehakiman, Peradilan Administrasi Negara. ABSTRACTAn indicator of the existence of the institution of judicial power, namely the administration court a free and independent state that can accommodate a variety of problems as the embodiment of a dynamic law. The study tried to assess the hierarcy of the administration court in Indonesia and Austria which the need for an assessment of the role of legislation and law enforcement to realize the the administration court more independent and accountable so as to achieve the ideal of a state of law and the intention of the establishment of a judicial authority on the role and existence of administrative tribunals which represents the characteristic law of state which should be devoted to the interests and welfare of the people, especially in the context of Indonesia. This study tries to answer to the dynamic setting Administration Court in the Republic of Indonesia and the Administration Court in the Republic of Austria. The method used is normative. The form of the judicial authorities in various state based on: first, the form of the power of the judiciary, apply the concept of "rule of law". According to the concept of "rule of law" there is no difference in the administration court forum for ordinary people and state of officials administration. Everyone without looking at him as a commoner or state of officials administration will be examined, tried, and sentenced by the same the administration court, namely judicial common (ordinary court). Second, the form of power of the judiciary in the countries that belong to it "prerogative state". According to this concept, state administration officials in performing the function of state administration are subject to administrative law.Keywords: Existence, Judicial Power, Administration Court.
PENGARUH SISTEM MULTI PARTAI TERHADAP KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL MENURUT UUD NRI TAHUN 1945 Ida R. Hasan, S.H., M.H
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Vol 1 No 2 (2016): Jurnal Ilmiah Hukum De'Jure: Kajian Ilmiah Hukum Volume 1 Nomor 2
Publisher : Lembaga Kajian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.203 KB) | DOI: 10.35706/dejure.v1i2.508

Abstract

ABSTRAKSistem multi partai merupakan suatu sistem yang terdiri atas lebih dari dua partai yang dominan. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 dan Pasal 6A UUD NRI Tahun 1945 Hasil Perubahan dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Republik Indonesia menggunakan sistem pemilihan langsung berdasarkan usulan dari partai politik atau gabungan partai politik. Apabila seandainya dianut sistem banyak partai, maka pemilihan presiden akan berlangsung atas dasar kompromi antara beberapa partai yang terdapat di dalamnya. Hal itu dilakukan karena diantara partai tidak ada yang menghasilkan suara mayoritas mutlak. Presiden yang dipilih secara demikian itu, mau tidak mau atau harus selalu memperhatikan keinginan partai politik yang mendukungnya. Adapun perumusan masalah yaitu Bagaimanakah Pelaksanaan Pengaturan Sistem Multi Partai di Indonesia? Bagaimana Pengaruh Sistem Multi Partai Terhadap Kedudukan Presiden Dalam Sistem Pemerintahan Presidensil di Indonesia? Metode penelitian adalah pendekatan yuridis normatif. Metode Pendekatan yuridis normatif digunakan untuk mengkaji atau menganalisis data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum, terutama  bahan-bahan  hukum primer dan bahan bahan hukum sekunder. Indonesia menganut Sistem presidensil dengan multi partai. Sistem multi Partai ini telah berlangsung sejak tahun 1945 dan berjalan sampai saat ini meskipun beberapa kali telah berganti sistem pemerintahan. Pasca reformasi, sistem demokrasi di Indonesia memasuki era baru khususnya dalam pemilu di Indonesia. Dalam sistem pemerintahan Presidensil sistem multi partai berpengaruh terhadap sulitnya pasangan calon Presiden dan wakil presiden menghasilkan suara mayoritas dalam pemilu.Kata kunci: Sistem Multi Partai, Kedudukan Presiden, Sistem Presidensiil. ABSTRACTThe multi-party system is a system that consists of more than two dominant parties. Under the provisions of Article 6 and Article 6A the Constitution NRI 1945 Results Changes in the election of the President and Vice President of the Republic of Indonesia using the direct election system based on the proposals of the political party or coalition of political parties. If if adopted multi-party system, the presidential election will take place on the basis of a compromise between several parties contained therein. This was done because among the party that produced no outright majority. President elected in this way, would not want or desire should always pay attention to political parties that support it. The formulation of the problem is How the Implementation of the System Setup Multi Party in Indonesia? How to Influence System Against Multi Party Presidential Position In the presidential system of government in Indonesia? The research method is a normative juridical approach. Normative juridical approach method used to assess or analyze secondary data in the form of legal materials, especially primary law materials and secondary legal materials. Indonesia adheres to to multi-party presidential system. Multi-party system has been running since 1945 and runs until today even though some time has been changed the system of government. Post-reform, democratic system in Indonesia entered a new era, especially in an election in Indonesia. In a presidential system of government, multi-party system affect the difficulty of candidates for President and vice president produce a majority in the election.Keywords: Multi-Party system, the Position of the President, the Presidential System.
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH TERHADAP ANAK TERLANTAR DI KABUPATEN KARAWANG S.H., M.H, Wulansari,
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Vol 2, No 1 (2017): Jurnal Ilmiah Hukum De'Jure: Kajian Ilmiah Hukum Volume 2 Nomor 1
Publisher : Lembaga Kajian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.007 KB)

Abstract

ABSTRAKFenomena anak terlantar atau anak yang tidak mendapat perhatian yang semestinya, tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial, telah menjadi perhatian kita bersama. Untuk itu dalam rangka membangun kondisi ideal yang diperlukan untuk pelaksanaan tanggung jawab Pemerintah Daerah sebagai pengemban tanggung jawab perlindungan anak. Permasalahan dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan masih banyaknya anak terlantar di Kabupaten Karawang serta mengetahui dan menganalisis Tanggung Jawab Pemerintah Daerah terhadap Anak Terlantar ditinjau dari Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Faktor-faktor yang menyebabkan masih banyaknya anak terlantar di Kabupaten Karawang faktor keluarga, faktor lingkungan, faktor ekonomi, faktor pengetahuan dan faktor perkembangan teknologi serta tanggung jawab Pemerintah Daerah terhadap Anak Terlantar ditinjau dari Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tertuang dalam pasal yang menyatakan secara eksplisit bahwa salah satu pengemban tanggung jawab dalam pelaksanaan perlindungan hak-hak anak adalah Pemerintah Daerah.Kata kunci: Tanggung Jawab, Anak Terlantar, Kabupaten KarawangABSTRACTThe phenomenon of abandoned children or children who do not receive proper attention, unmet needs fairly, whether physical, mental, spiritual, and social, have become our common concern. Therefore in order to establish ideal conditions necessary for the implementation of the Local Government responsibility as bearers of child protection responsibilities. The problem and the purpose of this study was to determine and analyze the factors that cause still many abandoned children in Karawang and to know and analyze the Responsibilities of Local Government against abandoned children in terms of Act No. 35 of 2014 on the Amendment of Act No. 23 of 2002 on Child Protection.  This research is analytical descriptive and using normative juridical approach. Data collection techniques were conducted through literature studies and field studies. Data analysis is done qualitatively. From the results of this study concluded that the factors which cause still many abandoned children in The District of Karawang family factors, environmental factors, economic factors, factors of knowledge and factors of technological development and responsibilities of Local Government against Abandoned Children in terms of Act No. 35 of 2014 on the Amendment of Act No. 23 of 2002 on child protection stated in the article stating explicitly that one of the bearers of responsibility for the implementation of children's rights protection is a Local Government.Keyword: Responsibility, Abandoned Children, The District of Karawang

Page 1 of 12 | Total Record : 111