cover
Contact Name
-
Contact Email
Notaire@fh.unair.ac.id
Phone
0315023151
Journal Mail Official
Notaire@fh.unair.ac.id
Editorial Address
Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya 60286 Indonesia
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Notaire
Published by Universitas Airlangga
ISSN : -     EISSN : 26559404     DOI : -
Core Subject : Social,
The name e-Journal (Notaire) is taken from French which means Notary. The Notaire name is also an acronym of Kenotariatan Airlangga E-Journal (The Airlangga E-Journal Notary). The name selection is based on the specificity of this journal as a journal belonging to the Master Program of Master of Notary of Airlangga University. This journal was established as a means for students of the Master Program of Notary in particular and the academic community in general to share ideas and ideas related to legal issues in the field of notary.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 141 Documents
Perbandingan Pengaturan Asas Monogami Antara Negara Civil Law (Indonesia) dan Common Law (Malaysia) Avisena Aulia Anita
Notaire Vol. 1 No. 1 (2018): NOTAIRE
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (344.652 KB) | DOI: 10.20473/ntr.v1i1.9094

Abstract

Poligami dewasa ini masih menjadi perdebatan, terutama terkait dengan keberadaan asas monogami relative yang berlaku di Hukum Perkawinan Indonesia, dimana membuka peluang untuk dapat melakukan poligami. Hal ini membuka celah hukum praktik poligami yang tidak terkontrol. akibatnya berdampak pada kaum wanita jika poligami tidak dilakukan dengan hati hati. Penekanan terhadap asas monogami relatif terdapat pada pemberian izin istri pertama untuk melakukan poligami. Dalam hal izin saja,berpotensi untuk merusak hubungan rumah tangga sangatlah besar dan yang menjadi korbannya tentu pada pihak wanita. Tentu poligami sekarang dengan poligami pada masa Rosulullah SAW berbeda. Diperlukan peran negara dalam memperketat aturan dalam praktik poligami di Indonesia agar perlindungan hukum terhadap wanita lebih terjamin. Berbeda dengan negara Malaysia sebagai Negara dengan sistem Common Law, yang menganggap poligami sebagai sebuah tindakan kriminal. Perbedaannya terletak pada pembebanan pada syarat, alasan dan prosedur yang lebih ketat. Walaupun sistem hukum antara malaysia dengan Indonesia berbeda namun pengetatan terkait dengan syarat, alasan dan prosodur diharapkan dapat juga berlaku di Indonesia untuk memberikan perlidungan hukum terhadap wanita.
Pertanggung Jawaban Para Pihak Dalam Perjannjian Perkawinan Yang Dibuat Di Bawah Tangan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015 Meutya Rachma; Ika Tunggal Puspitasari
Notaire Vol. 2 No. 2 (2019): NOTAIRE
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (305.598 KB) | DOI: 10.20473/ntr.v2i2.13360

Abstract

AbstractThe community began to know notaries since the era of 1960, where the notary had a strong foundation, namely the Notary Position Regulations and has now been changed to the Act of Notary Position. One notary authority is to make sale and purchase agreement, where the aggrement is an agreement preliminary that will be made a sale and purchase deed. In practice, a notary has received a land title certificate related to the deed made in front of him. One reason the parties entrust a certificate to  notary is if the buyer has not been able to pay off the purchase and must be paid in installments within the stipulated time, this deposit occurs on the basis of agreement between the two parties. However, self-safekeeping is not permitted for notaries, there has been its own prohibition on article 52 paragraph (1) that the notary is prohibited from receiving the deposit, but in practice the parties have entrusted the document to the notary to make an authentic deed, sales agreement deed, as proof of authentic deed is perfect proof, so in the process of making a deed it must be seen, that the document used as the basis for making the deed is not in dispute. The purpose of this paper is to help provide an overview and reality of the impact of the certificate entrusted to the notary, supported by statute approach and conceptual approach to facilitate this writing.Keywords: Agreement, Deposit  Sertificate, and Compensation Abstrak Masyarakat mulai mengenal notaris sejak era tahun 1960, dimana notaris mempunyai dasar yang kuat yaitu Peraturan Jabatan Notaris dan sekarang telah diubah menjadi Undang – Undang Jabatan Notaris. Salah satu kewenangan notaris adalah membuat akta perjanjian pengikatan jual beli (PPJB), dimana PPJB tersebut sebagai perjanjian pendahuluan yang nantinya akan dibuat akta jual beli (AJB).Dalam praktek, notaris telah menerima titipan sertifikat Hak Atas Tanah terkait dengan akta yang dibuat dihadapannya, salah satu alasan para pihak menitipkan sertifikat Hak Atas Tanah kepada Notaris adalah jika pembeli belum mampu membayar lunas pembelian tersebut dan harus mengangsur dalam waktu yang ditentukan, Penitipan ini terjadi atas dasar kesepakatan kedua belah pihak. Akan tetapi penitipan sendiri tidak diperbolehkan untuk notaris, telah ada larangan sendiri pada pasal 52 ayat (1) yaitu notaris dilarang menerima titipan, tapi dalam prakteknya para pihak telah menitipkan dokumen tersebut pada notaris guna membuat akta otentik yaitu akta PPJB, karena pembuktian akta otentik tersebut adalah pembuktian yang sempurna, maka dalam proses pembuatan akta haruslah dilihat, bahwa dokumen yang digunakan sebagai dasar pembuatan akta tersebut adalah tidak bersengketa. Tujuan penulisan ini, untuk membantu memberikan gambaran yang ada akan dampak dari sertifikat yang dititipkan pada notaris, dengan didukung pendekatan perundang-undangan dan konseptual untuk memudahkan penulisan ini.Kata Kunci: Perjanjian, Penitipan seritikat, dan Ganti Rugi
Eksistensi Doktrin “Piercing The Corporate Veil” Atas Pelaksanaan Sentralisasi Procurement Anak Perusahaan oleh Induk Perusahaan Titik Tri Sulistyawati
Notaire Vol. 1 No. 1 (2018): NOTAIRE
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (266.702 KB) | DOI: 10.20473/ntr.v1i1.9104

