cover
Contact Name
Ridwan Arifin
Contact Email
ulj.journal@mail.unnes.ac.id
Phone
+6281225294499
Journal Mail Official
ulj.journal@mail.unnes.ac.id
Editorial Address
Jalan Kampus Timur, Gedung K, Kampus Sekaran Gunungpati, Semarang
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Unnes Law Journal
ISSN : 22526536     EISSN : 27224503     DOI : https://doi.org/10.15294/ulj
Core Subject : Social,
Unnes Law Journal (Unnes L.J.) is a double-blind peer-reviewed legal journal (ISSN Print 2252-6536 ISSN Online 2722-4503) publishes research and review papers concerning to Legal Studies. Unnes L.J. published biannually by the Faculty of Law, Universitas Negeri Semarang on April & October. Focus and Scope of Unnes L.J. are concerning (but are not limited to): Criminal Law, Private Law, Administrative Law, International Law, Procedure Law, Tax Law, Customary Law, Islamic Law, Environmental Law, State Administrative Law, Law Land, Insurance Law, Law and Human Rights, Politics of Law, Sociology of Law, Anthropology of Law, Philosophy of Law, Agrarian Law, Forestry Law, Law of the Seas, Ocean Law, Climate Change Law, Maritime Law, Diplomatic Law, Humanitarian Law, Special Criminal Law, Economic Law, Business Law, Consumer Protection Law, Intellectual Property Rights Law, Capital Market Law, Comparative Law, Regional Financial Law, Regional Autonomy Law, Sharia Economic Law, Health Law, Law and Society, Law and Forensics, Criminology, Victimology, Penitentiary Law, Law and Technology, Law and Gender Studies, and other related issues on Law in broader aspects (including Social, Economic, Politic, Security, Education, and Culture).
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 241 Documents
IMPLEMENTASI INFORMED CONSENT PADA PASIEN YANG BERSEDIA MENJALANI TES HIV DALAM PERJANJIAN TERAPEUTIK Yudikindra, Widyananda
Unnes Law Journal: Jurnal Hukum Universitas Negeri Semarang Vol 3 No 1 (2014): Unnes L.J. (April, 2014)
Publisher : Faculty of Law Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (329.004 KB) | DOI: 10.15294/ulj.v3i1.3631

Abstract

Tes HIV dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan infeksi HIV. Sedangkan penggunaan formulir informed consent merupakan wujud pendokumentasian yang memiliki perbedaan dan kekhususan dalam penawaran medisnya. Oleh karena itu kemudian peneliti melakukan kajian yuridis terhadap bentuk formulir dan implementasi informed consent tes HIV.Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis empiris. Pendekatan yuridis empiris bertujuan menganalisis suatu peraturan dapat berlaku efektif di masyarakat. Penelitian ini dapat memberikan kajian yuridis tentang bentuk formulir informed consent tes HIV dalam perjanjian terapeutik. Selain itu juga untuk mengetahui implementasi informed consent pada pasien yang bersedia menjalani tes HIV dalam perjanjian terapeutik di RSUP Dr. Kariadi Semarang.Kajian yuridis formulir informed consent maupun implementasinya sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, peraturan menteri kesehatan maupun pedoman teknis. Walaupun sudah sesuai namun pelaksanaanya tidak selalu berjalan dengan baik dan terdapat masalah seperti pemahaman yang kurang mengenai manfaat dan fungsi formulir informed consent sehingga dapat memberi peluang seorang pasien untuk menolak atau membatalkan tes HIV. Selain itu masih ada keterbatasan kemampuan pasien dalam memahami informasi medis, ketidaklengkapan pengisian formulir dan pola administrasi yang berbeda. Wujud formulir informed consent semestinya jangan sampai menghambat hak pasien untuk mendapatkan kesehatan. Sedangkan keberhasilan tes HIV harus tetap memperhatikan penjelasan informasi medis dan persetujuan dari pasien. Dengan demikian informed cosent dapat dipahami sebagai titik awal proses komunikasi medis pemeriksaan diagnosis HIV dan sarana untuk mencapai pemenuhan kebutuhan kesehatan HIV/AIDS tanpa adanya paksaan, kekhilafan maupun penipuan. Selanjutnya sistem normalisasi tes merupakan harapan ke depan untuk menyederhanakan proses komunikasi dan penawaran medis tanpa mengurangi esensi kualitas konseling dan tes HIV..  HIV testing is done to prevent an increase in HIV infection. While the use of an informed consent form is a form of documentation that has differences and specificity in medical offers. Therefore juridical and researcher to study the form of the informed consent form and implementation of HIV testing.This research uses empirical research juridical. Juridical empirical approach to analyze a rule to be effective in the community. This research can provide on the form of judicial review of an informed consent form in agreement therapeutic HIV testing. In addition to knowing the implementation of informed consent in patients who are willing to undergo an HIV test in the therapeutic agreement in Dr. Kariadi Semarang Hospital.Judicial review of the informed consent form and its implementation is in accordance with the laws, regulations and technical guidelines of the health minister. Although it was appropriate, but its implementation is not always going well and there are problems such as lack of understanding about the benefits and functions of the informed consent form so that it can give a patient the opportunity to reject or cancel an HIV test. In addition there are limitations in the ability of patients to understand medical information, incompleteness form filling and different patterns of administration. Being an informed consent form should not to obstruct the right of patients to receive healthcare. While the success of HIV testing must consider the explanations of medical information and consent of the patient. Thus informed cosent can be understood as a starting point communication process medical examination and an HIV diagnosis means to achieve compliance with the health needs of HIV/AIDS in the absence of coercion, mistake or deception. Further normalization of the test system is a future goal to simplify the process of communication and medical offers without compromising the essence of the quality of HIV counseling and testing.
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA CONSTITUTIONAL COMPLAINT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR TAHUN 1945 aditya, zaka firma
Unnes Law Journal: Jurnal Hukum Universitas Negeri Semarang Vol 3 No 1 (2014): Unnes L.J. (April, 2014)
Publisher : Faculty of Law Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (319.52 KB) | DOI: 10.15294/ulj.v3i1.3632

