cover
Contact Name
Titi Tiara Anasstasia, S.T., M.Sc
Contact Email
jurnaltl@upnyk.ac.id
Phone
+6282245765785
Journal Mail Official
tiara.anasstasia@upnyk.ac.id
Editorial Address
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yogyakarta Jl. SWK 104 (Lingkar Utara) Condongcatur, Sleman, Yogyakarta 55283 Telp./ Fax. (0274) 486400, Email:jurnaltl@upnyk.ac.id
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Ilmiah Lingkungan Kebumian
ISSN : 2460691X     EISSN : 27222799     DOI : https://doi.org/10.31315/jilk
Jurnal Ilmiah Lingkungan Kebumian (JILK) is a peer-review journal. JLK is biannually published in Maret and September by the Environmental Engineering Department. The journal acts as a publication media of high quality for the student, lecturer, scientists and engineers research, which includes: Environmental management of the mining industry, Environmental management of oil, gas, and geothermal industry, Regional development and disaster mitigation and in a wide range of environmental science and technology
Articles 53 Documents
Warisan Air Panas Kaliulo sebagai Campuran dalam Memasak bagi Penduduk Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Jawa Tengah Suharwanto Suharwanto
Jurnal Ilmiah Lingkungan Kebumian Vol 2, No 1 (2019): Vol 2, No 1: September 2019
Publisher : Jurusan Teknik Lingkungan, FTM, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31315/jilk.v2i1.3289

Abstract

Kaliulo hot spring is located at Pringapus, Semarang District, Central Java. The hot spring has been used for cooking mixture by society like making krupuk (cracker) and ketupat. The result of cooking is used for consumption of the citizens themselves and for being sold to market. In the dry season, Kaliulo hot spring is not only for mixturing in cooking but also for drinking. Physical and chemistry analysis must be done to know the water quality. The quality of water based on the drinking water quality with standard from the government regulation number 82 / 2001 about water quality management and water pollution prevention. The physical analysis consists of temperature and DHL (conductivity), meanwhile chemical  analysis consists of pH, SiO2, Al, Fe, Ca, Mg, Na, K, Li, Mn, NH3, Cl, SO4, HCO3, B dan H2S. The content of Na, Cl, H2S and NH3 in hot spring is exceed normally standard for drinking.Keyword: Hot Spring
Arahan Konservasi Pada Zonasi Daerah Imbuhan Mata Air di Dusun Plesedan, Desa Srimulyo, Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta Dika Maknalia Prastiwi; Eni Muryani; Andi Renata Ade Yudono
Jurnal Ilmiah Lingkungan Kebumian Vol 1, No 2 (2019): Vol1,No 2(2019): Maret 2019
Publisher : Jurusan Teknik Lingkungan, FTM, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31315/jilk.v1i2.3284

Abstract

Determination of springs replenishment area based on the criteria of the Minister of Public Works Regulation No. 02 of 2013 is the key in proper and efficient springs management engineering. The recharge area that is not managed properly contributes to influencing the flow of the spring. The absence of management of catchment areas causes a decrease in the number of springs. The area of interest of the spring studied was classified based on rainfall, soil texture, land use, and slope. The aim of this study is to determine the criteria for spring water supply areas based on the scoring of Ministerial Regulation No.2 of 2013. The research sites were in Plesedan Village, Srimulyo Sub District, Piyungan District, Bantul Regency, D.I Yogyakarta Province. Determining the location of the springs recharge area based on Minister of Energy and Mineral Resources Regulation No. 13 of 2009, which is evaluated using the Minister of Public Works Regulation No. 02 of 2013. The method used includes survey and mapping methods to determine the condition of existing spring springs, as well as mathematical analysis methods for calculating the scoring of spring springs. The Grab sampling method was used to determine the texture of the soil at the study site. The results of the study found that the zoning of the springs area was divided into two categories. The bad category area has a score of 4-12 and the good category has a score of <12-20. The direction for managing the spring extension area is then adjusted to the zoning of the recharge area at the research location. Management of bad recharge by using drainage channel, and for good recharge areas vegetation method approaches are carried out. Keywords: Recharge Area, Springs, Conservation of Recharge Area, Geospatial Analysis.
KONSERVASI MATAAIR SEBAGAI UPAYA MANAJEMEN SUMBERDAYA AIRTANAH BERKELANJUTAN (STUDI KASUS: MATAAIR LINGSENG, SUB DAS CELENG, KABUPATEN BANTUL, YOGYAKARTA) Ira Mughni Pratiwi; Andi Sungkowo
Jurnal Ilmiah Lingkungan Kebumian Vol 1, No 1 (2015): Vol. xx Nomor yy dd mm yyyy
Publisher : Jurusan Teknik Lingkungan, FTM, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31315/jilk.v1i1.3273

