cover
Contact Name
Bramantyo Tri Asmoro
Contact Email
bramasmoro@uniramalang.ac.id
Phone
+628125232470
Journal Mail Official
-
Editorial Address
Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Islam Raden Rahmat Malang Jl. Raya Mojosari 02, Kepanjen, Kabupaten Malang
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Journal of Governance Innovation
ISSN : 26566273     EISSN : 26571714     DOI : https://doi.org/10.36636/jogiv
Core Subject : Humanities, Social,
Journal of Governance Innovation adalah sebuah terbitan ilmiah berkala dwi tahunan atau terbit dua kali dalam setahun, tepatnya pada bulan Maret dan September. Journal of Governance Innovation (JOGIV) diterbitkan oleh Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Universitas Islam Raden Rahmat Malang.
Articles 71 Documents
Upaya Peningkatan Daya Tarik Wisata di Kabupaten Sumenep melalui Smart City System Nur Inna Alfiyah
Journal of Governance Innovation Vol. 1 No. 1 (2019): Volume 1 Nomor 1 (Maret 2019)
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Islam Raden Rahmat Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36636/jogiv.v1i1.295

Abstract

Abstract This research aims to explain the efforts by local government to increase tourist attraction in Sumenep Regency, through the realization of smart city as a government innovation in providing tourist information to public. This research use descriptive explanatory method by looking at the obstacles in tourism development in Sumenep, which were then followed by decision-making actions carried out by the local government, so the smart city masterplan was born as a government program. The masterplan program then gave birth to innovations in the use of technology to make it easier for tourists to find out tourism information in Sumenep Regency. Keyword : Tourism, Decision making, Smart city Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan upaya peningkatan daya tarik wisata di Kabupaten Sumenep melalui realisasi smart city sebagai inovasi pemerintah dalam memberikan informasi wisata kepada masyarakat. Metode dalam penelitian ini menggunakan deskriptif eksplanatif dengan melihat terlebih dahulu kendala-kendala dalam pengembangan wisata di Sumenep yang kemudian disusul dengan tindakan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, sehingga kemudian lahirlah masterplan smart city sebagai program pemerintah. Program masterplan ini kemudian melahirkan inovasi-inovasi penggunaan teknologi guna memudahkan wisatawan untuk mengetahui informasi wisata yang ada di Kabupaten Sumenep. Kata Kunci: Pariwisata, Pengambilan keputusan, Smart city
Peran Pemimpin Transformasional dalam Penguatan Kelembagaan (Studi di Dinas Koperasi UMKM, Kabupaten Sumenep) Nur Inna Alfiyah; Ida Syafriani
Journal of Governance Innovation Vol. 1 No. 2 (2019): Volume 1 Nomor 2 (September 2019)
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Islam Raden Rahmat Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36636/jogiv.v1i2.341

Abstract

Abstrak Penelitian bertujuan untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisa Peran Pemimpin Transformasional Dalam Penguatan Kelembagaan di Dinas Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten Sumenep. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk menafsirkan dan menguraikan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam suatu birokrasi. Target penelitian ini nantinya akan di publikasikan dalam jurnal ilmiah yang sudah terakreditasi atau ber-ISSN, sehingga nantinya dapat menambah informasi dan wawasan bagi birokrat, cendekiawan serta masyarakat secara umum.
Mencegah “Tragedy of The Commons” Di Teluk Sawai dengan Sasi pada Era Otonomi Daerah Kanyadibya Cendana Prasetyo
Journal of Governance Innovation Vol. 1 No. 1 (2019): Volume 1 Nomor 1 (Maret 2019)
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Islam Raden Rahmat Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36636/jogiv.v1i1.294

