cover
Contact Name
bambang
Contact Email
afriadi.bambang@yahoo.co.id
Phone
+6285692038195
Journal Mail Official
bambang.afriadi@unis.ac.id
Editorial Address
Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Jln. Maulana Syekh Yusuf No.2 Cikokol Tangerang 15118
Location
Kota tangerang,
Banten
INDONESIA
Supremasi Hukum
ISSN : 02165740     EISSN : 27455653     DOI : -
Core Subject : Social,
SUPREMASI HUKUM JURNAL ILMU HUKUM Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang berisi pembahasan masalah-masalah hukum yang ditulis dalam bahasa Indonesia maupun asing. Tulisan yang dimuat berupa analisis, hasil penelitian dan pembahasan kepustakaan. ISSN 0216-5740, E ISSN 2745-5653
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 109 Documents
KEPATUHAN HUKUM KAWASAN DILARANG MEROKOK MENURUT TEORI LAWRENCE M. FRIEDMAN Siti Humulhaer
SUPREMASI HUKUM Vol 15 No 02 (2019): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33592/jsh.v15i2.438

Abstract

Kepatuhan atau ketaatan hukum terhadap kaedah-keaedah pada umumnya, telah menjadi pokok permasalahan yang cukup banyak dibicarakan. Seperti yang telah kita ketahui bahwa asap rokok memiliki sifat yang berbahaya bagi orang yang menghisapnya, karena asap rokok mengandung nikotin dan tar yang dapat menyebabkan kecanduan dan dapat menyebabkan terjadinya kanker paru-paru. Di Indonesia terjadi peningkatan konsumsi tembakau selama 30 tahun, yaitu dari 33 milyar batang per tahun pada tahun 1970 menjadi 217 milyar batang pada tahun 2000. Persentase orangdewasa yang merokok meningkat dari 26,9% pada tahun 1995menjadi 31,5% pada tahun 2001. Pada tahun 2001, 62,2% dari pria dewasa merokok, dibandingkan pada tahun 1995, sebanyak 53,4%. Hanya 1,3% wanita dilaporkan merokok secara teratur pada tahun 2001 (WHO, 1998). Prevalensi pria dewasa yang merokok di pedesaan juga lebih tinggi daripada perkotaan (67,0% dibandingkan dengan 58,3%) dan 73% dari perokok tersebut tidak berpendidikan formal (Depkes RI 2009). Diperkirakan, konsumsi rokok Indonesia setiap tahun mencapai 199 milyar batang rokok. Akibatnya adalah kematian sebanyak 5 juta orang per tahunnya. Bila hal ini tidak dapat dicegah, maka jumlah kematian akan meningkat dua kali mendekati 10 juta orang per tahun pada 2020. Sasaran kawasan dilarang merokok adalah tempat umum, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, tempat pelayanan kesehatan, arena kegiatan anak-anak, tempat ibadah, dan angkutan umum. Yang kemudian sebagai kompensasi bagi perokok disediakan kawasan khusus untuk merokok yang tempatnya terpisah secara fisik atau tidak bercampur dengan kawasan dilarang merokok, dilengkapi alat penghisap udara atau memiliki sistem sirkulasi udara, dilengkapi asbak atau tempat pembuangan puntung rokok, dapat dilengkapi dengan data dan informasi bahaya merokok bagi kesehatan. Disebutkan pula pada penerapan peraturan, pengawasan dilakukan oleh Perangkat Daerah bersama-sama masyarakat dan/atau organisasi kemasyarakatan, seperti BPLHD, Dinas Kesehatan, Dinas Tramtib dan Limas, Dinas Pendidikan Dasar, Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Pariwisata, Dinas Perhubungan, Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial, Walikota/Bupati, dan Perangkat Daerah lain sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
BISAKAH HAKIM DIJADIKAN SAKSI DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA ? Mhd. Amin
SUPREMASI HUKUM Vol 16 No 02 (2020): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33592/jsh.v16i2.741

