cover
Contact Name
Jaya Pramana
Contact Email
jayapram@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
support@majalahpatologiindonesia.com
Editorial Address
Departemen Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jl. Salemba Raya 6, Tromol Pos 3225, Jakarta 10002
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Majalah Patologi Indonesia
ISSN : 02157284     EISSN : 25279106     DOI : https://doi.org/10.55816/
Core Subject : Health,
Majalah Patologi Indonesia (MPI) digunakan sebagai wahana publikasi hasil penelitian, tinjauan pustaka, laporan kasus dan ulasan berbagai aspek di bidang patologi manusia. Tujuannya ialah menghadirkan forum bagi permakluman dan pemahaman aneka proses patologik serta evaluasi berbagai penerapan cara diagnostik sejalan dengan kemajuan perkembangan ilmu dan teknologi. Selain itu juga untuk merangsang publikasi barbagai informasi baru/mutakhir.
Articles 319 Documents
Hubungan Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor-A (VEGF A) dengan Derajat Histopatologi dan Potensi Metastasis Karsinoma Ovarium . Yuliana Sri Widhihastuti, Cahyono Kaelan, Syarifuddin Wahid
Majalah Patologi Indonesia Vol 20 No 1 (2011): MPI
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (572.307 KB)

Abstract

ABSTRAK Latar Belakang Kanker ovarium dikenal sebagai “the silent killer”, sehingga sangat penting untuk mendeteksi dini untuk memprediksi potensi metastasis kanker ovarium. Keganasan ovarium terbanyak adalah tipe epithelial atau karsinoma. Salah satu kandidat yang potensial untuk tujuan tersebut di atas adalah VEGF-A yang dikenal berperan dalam proliferasi dan migrasi sel endotel. Penelitin ini bertujuan menilai hubungan imunoekspresi VEGF-A dengan derajat histopatologi dan potensi metastasis karsinoma ovarium, Bahan dan Cara Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional retrospective yang dilakukan di bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Sampel didapatkan dari arsip kasus karsinoma ovarium selama periode Januari 2008-Mei 2010. Dilakukan pewarnaan imunohistokimia menggunakan antibodi monoklonal VEGF- A pada 51 jaringan karsinoma ovarium dengan metode labelled streptovidin biotin peroxidase. Hasil Ekspresi VEGF-A (positif) ditemukan pada 49 dari 51 sampel tumor dan sebanyak 18 tumor diantaranya disertai metastasis. Terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi VEGF-A dengan derajat histopatologi tumor. Ekspresi VEGF-A yang kuat terbanyak pada tumor dengan derajat histopatologi yang tinggi(diferensiasi buruk), dan ekspresi VEGF-A yang lemah hingga negatif pada tumor dengan derajat histopatologi rendah (diferensiasi baik). Ekspresi VEGF-A yang kuat ditemukan baik pada jaringan tumor yang bermetastasis maupun yang tidak bermetastasis. Kesimpulan Terdapat hubungan antara ekspresi VEGF-A dengan derajat histopatologi tumor ganas epitelial ovarium, (p≤ 0,05), tetapi tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara ekspresi VEGF-A dengan potensi metastasis tumor, (p≥0,05). Kata kunci : VEGF-A, derajat histopatologi, metastasis, karsinoma ovarium. ABSTRACT Correlations Between The Immunoexpresion of Vascular Endothelial Growth Factor A (VEGF A) and The Histopathological Grade and metastatic potency of ovarian cancer. Background Ovarian Cancer is the "Silent Killer", especially the epithelial type, so it is very helpfull to find this tumor in early stage, and can be used to predict the metastatic potentiallity. Objective This study was to assess The correlation of VEGF A and The Histopathologic Grade of Epithelial Ovarian Cancer, as well as the potentiallity for metastases. Methodology This study was a retrospective cross sectional study conducted at the Pathology Medical Faculty of Hasanuddin University. Samples obtained from ovarian tissue during the period January 2008-May 2010. Immunohistochemical staining was performed using monoclonal antibody VEGF A in 51 epithelial ovarian cancer tissue using biotin peroxidase method streptovidin labelled. Results The expression of VEGF A (positive) is found in 49 out of 51 tumor samples, a total of 18 tumors accompanied with metastases. There is significant correlation between VEGF A expression with histopathologic grade of tumors, where strong expression of VEGF A found in majority of tumors with high histopathologic grade (poor differentiation), and weak to negative expression of VEGF A was found in tumors with low histopathologic grade (well differentiation). VEGF A expression was found both in tumor with metastases or no metastasis. Conclusion This study was to get the correlation between VEGF A expression and the histopathologic grade of epithelial ovarian cancer, p=0.00 (≤ 0.05), but there was no significant correlation between the VEGF A expression with the potential of tumor metastases, p=387 (≥0.05) Keywords : VEGF A, histopathological grade.
Hubungan Overekspresi Topoisomerase Il Alfa dengan Over-ekspresi Her-2/neu dan Berbagai Derajat Histologik Karsinoma Duktal Invasif Tidak Spesifik Payudara . Jane Kosasih, I Gusti Alit Artha
Majalah Patologi Indonesia Vol 20 No 1 (2011): MPI
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (420.62 KB)