Abstract

Abstrak Sejak era otonomi daerah, setiap daerah memiliki kewenangan untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya di daerahnya, termasuk sumber daya kelautan dan perikanan. Adanya otonomi daerah juga berimplikasi pada peran serta masyarakat lokal sesuai dengan adat istiadat yang berlaku, termasuk hak ulayat laut yang dikelola adat (Customary Marine Tenure / CMT). Praktik-praktik CMT yang ada menunjukkan bahwa CMT dapat memberikan solusi terhadap masalah-masalah perikanan, termasuk mencegah munculnya tragedy of the commons yang mengakibatkan hilangnya spesies ikan. Di Kepulauan Maluku dan Papua, salah satu praktik CMT tersebut adalah hukum adat sasi laut yang berisi peraturan dan larangan dalam memanfaatkan sumber daya laut. Jika ditinjau lebih dalam, sasi laut dapat menjadi salah satu upaya tata kelola kelautan dan perikanan yang berbasis partisipasi masyarakat lokal dan memiliki prinsip berkelanjutan. Selain itu, pelaksanaan sasi laut juga membutuhkan dukungan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar keberadaannya dapat membawa manfaat bagi masyarakat, mendukung keberlanjutan sumber daya perikanan dan kelautan, dan menjaga keanekaragaman hayati. Kata kunci: sasi laut, hak ulayat laut, pengelolaan perikanan, pemerintahan daerah Abstract Since the era of regional autonomy, each region has the authority to manage and use the resources in its area, including marine and fisheries resources. The existence of regional autonomy also has implications for the participation of local communities in accordance with prevailing customs, including Customary Marine Tenure (CMT). CMT practices show that CMT can provide solutions to fisheries problems, including preventing the tragedy of the commons that could extinct fish species. In the Maluku Islands and Papua, one of the CMT practices is a customary law called marine sasi which contains rules and prohibitions in utilizing marine resources. Marine sasi is one of the efforts to regulate marine and aquaculture based on the participation of local communities and on the principles of sustainability. In addition, the implementation of marine sasi also requires support from the central government and local governments to be able to provide benefits to the community, support the sustainability of fisheries and marine resources, and support biodiversity. Keywords: marine sasi, Customary Marine Tenure, fisheries management, local governance
Responsifitas Pemerintah Terhadap Problematika Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Mimin Anwartinna
Journal of Governance Innovation Vol. 1 No. 2 (2019): Volume 1 Nomor 2 (September 2019)
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Islam Raden Rahmat Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36636/jogiv.v1i2.361

Abstract

Abstract This paper wants to analyze the government's responsiveness to the problems of the Indonesian Workers, which is still leaving a sad story. Imagine, until now there are still many cases of violence, sexual harassment, labor exploitation to the death penalty for migrant workers in Saudi Arabia the other day. This is certainly a tough task for the government to pay more attention to the firmness of the law and guarantees of protection for those who have dedicated themselves to work in foreign countries. Various cases that have emerged thus far constitute a serious threat to the government if they are not immediately responsive in handling problems. Do not let the weakness of the law make an opportunity for the activities of modern slavery because it is too loose the applicable legal rules. Serious attention from the government is needed in order to be more assertive in maintaining integrity to ensure the protection of workers in foreign countries. Migrant workers should be given high appreciation because they are foreign exchange heroes for the Indonesian state. Migrant workers also contribute in supporting the progress of the nation's economy. But until now, the government is considered to be still slow in guaranteeing their protection, as evidenced by the still rampant case reports received by the government related to labor issues. In fact, the number of Indonesian Workers always increases every year. As reported by BNP2TKI's Center for Research and Development in 2013 the number of migrant workers increased by 3.6% from 2012. The increase in the number of workers has quite an effect on the stability of the country. Where more and more workers are scattered, the more the risk of problems. Therefore an evaluation of government policy is needed in this case more focused on the policy in Law number 39 of 2004 concerning the Placement and Protection of Indonesian Workers Abroad, as well as on policy derivatives in Government Regulation number 4 of 2015 related to the Implementation of Supervision of the Implementation of the Placement and Protection of Workers Indonesian Work Abroad. The policy will later be used as an evaluation reference so that the government can pay more attention to what points need to be reviewed to further emphasize the policy rules related to the protection of migrant workers' protection. Keywords: public policy, government responsiveness, Indonesian workers
Strategi Kolaborasi Pengembangan Wisata Berbasis Edukasi di Clungup Mangrove Conservation Desa Tambakrejo Kabupaten Malang M Imron; M Saiful Anwar
Journal of Governance Innovation Vol. 1 No. 1 (2019): Volume 1 Nomor 1 (Maret 2019)
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Islam Raden Rahmat Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36636/jogiv.v1i1.299

