cover
Contact Name
Haris Kusumawardana
Contact Email
kusumawardanaharis@gmail.com
Phone
+6283899800775
Journal Mail Official
cakrawala.unwiku@gmail.com
Editorial Address
Beji-Karangsalam Street, No. 25, Karangsalam Kidul, Kedung Banteng, Banyumas, Central Java, Indonesia 53152
Location
Kab. banyumas,
Jawa tengah
INDONESIA
Cakrawala Hukum : Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma
ISSN : 14112191     EISSN : 27230856     DOI : -
Core Subject : Social,
Cakrawala Hukum presents journals / scientific papers / research results on legal issues written by lecturers or students from the Faculty of Law, Wijayakusuma University or from outside the Faculty of Law, Wijayakusuma University.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 119 Documents
PEMENUHAN HAK ANAK MELALUI PROGRAM DIVERSI PADA ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM MELALUI RESTORATIVE JUSTICE Kaboel Suwardi
Cakrawala Hukum: Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma Vol 19, No 1 (2017): Majalah Ilmiah Cakrawala Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/chk.v19i1.14

Abstract

Justice for children in conflict with lawshould be interpreted essentially as a, whichare permanent and will continue to give toeveryone what should have for him: Iustitiaconstans et est voluntas ius suum Perpetuacuiqe tribuendi. Changing the philosophy ofjuvenile delinquency treatment of perpetratorsof the retributive or rehabilitative model ofrestorative justice, which basically takes theconcept of John Braithwaite’s theory ofReintegrative Shaming.This model could be in line with theapproach underlying the rules and values inthe Convention on Rights of the Child is anapproach to welfare, in which young offendersas much as possible be kept away from theprocess of condemnation of the criminal justicesystem.This model can be obtained through aresponsive legal thought through approach tohandling model of restorative justice withchildren in conflict with law through diversionprogram, which is a way to settle the caseoutside the formal system of law enforcement(non litigation).Key words: child rights, restorative justice,diversion
Pembabakan Kebijakan Lingkungan Hidup Nasional Berbasis Kearifan Lokal sebagai Strategi Adaptasi Menghadapi Perubahan Iklim Sapto Hermawan
Cakrawala Hukum: Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma Vol 21, No 1 (2019): Majalah Ilmiah Cakrawala Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/chk.v21i1.52

Abstract

national policies that the government intends to implement by basing on the interests of indigenous peoples as vulnerable groups related to adaptation to climate change. Through the use of normative studies, an explanation can be given that the abolition of domestic policy based on local wisdom as an adaptation strategy in dealing with climate change can be taken through five stages, namely (1) observation phase, (2) assessment stage, (3) planning stage, (4) the implementation phase, and (5) the monitoring and evaluation stage.Keywords: environmental policy, local wisdom, climate change
Pelaksanaan Pemenuhan Hak Restitusi Bagi Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Grace Angelina; Ikama Dewi Setia Triana
Cakrawala Hukum: Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma Vol 22, No 2 (2020): Majalah Imiah Cakrawala Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/chk.v22i2.108

Abstract

ABSTRACT This study aims to investigate the implementation of rights fulfillment restitution for victims of human trafficking crime that has been pursued and carried out by the Court and what factors are a constraint in the implementation of the fulfillment of the rights of restitution for victims of the Crime of Trafficking in Persons. Here are some of the decisions that have been analyzed whom Case Decision No. 1025 / Pid.Sus / 2018 / PN.Sby, Case Number 1983 / Pid.Sus / 2019 / PN.Sby, Case Number 2075 / Pid.Sus / 2019 / PN.Sby , The method used in this study is normative, including reviewing or analyzing secondary data in the form of secondary legal materials in this case is Law No. 21 of 2007 on the Eradication of Trafficking in Persons. The collection of secondary data obtained by conducting an inventory of the legislation, The results showed that: (1) The judge did not impose additional penalties in the form of restitution by the offender to the victim. Law enforcement conducted by the Surabaya District Court has not given serious protection for victims of human trafficking crime. (2) The factor-factor obstacles that hinder the implementation of the fulfillment of restitution in criminal trafficking are: factors laws namely the absence of strict rules and avoid overlapping legislation, the unavailability of guidelines restitution, legal awareness of victims where a lack of knowledge about the rights of the victims as well as the mechanism for obtaining restitution.Keywords: Restitution Rights, Human Trafficking. Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pemenuhan hak restitusi bagi korban tindak pidana perdagangan orang yang telah ditempuh dan dilakukan oleh Pengadilan dan faktor apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pemenuhan hak restitusi bagi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang. Berikut beberapa putusan yang telah dianalisis di antaranya Putusan Perkara Nomor 1025 /Pid.Sus/2018/PN.Sby, Perkara Nomor 1983 /Pid.Sus/2019/PN.Sby, Perkara Nomor 2075 /Pid.Sus/2019/PN.Sby. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu mengkaji atau menganalisis data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum sekunder dalam hal ini adalah UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Pengumpulan data sekunder ini diperoleh dengan melakukan inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur, makalah, jurnal hukum, berita, majalah, pendapat ahli hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Hakim sama sekali tidak menjatuhkan hukuman tambahan berupa pemberian restitusi oleh pelaku kepada korban. Penegakan hukum yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Surabaya belum memberikan perlindungan secara serius bagi korban tindak pidana perdagangan orang. (2) Adanya faktor-faktor kendala yang menghambat pelaksanaan pemenuhan restitusi dalam perkara tindak pidana perdagangan orang yaitu: Faktor undang-undang yaitu tidak adanya aturan yang tegas serta terjadi tumpang tindih peraturan perundang-undangan, belum tersedianya petunjuk pelaksanaan restitusi,  kesadaran hukum korban yang di mana kurangnya pengetahuan para korban mengenai hak serta mekanisme untuk memperoleh restitusi.Kata kunci : Hak Restitusi, Perdagangan Orang.   
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA Ikama Dewi Setia Triana
Cakrawala Hukum: Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma Vol 20, No 1 (2018): Majalah Ilmiah Cakrawala Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/chk.v20i1.5