Abstract

ABSTRAK Latar Belakang Peranan enzim Topoisomerase II α (TOP2A) sebagai faktor prognostik dan faktor prediktif terapi antrasiklin pada kasus karsinoma duktal invasif tidak spesifik payudara telah banyak diteliti selama satu dekade terakhir ini. Namun masih ada kontroversi mengenai hubungan antara HER-2 dan TOP2A serta TOP2A dan derajat histologik. Maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan bermakna antara overekspresi HER-2/neu dan TOP2A, serta apakah ada hubungan bermakna antara overekspresi TOP2A dengan derajat histologik karsinoma duktal invasif tidak spesifik payudara. Cara Penelitian potong lintang dilaksanakan di Bagian/SMF Patologi Anatomik FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Sampel penelitian yaitu sediaan blok parafin dari penderita karsinoma duktal invasif tidak spesifik payudara yang telah dilakukan pemeriksaan histopatologi di Laboratorium Patologi Anatomik FK-UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dari tanggal 1 Januari 2007-31 Desember 2009 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Derajat histologik dan skor semi kuantitatif imunohistokimia untuk HER-2/neu dan TOP2A di nilai oleh dua orang pengamat secara membuta. Analisis hubungan antara overekspresi HER-2/neu dengan overekspresi TOP2A dan hubungan antara overekspresi TOP2A dengan derajat histologik tumor diuji dengan menggunakan Chi-square test (X2 test) menggunakan program SPSS 15.0 for windows. Hasil Selama periode 3 tahun (2007-2009) ditemukan sampel 93 kasus yang dapat dianalisis. Rata-rata umur penderita 47,57 tahun (rentang umur 22-81 tahun). Sebanyak 32 kasus (34,4%) menunjukkan overekspresi HER-2/neu. Dari 32 kasus dengan overekspresi HER-2/neu, 13 (40,6%) kasus menunjukkan overekspresi TOP2A. Terdapat hubungan antara overekspresi HER-2/neu dengan overekspresi TOP2A (p=0,018, OR=3,110, CI95% 1,189-8,132). Dari 24 kasus dengan overekspresi TOP2A, terdapat 19 (79,2%) kasus dengan derajat histologik tumor tinggi. Terdapat hubungan antara overekspresi TOP2A dengan derajat histologik tumor tinggi (p=0,020, OR=3,483, CI95% 1,168-10,386). Kesimpulan Overekspresi TOP2A memiliki hubungan bermakna dengan overekspresi HER-2/neu dan derajat histologik kasus karsinoma duktal invasif tidak spesifik pada payudara. Kata kunci: Karsinoma duktal invasif tidak spesifik payudara, Topoisomerase II α, HER-2/neu, derajat histologik. ABSTRACT Background The role of Topoisomerase II α (TOP2A) enzyme as a prognostic and predictive factor for antracycline therapy in invasive ductal carcinoma NOS of the breast has been studied since the last decade. However the relationship between HER2 and TOP2A exspresion and the relationship between TOP2A and histologic grade remains controversial. This study want to know if there is a correlation between HER-2/neu and TOP2A overexpression and if there is a correlation between TOP2A overexpression and histologic grade. Method This is a cross-sectional study conducted in the Department of Anatomical Pathology Faculty of Medicine Udayana University-Sanglah. Samples have been taken from paraffin blocks from invasive ductal carcinoma’s patients diagnosed in Department of Anatomical Pathology Faculty of Medicine Udayana University-Sanglah during 1 January 2007 to 31 December 2009 that fulfill inclusion and exclusion criteria. The histologic grade were determined based on H and E slides and HER2 and TOP2A immunoscore were blindly evaluafed semiquantitatively by 2 independent observers. The correlation between HER-2/neu overexpression and TOP2A overexpression, and the correlation between TOP2A overexpression and histologic grade has been tested by Chi-square test (X2 test) and data analysis use SPSS 15.0 for windows program. Results During 3 years (2007-2009), there were 93 cases as samples, that can be analyzed, with mean age was 47,57 years old (range 22-81 years). Thirty two cases (34,4%) showed HER-2/neu overexpression. From 32 cases with HER-2/neu overexpression, 13 (40,6%) cases showed TOP2A overexpression. There was a correlation between HER-2/neu overexpression and TOP2A overexpression (p=0,018, OR=3,110, CI95% 1,189-8,132). From 24 cases with TOP2A overexpression, there were 19 (79,2%) cases with high histologic grade of tumor. There was a correlation between TOP2A overexpression and high histologic grade of tumor (p=0,020, OR=3,483, CI95% 1,168-10,386). Conclusion TOP2A overexpression showed significant correlation with HER-2/neu overexpression and histologic grade in Invasive Ductal Carcinoma NOS. Keywords : Invasive Ductal Carcinoma NOS, Topoisomerase II α, HER-2/neu, histologic grade.
Profil Keganasan Primer Kulit Tersering di Departemen Patologi Anatomik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Tahun 2005-2009 . Riesye Arisanty, Budiana Tanurahardja
Majalah Patologi Indonesia Vol 20 No 1 (2011): MPI
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (236.124 KB)