Abstract

Diadopsinya mekanisme constitutional complaint dalam sistem peradilan konstitusi adalah bagian dari perlindungan terhadap hak konstitusional warga negara. Tetapi, Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yudikatif yang bertugas mengawal tegaknya konstitusi belum diberikan kewenangan untuk mengadili perkara pengaduan konstitusional..Hasil dari penelitian skripsi ini adalah: secara legal formal, UUD Tahun 1945 tidak memberi peluang untuk MK RI dalam menyelesaikan perkara constitutional complaint tanpa melalui amandemen; MK memiliki prospek untuk menyelesaikan perkara constitutional complaint dimasa mendatang, karena banyak perkara pengujian undang-undang yang masuk ke MK secara substansi merupakan pengaduan konstitusional; Mekanisme constitutional complaint di Indonesia sama seperti mekanisme judicial review, yaitu dari pemohon, objek dan persyaratan. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu, MK tidak memiliki peluang menyelesaikan perkara constitutional complaint berdasarkan UUD 1945; MK memiliki prospek mengadili perkara constitutional complaint dimasa mendatang, karena banyak kasus constitutional complaint yang terjadi dimasyarakat tidak dapat diselesaikan sehingga membuat kekosongan hukum; mekanisme constitutional complaint di Indonesia di masa mendatang dapat mengadopsi mekanisme constitutional complaint Federal Jerman, berkaitan dengan legal standing pemohon, objek permohonan dan syarat permohonan.Adoption of the constitutional complaint mechanism in the judicial system is part of the constitutional protection of the constitutional rights of citizens . However , the Constitutional Court as a judicial body in charge of guarding the enforcement of the constitution has not been given the authority to adjudicate constitutional complaints. The results of this research are : a formal legal basis , the Constitution of 1945 did not provide an opportunity to resolve the Constitutional Court in the case of constitutional complaint without amendment ; The Court has the prospect to complete the constitutional complaint case in the future , because many cases testing laws that go into the substance of the Court in a constitutional complaint ; The mechanism of the constitutional complaint in Indonesia the same as the mechanism of judicial review , that is, from the applicant , objects and requirements . The conclusions of this study are , the Court does not have the chance resolve the constitutional complaint case under the 1945 Constitution; The Court has heard the cases of constitutional complaint prospects in the future, because many cases occur in the community constitutional complaint can not be resolved so as to make void the law; the mechanism of the constitutional complaint in Indonesia in the future to adopt the German Federal constitutional complaint mechanism , related to the legal standing of the applicant, the object of the petition and the petition requirements .
IMPLEMENTASI CUSTOMER DUE DILLIGENCE DAN ENHANCED DUE DILLIGENCE DALAM MENCEGAH TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Nugroho, Satrio Sakti
Unnes Law Journal: Jurnal Hukum Universitas Negeri Semarang Vol 3 No 1 (2014): Unnes L.J. (April, 2014)
Publisher : Faculty of Law Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (281.981 KB) | DOI: 10.15294/ulj.v3i1.3633