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa asas hukum yang mengatur tentang prinsip “Piercing The Corporate Veil” berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas berkaitan dengan tanggung jawab Induk Perusahaan sebagai pemegang saham atas pelaksanaan sentralisasi kebijakan procurement dari Anak Perusahaan. Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Teknik pengumpulan bahan hukum yang berkaitan dengan penulisan hukum ini adalah dengan metode telaah kepustakaan (study document) dengan sistem kartu (card system) dan didukung pula dengan penggunaan metode bola salju (snow ball) selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode interpretasi atau penafsiran, yaitu interpretasi sistematis dan interpretasi gramatikal. Hukum Perseroan memperlakukan Anak Perusahaan sebagai suatu entitas hukum yang terpisah dari Induk Perusahaan. Sebagai badan hukum mandiri, pengurusan hak dan kewajiban terletak pada kewenangan masing-masing organ perseroan. Pemisahan kewenangan itu berujung pada prinsip tanggung jawab terbatas Induk Perusahaan sebagai pemegang saham dari Anak Perusahaan dan menjadi tidak terbatas bagi pemegang saham apabila terdapat penerobosan prinsip “Piercing The Corporate Veil”, salah satunya akibat “breach of duty” dari Induk Perusahaan. Namuncampur tangan Induk Perusahaan terhadap pengusahaan bisnis dan managemen Anak Perusahaan hendaknya dilakukan dengan menghormati prinsip kemandirian Anak Perusahaan dalam rangka pembatasan tanggung jawab diantara keduanya.
Perlindungan Hukum Terhadap Pemberi Fidusi Dari Penerima Fidusia yang Pailit WULAN IRINE SETYABUDI
Notaire Vol. 2 No. 1 (2019): NOTAIRE
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (47.819 KB) | DOI: 10.20473/ntr.v2i1.12898

Abstract

Keberadaan jaminan atau agunan dalam hal pemberian suatu kredit dianggap merupakan bagian yang penting, walaupun adanya jaminan ini dapat dikatakan sebagai sesuatu yang tidak mutlak. Adanya suatu jaminan merupakan upaya untuk mengurangi resiko yang lebih besar terhadap pemberian suatu kredit tersebut. Debitor seringkali percaya atas penyerahan benda jaminan kepada kreditor. Seorang debitor perlu memperhatikan apakah lembaga pembiayaan tersebut sedang menghadapi masalah hukum, seperti terancam dipailitkan. Yang dimaksud dengan keadaan kepailitan adalah lembaga pembiayaan selaku kreditor dalam perjanjian utang piutang tetapi ia merupakan debitor dalam perjanjian yang lain. Apabila suatu ketika kreditor tersebut jatuh pailit, maka seluruh kekayaan kreditor tersebut masuk dalam boedel pailit. Sedangkan para debitor yang mengikatkan diri pada kreditor tersebut dalam perjanjian utang piutang dengan memberikan suatu jaminan tertentu juga akan merasakan akibatnya. Dalam Pasal 33 UUJF dan Pasal 36 ayat (1) UU KPKPU nampak bahwa terdapat perlindungan bagi debitor terhadap kepailitan kreditor. Dimana debitor pada saat terdapat putusan pernyataan pailit terhadap kreditor dapat meminta kepada kurator mengenai kepastian dari kelanjutan perjanjian kreditnya tersebut.
Keabsahan Kontrak Konstruksi dalam aspek kerjsama Pengelolaan Aset Daerah antara pemerintah dan swasta Muhammad Zainal Abidin
Notaire Vol. 1 No. 2 (2018): NOTAIRE
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (355.116 KB) | DOI: 10.20473/ntr.v1i2.10219