Abstract

Abstrak Pengembangan wisata alam berbasis edukasi memiliki tantangan yang serius di ranah mempertahankan eksistensi dan keberlanjutan lingkungan. Setiap stakeholder yang ada harus berani menjamin keterlibatan mereka dapat memberi kontribusi yang positif bagi keberlangsungan ekosistem kawasan pantai. Model Quintuple Helix memberikan posisi yang signifikan bagi lingkungan alami masyarakat untuk memperoleh perhatian yang lebih. Berangkat dari realitas, penelitian ini bertujuan untuk mencari strategi yang ideal bagi kolaborasi pengembangan wisata berbasis edukasi. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif, pengambilan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan studi dokumen. Adapun hasil dari penelitian ini berupa konsep strategi kolaborasi yang ideal untuk pengembangan wisata berbasis edukasi dengan model Quintuple Helix. Melalui model ini dapat memberikan modal tambahan berupa manajemen berbasis kualitas pembangunan yang efektif, keseimbangan alam yang terjamin, serta garansi terhadap generasi mendatang agar tetap dapat merasakan keberlanjutan lingkungan. Abstract Educational tourism-based natural tourism development has serious challenges in the realm of maintaining the existence and sustainability of the environment. Every existing stakeholder must have the courage to guarantee that their involvement can contribute positively to the sustainability of the coastal ecosystem. The Quintuple Helix model provides a significant position for the natural environment of the community to get more attention. Departing from reality, this study aims to find the ideal strategy for collaborative education-based tourism development. This research was conducted with a qualitative descriptive method, data collection was carried out by observation, interviews and document studies. The results of this study are in the form of a collaboration strategy concept that is ideal for education-based tourism development with the quintuple helix model. Through this model, it can provide additional capital in the form of effective quality-based development management, guaranteed natural balance, and guarantees against.
TATA KELOLA PARIWISATA DALAM PENGEMBANGAN POTENSI DESA KETAPANRAME KECAMATAN TRAWAS KABUPATEN MOJOKERTO Hikmah Muhaimin
Journal of Governance Innovation Vol. 1 No. 1 (2019): Volume 1 Nomor 1 (Maret 2019)
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Islam Raden Rahmat Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36636/jogiv.v1i1.296

Abstract

UU telah mengatur tentang hak untuk mengelolah potensi desa salah satunya dalam sektor pariwisata. Pembangunan desa wisata merupakan realisasi dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah. Pembangunan desa berbasis wisata tidak semerta-merta, melainkan perlu memperhatikan potensi desa yang ada di wilayah tersebut. Begitu pula dengan Desa Ketapanrame, kepala desa setempat menemukan ada potensi untuk dijadikan desa wisata. Dengan demikian, perangkat desa dan masyarakat bekerja sama guna merealisasikannya, salah satunya adalah Taman Ganjaran. Taman Ganjaran ini digadang-gadang menjadi alun-alun Desa Ketapanrame. Dengan adanya Taman Ganjaran ini perangkat desa berharap akan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat Desa Ketapanrame. Selain itu, untuk kedepannya pemerintah desa juga akan membangun inovasi-inovasi lain guna tetap mempertahankan jumlah pengunjung yang datang. Kata Kunci : Pariwisata, Potensi Desa, Taman Ganjaran Abstract The law regulates the right to manage village potential, one of which is in the tourism sector. The development of tourist villages is a realization of the implementation of Law Number 22 Year 1999 concerning Regional Autonomy. Tourism-based village development needs to pay attention to the potential of villages in the region. Likewise with Ketapanrame Village, the local village head there found the potential to become a tourist village. Thus, the village apparatus and the community work together to make it happen, one of which is Ganjaran Park. This Ganjaran Park is predicted to become the Ketapanrame Village square. With the existence of the Ganjaran Park, village officials hope to be able to improve the economy of the Ketapanrame Village community. In addition, for the future the village government will also build other innovations in order to keep the number of visitors coming. Keyword : Tourism, Village Potency, Ganjaran Park
memahami peran ganda perempuan pada masyarakat desa: studi pada Desa Sumberdodol, Kabupaten Magetan Ttia Subekti; Irza Khurun'in
Journal of Governance Innovation Vol. 1 No. 2 (2019): Volume 1 Nomor 2 (September 2019)
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Islam Raden Rahmat Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36636/jogiv.v1i2.360

