cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bukittinggi,
Sumatera barat
INDONESIA
Al Hurriyah : Jurnal Hukum Islam
ISSN : 25493809     EISSN : 25494198     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Al-hurriyah merupakan media publikasi hasil penelitian dan kajian konseptual tentang tema-tema kajian hukum Islam: Jurnal ini terbit dua edisi dalam satu tahun ditujukan untuk kalangan pakar akademisi, praktisi, LSM, lembaga kajian dan lembaga penelitian sosial keagamaan.
Arjuna Subject : -
Articles 202 Documents
Examining the Reality of Kafā’ah in the Muslim Countries of Jordan, Morocco, and Pakistan in the Contemporary Era Moh. Alfin Sulihkhodin
Alhurriyah Vol 6, No 1 (2021): January - June 2021
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/alhurriyah.v6i1.4195

Abstract

The primary purpose of this research is to investigate and understand the importance of the concept of Kafā’ah in the practice of marriage in Muslim communities in Jordan, Marocco, and Pakistan. Kafā’ah in text or context is understood by the concept of harmony between the two brides to be, both in terms of wealth, nasab, beauty/good looks, especially in religious matters. This research uses a qualitative research approach (library research) to facilitate extracting and analyzing data. The results showed that the concept of Kafā’ah in the Muslim countries of Jordan, Marocco, and Pakistan, in general, is still guided by the view of imam madhhab, especially in Jordan and Pakistan, which is more inclined to the provisions of imam madhhab Hanafi which as the main criteria of Kafā’ah is concerning five basic things, including: religion, descent, hurriyah, the wealth of both brides, as well as the field of work. In contrast, Kafā’ah in the country of Marocco is more inclined to the provisions of the Imam Madzhab Maliki, which emphasizes religious and health aspects, be it a physical or psychic condition of a person. However, in some ways, it has shifted to the standard of Kafā’ah, which includes not only material, nasab, or religion, but on love or affection between the brides and grooms. Thus, the material of family law renewal is expected to be adopted or implemented in legislation, especially related to marriage in Indonesia.  Tujuan utama diadakannya penelitian ini adalah untuk menelisik serta memahami arti penting konsep Kafā’ah dalam praktek perkawinan masyarakat muslim di negara Yordania, Maroko, serta Pakistan. Kafā’ah secara teks ataupun konteks dapat dipahami dengan konsep kesepadanan antara kedua calon mempelai, baik dari segi harta kekayaan, nasab, kecantikan/ketampanan, utamanya dalam permasalahan keagamaan. Penelitian terkait ini penulis lakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian yang bersifat kualitatif (library research) guna memudahkan proses penggalian dan analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep Kafā’ah di negara muslim Yordania, Maroko, serta Pakistan secara umum masih berpedoman pada pandangan imam madzhab, utamanya di negara Yordania serta Pakistan yang lebih cenderung pada ketentuan Imam madzhab Hanafi yang mana sebagai kriteria utama Kafā’ah adalah menyangkut 5 hal dasar, meliputi: keagamaan, keturunan, hurriyah, harta kekayaan kedua calon mempelai, serta bidang pekerjaan. Secara kontras di negara Maroko lebih condong pada ketentuan Imam madzhab Maliki yang menekankan pada aspek keagamaan serta kesehatan, baik itu secara fisik atau kondisi psikis seseorang. Akan tetapi, dalam beberapa hal telah bergeser pada standar Kafā’ah yang tidak hanya meliputi materi, nasab, ataupun agama saja, melainkan pada rasa cinta atau kasih sayang di antara kedua calon mempelai. Dengan demikian materi pembaruan hukum keluarga yang ada, diharapkan dapat diadopsi atau diimplementasikan dalam peraturan perundang-undangan khususnya terkait perkawinan di Indonesia.
Khuntsa dan Penetapan Statusnya dalam Pandangan Fiqh Kontemporer Ilham Ghoffar Solekhan; Maulidi Dhuha Yaum Mubarok
Alhurriyah Vol 5, No 2 (2020): Juli - Desember 2020
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/alhurriyah.v5i2.3324