Abstract

Pemerintah dan Bank Indonesia membuat peraturan terkait dengan program Anti Pencucian Uang yang memuat prinsip mengenali pengguna jasa/Customer Due Dilligence yang kemudian diperluas oleh Bank Indonesia dengan prinsip mengenali pengguna jasa lebih mendalam/Enhanced Due Dilligence. Pelaksanaan Customer Due Dilligence dan Enhanced Due Dilligence serta pengawasan dari perbankan dan Bank Indonesia perlu untuk diketahui sebagai upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan kualitatif, jenis penelitian yuridis sosiologis, pengambilan data dilakukan dengan teknik wawancara dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi Customer Due Dilligence dilakukan pada saat calon nasabah membuka rekening, adanya transaksi mencurigakan, transaksi tunai lebih dari atau sama dengan Rp 500.000.000,00, dan pihak bank meragukan kebenaran informasi pengguna jasa. Enhanced Due Dilligence dilakukan pada calon nasabah Politically Exposed Person saat membuka rekening. Pengawasan internal bank saat pengguna jasa melakukan hubungan usaha, dual checking dan register tersendiri bagi Politically Exposed Person, pelaporan transaksi mencurigakan dan transaksi tunai, pembagian kewenangan pegawai, adanya pelatihan bagi pegawai terkait tindak pidana pencucian uang, dan terdapat pengkinian data nasabah. Pengawasan Bank Indonesia dengan membuat aturan terkait Tindak Pidana Pencucian Uang dan mengawasi pelaksanaannya. Simpulan dari penelitian adalah Customer Due Dilligence diimplementasikan pada saat melakukan hubungan usaha dengan pengguna jasa. Customer Due Dilligence tidak diimplementasikan pada saat transaksi dengan Walk In Customer dengan nominal lebih dari atau sama dengan Rp 100.000.000,00. Enhanced Due Dilligence diimplementasikan pada saat melakukan hubungan usaha dengan Politically Exposed Person, namun tidak dilakukan Enhanced Due Dilligence untuk keluarga Politically Exposed Person. Pengawasan bank dilakukan pada saat melakukan hubungan usaha dengan mapping wilayah, pembagian kewenangan pada pegawai, pelaporan transaksi mencurigakan dan transaksi tunai. Namun tidak dilakukan pengawasan bagi non nasabah. Pengawasan Bank Indonesia terkait dengan Program Anti Pencucian Uang yaitu membuat aturan terkait Customer Due Dilligence dan Enhanced Due Dilligence dan mengawasi pelaksanaanya.Indonesian government and Bank Indonesia made a regulation of anti money laundry in order to prevent any money laundry done by person using banking facilities. Those regulation accomodate a principle of knowing the customer/Customer Due Dilligece broaden by Bank Indonesia by further knowing the customer/Enhanced Due Dilligence. Implementation of Customer Due Dilligence, Enhanced Due Dilligence, and the supervision of both by the banking and Bank Indonesia are important to be understood as a prevention of money laundry. The aim of this study is describing the implementation of Customer Due Dilligence, Enhanced Due Dilligence, and the internal supervision done by branch office of BRI Semarang Pandanaran and Bank Indonesia supervision of anti money laundry program. Research method used by researcher was qualitative approach on sociological jurisprudence, data compilation was done by interview and documentations review, and the data analized by a qualitative dercriptive analizing. This study shows that Customer Due Dilligence was done when customer decided to open a bank account, a suspicious transaction, more than Rp 500.000.000,00 cash transaction, and an enquiry of customer valid information. Enhanced Due Dilligence was done when Politically exposed prospective customer open a bank account. Internal supervision was done on enterprise relation, Politically Exposed Person registration and dual checking, suspicious transaction report, authority apportionment, and update on customer data. Bank Indonesia supervision was done by establishing regulation related to anti money laundering and supervise the implementation. Conclusion of this research is Customer Due Dilligence implemented on enterprise relation with customer. Customer Due Dilligence was not implemented for Walk In Customer by transaction more than Rp 100.000.000,00. Enhanced Due Dilligence implemented in enterprise relation with Politically Exposed Person, but not implemented on Politically Exposed Person’s family. Bank supervision implemented on enterprise relation by area mapping, authority apportionment, and suspicious transaction report, but there was no implementation on Walk in Customer. Bank Indonesia supervision was done by establishing regulation related to anti money laundering and supervise the implementation.
EKSISTENSI AKUNTANSI FORENSIK DALAM PENYIDIKAN DAN PEMBUKTIAN PIDANA KORUPSI Hakim, Uminah
Unnes Law Journal: Jurnal Hukum Universitas Negeri Semarang Vol 3 No 1 (2014): Unnes L.J. (April, 2014)
Publisher : Faculty of Law Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (270.307 KB) | DOI: 10.15294/ulj.v3i1.3634