Abstract

ABSTRAK Aktivitas pertanian tidak bisa dipisahkan dari peran perempuan. Mereka berperan muali dari sebelum proses produksi, proses produksi, memanen, paska panen dan menjual hasil panen. Desa sumberdodol Kabupaten Magetan merupakan desa pertanian di Jawa Timur yang tidak bisa dipisahkan dari peran perempuan dalam aktivitas pertanian. Perempuan di Desa Sumberdodol banyak yang beraktivitas sebagai pekerja pertanian untuk mendukung ekonomi keluarga. Disisi lain, mereka juga tetap menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga dalam keluaga mereka. Perempuan dalam masyarakat menjalankan dua peran sekaligas, yakni pada ranah domestic dan ranah public/ekonomi. Penelitian ini menggunakan wawancara, obersavasi, dan dokumentasi dalam pengumpulan data. Teori yan digunakan adalah WID (woman in development) dengan empat komponen yaitu: welfare, equity, antipoverty, efficiency dan empowerment of women in development. Namun, WID kurang dalam melihat atau memahami gap dalam peran ganda perempuan. Sehingga tulisan ini juga menggunakan konsep kesetaraan gender untuk melihat gap dalam peran ganda perempuan. Argumen utama dari penelitian ini adalah proses pembangunan melalui kegiatan pertanian mendorong keberadaan peran ganda perempuan; ada ketidaksetaraan gender di sektor ini dan merupakan hambatan bagi pembangunan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembangunan di pedesaan, melalui studi di Desa Sumberdodol Kabupaten Magetan, mengabaikan kesetaraan gender di tempat kerja. Oleh karena itu, perlu restrukturisasi program pembangunan. Kata kunci:pertanian, pembangunan, kesetaraan gender, perempuan
Etika Pelayanan Publik di Indonesia Mashur Hasan Bisri; Bramantyo Tri Asmoro
Journal of Governance Innovation Vol. 1 No. 1 (2019): Volume 1 Nomor 1 (Maret 2019)
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Islam Raden Rahmat Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36636/jogiv.v1i1.298

Abstract

Abstrak Pelayanan publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai hak dasar setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan / atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik. Masyarakat sebagai pelanggan memiliki kebutuhan dan harapan pada kinerja penyelenggara pelayanan publik yang profesional. Tugas Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah adalah memberikan pelayanan publik yang mampu memuaskan masyarakat. Implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia mengakibatkan pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab dan kewenangan dalam menentukan standar pelayanan minimal. Permasalahan mendasar dalam proses pelayanan publik di Indonesia adalah tentang etika. Tidak ada standar universal tentang norma atau etika serta sanksi yang mengatur secara khusus untuk pelanggaran yang dilakukan aparat dalam pelayanan publik. Kata Kunci : Pelayanan publik, Etika, Norma Abstract Public services are all activities in order to fulfill basic needs in accordance with the basic rights of every citizen and resident of an item, service and / or administrative service provided by service providers related to the public interest. Communities as customers have needs and expectations in the performance of professional public service providers. The task of the Central Government and Regional Government is to provide public services that are able to satisfy the public. The implementation of decentralization and regional autonomy policies in Indonesia has resulted in regional governments having responsibility and authority in determining minimum service standards. The fundamental problems in the process of public service in Indonesia are about ethics. There is no universal standard on norms or ethics and sanctions that specifically regulate violations committed by the authorities in public services. Keywords : Public Service, Ethic, Norm
Penguatan Peran Triple Helix dalam Pariwisata Segitiga Emas di Pulau Gili Labak Madura Enza Resdiana; Tita Tanjung Sari
Journal of Governance Innovation Vol. 1 No. 2 (2019): Volume 1 Nomor 2 (September 2019)
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Islam Raden Rahmat Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36636/jogiv.v1i2.342

Abstract

Abstrak Konsep Triple Helix dalam pengembangan pariwisata merupakan konsep yang memadukan beberapa pelaku/aktor wisata untuk bersama-sama dalam pengembangan pariwisata. Kolaborasi yang baik dengan membagi peran antara Pemerintah, pihak swasta dan masyarakat akan membawa perubahan yang besar untuk perkembangan pariwisata pulau Gili Labak Kabupaten Sumenep. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui penguatan peran yang tergolong dalam Triple Helix (Peran Pemerintah, Swasta dan Masyarakat) dalam pariwisata Segitiga Emas di Pulau Gili Labak Kabupaten Sumenep. Metode penelitian yang digunakan adalah Deskriptif Kualitatif. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui wawancara, pengamatan dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Penguatan Peran Triple Helix dalam segitiga emas di Pulau Gili Labak masih belum optimal dan belum terjalin kerjasama antar aktor pembangunan dan pengembangan wisata seperti antara Pemerintah dan swasta yang berjalan masing-masing dalam pengembangan wisata, meskipun masyarakat telah dilibatkan dalam setiap proses pembangunan yang dilakukan akan tetapi dibutuhkan pembangunan yang bertahap dan konsisten serta dibutuhkannya kerjasama yang terintegrasi dan terkoordinasi antar aktor pembangunan wisata sehingga pembangunan wisata akan berhasil
Implementasi Otonomi Daerah dan Korupsi Kepala Daerah Desi Sommaliagustina
Journal of Governance Innovation Vol. 1 No. 1 (2019): Volume 1 Nomor 1 (Maret 2019)
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Islam Raden Rahmat Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36636/jogiv.v1i1.290