Abstract

Khuntsa is a condition when an individual has two sexes and cannot be identified whether he is a woman and a man. Khuntsa can be divided into two types, 1) Khuntsa Musykil, which is a double genital condition where the determination of sex is very difficult, 2) Khuntsa Gahiru Musykil, a condition of multiple genitalia that can still be easily identified by its genitals. The new Jurisprudence still uses the old notion of khuntsa. Even so, khuntsa in the modern world is considered a possible sexual anomaly and can occur in some people. This study uses the literature research method or by using a theological normative approach that explains the main issues in the view of Islamic and positive law, and the divine side. Khuntsa also gave rise to psychological theories which show that this condition can trigger psychological problems which can affect physical and behavioral. The world of modern medicine categorizes khuntsa as genital anomalies that can be identified and can be treated. The recommended treatment is the same procedure as for sex changes. Although contrary to classical fiqh, in contemporary fiqh it can occur with consideration. One of the considerations given is the fiqh rule which is الضرر يزال which is also a strong proposition to prove the importance of establishing status for khuntsa.Khuntsa adalah suatu keadaan ketika seorang individu memiliki dua kelamin dan tidak dapat diidentifikasikan apakah dia perempuan dan laki-laki.  Khuntsa dibedakan menjadi dua macam, 1) Khuntsa Musykil, yaitu suatu keadaan kelamin ganda yang penentuan kelaminnya sangat sulit, 2) Khuntsa Ghairu Musykil, yaitu keadaan kelamin ganda yang masih dapat dengan mudah diidentifikasikan kelaminnya. Fiqh baru masih menggunakan pengertian lama mengenai khuntsa. Meskipun demikian, khuntsa di dunia modern dianggap sebagai anomali kelamin yang memungkinkan dan dapat terjadi pada beberapa orang. Tulisan ini menggunakan metode penelitian pustaka atau literature review dengan menggunakan pendekatan normatif teologis yang menjelaskan pokok persoalan dalam pandangan hukum Islam dan hukum positif, dan sisi ketuhanan. Keadaan khuntsa juga memunculkan teori psikologi yang menunjukkan bahwa keadaan ini dapat menjadi pemicu masalah psikologis bagi individu khuntsa tersebut yang dapat berpengaruh terhadap fisik dan perilaku. Dunia kedokteran modern mengategorikan khuntsa sebagai anomali kelamin yang dapat diidentifikasikan, dan dapat ditangani. Penanganan yang disarankan adalah prosedur yang sama seperti pada pergantian kelamin. Meskipun bertentangan dengan fiqh klasik, namun dalam fiqh kontemporer hal tersebut dapat terjadi dengan pertimbangan. Salah satu pertimbangan yang diberikan adalah kaidah fiqh yaitu الضرر يزال yang juga merupakan dalil yang kuat untuk membuktikan pentingnya penetapan status bagi khuntsa.
Agricultural Commodity Zakat: Aspects of the Determination of 'Illat Law and Maṣlahah' Yenni Batubara
Alhurriyah Vol 6, No 1 (2021): January - June 2021
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/alhurriyah.v6i1.2696

Abstract

Nowadays, agricultural commodities are experiencing rapid growth and development with new agricultural innovations such as grafted plants and cross-breeding plants to more modern agriculture, namely hydroponics. This condition causes the agricultural products able to increase the income of farmers significantly. Agricultural products in Islamic law are one type of property that is obligatory for zakat. However, the arguments governing agricultural zakat only mention some agricultural products that are obligatory on zakat, including Jawawud, Wheat, Dates, and Raisins, so some agricultural commodities are out of the reach in these arguments, so there are no legal provisions. This research aims to see how to determine the legal provisions of zakat on agricultural or plantation commodities. This research is using literature studies method. The results of this study indicate that the product of agricultural commodities that have high economic value are qiyās on the types of fruits and grains that are obligatory for zakat, mentioned in the arguments of the Al-Qur' ān and Sunnah with various characteristics, and the functions it has, so that the provisions of agricultural zakat can be applied in issuing zakat on agricultural commodities. Then in terms of maslahah and maqasid shari'ah, the obligation of zakat on agricultural commodities can help fulfill the needs of the poor in particular, and mustahik zakat in general.Komoditas pertanian dewasa ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dengan inovasi pertanian yang baru seperti tanaman cangkok, tanaman hasil perkawinan silang hingga pertanian yang lebih modern yaitu hidroponik. Di mana hasil pertanian tersebut mampu meningkatkan penghasilan para petani secara signifikan. Hasil pertanian dalam hukum Islam adalah salah satu jenis harta yang wajib zakat. Tetapi, dali-dalil yang mengatur tentang zakat pertanian hanya menyebutkan beberapa hasil pertanian yang wajib zakat diantaranya, Jawawud, Gandum, Kusrma dan Kismis, maka secara tidak langsung hasil komoditas pertanian tidak tersentuh sama sekali di dalam dalil tersebut sehingga tidak ada ketetapan hukumnya. Tujuan dari penlitian ini adalah untuk melihat bagaimana penentuan ketentuan hukum dari zakat hasil komoditas pertanian atau perkebunan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi literatur. Berdasarkan analisis yang dilakukan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomis tinggi di-qiyās-kan pada jenis buah-buahan dan biji-bijian wajib zakat yang disebutkan dalam dalil-dalil al-Qur’ān dan Sunnah dengan berbagai sifat dan fungsi yang dimilikinya, sehingga ketentuan-ketentuan zakat pertanian dapat diberlakukan dalam mengeluarkan zakat hasil komoditas pertanian. Kemudian dilihat dari segi maslahah dan maqāṣid syarī’ah, kewajiban zakat komoditas pertanian dapat membantu terpenuhinya kebutuhan fakir miskin khususnya, dan mustahik zakat pada umunya. 
Cooperation System of Gaduh Sapi in Fiqh Mu’āmalah in Tanjung Kulon Kajen Village Pekalongan Hendri Hermawan Adinugraha; Elsa Vani Mawaddah; Ali Muhtarom
Alhurriyah Vol 6, No 1 (2021): January - June 2021
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/alhurriyah.v6i1.4211