Abstract

Mataair merupakan salah satu sumberdaya air yang berasal dari airtanah. Mataair mempunyai peran penting sebagai pemasok kebutuhan air di berbagai tempat. Mataair telah menjadi bagian penting manusia dalam aspek sosial, budaya, dan ekonomi. Meskipun debit saat musim kemarau lebih kecil dibandingkan dengan saat musim penghujan tetapi dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sepanjang tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerentanan mataair dan konservasi mataair sebagai manajemne sumberdaya air berkelanjutan.Metode yang digunakan adalah metode survei, pemetaan, dan skoring. Parameter yang dinilai untuk menentukan tingkat kerentanan mataair adalah curah hujan, kemiringan lereng, konduktivitas hidraulika, infiltrasi, debit mataair, dan penggunaan lahan.Mataair Lingseng merupakan mataair yang muncul melalui rekahan breksi dengan debit berfluktuatif. Debit rerata di bulan Oktober 113,33 ml/dt; bulan Desember 183,33 ml/dt; bulan April 91,67 ml/dt; dan bulan Mei 54 ml/dt. Tingkat kerentanan degradasi Mataair Lingseng mempunyai skor 18 dan termasuk dalam kelas III dengan kriteria kerentanan menengah. Konservasi dengan hutan pertanian sistem multistrata agrosilvikultur. Tanaman yang digunakan adalah pohon sengon, pohon kakao/coklat, pohon lamtoro, tanaman jagung, dan mulsa organik serta mulsa batu.Kata kunci: Konservasi, Kerentanan, Mataair, Berkelanjutan
Perubahan Ekosistem Hutan Pinus Puncak Becici Dlingo Akibat Kegiatan Pariwisata Ayu Utami, MS; Henri Krismawan; Mohammad Nurcholis
Jurnal Ilmiah Lingkungan Kebumian Vol 3, No 1 (2020): September 2020
Publisher : Jurusan Teknik Lingkungan, FTM, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31315/jilk.v3i1.3568

Abstract

Perkembangan pariwisata merupakan salah satu upaya dalam menambah pendapatan suatu daerah. Perkembangan pariwisata tidak hanya menimbulkan dampak yang membangun suatu daerah tersebut, namun ada dampak terhadap ekosistem yang tidak bisa dihindarkan. Kecamatan Dlingo memiliki banyak potensi pariwisata, salah satunya adalah Hutan Pinus Becici. Hutan Pinus Becici merupakan hutan yang masuk dalam kawasan lindung. Dalam pengelolaan kawasan lindung, perlu diperhatikan beberapa aspek dalam pengelolaannya agar ekosistem kawasan lindung tetap terjaga. Untuk itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi perubahan-perubahan yang terjadi pada ekosistem hutan pinus becici akibat adanya kegiatan pariwisata yang berkembang di daerah tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian untuk pengumpulan data adalah observasi, survey lapangan, dan wawancara. Selain itu, metode yang digunakan untuk pengolahan data adalah Sistem Informasi Geografis (SIG) dan analisis deskriptif. Perkembangan kawasan wisata Hutan Pinus Puncak Becici, Dlingo menyebabkan perubahan fisik pada kawasan tersebut. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat dilihat dari perubahan luas bukaan tutupan lahan yang meningkat dan pembangunan fasilitas kawasan wisata yang meningkat. Total luas bukaan tutupan lahan pada tahun 2019 adalah sekitar 2,19 hektar. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menyusun suatu arahan pedoman mengenai perubahan ekosistem hutan pinus becici sebagai dokumen acuan pengembangan pariwisata dengan konsep ramah lingkungan.
STUDI KELAYAKAN RENCANA JALUR EVAKUASI DAN LOGISTIK BENCANA POROS KERINCI - BUNGO, PROVINSI JAMBI Aditya Pandu Wicaksono
Jurnal Ilmiah Lingkungan Kebumian Vol 1, No 1 (2015): Vol. xx Nomor yy dd mm yyyy
Publisher : Jurusan Teknik Lingkungan, FTM, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31315/jilk.v1i1.3267