Abstract

ABSTRAK Latar Belakang Keganasan kulit secara umum dikelompokkan menjadi golongan keratinositik dan melanositik. Jenis keganasan tersering adalah karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa (dari golongan keratinositik) serta melanoma malignum (dari golongan melanositik). Penelitian ini menilai jumlah dan pola distribusi dari 3 keganasan primer kulit tersering pada tahun 2005-2009 dan dibandingkan dengan data tahun 1990-1998. Bahan dan Cara Penelitian merupakan penelitian deskriptif-retrospekstif. Data berasal dari sediaan arsip di Departemen Patologi Anatomik FKUI yang didiagnosis secara histopatologik sebagai karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa, dan melanoma malignum, pada organ kulit berdasarkan kode ICD-O sejak tahun 2005-2009. Data kemudian dibandingkan dengan data penelitian tahun 1990-1998. Hasil Terdapat 395 kasus tumor ganas primer kulit melanositik dan non melanositik yang dapat dikumpulkan selama kurun waktu 5 tahun sejak tahun 2005-2009. Sebanyak 171 kasus (43.3%) adalah karsinoma sel basal, 196 kasus (49.6%) karsinoma sel skuamosa serta 28 kasus (7.1%) adalah melanoma malignum. Berdasar-kan jenis kelamin, sebanyak 204 kasus (51.6%) adalah laki-laki dan 191 kasus (48.9%) adalah perempuan (tabel 1). Mayoritas usia penderita berkisar antara 60-69 tahun (27%). Kesimpulan Keganasan pada kulit yang ada di Departemen Patologi Anatomik antara tahun 2005-2009 meningkat 5 kali lipat dibandingkan dengan penelitian sebelumnya kira-kira 10 tahun yang lalu, yang dilakukan pada tahun 1996-1998. Penderita karsinoma sel skuamosa meningkat 29 kali lipat, karsinoma sel basal meningkat 6 kali lipat, dan penderita melanoma malignum 4.3 kali lipat dibandingkan 10 tahun sebelumnya. Kata kunci: keganasan primer kulit, karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel basal, melanoma malignum. ABSTRACT Background Classification in cutaneous neoplasm diviided into keratinazing and melanocytic neoplasm. The most common neoplasm in cutaneous lesion are basal cell carcinoma, and squamous cell carcinoma (from keratinazing neoplasm) also malignant melanoma (from melanocytic neoplasm). This study examines number of cases and type of distribution form of 3 most common primary cutaneous neoplasm in 2005-2009 and compared to data in 1990-1998. Material and methods Data within 2005-2009 was obtained from archeiving of Anatomical Pathology Department Faculty of Medicine University of Indonesia-Cipto Mangunkusumo Hospital, histopathological based. All cases with histopathological diagnosis as Basal cell carcinoma, Squamous cell carcinoma and Malignant melanoma based on ICD-O was assesed and compared to same criteria of data in 1990-1998. Result 395 cases were obtained consisted of 43% (171) was Basal cell carcinoma, 49.6% (196) was squamous cell carcinoma and 7.1% (28) was diagnose as malignant melanoma, with male predominance and the range of age was 60-69 years old. Conclution The number of cutaneous neoplasm was increased about 5 times comparing to previous data in 1996-1998. Number of SCC was increased 29 times, BCC was 6 times, and MM was 4.3 times comparing to the previous data. Key words : Squamous cell carcinoma (SCC), Basal cell carcinoma (BCC),malignant melanoma (MM)
Perbandingan Pemeriksaan Sitologi Apus Serviks Konvensional (ASK) dengan Liquid Based Preparation (LBP) . Nursanti Apriyani*, Henny Sulastri*, Heni Maulani*, Irsan Saleh
Majalah Patologi Indonesia Vol 20 No 1 (2011): MPI
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (381.522 KB)