Abstract

This study aims to describe the “gaduh sapi” collaboration in terms of practice and review of mu’āmalah fiqh in Tanjung Kulon Village, Kajen Country, Pekalongan District. This research is using descriptive qualitative research. The sources used in this study are data from interviews, observations, documentation, and literature data. The subjects of this study were cattle managers and owners of capital. Data collection techniques used non-participant observation methods, structured interviews, and documentation. The data analysis used is qualitative by using the deductive method. The study results show that the practice of “gaduh sapi” in Tanjung Kulon Village follows the habits of the village community both in terms of how to manage, provide capital, and share profits. The model of rowdy practice is carried out with two events, namely fattening and breeding. The “gaduh sapi” collaboration carried out by the community as a means of helping. The practice of “gaduh sapi” cooperation carried out by the community is in accordance with the rules of fiqh mu’āmalah, namely using a muḍārabah contract. Because the capital owner gives the business manager the freedom to manage his business, develop it without limiting the type, time, and place. The capital used in this rowdy cooperation practice is goods, namely cows. This follows one of the conditions for muḍārabah capital: it can be in the form of money or goods that are valued (cows are included). So that at the end of time the distribution of results can be distinguished from profits. Where cattle capital remains the right of the owner of the capital, then the fattening and breeding results are shared. The provisions of the benefits carried out by the people of Tanjung Kulon Village are by the rules of al-ghunmu bi al- ghurmi (risks are balanced with benefits). This study also confirms that there are no contracts containing gharar in the “gaduh sapi” practice.Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan “gaduh sapi” dari segi praktik dan tinjauan fiqh mu’āmalah di Desa Tanjung Kulon, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Sumber yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data hasil wawancara, observasi, dokumentasi, dan data literatur. Subjek penelitian ini adalah pengelola sapi dan pemilik modal. Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi non-partisipan, wawancara terstruktur, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah kualitatif dengan menggunakan metode deduktif. Hasil penelitian menunjukan bahwa praktik “gaduh sapi” di Desa Tanjung Kulon mengikuti  kebiasaan  masyarakat  desa baik  dari  segi  cara  pengelolaan,  penyediaan modal, dan pembagian keuntungan. Model praktik gaduh yang dilakukan dengan dua acara yaitu penggemukan dan pengembangbiakan. Kerjasama “gaduh sapi” yang dilakukan oleh masyarakat sebagai sarana tolong menolong. Praktik kerjasama “gaduh sapi” yang dilakukan masyarakat sudah sesuai dengan aturan fiqh mu’āmalah, yaitu menggunakan akad muḍārabah. Pengelola usaha diberi kebebasan oleh pemilik  modal  untuk  mengelola  usahanya,  mengembangkan  tanpa  memberi batasan  jenis,  waktu  serta  tempat. Modal yang digunakan dalam praktik kerjasama gaduh ini adalah barang yaitu sapi. Hal ini sudah sesuai dengan salah satu syarat modal muḍārabah yaitu dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai (sapi termasuk di dalamnya). Pada waktu akhir pembagian hasil dapat dibedakan dari keuntungan. Dimana modal sapi tetap menjadi hak pemilik modal, selanjutnya hasil penggemukan dan pengembangbiakan yang dibagihasilkan. Ketentuan keuntungan yang dilakukan masyarakat Desa Tanjung Kulon telah sesuai dengan kaidah al-ghunmu bi al-ghurmi. Hasil penelitian ini juga menegaskan bahwa tidak ditemukan akad yang mengandung gharār dalam praktik “gaduh sapi” disana.
Pembentukan Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah menurut Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam Hamsah Hudafi
Alhurriyah Vol 5, No 2 (2020): Juli - Desember 2020
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/alhurriyah.v5i2.3647