Abstract

Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, pemegang hak tanggungan dapat melakukan eksekusi atas obyek hak tanggungan tanpa persetujuan dari debitor terlebih dahulu (Parate Executie) dan tanpa memerlukan fiat pengadilan yaitu dengan penjualan melalui lelang, sehingga memberikan kemudahan kepada pemegang hak tanggungan untuk memperoleh pelunasan piutangnya dari debitor. Namun dalam pelaksanaannya seringkali menemui hambatan dalam pelaksanaan lelang eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut dikarenakan ada gugatan dari debitor yang menghambat proses lelang maupun pada saat pengosongan obyek lelang dimana pemenang lelang sudah ditentukan dan risalah lelang sudah diterbitkan. Gugatan tersebut didasarkan pada perbuatan melawan hukum karena menganggap proses lelang tidak sah ataupun nilai limit terlalu rendah dan berbagai alasan lain. Permasalahan hukum yang kemudian timbul adalah pertama bagaimana mekanisme pelaksanaan lelang eksekusi oleh bank berdasarkan Pasal 6 Undang – Undang Hak Tanggungan ketika ada gugatan dari debitor dan yang kedua bagaimana bentuk perlindungan kreditur pemegang Hak Tanggungan bilamana ekseskusi lelang Hak Tanggungan dibatalkan karena adanya gugatan dari debitor. guna menjawab isu hukum yang menjadi permasalahan dalam tulisan ini digunakan metode penelitian hukum, yaitu suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip hukum hukum, maupun doktrin - doktrin hukum guna menjawab semua isu hukum yang dihadapi.berkaitan dengan permasalahan pertama pelaksanaan eksekusi lelang berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan dapat dilaksanakan melalui pelelangan umum dengan bantuan pejabat lelang kelas I tanpa membutuhkan persetujuan pihak debitor sedangkan perlindungan bagi pihak kreditor adalah kemudahan dalam melaksanakan eksekusi hak tanggungan tersebut dengan adanya ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut, karena risalah lelang sendiri merupakan sebuah akta otentik yang dapat dijadikan dasar untuk balik nama objek hak tanggungan yang dilelang tersebut. 
Kedudukan Hukum Pembeli Satuan Rumah Susun yang Berbentuk Perjanjian Pengikatan Jual Beli (Studi Kasus Apartemen Puncak Permai) Conan Budi Wijaya
Notaire Vol. 1 No. 2 (2018): NOTAIRE
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.71 KB) | DOI: 10.20473/ntr.v1i2.9862

Abstract

Saat ini kebutuhan akan perumahan di kota-kota besar semakin meningkat. Pengembang sering memasarkan flat sebelum flat selesai. Dalam hal ini, perjanjian yang mengikat untuk penjualan dan pembelian diperlukan yang membentuk dasar dari perjanjian antara pengembang dan pembeli. Perjanjian yang mengikat untuk penjualan dan pembelian perlu ditinjau ulang untuk validitasnya dan bagaimana perlindungan hukum bagi pembeli.  
Kedudukan Yayasan yang Belum Disesuaikan dengan Undang-Undang Yayasan Setelah Jangka Waktu Berakhir Listya Aswaratika; Dian Purnama Anugerah
Notaire Vol. 1 No. 1 (2018): NOTAIRE
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (340.648 KB) | DOI: 10.20473/ntr.v1i1.9099

Abstract

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan mengatur mengenai penyesuaian anggaran dasar bagi yayasan yang telah lahir sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan. Penyesuaian dilakukan dalam jangka waktu yang telah diberikan oleh Undang-Undang Yayasan dengan tujuan agar yayasan tersebut tetap mendapatkan status badan hukum. Namun terhadap yayasan yang tidak melakukan penyesuaian anggaran dasar tersebut akan berdampak pada keabsahan perbuatan hukum yang dilakukan oleh yayasan dan kewenangan terhadap pertanggungjawaban atas perbuatan hukum yang dilakukan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisa status hukum yayasan yang hingga jangka waktu berakhir belum melakukan penyesuaian Anggaran Dasar dengan Undang-Undang Yayasan, serta mengenai keabsahan tindakan hukum yang dilakukan yayasan apabila yayasan tersebut belum menyesuaikan dengan Undang-Undang Yayasan. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Sumber bahan hukum dalam penelitian ini yaitu primer dan sekunder, serta menggunakan metode interpretasi dan metode deduktif analisis untuk menganalisa bahan hukum tersebut. Kemudian hasil dari penelitian ini ialah mengetahui keabsahan perbuatan hukum yang dilakukan yayasan jika yayasan hingga jangka waktu berakhir belum melakukan penyesuaian anggaran dasar yayasannya dengan Undang-Undang Yayasan dan kewenangan terhadap pertanggungjawaban atas perbuatan hukum yang dilakukan.
Tanah Kas Desa yang Menjadi Penyertaan Modal Dalam Badan Usaha Milik Desa Tiyas Sekarningrum
Notaire Vol. 2 No. 1 (2019): NOTAIRE
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (278.16 KB) | DOI: 10.20473/ntr.v2i1.10261