Abstract

ABSTRAK Latar belakang Pemeriksaan Pap smear dilakukan untuk diagnosis dini kelainan pada serviks. Apus Serviks Konvensional (ASK) yang selama ini digunakan memiliki beberapa kelemahan, dan Liquid Based Preparation (LBP) merupakan salah satu metode baru yang mencoba untuk memberikan gambaran sitologi yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan hasil pemeriksaan sitologi ASK dan LBP dalam mendeteksi dini lesi serviks. Metode Penelitian ini bersifatdeskriptif-eksploratif, membandingkan hasil pemeriksaan sitologi ASK dan LBP yang diukur dengan kriteria Bethesda 2001. Penelitian dilakukan di RS RK Charitas dan RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang mulai 1 April sampai 30 Juni 2010. Sampel penelitian diambil dari 100 wanita yang telah menikah, setiap satu kali pengambilan sampel apusan serviks dilakukan dua metode yaitu; metode ASK dan LBP, sehingga akan terkumpul 200 sampel yang dipulas dengan perwarnaan Papanicolaou.. Hasil LBP lebih banyak memberikan adekuasi specimen yang memuaskan dibandingkan dengan ASK (p0,02), Kesimpulan Metode LBP memiliki beberapa kelebihan yang dapat menutupi kekurangan metode ASK, kelebihannya antara lain adekuasi memuaskan lebih banyak, memberikan gambaran sel yang lebih jelas dan mudah dilihat. Kata kunci : Apus Serviks Konvensional (ASK), Liquid Based Preparation (LBP), Bethesda 2001 ABSTRACT Background Pap Smears is important for early detection of cervical lesion. Conventional cervical smear which is widely used, has several weaknesses,and liquid based preparation (LBP) is one of new methods that have been introduced to try to eliminate those weaknesses. The objective of this research is tocompare the results of cytologic diagnosis between Conventional cervical smear and LBP based in early detection cervical lesion. Methods This is an observational explorative study, to compare conventional smears with LBP, using the Bethesda 2001 criteria. This study was done at RK Charitas hospital and dr. Mohammad Hoesin General hospital Palembang from april 1st untill June 30th, 2010. The sample was taken from one hundred married women. Each smears has two preparation, one with conventional cervical smears and the other using LBP There will be 200 samples to stain with Papanicolaou method. Result LBP give more satisfactory criteria for specimen adequacy (p0,02). Conclusion LBP methods are more superior, had several opportunity that can covered the lacking of ASK methods, giving more satisfactory of adequacy and the clarity of the abnormal cells. Key words : conventional cervical smear, Liquid Based Preparation, Bethesda 2001.
Korelasi Imunoekspresi Her2/Neu dan P53 dengan Respon Kemoterapi Cisplatin pada Karsinoma Paru Bukan-Sel Kecil . Hermin Aminah, Bethy S Hernowo, Ismet M. Nur, Makmuri Yusuf
Majalah Patologi Indonesia Vol 20 No 1 (2011): MPI
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (393.709 KB)