Abstract

The formation of a sakinah mawaddah and rahmah family is a family that is desired by every married person. The purpose of a marriage and the application of the rights and obligations of husband and wife, because in this day and age we see many marriages that do not last long. This encourages the author to write an article that will discuss how to build a sakinah-mawaddah-warahmah family in accordance with the Marriage Law and Islamic Law Compilation (KHI). The writing method used a literature studies that take from existing books and writings. In this paper, there are efforts to establish a household, namely those contained in articles 30-34 of the Marrige Law and article 77 KHI and also solutions to the formation of the samawa household. The solution is to maintain communication relationships, biological needs, appearances and regulate the family economy. Pembentukan keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah merupakan sebuah keluarga yang diinginkan oleh setiap orang yang sudah menikah. Tujuan dari sebuah perkawinan dan penerapan hak dan kewajiban suami istri, karena di zaman sekarang banyak kita lihat pernikahan-pernikahan yang tidak berlangsung lama. Hal tersebut mendorong penulis untuk menulis sebuah tulisan yang akan membahas tentang bagaimana membangun keluarga yang sakinah-mawaddah-warahmah sesuai dengan Undang-undang perkawinan dan KHI. Metode penulisan menggunakan studi literatur yang mengambil dari buku dan tulisan yang sudah ada. Dalam tulisan ini terdapat upaya pembentukan rumahtangga yaitu yang terdapat pada pasal 30-34 UUP dan pasal 77 KHI dan juga solusi pembentukan rumah tangga yang samawa. Adapun solusinya yaitu menjaga hubungan komunikasi, kebutuhan biologis, menjaga penampilan dan mengatur ekonomi keluarga.
Persecutory and Defamation as Barriers to Inheritance (Review of Maqāṣid Shari'ah in a Compilation of Islamic Law) Wardatun Nabilah; Deri Rizal; Arifki Budia Warman
Alhurriyah Vol 6, No 1 (2021): January - June 2021
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/alhurriyah.v6i1.3274