Abstract

Abstrak Otonomi daerah adalah suatu bentuk demokrasi yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk mengelola rumah tangga mereka sendiri dengan berpegang pada hukum dan peraturan yang berlaku. Implementasi otonomi daerah merupakan titik fokus penting dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu daerah dapat disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan potensi dan kekhasan masing-masing daerah. Ini adalah kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya menjalankan wewenang yang merupakan hak daerah. Otonomi daerah adalah salah satu agenda utama reformasi yang bertujuan mengurangi kesenjangan ekonomi-politik antara pemerintah pusat dan daerah. Era reformasi menjadi titik awal pergeseran paradigma terpusat yang diadopsi oleh Orde Baru ke era desentralisasi. Desentralisasi dalam konteks Indonesia diyakini sebagai cara untuk membangun pemerintahan yang efektif, mengembangkan pemerintahan yang demokratis, menghormati keanekaragaman lokal, menghormati dan mengembangkan potensi masyarakat lokal, dan mempertahankan integrasi nasional. Masyarakat menaruh harapan yang besar pada otonomi daerah untuk membawa perubahan dalam sistem negara. Sayangnya desentralisasi telah menyebabkan banyak korupsi di wilayah ini. Inilah yang terjadi pada 2018 lalu. Tahun 2018 tampaknya menjadi tahun yang gelap bagi upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, terutama di daerah. Pada 2018 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjerat puluhan kepala daerah dalam sejumlah kasus dugaan korupsi mulai dari gubernur, bupati, walikota, hingga pejabat daerah. Hingga akhir 2018, KPK masih menjerat kepala daerah yang tersandung kasus korupsi yaitu Bupati Jepara Ahmad Marzuqi dan Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar sebagai tersangka. Daftar panjang kepala daerah yang dijerat oleh KPK selama 2018 menunjukkan bahwa penanganan kejahatan korupsi di Indonesia masih membutuhkan perhatian serius dari banyak pihak. Demikian juga, Indeks Pencapaian Korupsi Indonesia masih jauh dari ideal, yaitu 3,7, seperti yang dikatakan oleh juru bicara KPK Febri Diansyah. Ini menunjukkan bahwa korupsi yang dilakukan oleh sejumlah kepala daerah merupakan salah satu bentuk kegagalan otonomi daerah. Dengan kata lain ada banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan terkait dengan implementasi otonomi daerah. Karena kasus-kasus yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukkan bahwa korupsi masih terjadi dan merupakan gejala di banyak lembaga. Kata Kunci: Otonomi Daerah, Korupsi, Kepala Daerah Abstract Regional autonomy is a form of democracy given by the Central Government to the Regional Government to manage their own household by sticking to the applicable laws and regulations. The implementation of regional autonomy is an important focal point in order to improve people's welfare. The development of an area can be adjusted by the regional government with the potential and distinctiveness of each region. This is a very good opportunity for the local government to prove its ability to exercise the authority that is the right of the region. Regional autonomy is one of the main agendas of reform aimed at reducing the economic-political gap between the central and regional governments. The era of reform became the starting point of shifting the centralized paradigm adopted by the New Order to the era of decentralization. Decentralization in the Indonesian context is believed to be a way to build effective governance, develop democratic governance, respect local diversity, respect and develop the potential of local communities, and maintain national integration. The community places considerable expectations on regional autonomy in order to bring about changes in the state system. Unfortunately decentralization has caused a lot of corruption in the region. This is what happened in 2018 ago. The year 2018 seems to be a dark year for efforts to prevent and eradicate corruption, especially in the regions. In 2018 the Corruption Eradication Commission (KPK) has ensnared dozens of regional heads in a number of cases of alleged corruption ranging from governors, regents, mayors, to regional officials. Until the end of 2018, the KPK still ensnared the regional heads who tripped over corruption cases namely Jepara Regent Ahmad Marzuqi and Cianjur Regent Irvan Rivano Muchtar as suspects. The long list of regional heads snared by the KPK during 2018 shows that the handling of corruption crimes in Indonesia still needs serious attention from many parties. Likewise, the Indonesian Corruption Achievement Index is still far from ideal, namely 3.7, as said by KPK spokesman Febri Diansyah. This indicates that corruption committed by a number of regional heads is one form of failure in regional autonomy. In other words there is a lot of homework that must be done related to the implementation of regional autonomy. Because the cases handled by the Corruption Eradication Commission indicate that corruption still occurs and is a symptom in many institutions. Keywords: Regional Autonomy, Corruption, Regional Head