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran akuntansi forensik dalam penyidikan tindak pidana korupsi, menganalisis pengaruh alat bukti hasil analisis akuntansi forensik terhadap putusan hakim pengadilan tindak pidana korupsi serta mendeskripsikan mengenai eksistensi akuntansi forensik dalam pembuktian tindak pidana korupsi. Jenis penelitian ini adalah yuridis sosiologis dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran akuntansi forensik dalam penyidikan adalah untuk mendeteksi adanya kerugian keuangan negara serta menghitung jumlah kerugian keuangan negara. Sedangkan pada tahap pembuktian di persidangan penggunaan akuntansi forensik adalah sebagai alat bukti yang berupa laporan hasil audit investigatif dan laporan hasil penghitungan kerugian keuangan negara sebagai alat bukti surat serta keterangan ahli akuntan forensik di pengadilan sebagai alat bukti keterangan ahli. Keberadaan alat bukti hasil analisis akuntansi forensik adalah untuk menerangkan mengenai adanya perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara. Dalam putusan hakim pengadilan tindak pidana korupsi alat bukti tersebut digunakan sebagai pertimbangan hakim untuk mempertimbangkan terpenuhinya unsur dapat merugikan keuangan negara dalam tindak pidana korupsi.This study aims to describe the role of forensic accounting in coruption’s police investigation, to analysis an effect of the result of accounting forensic’s analysis evidence in adjudication’s consideration of coruption’s criminal court, and to describe forensic accounting’s existention in coruption’s evidence. This study use a sosio-juridical approach with qualitative-descriptive approximation. The result of study is the role of forensic accounting in coruption’s police investigation is to detect the state’s financial loss and to count amount of the state’s financial losses. While, in coruption’ evidence of court, forensic accounting is applicable as an evidence that consist of the report of audit investigation result and the report of count amount the state’s financial loss result as documentary evidence and the explanation of accountan forensic in court as the spesialist’s testimony evidence. The existention of forensic accounting’s evidence is to explain about unlawfull act that cause state’s financial losses. In coruption’s adjudication, forensic accounting’s evidence is aplicable to make judge’s consideration to considerate adverse that cause the state’s financial losses in coruption crime.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBERI HAK TANGGUNGAN YANG BUKAN DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT Purnomo, Muh Akbar Ariz
Unnes Law Journal: Jurnal Hukum Universitas Negeri Semarang Vol 3 No 1 (2014): Unnes L.J. (April, 2014)
Publisher : Faculty of Law Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (277.858 KB) | DOI: 10.15294/ulj.v3i1.3635

Abstract

Dewasa ini hampir setiap pertumbuhan ekonomi didukung dengan adanya jasa perbankan. Setiap perjanjian kredit harus menggunakan jaminan sebagai syarat pengajuan kredit. Jaminan yang diberikan debitur kepada bank sangat beragam jenis namun yang sering digunakan jaminan berupa tanah. Berdasarkan observasi di BPR Jateng Cabang Gubug periode Januari tahun 2012 hingga Juli tahun 2013 terdapat 85 debitur atau 71% menggunakan tanah milik sendiri dan 34 debitur atau 29%  menggunakan tanah milik orang lain dari total 119 debitur yang menggunakan jaminan tanah. Dari jumlah tersebut dapat dikatakan bahwa di BPR Jateng Cabang Gubug debitur sering menggunakan tanah milik orang lain sebagai jaminan untuk pelunasan atas kreditnya. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis, dengan menggunakan data primer dan data sekunder yang kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif untuk mengetahui prosedur pembebanan Hak Tanggungan dalam hal pemberi Hak Tanggungan bukan sebagai debitur dalam perjanjian kredit di BPR Jateng cabang Gubug Kabupaten Grobogan dan  perlindungan hukum bagi pemberi Hak Tanggungan yang bukan debitur. Hasil dari penelitian ini adalah proses pembebanan Hak Tanggungan di BPR Jateng Gubug melalui beberapa tahap yang sesuai dengan prosedur pembebanan Hak Tanggungan. Perlindungan hukum terhadap pemberi Hak Tanggungan yang bukan debitur sudah dilakukan namun masih lemah.Today every economic growth is supported by the presence of banking services. Each loan agreement must use the collateral as a condition for obtaining loans. Guarantees that debtors given to bank more varied but are often used type of collateral such as land. Based on the observation in the BPR Jateng Cabang Gubug period from January 2012 to July of 2013 there were 85 or 71 % of the debtor 's own land use and 34 debtor or 29 % use someone else's land of a total of 119 debtors who use the land collateral. Of this amount can be said that in the BPR Jateng cabang Gubug, debtors often use someone else's land as security for the repayment of the above loan. It’s necessary for transparency in the legal protection for Mortgage providers are not debtors in the credit agreement in BPR Jateng Cabang Gubug Kabupaten Grobogan. The problems of this study are 1) What is the procedure of loading Mortgage in terms Mortgage providers are not as a debtor under the credit agreement in the BPR Jateng cabang Gubug Kabupaten Grobogan? 2) What legal protection for Mortgage providers are not as a debtors in the credit agreement in the BPR Jateng cabang Gubug Kabupaten Grobogan when the debtor defaults? This study uses a socio-juridical approach, using primary data and secondary data were then analyzed using qualitative data analysis. The results of this study are in the process of loading Mortgage BPR Jateng cabang Gubug Kabupaten Grobogan through several stages according to the Mortgage loading procedure. Legal protection of Mortgage providers are not the debtor has been done but still weak. The conclusions in this study were 1) the loading Mortgage procedure in the BPR Jateng cabang Gubug through three stages, namely making the credit agreement, granting Mortgage and Mortgage registration,  2) protection of the law giver Mortgage borrowers are divided into preventive legal protection and protection law if the debtor defaults. Suggestion that researchers give is 1) the government is expected to be watched, simplify and reduce the cost of registration Mortgage. Besides, the government is also expected to consider the legal protection of Mortgage providers are not the debtor. 2) BPR Jateng cabang Gubug Kabupaten Grobogan expected to be more careful and check the details before the certificate is registered Mortgage and more selective in choosing potential borrowers and collateral objects. 3 ) Mortgage Providers should be cautious when lending certificates to others as collateral under the credit agreement and undertake preventive measures against theirself  by making a written agreement with the debtor personally as a precaution if the debtor defaults.
PENYELESAIAN SENGKETA PEMBAGIAN HAK ATAS TANAH DENGAN PUTUS DAMAI Mahardika, Oni
Unnes Law Journal: Jurnal Hukum Universitas Negeri Semarang Vol 3 No 1 (2014): Unnes L.J. (April, 2014)
Publisher : Faculty of Law Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (282.248 KB) | DOI: 10.15294/ulj.v3i1.3636

