cover
Contact Name
Jaya Pramana
Contact Email
jayapram@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
support@majalahpatologiindonesia.com
Editorial Address
Departemen Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jl. Salemba Raya 6, Tromol Pos 3225, Jakarta 10002
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Majalah Patologi Indonesia
ISSN : 02157284     EISSN : 25279106     DOI : https://doi.org/10.55816/
Core Subject : Health,
Majalah Patologi Indonesia (MPI) digunakan sebagai wahana publikasi hasil penelitian, tinjauan pustaka, laporan kasus dan ulasan berbagai aspek di bidang patologi manusia. Tujuannya ialah menghadirkan forum bagi permakluman dan pemahaman aneka proses patologik serta evaluasi berbagai penerapan cara diagnostik sejalan dengan kemajuan perkembangan ilmu dan teknologi. Selain itu juga untuk merangsang publikasi barbagai informasi baru/mutakhir.
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 21 No 2 (2012): MPI" : 7 Documents clear
Ekspresi Protein C-MYC dan BCL2 pada Karsinoma Nasofaring Jenis Undifferentiated, Hubungannya dengan T-stage dan N-stage . Anny Setijo Rahaju, Endang Joewarini
Majalah Patologi Indonesia Vol 21 No 2 (2012): MPI
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.108 KB)

Abstract

ABSTRAK Latar Belakang Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas terbanyak di Departemen Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. Kendala yang dihadapi dalam penanganan KNF adalah penderita datang ke dokter dalam stadium lanjut. Berbagai penelitian dilakukan untuk mempelajari berbagai petanda molekular dalam menentukan prognosis termasuk ekspresi protein C Myc dan Bcl2. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara ekspresi protein C Myc dan Bcl2 dengan T-stage dan N-stage pada KNFUndifferentiated. Bahan dan Cara Penelitian ini merupakan penelitian retrospective and cross sectional observational study. Sampel diperoleh dari arsip histopatologi penderita baru KNF yang datang memeriksakan diri ke Laboratorium Patologi Anatomik RSUD. Dr. Soetomo selama Juli-Desember 2007. Kemudian dilakukan pemeriksaan imunohistokimia meng-gunakan antibodi Bcl2 dan C Myc pada 13 penderita yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil Penelitilian ini mendapatkan hasil ekspresi Bcl2 negatif pada penderita KNFJenis Undifferentiated dengan T1/T2 terdapat 2/3 penderita, dengan T3/T4 sebanyak 7/10 penderita, dengan N1/N2 sebanyak 5/5 penderita dan dengan N3 terdapat 4/8 penderita. Ekspresi C Myc positif pada penderita KNF Jenis Undifferentiated dengan T1/T2, terdapat pada 3/3 penderita, dengan T3/T4 sebanyak 9/10 penderita, dengan penyebaran pada KGB setempat N1/N2 sebanyak 5/5 penderita dan dengan N3 sebanyak 7/8 penderita. Kesimpulan Karena jumlah kasus yang kurang, maka tidak bisa dianalisa secara statistik hubungan antara ekspresi Bcl2 dan Myc dengan stadium karsinoma nasofaring jenis undifferentiated. Kata kunci: KNF jenis undifferentiated, C Myc, Bcl2, T-stage, N-stage ABSTRACT Background Nasopharyngeal carcinoma (NPC) was the most common malignancy in Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery Department. Various studies carried out to study the various molecular markers in determining prognosis including CMyc and Bcl2 protein expression. Because of the difficulty of early diagnosis, most of Nasopharyngeal Carcinoma patients came in late stage. Prognostic factors will be needed to support therapy. This study was conducted to determine the correlation between C Myc and Bcl2 expression with T-stage and N-stage in Undifferentiated nasopharyngeal carcinoma. Material and Method This cross sectional and observational study was done retrospectively. T-stage and N-stage archives of undifferentiated nasopharyngeal carcinoma new patiens were retrieved from medical records at Pathology department Dr. Soetomo Hospital Surabaya between July and December 2007. Immunohistochemical examination with CMyc and Bcl2 antibody were done on 13 block paraffin specimens which fullfil the inclusion criteria. Results Negative Bcl2 expression were found in 2/3 cases of T1/T2, 7/10 cases of T3/T4, 5/5 cases of N1/N2 and 4/8 cases of N3 Undifferentiated nasopharyngeal carcinoma. Positive C Myc expression were found in 3/3 cases of T1/T2, 9/10 cases of T3/T4 , 5/5 cases of N1/N2 and 7/8 cases of N3 Undifferentiated nasopharyngeal carcinoma. Conclusion Based on the small number of cases the correlation of Bcl2 and C Myc with N and T stage of the naspharyngeal carcinoma undifferentiated type were not adequate for statistical analysis. Keywords : undifferentiated nasopharyngeal carcinoma, C Myc, Bcl2, T-stage, N-stage
Perbedaan Tampilan Cathepsin D pada Berbagai Grade Histo-patologi Karsinoma Duktus Invasif Payudara . Susi Lusanna Lubis, H. M. Nadjib Dahlan Lubis, H. Joko S. Lukito
Majalah Patologi Indonesia Vol 21 No 2 (2012): MPI
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (406.453 KB)