Abstract

Provinsi Jambi merupakan kawasan rawan bencana gunungapi, gempabumi, banjir, dan tsunami. Keanekaragaman potensi bencana ini menuntut pengelolaan bencana yang memadai bagi kabupaten-kabupaten di wilayahnya. Kabupaten Kerinci merupakan kawasan yang rawan gempabumi dan gunungapi. Posisinya yang jauh dari Jalur Lintas Sumatra menjadikan jalur evakuasi dan logistik bencana merupakan hal penting. Kabupaten Bungo sebagai wilayah terdekat dan strategis sebagai pusat logistik. Penempatan pusat logistik ini perlu disertai jalur evakuasi koridor Kabupaten Kerinci-Kabupaten Bungo. Adanya perencanaan ini diharapkan mampu mengurangi risiko terjadinya korban ketika terjadi bencana. Kajian terhadap rencana jalur evakuasi dan logistik ini penting untuk dilakukan karena melewati Kawasan Taman Nasional Kerinci. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.56 /Menhut II/ 2006 Tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, diharapkan jalur evakuasi dan logistik ini dapat sebagai zona pemanfaatan dalam taman nasional yang tidak merusak kondisi alami daerah tersebut.Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dalam penentuan rencana jalur evakuasi sedangkan penentuan kelayakan jalur evakuasi dan logistic menggunakan metode SWOT. Dari hasil kajian didapatkan bahwa (1) Kabupaten Bungo merupakan wilayah yang sesuai untuk dijadikan sebagai tempat pengembangan alternatif pusat logistik dengan mempertimbangakan posisi dan kondisi baik karakter bencana yang ada dan kondisi lingkungan eksisting yang ada. (2) Berdasarkan kajian yang dilakukan maka jalur evakuasi yang paling sesuai terletak di Kecamatan Limbur Lubuk Mengkuang di Kabupaten Bungo dan terhubung ke Kecamatan Siluak Mukai di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. (3) Pembukaan lahan untuk jalur evakuasi tidak menyebabkan keanekaragaman hayati yang ada menjadi berkurang karena di dalam jalur evakuasi tidak ditemukan flora fauna yang langka yang dilindungi. (4) Kebijakan pengembangan alternatif pusat logistik memiliki pengaruh yang besar dalam meningkatkan pembangunan daerah yang terdapat di Kabupaten Bungo walaupun memerlukan inventasi yang besar dalam pelaksanaannya.Kata Kunci: kelayakan, Jalur evakuasi, logistik
Pemanfaatan Lahan Pasca Operasi Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS) Namo Bintang di Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara Kristina Debora Sidabutar; Dina Asrifah; Ika Wahyuning Widiarti
Jurnal Ilmiah Lingkungan Kebumian Vol 2, No 2 (2020): Maret 2020
Publisher : Jurusan Teknik Lingkungan, FTM, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31315/jilk.v2i2.3342