Abstract

Untuk mengetahui faktor penyebab mediasi di awal persidangan tidak berhasil dan untuk mengetahui proses persidangan dengan putus damai dalam perkara nomor 65 / Pdt.G / 2012 / PN.Ska. Penelitian hukum ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, pendekatan penelitian yuridis sosiologis. Dalam metode ini, data primer diperoleh langsung dari Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta dan para pihak yang berperkara, data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen hukum maupun bahan-bahan pustaka yang ada hubungannya dengan Penyelesaian Sengketa Pembagian Hak Atas Tanah dengan Putus Damai pada Perkara Nomor  65 / Pdt.G / 2012 / PN.Ska. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa faktor penyebab mediasi di awal persidangan tidak berhasil adalah Egoisme para pihak yang masih tinggi; disela-sela persidangan para pihak yang mengupayakan damai, belum bisa menemukan kesepakatan, sehingga proses persidangan waktunya tertunda lagi. Proses persidangan dengan Putus Damai dalam perkara nomor 65 / Pdt.G / 2012 / PN.Ska Pada sidang ke-20 para pihak mengupayakan perdamaian dengan negosiasi, setelah negosiasi yang dilakukan menghasilkan kesepakatan sehingga dibuatlah Akta Perdamaian supaya perjanjian perdamaian para pihak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Putusan Hakim sesuai Pasal 130 HIR dan atau 154 RBg jo PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan;To find out the causes of the mediation is not successful in the beginning of the trial and to know with breaking the peace proceedings in case number 65 / Pdt.G / 2012 / PN.Ska. The legal research uses qualitative research , sociological juridical approach . In this method , primary data obtained directly from the Judge in Pengadilan Negeri Surakarta and the litigants , the secondary data obtained from legal documents and reference material that has to do with the Dispute Resolution Division of Land Rights to End Peace in Case Number 65 / Pdt.G / 2012 / PN.Ska . The results showed that there are several factors causing early mediation is not successful trial the parties still egoism high ; sidelines of the hearing the parties who seek peace can not find a deal , so it 's time pending further proceedings . The hearing by the End of Peace in case number 65 / Pdt.G / 2012 / PN.Ska At the 20th session of the parties to make peace with the negotiations , after negotiations produced an agreement that committed the Settlement Deed was made so that the peace agreement of the parties shall have the force of law together with the verdict Judge under Article 130 or 154 RBg HIR and jo PERMA No. 1 of 2008 on Mediation Procedures in Court ;
MODEL PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI PENERBITAN IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) BERDASARKAN PERSPEKTIF ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DI KOTA SEMARANG Aruminingtyas, Dyah
Unnes Law Journal: Jurnal Hukum Universitas Negeri Semarang Vol 3 No 2 (2014): Unnes L.J. (October, 2014)
Publisher : Faculty of Law Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (142.375 KB) | DOI: 10.15294/ulj.v3i2.4537