Abstract

Pengadilan dalam mengadili tidak boleh melakukan diskriminasi baik yang didasarkan pada ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendirian politik, jabatan dalam pemerintahan dan tidak terkecuali solidaritas korps. Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai lembaga yang berfungsi untuk mencari kebenaran materil dalam suatu sengketa yang diajukan kepadanya mestinya memfasilitasi apa yang dimohonkan oleh para pihak yang berperkara agar proses pencarian kebenaran materil tersebut benar-benar bisa berjalan sebagaimana mestinya, persoalan apakah yang dimohonkan oleh para pihak yang berperkara tersebut relevan untuk dijadikan sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan, hal itu adalah sepenuhnya kewenangan dari majelis hakim untuk menentukannya, namun apabila permohonan dari pihak yang berperkara itu belum apa-apa sudah ditolak oleh majelis hakim apalagi dasar penolakannya adalah sesuatu yang tidak valid menurut kaidah hukum, seperti penolakan suatu permohonan yang didasarkan atas amanat Undang-undang lalu ditolak berdasarkan isi suatu Surat Edaran Mahkamah Agung adalah sesuatu yang sangat tidak diterima oleh akal sehat mengingat salah satu tugas pokok dan fungsi Pengadilan Tata Usaha Negara itu sendiri adalah untuk menegakkan berlakunya peraturan perundang-undangan sebagaimana mestinya, yang termasuk didalamnya dari sisi penegakan hierarki dari peraturan perundang-undangan.
POLITIK HUKUM DAN KELEMAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA Bambang Sucondro
SUPREMASI HUKUM Vol 15 No 01 (2019): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33592/jsh.v15i1.241

Abstract

Berbagai pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia hingga kini dianggap masih belum tuntas diselesaikan. Padahal dari segi regulasi, Indonesia telah memiliki payung hukum berupa Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Atas hal itu, maka menarik untuk dikaji dari segi politik hukum dengan memfokuskan pada dua pertanyaan: 1) politik hukum apa yang melatarbelakangi dibentuknya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 sehingga dianggap masih memiliki kelemahan?; 2) bagaimana langkah hukum yang harus dilakukan dalam menyempurnakan materi muatan UU No. 26 Tahun 2000?. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis-normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan. Hasil dari penelitian, menunjukan bahwa politik hukum dibentuknya UU No. 26 Tahun 2000 dalam rangka merespon tuntutan dalam negeri dan internasional yang meminta agar pelanggaran hak asasi manusia segera diselesaikan. Selain itu, juga dalam rangka menghindarkan negara Indonesia dari ancaman penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia melalui peradilan internasional. Mengingat pembentukannya hanya didasarkan pada pertimbangan pragmatis, maka terdapat banyak kelamahan dalam undang-undang tersebut sehingga penting untuk dilakukan penyempurnaan dengan melakukan perubahan.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELANGGARAN LALU LINTAS DI KOTA TANGERANG Tina Asmarawati; Sri Jaya Lesmana; Ahmad Fajar Herlani
SUPREMASI HUKUM Vol 16 No 01 (2020): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33592/jsh.v16i1.715

Abstract

Setiap warga masyarakat sebenarnya mempunyai kesadaran hukum, oleh karena tidak ada warga masyarakat yang tidak ingin hidup dalam keadaan teratur. Masalahnya adalah sampai seberapa jauh tingkat kesadaran hukum yang ada pada diri warga masyarakat tersebut khususnya pengemudi angkot. Ada yang mengetahui mengenai peraturan saja, ada yang mengetahui isi peraturan ada yang mempunyai sikap hukum tertentu dan ada juga yang patuh terhadap hukum. Suatu masalah yang agak rumit muncul dalam kaitannya dengan bekerjanya hukum adalah mengenai apakah hukum yang dapat dijalankan di dalam masyarakat itu benar-benar mencerminkan gambaran hukum yang terdapat di dalam peraturan hukum ? Pertanyaan ini telah menarik para pemikir hukum dari aliran Ilmu Hukum Sosiologis untuk membedakan antara hukum yang ada dalam Undang-Undang (law in book) dan apa yang dilaksanakan di dalam masyarakat (law in action).
PENGGUNAAN PENDEKATAN PERSE IlEGAL DAN RULE OF REASON DALAM PENYELESAIAN KASUS PRAKTEK MONOPOLI DALAM PELAYANAN REGULATED AGENT PADA PT ANGKASA PURA LOGISTIK DI BANDAR UDARA SULTAN HASANUDDIN Ahmad Ahmad Fajar Herlani; Awaliani Kharisma Septiana
SUPREMASI HUKUM Vol 15 No 02 (2019): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33592/jsh.v15i2.443