Abstract

ABSTRAK Latar belakang Penyebaran dan metastasis sel-sel tumor payudaramerupakan masalah yang sering dijumpai pada karsinoma payudara. Berdasarkan grade histopatologi menunjukkan makin tinggi suatu grade, maka makin ganas suatu kanker payudara. Cathepsin D adalah acidic lysosomal proteinase yang berperan dalam berbagai langkah pertumbuhan tumor, merangsang sel-sel kanker berproliferasi, perkembangan fibroblas, dan angiogenesis, serta menghambat apoptosis tumor. Peningkatandari Cathepsin D berhubungan dengan meningkatnya keganasan dari kanker payudara. Tujuan penelitian ini untuk melihat perbedaan tampilan imunohistokimia CathepsiD pada berbagai grade histopatologi karsinoma duktus invasif pada payudara. Metode Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi analitik dengan rancangan cross sectional.Sampel penelitian sebanyak 48 blok paraffin jaringan payudara yang telah didiagnosa sebagai karsinoma duktus invasif yang telah ditentukan grade-nya dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin. Dilakukan pemotongan ulang blok paraffin dan dilanjutkan dengan pewarnaan immunohistokimia Cathepsin D metode The EnVision + Dual Link System kit. Antibodi primer yang digunakan adalah mouse monoclonal Hu-antibody Cathepsin D dengan pengenceran 1:200 dan kemudian dinilai tampilan warna dari Cathepsin D tersebut pada tiap grade karsinoma duktus invasif. Hasil Pada grade 1 dijumpai4 kasus (25%) dengan skor intensitas warna lemah,7 kasus (43.8%) dengan intensitas sedang,5 kasus (31.3%) dengan intensitas warna kuat. Sedangkan pada grade 2 dijumpai intensitas warna lemah 1 kasus (6,3%), warna sedang 9 kasus (56.3%), warna kuat 6 kasus(37.5%) dan pada grade 3 skor intensitas warna lemah 2 kasus (12.5%), warna sedang 11 kasus (68.8%), warna kuat 3 kasus (18.8%). Skor intensitas warna terbanyak adalah pada intensitas sedang yaitu sebanyak 27 kasus (56.3%). Pemeriksaan immunohistokimia Cathepsin D menunjukkan dengan uji Chi Square, tidak ada perbedaan proporsi intensitas warna berdasarkan grade dengan nilai p > 0.05 dan dengan uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan peningkatan grade dengan intensitas warna pada karsinoma duktus invasif dengan nilai p > 0.05. Kesimpulan Tampilan imunohistokimia Cathepsin D tidak dapat digunakan untuk membedakan grade pada karsinoma duktus invasif. Kata kunci :Karsinoma Duktus Invasif, Grade Histopatologi, Intensitas Warna Cathepsin D ABSTRACT Background Invasion and metastasis of breast tumour cells are still a problem that often been observed on breast cancer.The histopthological grading showed that the higher grade of a cancer reflecting a more malignant breast cancer. Cathepsin D is acidic cysteine proteinase play an essential role in multiple steps of tumor progression, i.e stimulating cancer cell proliferation, fibroblast outgrowth and angiogenesis, as well as inhibiting tumor apoptosis. Increasinglevel of Cathepsin D correlates with increasing malignancy of breast cancer. The purpose of this research is to evaluate the differences of Cathepsin D expression in various histopathological grade of invasive ductal carcinoma of the breast. Methods This research is an analytical descriptive study with cross sectional design. The sample are 48 paraffin blocks of breast tissue that had been diagnosed as invasive ductal carcinoma predetermined grade with hematoxylin eosin staining.Recutting of paraffin blocks was performed, continued with Cathepsin D staining using The Envision + Dual Link System kit. The primary antibodies were mouse monoclonal antibody Hu-Cathepsin D diluted by 1: 200 and the appearance of Cathepsin D stainningwere evaluated. Results The evaluation of Cathepsin D stainning on grade 1 with weak intensityfound on 4 cases (25%), moderate intensity on 7 cases (43.8%), strong intensity on 5 cases (31.3%). The stainning evaluation on grade 2 with weak intensity found on 1 case (6.3%), moderate intensity on 9 cases (56.3%), strong intensity on 6 cases (37.5%). The stainning evaluation on grade 3 with weak intensity found on 2 cases (12.5%), moderate intensity on 11 cases (68.8%), strong intensity on 3 cases (18.8%). From all grading, the highest color intensity were moderate intensity found on 27 cases (56.3%). The expression of Cathepsin Dwere analyzed with Chi Square test with no differences Cathepsin D intensity in any grade of invasive ductal carcinoma with p values > 0.05. The expression of Cathepsin Dwere also analyzed with Spearman's correlation test with no relationship of higher grade of invasive ductal carcinoma with Cathepsin D intensity with p values > 0. 05 Conclusion The expression of Capthensin D in invasive ductal carcinoma unable to differentiate the grade. Key words: Invasive Ductal Carcinoma, HistopathologicalGrade, Intensity of Cathepsin D
Korelasi Ekspresi Cyclooxygenase-2 dengan Subtipe Karsinoma Nasofaring . Novita Dewi, Mezfi Unita, Jusuf Fantoni, Irsan Saleh
Majalah Patologi Indonesia Vol 21 No 2 (2012): MPI
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (574.316 KB)