Abstract

TPAS Namo Bintang mulai beroperasi sejak tahun 1997 dan pada tahun 2013 resmi ditutup dan tidak lagi beroperasi sehingga lahan pasca operasi TPAS Namo Bintang perlu dikembalikan sesuai peruntukannya dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010-2030, area tersebut diperuntukkan sebagai kawasan pertanian lahan kering. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang pemanfaatan lahan pasca operasi TPAS Namo Bintang sebagai lahan budidaya Serai Wangi. Metodologi yang digunakan dalam penelitian yaitu metode survey lapangan serta pengujian di laboratorium terhadap tekstur, porositas dan permeabilitas tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah di area TPAS Namo Bintang memiliki tekstur liat, permeabilitas sedang, dan porositas baik, kondisi iklim dengan suhu rata-rata tahunan 26°C - 28°C dan rata-rata curah hujan 2247 mm/tahun, drainase tanah baik, serta kedalaman tanah rata-rata 100 cm. Lahan pasca operasi TPAS Namo Bintang diarahkan dan direvegetasi sebagai lahan budidaya Serai Wangi setelah timbunan sampah mendapat perlakuan penutupan TPAS Namo Bintang dan penyediaan fasilitas perlindungan lingkungan yang telah mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.3 Tahun 2013. Hasil evaluasi kesesuaian lahan vegetasi Serai Wangi terhadap daerah TPAS Namo Bintang termasuk kelas S1 yaitu sangat sesuai. Satu lubang tanam membutuhkan 2 - 3 bibit Serai Wangi dengan jarak tanam 100 cm x 150 cm.
Valuasi Deplesi Sumberdaya Air dalam Rangka Penghitungan PDRB Semi Hijau di Kota Malang, Jawa Timur Dian Hudawan Santoso; Farida Afriani Astuti
Jurnal Ilmiah Lingkungan Kebumian Vol 2, No 1 (2019): Vol 2, No 1: September 2019
Publisher : Jurusan Teknik Lingkungan, FTM, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31315/jilk.v2i1.3285

Abstract

Green GRDP is a new index that is used to calculate the output of national and regional economies that take environmental factors into account. Semi-green GRDP is calculated only by considering the depletion factor of natural resources while Green GRDP considers depletion and degradation of natural resources in an area. Depletion of natural resources refers to the production, extraction, depletion, reduction in volume or amount of natural resources. This study aims to calculate the value of depletion of natural resources found in Malang, which is one of the major cities in East Java Province, so that in the end it can also be calculated Semi-Green GRDP which is part of calculating the value of Green GRDP. The method used is the method of surveying and observing, literature study, measurement and mathematical analysis. The results obtained are based on the identification of natural resources in the city of Malang, there is no volume extraction of natural resources found except on the use of water resources. Based on the data obtained almost all economic sectors utilize water resources for operational activities. Other objects that were assumed to be depleted were not found in the study area. Based on the analysis, it is known that the depletion value of using water resources absorbs around 0.354% of the total value of Malang City's conventional GRDP. Thus, the value of the Semi Green GRDP of Malang City by considering the depletion value of water resources decreased -0.354%. Keywords: Depletion; Malang City; Semi-Green GRDP; Water resources
Pengolahan Air Lindi Menggunakan Metode Constructed Wetland di TPA Sampah Tanjungrejo, Desa Tanjungrejo, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus Jennyamor Ramadhani; RR Dina Asrifah; Ika Wahyuning Widiarti
Jurnal Ilmiah Lingkungan Kebumian Vol 1, No 2 (2019): Vol1,No 2(2019): Maret 2019
Publisher : Jurusan Teknik Lingkungan, FTM, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31315/jilk.v1i2.3280

Abstract

Leachate is a water that formed in landfills which dissolves compunds that have pollutant content, expecially high organic matter. The high content of pollutants has an impact on the health of the community and the ecosystem around the landfill site. This research is located in  Tanjungrejo’s landfill, Tanjungrejo, Jekulo District, Kudus Residence. Methodology of the research was started with survey, , grab sampling, and laboratory analysis. Lechate water quality was tested at laboratory considered parameter such as pH, BOD, COD, TSS, N Total, and Cadmium was tested based on quality standard policy by Ministry of environmental and forestry Indonesia No. P.59/MenLHK/Setjen/Kum.1/7/2016. Constructed wetland method were conducted in two different time durations, which are 3 days and 6 days using Typha angustifolia. The result of this research showed that Constructed wetland method with 3 days showed highest effectivity is in TSS with 65,625% and the lowest in pH with 6,893% while contructed wetland method with 6 days shown highest effectivity is in TSS with 70,714%  and pH with 17,437%. Therefore, contructed wetland method with 6 days showed more effective than with 3 days.  Keywords: Constructed Wetland, Leachate Water, Landfill. 
Upaya Penurunan CO2 Program Konversi Biodiesel PT Pertamina (Persero) DPPU Pattimura, Ambon Febri Eko Wahyudianto; Salsabilla Choirun Nisa’Alfikry; Muhammad Taufik
Jurnal Ilmiah Lingkungan Kebumian Vol 3, No 1 (2020): September 2020
Publisher : Jurusan Teknik Lingkungan, FTM, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31315/jilk.v3i1.3553