Abstract

Model Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. Implementasi Penerbitan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah merupakan kunci penting dalam pembangunan yang dalam skripsi ini dikhususkan pada penerbitan IMB di Kota Semarang. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana model partisipasi masyarakat yang dilakukan Pemerintah Kota Semarang dalam penerbitan IMB berdasarkan asas-asas umum pemerintahan yang baik, serta kendala dan upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Semarang dalam implementasinya terhadap model partisipasi masyarakat dalam penerbitan IMB. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis sosiologi yaitu suatu metode yang mengacu pada kaedah-kaedah hukum yang ada, dan juga melihat kenyataan yang ada. Penyelenggaraan fungsi pelayanan pemerintah dalam penerbitan IMB di Kota Semarang telah mendasarkan pada Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung dan asas-asas umum pemerintahan yang baik agar tercapai kesejahteraan masyarakat Kota Semarang. Kendala penyelenggaran model partisipasi masyarakat di Kota Semarang disebabkan oleh dua faktor, yaitu Kurangnya taraf kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat Kota Semarang berkaitan dengan kesadaran mengajukan permohonan IMB, serta Terbatasnya sarana menunjang partisipasi masyarakat berkaitan dengan IMB. Upaya yang dilakukan Pemerintahan Kota Semarang dalam implementasinya terhadap model partisipasi masyarakat dalam penerbitan IMB yaitu Mengadakan Sosialisasi Terhadap Masyarakat tentang Perda Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung dan Menindaklanjuti Pengaduan-pengaduan dan Masukan dari Masyarakat Secara Langsung.Community participation is community participation in the identification of problems and potential that exists in the community, and making decisions about the selection of an alternative solution to solve the problem , the implementation of efforts to overcome problems, and community involvement in the process of evaluating the changes that occur. Implementation Issuance of Building Permit (IMB) is an important key in the development of this mini thesis is devoted to the publication of the IMB in the city of Semarang. Issues raised is How a model of community participation in the Semarang City Government building permit issuance by the general principles of good governance, as well as constraints and efforts made Semarang City Government in implementation of the model of public participation in the permit issuance. The method used is the juridical sociology is a method that refers to the rules of existing law, and also the fact that there. Implementation of the service function of government in the issuance of building permit has been based in Semarang Semarang Regional Regulation No. 5 of 2009 on Building and general principles of good governance in order to achieve the welfare of the people of Semarang. Constraints model of community participation of Semarang  city is caused by two factors, namely thelow level of awareness and lack of compliance with laws relating to public awareness of Semarang apply for building permit, as well as the limited means of supporting public participation related to the IMB. Efforts made Semarang City Government in the implementation model of public participation in the permit issuance is Holding a Community Socialization of law Number 5 of 2009 on Building and Following Complaints and Feedback from Community Direct .  
PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI DALAM RANGKA MENINGKATKAN PENERIMAAN PAJAK DI KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK JAWA TENGAH I Suwandoko, Suwandoko
Unnes Law Journal: Jurnal Hukum Universitas Negeri Semarang Vol 3 No 2 (2014): Unnes L.J. (October, 2014)
Publisher : Faculty of Law Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.113 KB) | DOI: 10.15294/ulj.v3i2.4538