Abstract

ABSTRAK Latar belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung di diagnosa pada stadium lanjut, sehingga angka survival rendah dan prognosis penderita buruk. Cyclooxygenase-2 merupakan suatu enzim yang diinduksi selama peradangan dan neoplastik dan terekspresi pada berbagai tumor. Penelitian ini dilakukan untuk melihat ekspresi cyclooxygenase-2 pada karsinoma nasofaring serta menilai korelasi ekspresi cyclooxygenase-2 dengan subtipe karsinoma nasofaring. Bahan dan cara kerja Penelitian ini merupakan studi observasional analisis korelatif dalam bentuk serial kasus dengan 30 sampel arsip preparat karsinoma nasofaring berdasarkan klasifikasi WHO tahun 2005 terdiri dari 21 kasus karsinoma nasofaring tidak berkeratin tidak berdiferensiasi dan 9 kasus karsinoma nasofaring tidak berkeratin berdiferensiasi di Patologi Anatomik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dalam periode waktu Juni 2010-Juni 2011. Semua preparat dilakukan pulasan imunohistokimia cyclooxygenase-2 dan dihitung tingkat ekspresinya, dianalisis dengan uji korelasi non parametrik Spearman. Hasil Dari 30 kasus karsinoma nasofaring diperoleh positifitas cyclooxygenase-2 adalah 63,3% dan positifitas ke-2 subtipe adalah 43,3% karsinoma nasofaring tidak berkeratin tidak berdiferensiasi dan 20% karsinoma nasofaring tidak berkeratin berdiferensiasi. Uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara ekspresi cyclooxygenase-2 dan subtipe karsinoma nasofaring (r= 0,026 p= 0,893). Kesimpulan Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara ekspresi cyclooxygenase-2 dan subtipe karsinoma nasofaring. Kata kunci: karsinoma, nasofaring, cyclooxygenase-2 ABSTRACT Background Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is a malignant tumor that tends to be diagnosed at an advanced stage, so they have low survival rate and poor prognosis. Cyclooxygenase-2 is an enzyme that is induced during inflammation and neoplastic and expressed in various tumors. The aim of this study is to evaluate the expression of cyclooxygenase-2 in nasopharyngeal carcinoma and to assess the correlation of expression of cyclooxygenase-2 with nasopharyngeal carcinoma subtype. Material and method This research an observasional correlative analysisstudy in the form of serial cases with 30 samples of nasopharyngeal carcinoma preparations based on WHO histological classification of tumours of the nasopharynx, 2005 consisted of 21 cases of non keratinizing undifferentiated nasopharyngeal carcinoma and 9 cases of non keratinizing differentiated nasopharyngeal carcinoma at Anatomic Pathology of Dr. Mohammad Hoesin General Hospital in Palembang during June 2010-June 2011. Cyclooxygenase-2 immunohistochemical stains were performed and the correlation between expression of cyclooxygenase-2 were assesses andanalyzed by non-parametric Spearman correlation test. Result Thirty cases of nasopharyngeal carcinoma obtained positifitycyclooxygenase-2 is 63.3% and positifityof both subtypes of nasopharyngeal carcinoma was 43.3% are non keratinizing undifferentiated nasopharyngeal carcinoma and 20% is differentiated. Spearman correlation test showed no significant correlation between expression of cyclooxygenase-2 and subtypes of nasopharyngeal carcinoma (r= 0.026 p= 0.893). Conclusion In this study we can conclude that there was no significant correlation between expression of cyclooxygenase-2 and subtypes of nasopharyngeal carcinoma Key word: nasopharyngeal, carcinoma, cyclooxygenase-2
Perbedaan Ekspresi Cox-2 pada Beberapa Parameter Kliniko-patologi Adenokarsinoma Kolorektal . I Made Gotra, Moestikaningsih
Majalah Patologi Indonesia Vol 21 No 2 (2012): MPI
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (446.709 KB)