Abstract

Pemanasan global merupakan isu lingkungan yang menjadi tantangan besar bagi segala sektor. Salah satu sektor yang menyumbang emisi gas rumah kaca yaitu sektor industri migas salah satunya yaitu industri migas distribusi. PT Pertamina (Persero) DPPU Pattimura, Ambon merupakan salah satu industri yang menggunakan bahan bakar solar sebagai bahan bakar refueller. Penggunaan bahan bakar solar akan menghasilkan emisi CO2 atau gas rumah kaca yang terlepas ke udara semakin tinggi. PT Pertamina (Persero) DPPU Pattimura, Ambon melakukan program untuk mengkonversi bahan bakar solar menjadi biosolar. Oleh karena itu, untuk mengetahui keberhasilan program tersebut penelitian ini ditujukan untuk membandingkan beban emisi CO2, intensitas emisi CO2 antara penggunaan solar dengan biosolar dan menghitung penurunan emisi CO2 dari proses penyaluran avtur menggunakan refueller. Perthitungan emisi CO2 berdasarkan IPCC 2006 menggunakan data jenis bahan bakar, jumlah penggunaan bahan bakar, dan faktor emisi bahan bakar. Perhitungan intensitas emisi CO2 menggunakan data perhitungan beban emisi CO2 dan jumlah avtur yang disalurkan. Penurunan emisi CO2 menggunakan dua skenario sebelum dan setelah program konversi bahan bakar. Hasil yang didapatkan yaitu konversi bahan bakar menjadi biodiesel mampu menurunkan emisi CO2. Intensitas emisi CO2 menggunakan biosolar lebih rendah dibangingkan dengan solar. Penggunaan bahan bakar biosolar mampu menurunkan emisi CO2 berturut-turut sebesar 19,467; 20,150; dan 12,408 Ton pada tahun 2017, 2018, dan 2019.
EMISSIONS FROM BIOMASS OPEN BURNING ON THE PEAT SOIL IN INDONESIA: INTEGRATING MODIS IMAGERY AND GIS DATA Ayu Utami; Chih-Hua Chang
Jurnal Ilmiah Lingkungan Kebumian Vol 1, No 1 (2015): Vol. xx Nomor yy dd mm yyyy
Publisher : Jurusan Teknik Lingkungan, FTM, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31315/jilk.v1i1.3268

Abstract

Biomass open burning emissions release large amounts of pollutant, which has significantly contributed to the atmospheric pollution. This phenomenon also generates many pollutants as major influence on climate change. Southeast Asia currently has vast areas committed to agriculture, which are a major contributor of biomass open burning emissions. Satellite imagery and remote sensing are used in this study to calculate the burned area and emissions in the spatial context of Southeast Asia. The aim of this research is to obtain the importance of peat soil burning in Indonesia affected the amount of biomass open burning emissions in Southeast Asia. The burning of peat soil in Indonesia also emits large of emissions, thereforethiscasehastakenasaspecifictopicinthis research. MODIS burned area and land cover data products were used to detect the burned areas and estimate the emission factor in Southeast Asia related to emissions calculation. Asaresultofthisresearch,on 2001-2007, on May to October, Indonesia contributes a significant amount; approximately80%ofthetotalburnedin Southeast Asia wasoccurredinIndonesia. Data and results from this research can be applied for regulatory consideration to countries that participate in the Southeast Asia governing body.