Abstract

ABSTRAK Latar Belakang Kemoresistensi merupakan masalah utama dalam pemberian kemoterapi pada pasien karsinoma paru bukan-sel kecil (KPBSK). Beberapa marker yang dipergunakan untuk memperkirakan respon terapi pada pasien KPBSK termasuk ekspresi HER2/neu dan p53 masih kontroversial. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan peranan imunoekspresi HER2/neu dan p53 dalam memperkirakan keberhasilan kemoterapi cisplatin pada pasien KPBSK. Bahan dan Cara Penelitian ini mengevaluasi sediaan sitologi Papanicolaou 26 pasien KPBSK yang belum diterapi di Rumah Sakit Hasan Sadikin pada periode 1 Januari 2007-31 Desember 2009. Sediaan diambil dari bilasan bronkus, sikatan bronkus dan pungsi pleura. Preparat sitologi Papanicolaou tersebut kemudian diwarnai secara imunositokimia menggunakan antibodi anti-HER2/neu dan antibodi anti-p53. Hasil Terdapat 60,9% imunoekspresi positif pada pewarnaan HER2/neu dan 39,1% imunoekspresi positif pada pewarnaan p53. Terdapat korelasi yang bermakna antara imunoekspresi Her2/neu positif 3 dengan respon kemoterapi cisplatin yang buruk pada penderita KPBSK (p=0,031) demikian pula dengan imunoekspresi p53 positif (p=0,003). Namun tidak tampak korelasi yang bermakna antara berbagai derajat imunoekspresi HER2/neu dengan respon kemoterapi cisplatin (p=1,000). Kesimpulan Imunoekspresi HER2/neu positif 3 dan imunoekpresi p53 positif dapat digunakan untuk memperkirakan keberhasilan pemberian kemoterapi cisplatin pada pasien KPBSK. Kata kunci: karsinoma paru, kemoterapi, cisplatin,imunositokimia,HER2/neu, p53, ABSTRACT Objective Chemoresistance is a major problem in chemotherapy of non small cell lung cancers (NSCLCs), many predictors of treatment response in patients with NSCLC including HER2/neu and p53 expressions remain controversial. This study was design to determine the utility of HER2/neu and p53 expression in predicting the response of cisplatin chemotherapy in patients with NSCLC. Methods Cytology specimens from 26 patients with untreated previously NSCLC, before bronchial brushing/washing or pleural punction. Papanicolaou stained slides were immunostained using anti-HER2/neu antibody and anti-p53 antibody. Results The positivity of HER2/neu was 60,9%, and p53 was 39,1%. Positivity of HER2/neu correlated significantly (P=0,031) with bad response to cisplatin chemotherapy in NSCLC, but the difference in response to chemotherapy between HER2/neu positive and negative patients had no correlation in statistically (P= 0,675). Positivity of p53 was correlated with chemotherapy resistancy in NSCLC (P=0,003) Conclusion These results suggest that immunostaining of HER2/neu and p53 for cytology specimens may help to predict response to cisplatin chemotherapy in NSCLC, although the results should be confirmed in a larger, more homogeneous series. Key word: HER2/neu, p53, lung cancer, chemotherapy, immunocytochemistry
Hubungan Ekspresi E6 Human Papillomavirus 16/18 dengan Derajat Differensiasi Karsinoma Sel Skuamosa pada Kepala dan Leher serta Korelasinya dengan Ekspresi Ki-67 . Henny Mulyani*, Yanwirasti**, Salmiah Agus
Majalah Patologi Indonesia Vol 20 No 1 (2011): MPI
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (441.286 KB)