Abstract

A Compilation of islamic law “Kompilasi Hukum Islam”, which was ratified through Presidential Instruction (or now decree) No. 1 of 1991, is a modern codification of Islamic individual and family law that becomes the standard of judges' reference in resolving cases in religious courts. One of the critical parts of KHI is inheritance, which is the main focus of this paper. The article on inheritance in KHI is interesting for further review because it has a different legal provision to fiqh or qanun. Through the study of libraries with a philosophical approach, this paper intends to analyze the provisions that become a barrier to inheritance from the perspective of Maqāṣid al-Sharia. This study shows that the obstacles to obtaining inheritance for reasons of persecution and slander, as mentioned in article 173 KHI, are some barriers to one obtaining inheritance that are not discussed as a barrier to inheritance in the classic fiqh book of severe persecution and slander. Through literature research, it is understood that the decree of persecution and slander is a barrier to inheritance in line with the Maqāṣid al-Sharia, namely to protect the soul (hifz al-nafsi), then guard the property (hifz al-māl) and further maintain self-respect (hifz al-'Ird) Thus. However, severe persecution and slander are not listed in classical Islamic jurisprudence as a barrier to inheritance. With the study of Maqāṣid al-Sharia, these two things are very appropriate to be applied in the rule of inheritance law, especially in Indonesia, so that these two acts cause very much harm to the victim (heir). “Kompilasi Hukum Islam”, yang disahkan melalui Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991, merupakan kodifikasi modern hukum perseorangan dan keluarga Islam yang menjadi standar rujukan para hakim dalam menyelesaikan perkara di pengadilan agama. Salah satu bagian penting KHI adalah kewarisan, yang menjadi fokus utama dalam tulisan ini. Pasal tentang waris dalam KHI menarik dikaji lebih lanjut karena memiliki ketentuan hukum yang berbeda dengan fiqh atau qanun. Melalui studi pustaka dengan pendekatan filosofis, tulisan ini bermaksud menganalisis ketentuan yang menjadi penghalang warisan dari perspektif Maqāṣid al-Syarī’ah. Hasil studi ini menunjukkan bahwa halangan mendapatkan warisan karena alasan penganiayaan dan fitnah, sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 173 KHI terdapat beberapa penghalang seseorang mendapatkan hak waris yang tidak dibahas sebagai penghalang kewarisan dalam kitab fiqh klasik yaitu penganiayaan berat dan fitnah. Melalui penelitian kepustakaan, dipahami bahwa ketetapan penganiayaan dan memfitnah sebagai penghalang kewarisan sejalan dengan Maqāṣid al-Syarī’ah yakni yakni untuk menjaga jiwa (hifẓal-nafsi), kemudian  menjaga harta (hifẓal-māl) dan selanjutnya menjaga kehormatan diri (hifẓ al-‘Irḍ) Maka, sekalipun penganiayaan berat dan fitnah tidak tercantum dalam fiqh klasik sebagai penghalang kewarisan, namun dengan kajian Maqāṣid Syarī’ah, kedua hal ini sangat pantas diterapkan dalam aturan hukum waris, khususnya di Indonesia. Hal ini disebabkan karena dua perbuatan ini menyebabkan sangat banyak mudarat kepada korban (pewaris).
Korupsi, Hibah dan Hadiah dalam Persfektif Hukum Islam (Klarifikasi dan Pencegahan Korupsi) Muhammad Sabir; Iin Mutmainnah
Alhurriyah Vol 5, No 2 (2020): Juli - Desember 2020
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/alhurriyah.v5i2.2690

Abstract

This study attends to analyze the ulama perspective regarding the corruption, gift and grants, as well as the actions taken to prevent corruption. Qualitative descriptive is type of this research and uses a juridical sociology approach in analyzing corruption. Prizes and grants that are assumed to be gratuities are basically commendable acts but can lead to criminal acts of corruption when related to officials government. while the ulama agree that corruption is an illegal act. And the preventing and overcoming corruption is to carry out strict supervision and to give strict sanctions to the perpetrators.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pandangan ulama menyangkut korupsi, hadiah dan hibah, serta tindakan  yang dilakukan dalam mencegah tindak pidana korupsi. Deskriptif kualitatif merupakan jenis penelitian ini dan menggunakan pendekatan sosiologi yuridis dalam menganalisis tindak pidana korupsi. Hadiah dan hibah yang diasumsikan sebagai gratifikasi pada dasarnya merupakan perbuatan terpuji namun bisa berujung pada tindak pidana korupsi apabila berkaitan dengan pejabat. Sementara ulama bersepakat bahwa korupsi adalah perbuatan haram. Hal yang dilakukan dalam pencegahan dan penanggulangan tindak pidana korupsi ialah melakukan pengawasan ketat dan memberikan sanksi yang tegas kepada para pelaku.
Philosophical Dimensions of Punishment in Islamic Criminal Law Nuraisyah Nuraisyah
Alhurriyah Vol 6, No 1 (2021): January - June 2021
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/alhurriyah.v6i1.3459