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai adanya dugaan pelanggaran terhadap undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat monopoli anatara PT Angkasa Pura Logistik (APLog) selaku anak perusahaan dari PT Angkasa Pura 1 (Persero) cabang Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makasar sehingga membuat Komisi Persaingan Usaha (KPPU) melakukan pemeriksaan terhadap PT Angkasa Pura Logistik Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makasar. Tipe penelitian ini adalah yuridis empiris dan data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. berdasarkan pendekatan rule of reason PT Angkasa Pura Logistik telah terbukti melakukan pratek monopoli dalam pelayanan jasa regulated agent di Bandar Udara Sultan Hasanuddin Makasar sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Berdasarkan pendekatan rule of reason PT Angkasa Pura Logistik telah terbukti melakukan pratek monopoli dalam pelayanan jasa regulated agent di Bandar Udara Sultan Hasanuddin Makasar sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
DUGAAN PENGANIAYAAN TERHADAP TERSANGKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DARI PERSPEKTIF HUKUM ACARA PIDANA DAN KONSEKUENSI HUKUM YANG PATUT DITERIMA OLEH PARA PELAKU Dippo Alam
SUPREMASI HUKUM Vol 16 No 02 (2020): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33592/jsh.v16i2.746

Abstract

Beberapa waktu belakangan ini, terjadi beberapa penganiayaan yang dilakukan oleh penyidik kepada tersangka tindak pidana. Penyiksaan terhadap para terdakwa selama proses penangkapan bukanlah suatu hal baru di dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Berdasarkan temuan LBH Jakarta dalam mendampingi kasus penyiksaan di sepanjang tahun 2013 s.d. 2016, pada umumnya penyiksaan terjadi pada tahap awal penyidikan yaitu pada tahap mengumpulkan alat bukti. Penyiksaan yang dilakukan dengan latar belakang untuk mengejar pengakuan dari seorang tersangka mencerminkan kurangnya pengetahuan dan pemahaman dari aparat Kepolisian terhadap ketentuan hukum acara pidana. Walaupun KUHAP dikatakan amat menghormati hak-hak tersangka/terdakwa, tindak kekerasan dalam penyidikan masih saja terjadi. Polisi masih menggantungkan proses penyidikan pada keterangan tersangka. Pengungkapan suatu tindak pidana tidak mempedomani pengakuan Tersangka tetapi yang terpenting adalah memperoleh alat-alat bukti. Terhadap penyidik yang melakukan penganiayaan, jika memang terbukti, hendaknya diberi sanksi etik dan juga sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini untuk menciptakan rasa keadilan dan mengkondusifkan proses penyidikan selanjutnya. Banyak cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan keterangan tersangka dengan baik dan bermartabat. Salah satu caranya adalah dengan melakukan pendekatan secara psikologis. Diperlukan adanya pelatihan dasar mengenai psikologi kriminal bagi para penyidik untuk membaca keadaan jiwa pelaku tindak pidana, atau dapat juga bekerjasama dengan psikolog atau psikiater untuk membantu proses penyidikan yang bersih dan manusiawi.
KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM PENGECUALIAN KERAHASIAAN BANK Tiara Ayu Lestari
SUPREMASI HUKUM Vol 15 No 01 (2019): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33592/jsh.v15i1.246

Abstract

Prinsip kerahasiaan bank yang dianut oleh perbankan di satu sisi sangat menguntungkan nasabah karena segala data keuangannya terjaga dengan aman, sedangkan di satu sisi dapat merugikan pihak-pihak tertentu yang dalam keadaan mendesak sangat membutuhkan informasi data keuangan nasabah tersebut. Namun di Indonesia kerahasiaan bank ini masih dapat dibuka atau ditembus oleh hal-hal tertentu berdasarkan ketentuan di dalam Undang-Undang Perbankan dan di luar Undang-Undang Perbankan, salah satunya adalah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam kasus tindak pidana korupsi.
TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA Budi Santoso Martono
SUPREMASI HUKUM Vol 16 No 01 (2020): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33592/jsh.v16i1.720