Abstract

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah I mempunyai tugas pokok yaitu menghimpun penerimaan pajak. Sebagaimana telah diketahui, peran penerimaan pajak dalam mengisi kas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam rangka pembangunan nasional amat penting dan sangat strategis. Berkaitan hal tersebut maka di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah I melaksanakan reformasi birokrasi baik dari lingkungan internal maupun ekternal dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak. Tujuan dalam penelitian ini, yaitu (1). Untuk mengetahui alasan diperlukannya reformasi birokrasi di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah I. (2). Untuk mengetahui pelaksanaan pelaksanaan reformasi birokrasi dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah I. (3). Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang timbul dan upaya mengatasi hambatan tersebut dalam pelaksanaan pelaksanaan reformasi birokrasi dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah I. Adapun dalam penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris yang lebih difokuskan penelitian terhadap pelaksanaan efektifitas hukum yaitu membahas bagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang reformasi birokrasi dan bagaimana realita pelaksanaan peraturan perundang-undangan tersebut dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah I dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak. Hasil penelitian dalam penulisan artikel ini, bahwa alasan diperlukan reformasi birokrasi di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah I yaitu adanya pelaksanaan prinsip dasar Good Corporate Governance, adanya kelemahan dalam administrasi penerimaan pajak, mencegah adanya insiden korupsi, reformasi birokrasi dilaksanakan pada struktur organisasi, Sumber Daya Manusia (SDM), proses bisnis, teknologi komunikasi dan informasi, sarana dan prasarana, pelayanan kepada Wajib Pajak, sehingga mampu meningkatkan penerimaan pajak secara signifikan. Hambatan yang dialami yaitu terkait kedisplinan kerja pegawai dan penguasaan pengoperasian teknologi informasi yang kurang optimal, serta terkait kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar dan pelaporan pajak. Upaya yang dapat dilakukan yaitu menyelenggarakan internalisasi kode etik dan nilai-nilai organisasi pada diri pegawai dan meningkatkan kemampuan pegawai dalam bidang perpajakan, teknologi informasi melalui pelatihan dan pengembangan pegawai dengan menyelenggarakan diklat, serta untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dengan memberikan himbauan dan konseling, serta penegakan hukum. Saran yang diberikan dalam penulisan skripsi ini adalah perlunya pelatihan di luar ruangan (out bound) mengenai nilai-nilai organisasi dan kedisiplinan pegawai, meningkatkan perangkat dan sistem pelaporan SPT Tahunan melalui e-Filling, serta penyelenggaran sosialisasi, workshop dan asistensi atau konseling harus dilakukan secara rutin dalam bidang perpajakan.Regional Office of Directorate General of Taxation, Central Java I has the main task is to collect tax revenue. As is well known, the role of tax revenue in cash to fill state budget (state budget) in the framework of national development is very important and very strategic. Relating these conditions, the Regional Office of Directorate General of Taxation, Central Java I implement bureaucratic reform from both internal and external environment in order to increase tax revenues. The purpose of this study, namely (1). To find out why we need to reform the bureaucracy at the Regional Office of Directorate General of Taxation, Central Java I. (2). To determine the implementation of bureaucratic reforms in order to increase tax revenue at the Regional Office of Directorate General of Taxation, Central Java I. (3). To know the obstacles that arise and an attempt to overcome these obstacles in the implementation of bureaucratic reforms in order to increase tax revenue at the Regional Office of Directorate General of Taxation, Central Java I. But in this study uses empirical juridical method more focused research on the effectiveness of the implementation of the law which discusses how the applicable legislation on the reform of the bureaucracy and how the legislation's implementation of reality in the implementation of the reform of the bureaucracy in the Office of The Directorate General of Taxation, Central Java I in order to increase tax revenues. The results of research in the writing of this article, that the reason needed reform of the bureaucracy at the Regional Office of Directorate General of Taxation , Central Java I is a basic principle of good corporate governance , weaknesses in the administration of tax revenue , prevent incidents of corruption , bureaucratic reforms implemented in the organizational structure , human resources ( HR ) , business processes , and information communication technology , infrastructure , services to taxpayers , so as to increase tax revenues significantly. Barriers experienced are related to employee discipline and mastery of information technology operations that are less than optimal , and related tax compliance and reporting in paying taxes . Efforts to do is hold the internalization of the code of ethics and values ​​in the self- organization of employees and increase the capabilities of staff in the areas of taxation , information technology through employee training and development by organizing training , as well as to improve tax compliance by providing appeal and counseling , as well as enforcement law . The advice given in this paper is the need for training outdoors (out-bound) on the values ​​of the organization and discipline of employees, improving reporting systems perangakat and annual tax returns via e - Filling , and organizing dissemination , workshops and assistance or counseling should be done routine in the field of taxation .
PERUBAHAN FUNGSI DAN STRUKTUR BANGUNAN CAGAR BUDAYA KOTA SEMARANG DITINJAU DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 Panggabean, Sriayu Arita
Unnes Law Journal: Jurnal Hukum Universitas Negeri Semarang Vol 3 No 2 (2014): Unnes L.J. (October, 2014)
Publisher : Faculty of Law Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (231.939 KB) | DOI: 10.15294/ulj.v3i2.4539