Abstract

ABSTRAK Latar belakang Cox-2 dapat diekspresikan pada berbagai kanker pada manusia termasuk kanker kolorektal. Cox-2 dapat berperan dalam terjadinya dan progresivitas kanker kolorektal, sehingga ekpresi Cox-2 akan berkaitan dengan derajat diferensiasi, kedalaman infiltrasi dan stadium Dukes adenokarsinoma kolorektal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persentase ekspresi Cox-2 pada adenokarsinoma kolorektal dan hubungannya dengan beberapa parameter klinikopatologi seperti derajat diferensiasi, kedalaman infiltrasi dan stadium Dukes, sehingga dapat dipakai untuk penanganan klinis. Metode Penelitan ini dilakukan secara potong lintang, dengan sampel adenokarsinoma kolorektal yang telah dilakukan pemeriksaan histopatologi di Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Sanglah Denpasar sejak 1 Januari 2008-31 Maret 2011.Sediaan Hemaktosilin-Eosin kemudian dievaluasi parameter kilnikopatologinya dan blok parafinnya dipotong untuk pulasan Cox-2. Penilaian skor imunohistokimia dihitung secara semikuantitatif, tanpa mengetahui data parameter klinikopatologi pasien. Karakteristik sampel dianalisis secara deskriptif, sedangkan perbedaan ekspresi Cox-2 pada berbagai parameter klimikopatologi dianalisis dengan uji X2 dengan tingkat kemaknaan a < 0,05. Hasil dan kesimpulan Didapatkan sebanyak 64 sampel, 10 sampel dari bahan biopsi dan 54 sampel dari bahan operasi yang dapat dianalisa. Rata-rata umur penderita 52,3 tahun (rentang umur 20-80 tahun). Dari 64 sampel didapatkan 71,9% (46/ 64) kasus menunjukkan ekspresi Cox-2 positif. Tidak ada perbedaan bermakna ekspresi Cox-2 dengan derajat diferensiasi( p= 0.114).Demikian pula dengan kedalaman infiltrasi tumor (p= 0,128), dan dengan stadium Dukes( p= 0,053). Kata kunci: Adenokarsinoma kolorektal, ekspresi Cox-2, derajat diferensiasi, kedalaman infiltrasi, stadium Dukes. ABSTRACT Background Expression of cyclooxygenase-2 (Cox-2) could be demonstrated in various human cancers including colorectal cancer. The overexpression of Cox-2 may involve in the growth and progression of colorectal cancer, and hence influence the degree of, depth of infiltration and Dukes stadium. The aims of this study are to know the percentage of Cox-2 expression in adenocarcinoma colorectal aa well as in various clinicopathology parameters i.e degree of differentiation, depth of infiltration and Dukes stadium, so it can be applied in clinical management. Method This research is a cross-sectional study with colorectal adenocarcinoma samples from January 1-March 31, 2011. The clinicopathological parameters were evaluated and. Immunohistochemisty scores of Cox-2 staining were counted semiquantitatively, blindelly clinicopathological. Sample characteristics were analyzed descriptively, while the difference of Cox-2 overexpression in various clinicopathological parameters were analyzed by X2 test with significance value α < 0.05. Result and conclusion 64 samples (10 from biopsy and 54 from operation) that can be analyzed. The average of age was 52.3 years (range 28-80 years). 71.9% (46/64) cases showed Cox-2 overexpression. There were no significance differencys of Cox-2 expression in various degree (p = 0.114), and also in depth of infiltration (p= 0.128), as well as in Dukes stadium (p= 0.053) Key words: Adenocarcinoma colorectal, Cox-2 expression, differentiation degree, depth of infiltration, Dukes stadium.
Pengaruh Pemberian Low-Level Laser Therapy pada Proses Penyembuhan Luka Bakar Derajat II . Ester Asima N.I.S., Troef Soemarno
Majalah Patologi Indonesia Vol 21 No 2 (2012): MPI
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (427.916 KB)