Abstract

Berbagai kegiatan pemerintahan dan pembangunan nasional tidak tertutup kemungkinan ada ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang datang dari manapun dan oleh siapapun dengan berbagai motifnya. Berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan tersebut harus bisa ditanggulangi melalui kegiatan intelijen negara. Agar efektif dalam menanggulangi permasalahan tersebut oleh undang-undang intelijen negara dicantumkan ketentuan normatifnya dalam salah satu Bab tersendiri Ketentuan Pidana. Dalam pasal-pasal ketentuan pidana tersebut akan terinci unsur-unsurnya yakni siapa subyek atau aktor atau pelakunya, apa yang dilakukan dan konsekwensi perbuatannya tersebut yakni menerima sanksi atau hukumannya, Bertolak dari pemikiran di atas dapat dirumuskan permasalahan, yang sekaligus akan memandu penulis untuk membahas masalah yang dirasakan oleh publik sebagai suatu fakta yang harus dicarikan solusinya, sebagai berikut : a. Siapakah subyek hukum pelaku tindak pidana intelijen negara yang ditentukan dalam hukum positif undang-undang intelijen negara.b. Delik-delik apa saja yang ditentukan dalam hukum positif undang-undang intelijen negara. c. Bagaimana sanksi atau hukuman yang ditentukan dalam hukum positif undang-undang intelijen negara. Hasil analisis terhadap permasalahan diatas diperoleh hasil penelitian sebagai berikut : Subyek hukum pelaku tindak pidana yang ditentukan dalam hukum positif Undang-UndangNomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) kategori sebagai berikut : Pertama, Setiap orang; Kedua, Badan Hukum; Ketiga, Personel Intelijen Negara, dibagi dalam 3 (tiga) variasi kondisi : 1). Dalam keadaan biasa; 2). Dalam keadaan perang; 3. Melakukan penyadapan. Delik intelijen negara terdapat 3 (macam) kategori delik yakni yakni: a. 3 (tiga) perbuatan pidana masuk dalam Delik Menjalankan undang-undang (bocornya keintelijenan dan penyadapan); b. masing-masing satu perbuatan pidana masuk kategori macam delik yang sengaja (rahasia intelijen negara) c. aspek jenis sanksi atau hkuman yang dibagi dalam 4 (empat) jenis hukuman, yakni 1). sanksi tunggal, 2). sanksi kumulatif, 3) sanksi alternatif dan 4), sanksi alternatif kumulatif, maka dalam Undang-undang ini, maka semua delik intelijen negara masuk dalam kategori sanksi kumulatif alternatif.
INVESTASI DAN PASAR MODAL, MEMAHAMI PERANAN BANK INDONESIA, BAPEPAM-LK, DAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM LINGKUNGAN PASAR MODAL Raendhi Rahmadi
SUPREMASI HUKUM Vol 15 No 02 (2019): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33592/jsh.v15i2.448

Abstract

Pasar Modal Indonesia tumbuh dengan sangat baik dan menawarkan tingkat pengembalian keuntungan yang besar namun juga dalam hal ini berlaku sebaliknya dengan tingkat kerugian yang besar pula, maka itu di butuhkan aturan yang jelas dan tepat baik dalam pengaturannya juga dari pengawasannya, di Indonesia pasar modal diatur melalui lembaga lembaga yang telah di tunjuk untuk melakukan itu diantaranya adalah Bank Indonesia, BAPEPAM-LK dan kini dipusatkan pada Otoritas Jasa Keuangan yang semuanya memiliki kewenangan yang berbeda sehingga sangat penting untuk mengetahui fungsinya masing-masing serta batasan kewenangan masing-masing dalam mengatur dan mengawasi Pasar Modal Indonesia.
PENGEMBANGAN KAWASAN PARIWISATA YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI SUMATERA BARAT Meta Indah Budhianti
SUPREMASI HUKUM Vol 15 No 02 (2019): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33592/jsh.v15i2.439

Abstract

Dalam rangka pengembangan kawasan pariwisata yang berwawasan lingkungan maka pembangunan berkelanjutan. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dilakukan meningkatkan kualitas lingkungan melalui upaya pengembangan sistem hukum, instrumen hukum, penataan dan penegakan hukum, termasuk instrumen alternatif serta upaya rehabilitasi lingkungan. Pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sarana untuk menciptakan kesadaran akan identitas nasional dan kebersamaan dalam keragaman. Pembangunan kepariwisataan dikembangkan dengan pendekatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk kesejaahteraan rakyat dan pembangunan yang berorientasi pada pengembangan wilayah, bertumpu kepada masyarakat, dan bersifat memberdayakan masyarakat yang mencukupi berbagai aspek, seperti sumber daya manusia, pemasaran, desintasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, keterkaitan lintas sektor, kerja sama antarnegara, pemberdayaan usaha kecil, serta tanggung jawab dalam pemanfaatan sumber kekayaan alam dan budaya.

Page 1 of 11 | Total Record : 109