Abstract

ABSTRAK Latar Belakang Kanker kepala dan leher sebagian besar berjenis histopatologik karsinoma sel skuamosa sehingga dikenal dengan head and neck squamous cell carcinoma (HNSCC). Human Papillomavirus (HPV) dilaporkan sebagai salah satu penyebab terjadinya HNSCC. HNSCC yang positif mengekspresikan gen onkogenik HPV, karakteristiknya berbeda dengan HNSCC HPV negatif.Selain gambaran klinis yang berbeda, juga berbeda dalam derajat histopatologik serta biologi molekuler yang salah satunya adalah aktifitas proliferasi sel. Hal ini berdampak pada respon terapi dan prognosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ekspresi E6 HPV 16/18 dengan derajat histopatologik HNSCC serta korelasinya dengan ekspresi Ki-67. Cara Kerja Penelitian potong lintang observasional dengan sampel HNSCC dari laboratorium PA RSUP DR.M. Djamil Padang, RSUD Achmad Muchtar Bukittinggi dan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang. Arsip penderita, slaid Hematoksilin Eosin, dan blok parafin pasien dengan diagnosis PA: SCC pada kepala dan leher, dikumpulkan dan dilakukan pemeriksaan imunohistokimia menggunakan antibodi E6 HPV 16/18 dan Ki-67. Penilaian ekspresi E6 HPV 16/18 dan Ki-67 berdasarkan skoring yang dilihat pada 100 sel tumor dalam 5 lapangan pandang besar. Hasil dianalisis dengan uji chi square dan uji korelasi. Hasil Jumlah kasus yang dianalisis adalah 72 kasus sebagian besar laki-laki (73,6%), umur rata-rata 55,81. Lokasi tersering kavum oral dan orofaring, derajat diferensiasi baik dan sedang adalah yang terbanyak. Diantara 14 kasus (5,6%) yang positif mengekspresikan E6 HPV 16/18 paling banyak terletak pada kavum nasi. Sedangkan ekspresi Ki-67 positif pada 21 kasus (29,2%). Kesimpulan Pada penelitian ini sebanyak 18,1% HNSCC positif mengekspresikan E6 HPV 16/18. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara derajat histopatologi HNSCC dengan berbagai tingkat ekspresi Ki-67. Terdapat korelasi positif lemah antara ekspresi E6 HPV16/18 dengan ekspresi Ki-67. Kata kunci: kanker kepala dan leher, karsinoma sel skuamosa, HPV, Ki-67 ABSTRACT Background Most of the head and neck cancers are squamous cell carcinoma, therefore named Head and Neck Squamous Cell Carcinoma (HNSCC). Human papillomavirus has been reported play an important role as the causal of HNSCC. HNSCC which positif harboured oncogenic HPV differs from the counterpart in clinical, histopathological grading and molecular biology which seen by proliferation activity which affect respon for therapy and prognosis. The aim of this study was to determining the association between E6 HPV 16/18 expression and HNSCC histopathological grading and the correlation with ki-67 expression. Method This cross-sectional study used HNSCC sample from Anatomic Pathology Departement of Dr. M. Djamil Hospital, Achmad Muchtar Hospital in Bukittinggi and of Medical Faculty of Andalas University. The Pathological record, Hematoxillyn Eosin staining slide, paraffin embedded tissue were collected and immunohistochemical examination were made from 72 samples using E6 HPV 16/18 antibody and Ki-67. The expression of E6 HPV 16/18 and Ki-67 observed in 100 tumour cells at 5 HPF. The result was analyzed by Chi-square and correlation test. Result Most of the patient were male (73,6%), avarage age is 55,81 years. Most HNSCC located in oral cavity and oropharyng, and mostly consist of well and moderately differentiated. Most of the patient having positive expression of E6 HPV 16/18 HNSCC found on nasal cavity (5,6%). Ki-67 expression was positive in 21 sample(29,2%). Conclusion 18,1% of HNSCC sample, expressing E6 HPV 16/18. There are no significan difference between HNSCC grading and expression of Ki-67, but there was weakly positive correlation between E6 HPV 16/18 expression and Ki-67 expression. Key word: Head and neck cancer, squamous cell carcinoma, HPV, Ki-67
Keakuratan Diagnosis Pemeriksaan Sitologi Aspirasi Jarum Halus pada Tumor Payudara di RSUP. Dr. Mohammad Hoesin Palembang . Kartika Sari* Henny Sulastri* Heni Maulani*, Kms.Ya’kub Rahadiyanto
Majalah Patologi Indonesia Vol 20 No 2 (2011): MPI
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (354.536 KB)

Abstract

ABSTRAK Latar belakang Pemeriksaan sitologi aspirasi jarum halus pada payudara merupakan prosedur diagnostik pada tumor payudara di banyak negara, akan tetapi di Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin Palembang pemeriksaan ini bukan merupakan prosedur rutin. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai akurasi pemeriksaan sitologi aspirasi jarum halus dibandingkan dengan pemeriksaan histopatologi sebagai baku emasnya. Bahan dan cara kerja Penelitian merupakan studi retrospektif pada 114 sampel tumor payudara di Patologi Anatomi RSUP Dr. Moh. Hoesin palembang dari bulan Januari 2008 sampai Desember 2009. Seratus empatbelas sampel sitologi aspirasi jarum halus dan histopatologi dibaca ulang oleh dua orang Spesialis pemeriksaan Patologi Anatomik. Hasil penelitian dianalisis untuk menghitung nilai sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan sitologi aspirasi jarum halus. Hasil Didapatkan nilai sensitivitas 98,33%, spesifisitas 100%, nilai prediksi positif 100% dan nilai prediksi negatif 98,04%. Kesimpulan Pemeriksaan sitologi aspirasi jarum halus merupakan suatu pemeriksaan dengan nilai sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi yang dapat dipakai sebagai diagnosis pra-bedah pada tumor payudara. Kata kunci: Tumor payudara, sitologi aspirasi jarum halus, sensitivitas, spesifisitas. ABSTRACT Background Fine needle aspiration cytology examination of breast has been used as a diagnostic procedure in the investigation of palpable breast tumor in many countries, but it is not rutine examination in Dr. Mohammad Hoesin Pubclic Hospital Palembang. The aim of this study is to evaluate the accuracy of fine needle aspiration cytology with histopathologic confirmation. Method The study has been done retrospectively in 114 sample of breast tumor at the Anatomic Pathology of Dr. Mohammad Hoesin Public Hospital Palembang from January 2008 to December 2009. One hundred and fourteen samples of fine needle aspiration cytology and histopathology were reviewed by two pathologists. The result was analyzed for counted the sensitivity and specificity value of fine needle aspiration cytology examination which were confirmed by histopathologic examination. Result The Results showed a 98,33% sensitivity, 100% specificity, 100% positive predictive value and 98,04% negative predictive value. Conclusion Fine needle aspiration cytology is a highly sensitive and specific test that can be useful for pre-operative diagnose of breast tumor, and it is a cheap, rapid, reliable examination. Keywords: Breast tumor, fine needle aspiration cytology, sensitivity, specificity.
Hubungan Mikrometastasis Kelenjar Limfe dengan Gambaran Histopatologik Karsinoma Payudara . Tofrizal*, Aswiyanti Asri*, Yanwirasti
Majalah Patologi Indonesia Vol 20 No 2 (2011): MPI
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (476.4 KB)