Abstract

Sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya bahwa Cagar Budaya perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan secara berkelanjutan. Namun beberapa diantaranya kini telah dialihfungsikan dan dirubah strukturnya baik sebagian maupun secara keseluruhan.Hasil penelitian didapatkan bahwa tindakan Pemerintah Kota Semarang terhadap perubahan fungsi dan struktur bangunan Cagar Budaya sudah sesuai dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya yaitu sebagai tindakan revitalisasi bangunan tetapi dengan tidak merubah bentuk asli luar dari bangunan Cagar Budaya tersebut. Dan proses perizinan dilakukan dengan mendapakan kajian dari Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L). Setelah itu, Dinas Tata Kota dan Perumahan Semarang akan berunding dengan Badan Pelestarian Cagar Budaya kota Semarang dan Lembaga Swadaya Masyarakat untuk mengeluarkan keterangan rencana kota serta Ijin Mendirikan Bangunan yang dikeluarkan oleh Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT). Ketika bangunan akan difungsikan maka BPPT akan mengeluarkan H.O (Ijin Gangguan) dan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan).In accordance with the mandate of the Act No. 11 of 2010 Concerning the heritage that heritage should be preserved and managed appropriately through the protection, development, and utilization in order to promote national culture for the greatest prosperity of the people because it has an important value for the history, science, education, religion, and / or culture in a sustainable manner. However, some of which have now been converted and changed its structure either partially or keseluruhan.Hasil showed that Semarang government action to change the function and structure of the heritage buildings are in accordance with Act No. 11 Year 2010 on Heritage is a revitalization of the building but the action does not change the original shape of the building outside the Cultural Heritage. And assigned the licensing process is done with the study of the Old City Area Management Board (BPK2L). After that, the Department of Urban Planning and Housing Semarang will negotiate with the Heritage Preservation Board Semarang and NGOs to issue a City planning and building permit issued by the Integrated Licensing Service Agency (BPPT). When building will function then BPPT will issue HO (Disturbance Permit) and License (Trading License).
KEBIJAKAN PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP: ANALISIS YURIDIS SOSIOLOGIS DALAM KERANGKA TUJUAN PEMIDANAAN DI INDONESIA Saragih, Desran Joko Wagularsih
Unnes Law Journal: Jurnal Hukum Universitas Negeri Semarang Vol 3 No 2 (2014): Unnes L.J. (October, 2014)
Publisher : Faculty of Law Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (281.723 KB) | DOI: 10.15294/ulj.v3i2.4540

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memahami kebijakan pidana penjara seumur hidup dalam KUHP dan RUU KUHP 2012, memahami Kebijakan Pidana Penjara Seumur Hidup bagi terpidana dan keluarganya dilihat dari aspek kesejahteraan masyarakatdan perlindungan masyarakat serta menganalisis formulasi modifikasi kebijakan pidana penjara seumur hidup dalam rangka mencapai tujuan pemidanaan.Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis. Hasil dalam penelitian ini (1) Kebijakan pidana penjara seumur hidup dalam KUHP bertujuan pengimbangan penderitaan, penyelenggaraan masyarakat yang tentram dan penjeraan pelaku. RUUKUHP 2012 bertujuan pencegahan tindak pidana, penyelesaian konflik, pemulihan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dimasyarakat, memasyarakatkan kembali terpidana, serta membebaskan rasa bersalah pada diri terpidana; (2)Kebijakan Pidana Penjara Seumur Hidup bagi terpidana dan keluarganya hanya diorientasikan pada perlindungan masyarakat. sebab terpidana harus menjalani pemidanaan dipenjara selama hidupnya. Kesejahteraan masyarakat tidak terwujud, sebab hakim hanya berorientasi pada persamaan penderitaan; (3) Kebijakan pidana penjara seumur hidup Indoneisa tertinggal dari negara lain. sebab tidak ada modifikasi pemidanaan sebagaiperlindungan individu terpidana. Simpulan (1) KUHP berorientasi pada perlindungan masyarakat sedangkan RUU KUHP 2012  berorientasi pada perlindungan masyarakat dan perlindungan individu; (2) Pidana penjara seumur hidup hanya berorientasi pada perlindungan masyarakat; (3) Modifikasi pemidanaan merupakan bentuk perlindungan individu terpidana.The objective of this research is to understand the policy of life imprisonment in the KUHP and RUU KUHP 2012, understanding the policy of life imprisonment for the prisoners and his family from the point of view of social welfare and social defense and to analyze formulation and modification of life imprisonment for the purpose of penalty. The method used is the qualitative research with legal sociologocal approach. The of this research (1) the objective of the policy of life imprisonment in the KUHP is to give the punishment equally, to give tranquality to the society and to give wary to the prisoners. RUU KUHP 2012 is used to prevent criminal act, finishing conflict, recovering stabiliness and to give tranquality to the society, socializing the prisoners, and to free the prisoners from the committing errors feel. (2) thispolicy of live improsonment to the prisoners and his family orientated from the social defense. Because the prisoners have to through the imprisonment of his life. The tranquility of the society is not happening, because the Judge is just orientating from the punishment equally. (3) thepolicy of life imprisonment in Indonesia is left behind from the other country, because there is no modofication of imprisonment as the defence of the prisoners individuality. Conclusion (1) KUHP orientating from the social defense, whereas RUU KUHP 2012 orientating from the social and individual protection (2) life imprisonment is just orientating from the social defense. (3) modification of imprisonment is an act to defence prisoner individuality. .

Page 4 of 25 | Total Record : 241