Abstract

ABSTRAK Latar belakang Luka bakar telah menjadi penyebab kematian dan kesakitan yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Silver sulfadiazine adalah obat antibakteri topikal yang sering diberikan sebagai pencegahan infeksi pada lesi luka bakar (konsentrasi 5-20%). Low-level laser therapy telah lama diketahui memiliki sifat merangsang aktifitas sel termasuk sel-sel inflamasi yang berperan pada proses penyembuhan luka. TGF-β adalah faktor pertumbuhan penting yang menyebabkan migrasi dan proliferasi fibroblast serta meningkatkan sintesis kolagen. Peranan laser pada penyembuhan masih merupakan suatu kontroversi. Metode Dua puluh empat ekor mencit jantan galur BALB/c dibagi secara random dalam tiga kelompok. Dibuat luka bakar pada punggung hewan coba menggunakan pangkal paku besi berdiameter satu sentimeter yang sebelumnya dicelupkan pada air mendidih. Pada kelompok pertama (P1) luka diberi salep silver sulfadiazine topikal 1%, dan pada kelompok kedua (P2) luka diberikan sinar laser kemudian diolesi dengan silver sulfadiazine topikal 1%. Pada kelompok kontrol luka hanya dibersihkan dengan natrium klorida 0,9 %. Semua luka ditutup dengan kasa steril dan ditutup dengan verband. Pada hari keempat jaringan luka dibiopsi dan dibuat sediaan histopatologi dengan pewarnaan hematoxylin-eosin dan pewarnaan imunohistokimia. Hasil Terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah makrofag pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (p=0,031) dan antara ekspresi TGF-β oleh makrofag pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (p=0,034). Kesimpulan Pemberian kombinasi low-level laser dan silver sulfadiazine dapat meningkatkan jumlah makrofag dan ekspresi TGF-β oleh makrofag sehingga penyembuhan luka terjadi lebih cepat dan lebih baik. Kata kunci : luka bakar derajat II, low-level laser therapy, silver sulfadiazine, makrofag, TGF-β ABSTRACT Backsground Burn injuries remain one of the leading causes of injury morbidity and mortality often occurs in daily living. Silver sulfadiazine is antibacterial preparations that are often given for prevention of infection in a burn lesion which is relatively narrow (5-20%). Low-level laser therapy have recently been investigated for stimulation of cell activities involved in wound healing process. TGF-β is a potent fibrogenic agent that cause fibroblast migration and increased synthesis of collagen. The role of the laser in burn healing process has been controversial. Methods Second-degree burn wound on the backside of each of 24 BALB/c mice was created with a standard burning procedure by applying a heating plate. 24 mice were divided into three groups randomly. Group control, burn lesion was treated with 0,9% NaCl solution and closed dressing, the second group (P1), burn lesion was treated with topical silver sulfadiazine 1% and closed dressing, and third group (P2), burn lesion was treated with 4 J/cm2 laser irradiation, topical silver sulfadiazine 1% and closed dressing. A biopsy was performed on the lesion on the fourth day after the burns. We studied the effect of low-level laser therapy and topical silver sulfadiazine on TGF-βs-expression macrophages in healing process of burns by making observations on Hematoxylin