Abstract

ABSTRAK Latar Belakang Kanker payudara adalah kanker paling sering ditemukan pada wanita, meliputi 20% dari seluruh keganasan pada wanita. Keberhasilan terapi sangat ditentukan oleh pilihan terapi dan stadium penyakit. Metastasis merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan stadium serta pilihan terapi yang akan diambil. Pada fase dini metastasis, dimana jumlah sel yang bermetastasis sangat sedikit, sulit untuk mengidentifikasi sel tumor diantara jaringan limfoid pada pewarnaan rutin HE. Metoda imunohistokimia dengan menggunakan antibody terhadap sitokeratin dapat membantu deteksi mikrometastasis. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan apakah terdapat hubungan antara mikrometastasis kelenjar getah bening dengan gambaran histopatologik karsinoma payudara. Cara kerja Penelitian dilakukan terhadap kasus karsinoma payudara tanpa metastasis kelenjar getah bening (negatif) yang telah didiagnosis di laboratorium Patologi Anatomi (PA) FK-UNAND, Padang, RSUP M Djamil, Padang dan RS. Achmad Muchtar, Bukittinggi dari Januari 2009 sampai Juni 2010. Slide HE direview ulang untuk penetapan subtipe dan grading histopatologik. Blok parafin kelenjar getah bening dilakukan pemotongan ulang dan pewarnaan imunohistokimia dengan antibody AE 1/3 untuk mendeteksi adanya mikrometastasis. Analisa hubungan mikrometastasis kelenjar limfe dengan grading histopatologik, ukuran makroskopik tumor serta subtipe histopatologik dilakukan dengan uji statistik Chi-Square dan t-test. Hasil Angka kejadian mikrometastasis sebesar 15,7%. Terdapat hubungan yang bermakna antara mikrometastasis dengan ukuran makroskopik tumor (p
Pengaruh Induksi Hidrogen Peroksida 3% pada Tikus dengan Luka Iris Terhadap Sel Radang Mononuklear (Limfosit, Makro-fag), Sel Nekrosis dan Jumlah Pembuluh Darah (Ekspresi VEGF) . Harman Agusaputra, Troef Soemarno
Majalah Patologi Indonesia Vol 20 No 2 (2011): MPI
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (546.242 KB)

Abstract

ABSTRAK Latar Belakang Hidrogen peroksida 3% adalah larutan pembersih luka mempunyai banyak maanfaat, salah satu diantaranya adalah merangsang angiogenesis, vaskulogenesis dan oksigenasi jaringan. Proses penyembuhan luka sangat dipengaruhi vaskulogenesis, angiogenesis dan oksigenasi. Selama ini pemberian H202 3% pada luka/trauma hanya diberikan satu kali, sebagai pembersih. Proses penyembuhan luka dipengaruhi adanya aliran darah dan adanya sel radang terutama sel radang mononuklear (MN). Tujuan Menilai kegunaan hidrogen peroksida 3% pada pemberian kurang dari 7 hari dan mengungkap hubungan antara jumlah pembuluh darah dan jumlah sel radang MN dalam proses penyembuhan luka. Metode Dalam penelitian ini digunakan48 ekor tikus Balb/c umur 9-10 minggu, 3 kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan. Masing-masing dilakukan insisi pada bagian punggung tikus. Sebelumnya dilakukan anestesi, insisi dibuat 1cm sedalam subk utan. Pada kelompok kontrol tidak diberikan tetesan hidrogen peroksida, pada kelompok perlakuan diberikan tetesan hidrogen peroxide 3%, sebanyak 3 kali sehari. Pada kelompok 1 baik kontrol maupun perlakuan dilakukan biopsi pada hari ke2, kelompok 2 pada hari ke-4, kelompok 3 pada hari ke-8. Biopsi kulit dipulas dengan Hematoxylin Eosin (HE) untuk melihat jumlah sel radang, sedangkan untuk melihat angiogenesis, vaskulogenesis dilakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan antibodi VEGF. Hasil Didapatkan penurunan jumlah sel radang MN pada 1x24jam secara signifikan p0,018 (p0,05). Kesimpulan Terdapat penurunan jumlah sel radang MN dan peningkatan luas nekrosis pada 1x24 jam, dan tidak terdapat peningkatan jumlah endotel VEGF dalam waktu
Ekspresi Epidermal Growth Factor Receptor pada Karsinoma Duktal Invasif Payudara Triple Negative Hubungannya dengan Ekspresi Ki-67, Besar Tumor, dan Derajat Histologik . Alphania Rahniayu, Imam Susilo
Majalah Patologi Indonesia Vol 20 No 2 (2011): MPI
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (370.963 KB)