Abstract

Pengelolaan kekayaan desa salah satunya adalah berupa Tanah Kas Desa dengan cara sebagai penyertaan modal dalam Badan Usaha Milik Desa diatur oleh Kementerian Dalam Negeri dan peraturan mengenai Pendirian Pengurusan Dan Pengelolaan Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa diatur oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi. Di satu sisi peraturan mengenai kekayaan desa berupa tanah tidak bisa dialihkan namun dengan berkembanganya desa pada saat ini dan memiliki otonomi sendiri melalui ditetapkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa  untuk menuju desa yang mandiri, salah satunya perlu dilakukan peningkatan kemampuan perekonomian pemerintah desa untuk menyelenggarakan jalannya pemerintahan dan meningkatankan pendapatan masyarakat melalui berbagai kegiatan ekonomi. Pengelolaan Keuangan berupa pendapatan desa salah satunya berasal dari kekayaan asli desa dalam hal ini adalah Tanah Kas Desa. Sertifikat Tanah Kas Desa ini diatasnamakan Pemerintah Desa, selain dapat dikelola oleh Pemerintah Desa, dapat juga dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual dengan mengumpulkan pendapat-pendapat para ahli hukum, bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa status hukum Badan Usaha Milik Desa dan bentuk penyertaan modal tanah kas desa ke dalam Badan Usaha Milik Desa.
Status of Waqf Properties As Debt’s Collateral intan avi; Notaricia Sartika F.S.P.N; Made Ayu Trisnawati
Notaire Vol. 2 No. 1 (2019): NOTAIRE
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (350.409 KB) | DOI: 10.20473/ntr.v2i1.13069

Abstract

The lack of understanding on land waqf creates many issues related to waqf itself, i.e. offers endowed land as deb’ts collateral. In Article 40 alphabeth (a) Law Number 41 Year 2004 on Waqf, there is prohibition to include waqf properties as collateral. Waqf properties’ status change that inchorent with Law Number 41 Year 2004 on Waqf, one of it is including land waqf as debt’s collateral will cause unwanted consequence on the collateral agreement itself. In fact, there are still violations on Article 40 alphabeth (a) Law Number 41 Year 2004 on Waqf. These situations are caused by minimum awareness on management of waqf properties from nadzir, heirs and bank as the creditor towards implementation of waqf properties’ status change. Therefore, consequence of waqf properties’ status change that violates Article 40 alphabeth (a) Law Number 41 Year 2004 on Waqf will not immediately null and void; however, debt’s repayment still needs to be fulfilled by debtor corresponds with Article 1131 BW. It required efforts to minimize issues on waqf through socialization of waqf towards nadzir, heirs, bank as creditor and wide community, especially waqf properties’ status change so there will not be any issues on implementation and management of waqf properties in the future. 
Proportionality Principle on Online Lending Contract in Indonesia Chesa Ramadhan; Adimas Rakyandani Saksono
Notaire Vol. 2 No. 1 (2019): NOTAIRE
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (318.605 KB) | DOI: 10.20473/ntr.v2i1.12986

Abstract

AbstractOnline lending is form of alternative funding resulted from financial technology innovation. Until February 2019 there are 99 financial technology corporations that engaged in lending activity that operated officially, legally, and recognized by Otoritas Jasa Keuangan. However, many problems arise form this innovation in form of online lending. Many consumers became the victims of either illegal or even legal online lending platforms. Started from the paramount loan interest applied in the online lending agreement until the amount of loan that need to be paid did not in accordance to the initial amount of debt, become core of the problems for the online lending consumers that treated unfair and unjustly by the online lending platform organizer. Moreover, online lending contract commonly belonged to the standard clause agreement that have been pre-arranged by one of the contracting parties. This research has purpose to determine the urgency of application of the proportionality principle on online lending contract. This research using doctrinal research method followed by conceptual and statute approaches. This research expected to generates conclusion on the notions of application of proportionality principle on online lending contract that included as standard clause contract in order to distribute contracting parties’ rights and obligations proportionally. Therefore, in future the online lending agreement could generate justice and proportional contract for contracting parties and the substance of the contract can reflect this proportionality principle. 

Page 1 of 15 | Total Record : 141