Eosin staining and immunohistochemistry techniques. Results There were significant differences of the number of macrophage (p=0,031) and TGF-β expression (p=0,034) on group control compared with group treated. Conclusion Low-level laser therapy and silver sulfadiazine of second degree burn wound increase the number of macrophage and expression TGF-β protein on white male BALB/c strain mice, and the wound healing process become more quick and better. Key words: second-degree burn, low-level laser therapy, silver sulfadiazine, macrophage, TGF-β
Penilaian Akurasi Diagnosis Potong Beku pada Tumor Ovarium Jenis Epitelial di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM Tahun 2009-2011 . Tantri Hellyanti, Hartono Tjahjadi
Majalah Patologi Indonesia Vol 21 No 2 (2012): MPI
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (605.286 KB)

Abstract

ABSTRAK Latar belakang Tumor ovarium merupakan salah satu neoplasma penyebab kematian tertinggi akibat kanker; 90% diantaranya adalah jenis epitelial. Hingga saat ini belum ada pemeriksaan preoperatif untuk menentukan perangai biologik tumor ovarium. Akurasi diagnosis potong beku (PB) penting dalam menentukan prosedur pembedahan selanjutnya. Tujuan Memberi informasi akurasi diagnosis PB, khususnya terkait tumor ovarium jenis epitelial di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM. Cara kerja Dilakukan penilaian ulang seluruh kasus tumor ovarium jenis epitelial yang menjalani PB pada periode 2009-2011. Selanjutnya dilakukan penghitungan prevalensi akurasi diagnosis PB berdasarkan perangai biologik tumor. Hasil penelitian Akurasi diagnosis PB pada tumor ovarium jenis epitelial jinak, borderline, dan ganas masing-masing sebesar 82%, 64% dan 89%. Kesimpulan Akurasi diagnosis PB tumor ovarium jenis epitelial di institusi kami cukup tinggi; nilai terendah didapatkan pada kelompok borderline. Kata kunci : akurasi, diagnosis potong beku, tumor ovarium jenis epitelial, borderline ABSTRACT Background Ovarian tumor is one of the most common causes of cancer-related-death, and 90% are epithelial type. Until now, there is no pre-operative examination that could be used to ascertain the biological behavior of ovarian tumor, so the frozen section (FS) is important in determining the next surgical procedure. Objective To provide information of FS accuracy, especially for ovarian epithelial tumor, in Anatomical Pathology Department FMUI/CMH. Methods All ovarian epithelial tumor cases which underwent FS analysis in 2009-2011 were reviewed. FS accuracy for biological behavior was computed. Results A total of 82%, 64% and 89% cases with benign, borderline and malignant FS diagnosis were confirmed in the final diagnosis. Conclusion FS accuracy for ovarian epithelial tumor in our institution is fairly high with the lowest accuracy falls in the borderline category. Keywords : accuracy, frozen section diagnosis, ovarian epithelial tumor, borderline
Pengaruh Pemberian Ekstrak Batang Sarang Semut (Myrmecodia Pendens Merr & Perry) terhadap Ekspresi p21 dan Ekspresi ki67 pada Galur Sel Karsinoma Mammae T47D . Mudjahid1, Sarjadi1, Dyah Ratna Budiani
Majalah Patologi Indonesia Vol 21 No 2 (2012): MPI
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (466.323 KB)