Abstract

This study discusses the philosophical dimensions of punishment in terms of Islamic criminal law. Islamic criminal law has a goal that everyone does not want to commit a crime. So that Islamic criminal law is both preventive (prevention) and curative (their crimes deter the perpetrators of crimes). The formulation of the problem in this study is why people who commit crimes must be punished according to Islamic criminal law? The method used is a type of normative legal research; normative legal research is research conducted to collect and analyze secondary data. This study concludes that the provisions of the punishment contained in the Qur'an and al-Sunnah are Shari'ah that must be carried out. With this punishment, it aims to make people aware of the wickedness of evil so that it is embedded in their souls that all misdeed must be avoided whether seen by others or not, because Allah is always watching him wherever he is. When this thought is embedded in everyone, it will repress the misdeed in daily life or reduce crime in society.Penelitian ini membahas tentang dimensi filosofis pemidanaan dilihat dari segi hukum pidana Islam. Hukum pidana Islam memiliki tujuan agar setiap orang tidak mau melakukan tindakan kejahatan. Sehingga hukum pidana Islam ini bersifat preventif (pencegahan) maupun bersifat kuratif (agar berpelaku kejahatan merasa jera dengan Tindakan kejahatannya). Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah kenapa orang yang melakukan Tindakan kejahatan harus mendapatkan hukuman dilihat dari hukum pidana Islam? Metode yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengumpulkan dan menganalisis data sekunder. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ketentuan hukuman yang terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah merupakan Syari’at yang harus dijalankan. Dengan hukuman itu bertujuan untuk menyadarkan masyarakat dari keburukan-keburukan kejahatan, sehingga tertanam di dalam jiwa bahwa semua kejahatan harus dihindari, baik dilihat oleh orang lain ataupun tidak, sebab Allah selalu mengawasinya di manapun dia berada. Apabila hal ini telah tertanam dalam diri semua orang, secara otomatis kejahatan tidak akan ada dipermukaan bumi, atau paling tidak bisa mengurangi kejahatan di tengah-tengah masyarakat. 
Euthanasia dalam Pandangan Moral, Kode Etik Kedokteran dan Perspektif Hukum Islam Zilfania Rahmawati; Ashif Az Zafi
Alhurriyah Vol 5, No 2 (2020): Juli - Desember 2020
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/alhurriyah.v5i2.3205

Abstract

The practice of euthanasia in medicine has become a topic that raises various discussions when viewed from different points of view. The existence of differences of opinion that arise from the practice of euthanasia is normal because the practice is related to human life. Based on this, this scientific study aims to determine euthanasia from a moral perspective, a medical code of ethics and in the perspective of Islamic law. The process of collecting data from scientific studies was carried out by means of literature research using qualitative descriptive methods in presenting and analyzing the data obtained. The results of the study show how euthanasia practices are in accordance with the medical code of ethics, moral views and how the law is in Islam.Praktik Euthanasia dalam kedokteran menjadi hal yang menimbulkan berbagai perbincangan bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Adanya perbedaan pendapat yang muncul dari praktik euthanasia merupakan suatu kewajaran karena praktik tersebut berhubungan dengan nyawa manusia. Berdasarkan hal tersebut studi ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui euthanasia dalam pandangan moral, kode etik kedokteran dan dalam perspektif hukum Islam. Proses pengumpulan data studi ilmiah ini dilakukan dengan cara penelitian literatur menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam penyajian dan anlisis data yang diperoleh. Hasil dari penelitian menunjukkan bagaimana praktik euthanasia yang sesuai kode etik kedokteran, pandangan moral dan bagaimana hukumnya dalam agama Islam.
Islamic Law Politics in The Contemporary Era (Revealing The Struggle for The Positivization of Islamic Law in Indonesia) Muhazir Muhazir
Alhurriyah Vol 6, No 1 (2021): January - June 2021
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/alhurriyah.v6i1.3956

Abstract

This paper will discuss the politics of Islamic law until now, which still leaves debates between pros and cons parties, this debate is based on differences in views between secular Islamic groups and traditionalists, plus global political conditions increasingly influence the direction of Indonesian government legal policies. Library research is the method used in this paper, the legal policy approach and statute approach are used to analyze data found in various literature. The results of this study indicate that the struggle for the positivists of Islamic law in Indonesia is still reaping polemics, these polemics are based on three things; first, differences in understanding of the relationship between religion and state; second, the contemporary Indonesian political system is influenced by western politics; third, liberalism and communism have helped to hinder the positivists process of Islamic law in IndonesiaTulisan ini akan mendiskusikan tentang politik hukum Islam hingga saat ini yang masih menyisakan perdebatan antara pihak pro dan kontra, perdebatan ini didasari oleh perbedaan pandangan antara kelompok Islam sekuler dan Islam tradisionalis, ditambahkan lagi dengan kondisi politik global semakin mempengaruhi arah kebijakan hukum pemerintah Indonesia. Library research merupakan metode yang digunakan dalam tulisan ini, pendekatan legal policy dan statute approach digunakan untuk menganalisis data yang ditemukan dalam berbagai literatur. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pergulatan positivisasi hukum Islam di Indonesia masih menuai polemik, polemik tersebut didasari oleh tiga hal; pertama, perbedaan pemahaman tentang hubungan antara agama dan negara; kedua, sistem politik indonesia masa kontemporer dipengaruhi oleh politik barat; ketiga, paham liberalisme dan komunisme turut menghambat proses positivisasi hukum Islam di Indonesia Kata Kunci: Politik, Hukum Islam, Positivisasi