Abstract

A B S T R A K Latar Belakang Karsinoma duktal invasif payudara (KDIP) dengan fenotip triple negative (ekspresi reseptor hormon dan HER2/neu negatif) memiliki perilaku klinis yang lebih agresif dan pilihan terapi yang lebih terbatas dibandingkan tipe non triple-negative. Epidermal growth factor receptor (EGFR) merupakan famili reseptor ErbB dengan aktivitas tirosin kinase yang meningkat ekspresinya pada beberapa neoplasma. Aktivasi EGFR berlebihan menyebabkan peningkatan aktivitas proliferasi sel tumor. Tujuan Untuk menganalisis hubungan antara ekspresi EGFR dengan ekspresi Ki-67, besar tumor, dan derajat histologik pada KDIP triple negative. Bahan dan Cara Arsip histopatologi dan imunohistokimia (status reseptor hormon dan HER2/neu) karsinoma payudara selama Januari-Desember 2009 di Departemen Patologi Anatomik RSUD. Dr. Soetomo dikumpulkan. Tujuh belas kasus KDIP triple negative terkumpul berdasarkan kriteria inklusi dan dilakukan pemeriksaan imunohistokimia untuk ekspresi EGFR dan Ki-67. Hubungan antara ekspresi EGFR dengan Ki-67, besar tumor, dan derajat histologik dianalisis secara statistik dengan uji Chi-square. Hasil Dari 17 kasus yang diteliti, sebanyak 10 kasus memiliki ekspresi EGFR positif, dan 13 kasus positif terhadap Ki-67. Dari 10 kasus dengan ekspresi EGFR positif, 8 kasus memiliki ekspresi Ki-67 positif, 9 kasus dengan ukuran tumor > 2 cm, dan 7 kasus dengan derajat histologik III. Berdasarkan analisis statistik, tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara ekspresi EGFR dengan ekspresi Ki-67, besar tumor, dan derajat histologik KDIP triple negative (p>0.05). Kesimpulan Penelitian ini tidak menemukan adanya hubungan yang bermakna antara ekspresi EGFR dengan ekspresi Ki-67, besar tumor, dan derajat histologik KDIP triple negative. Kata kunci : karsinoma duktal invasif payudara, triple negative, EGFR, Ki-67 A B S T R A C T Background Triple Negative Invasive ductal carcinoma (IDC) of the breast are characterized by poor clinical outcome. The epidermal growth factor receptor (EGFR) is a receptor tyrosine kinase of the ErbB receptor family which is abnormally activated in many epithelial tumor. The aberrant activation of the EGFR leads to enhanced proliferation and other tumor-promoting activities. Objective To analyze the correlation between EGFR expression with Ki-67 expression, tumor size and histologic grading in triple negative IDC. Material and Methods Histopathology and immunohistochemical (hormone receptor and HER2/neu status) archives of breast carcinoma between January 2009 and December 2009 at Pathology Department Dr. Soetomo Hospital were retrieved. Seventeen cases of triple negative IDC were collected and analyzed for EGFR and Ki-67 expression by immunohistochemistry. The correlation between EGFR expression with Ki-67 expression, tumor size and histologic grading were investigated. Results Ten and 13 out of 17 cases had positive staining for EGFR and Ki-67 respectively. Of 10 cases which overexpressed EGFR, 8, 9, and 7 had positive Ki-67 expression, larger tumor sizes, and higher histological grade respectively. There were no significant association between EGFR expression and Ki-67 expression, tumor size and histopathologic grading based on statistical analysis (p>0.05). Conclusion This study found no correlation between EGFR expression with Ki-67 expression, tumor size and histopathologic grading in triple negative IDC. Keywords : invasive ductal carcinoma of the breast, triple negative, EGFR, Ki-67

Page 1 of 32 | Total Record : 319