Abstract

ABSTRAK Latar belakang Pendekatan empiris banyak dilakukan masyarakat Indonesia dalam penggunaan herbal batang sarang semut sebagai obat anti kanker, tanpa adanya penelitian yang mendasarinya. Ekstrak batang sarang semut beberapa tahun belakangan ini banyak digunakan dalam penanganan kanker payudara tanpa pengawasan secara medik. Penelitian tentang potensi antikanker ekstrak batang sarang semut dilaksanakan antara lain dengan melihat pengaruhnya terhadap ekspresi p21 dan ki67 pada sel T47D secara in vitro. p21 suatu tumor supressor protein yang berfungsi dalam induksi cell cycle arrest dan repair DNA. Sedangkan ki67 merupakan marker proliferasi sel yang selalu hadir pada setiap aktivitas proliferasi sel Metode Jenis penelitian eksperimental dengan design post test only control group menggunakan 24 well kultur sel kanker mammae T47D pada medium RPMI 1640, masing-masing well berisi 2x105/200µl. Empat well pada perlakuan dengan fraksi etanolik ekstrak batang sarang semut pada konsentrasi 0 μgr/ml; 31,25 μgr/ml; 62,5 μgr/ml dan 125 μgr/ml. Penilaian Makna tampilan p21, ki67 dinyatakan sebagai Skor Sitologi Hasil Uji Regresi korelasi menunjukkan adanya hubungan yang positif antara kenaikan konsentrasi sarang semut dengan tingkat ekspresi p21 R2 = 0,889 Ekstrak sarang semut menunjukkan hubungan negatif antara kenaikan konsentrasi sarang semut dengan penurunan terhadap ekspresi ki67 R2 = 0,827 Kesimpulan Ekstrak sarang semut fraksi etanolik menurunkan ki67 dan meningkatkan tingkat ekspreasi p21 Kata kunci:Sarang semut(Myrmecpodia pendens, Merr & Perry), p21 dan ki67. ABSTRACT Background Empirical Approaches was done by a lot of Indonesian society on the extract of batang sarang semut as a component of herbal anti-cancer, in the absence of the underlying research. Extract of batang sarang semut in recent years is widely used in the treatment of breast cancer without clinical and laboratory supervision. Study in vitro on the anticancer potential of stem extracts of sarang semut conducted among others by looking at its effect on the expression of p21 and ki67 on T47D cell line. p21 is a tumor supressor protein that functions in the induction of cell cycle arrest and DNA repair. While ki67 is cell proliferation marker that is always present in every proliferation cell activity that is nutritious. Methods This experimental was designed as a post test only control group using 24 well culture T47D mammary cancer cells in RPMI 1640 medium, each well containing 2x105/200μl. Four well were treated with the fraction of ethanolic extract of stem until the concentration of 0 μgr/ml; 31.25 μgr /ml; 62.5 μgr/ml and 125 μgr/ml. Assessment The expressions of p21 and ki67 is declared as Cytologic Score. Results Regression test of correlation showed a positive relationship between the increasing concentration of sarang semut with the expression of p21, R2 = 0.889. Extract sarang semut showed a negative relationship between the increasing concentration of sarang semut with a decreasing expression of ki67 R2 = 0.827 Conclusion The fraction of ethanolic extract of sarang semut decreasing the level of ki67 expressions and increasing the level of p21 expressions. Keyword : sarang semut(Myrmecpodia pendens,Merr & Perry), p21 and ki67.

Page 1 of 1 | Total Record : 7