Abstract

Dalam hukum pidana terdapat tigamasalah pokok (The Holy Trinity) yaitu pertamamasalah perbuatan atau tindak pidana, keduapertanggungjawaban pidana, dan ketiga pidanaserta sitem pemidanaan. Ketiga masalah pokokitu selalu menjadi bidang kajian dalam setiappembicaraan terhadap hukum pidanasubstansial-material.Berkaitan dengan masalah kedua yaitupertanggungjawaban pidana, orientasi studydiarahkan pa da bagaimana pertangungjawabanpelaku terhadap tindak pidana yang telahdilakukan. Tidak setiap pelaku tindak pidanadapat dipertangung- jawabkan, mengingatpertanggungjawaban pidana harus berdasarkanpada ada atau tidaknya kesalahan pada diripelaku. Selain itu juga selalu dihubungkandengan adanya asas ada atau tidaknya alasanpemaaf dan pembenar terhadap tindak pidanayang dilakukan.Dalam kenyataan selama ini diketahuibahwa subyek hukum dapat berupa orang ataumanusia dan badan hukum (legal persoon).Subyek hukum adalah segala sesuatu yangdapat memperoleh hak dan kewajiban hukum.Dengan demikian badan hukum jugamerupakan pendukung hak dan kewajibanberdasarkan hukum yang bukan manusia.Namun demikian dalam masalah pertanggungjawaban pidana selaludihubungkan dengan subyek hukum berupaorang. Menurut Kitab Undang-undang HukumPidana, pada dasamya yang menjadi objekpemidanaan hanya manusia saja, dan dengansendirinya korporasi atau badan hukum tidakdapat dikenakan pertanggungjawaban secarapidana. Dengan demikian dalam hal terjadisuatu tindak pidana, maka sudah jelaspelakunya adalah manusia, sehingga sudah adaaturan hukum pidana yang akan menjeratpelakunya. Hanya oranglah yang dapatdipertangungjawabkan dan dijatuhi sanksipidana sebagaimana terumus dalam Pasal 10KUHP. Sekalipun dalam Pasal 59 KUHP diaturmengenai kemungkinan tindak pidanadilakukan oleh pengurus, anggota-anggotabadan pengurus atau komisaris-komisaris,namun tetap saja pertanggungjawaban pidanaterhadap koorporasi mengarah pada individu,yaitu orangnya bukan organisasi atau badanusahanya. Mana mungkin korporasi atau badanhukum di hukum mati, dipenjara atau dikurungseperti manusia. Dengan demikian, wajarlahapabila korporasi atau badan hukumdikecualikan atau dikesampingkan sebagaiobjek pemindanaan, karena hanyalah manusiayang dapat melakukan kesalahan ataukejahatan.
Rekomendasi Untuk pengesahan RUU KUHP Arif Awaludin
Cakrawala Hukum: Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma Vol 17, No 43 (2015): Majalah Ilmiah Cakrawala Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/chk.v17i43.37

Abstract

Pembaharuan   hukum   pidana      (Penal Reform) terus  diupayakan  oleh   pemerintah untuk    mewujudkan   bangunan   negara Indonesia    sebagai   negara   hukum   yang berdasarkan    Pancasila   dan   UUD   1945. Berbagai upaya telah dilakukan baik dengan pembentukan undang-undang hukum pidana yang  sesuai  dengan  kebutuhan  waktu  dan jaman     hingga   sekedar     meng-insert (menyisipkan)  pasal  tertentu  dalam produk perundangan yang sudah ada.  Namun semua usaha tersebut belum menjadi sebuah kerjua besar   bagi  kegiatan  pembaharuan  hukum pidana di Indonesia. Sebuah kerja besar yang banyak dinanti adalah terwujudnya kodifikasi hukum pidana Indonesia yang baru yaitu Kitab Undang-undang   Hukum   Pidana   (KUHP) sebagai  ganti  atas   Kitab   Undang-undang Hukum    Pidana    (KUHP)    positif    yang merupakan  terjemahan  dari   Wetboek  van Strafrechtvoor Netherlands Indie (WVSNI).Kodifikasi dan unifikasi  hukum merupakan kebutuhan  dalam upaya membangun sistem  hukum nasional.  KUHP adalah produk perundangan yang diharapkan dapat meujudkan cita-cita suatu kodifikasi danunifikasi    hukum   pidana    di   IndonesiaRancangan  Kitab  Undang-Undang  HukumP. idana (RKUHP) memiliki karakteristik yang unik karena merupakan basil dari rekodifikasibukum   pidana     nasional      Indonesia. Karakteristik ini berbeda dengan Rancangan Undang-Undang   (RUU)   lainnya.    Dengan adanya rekodifikasi hukum pidana nasional ke dalam  RKUHP  ini,    maka  segala  macarn ketentuan    perundang-undangan   pidana menjadi     tersatukan    (terunifikasikan) (Moeljatno,2008: 18)  secara sistematis dalam satu buku khusus.
Kajian Terhadap Cacat Tersembunyi Dalam Perjanjian Jual Beli Benda Bergerak Bing Waluyo
Cakrawala Hukum: Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma Vol 23, No 1 (2021): Majalah Imiah Cakrawala Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/chk.v23i1.143

Abstract

The main obligation of the seller in the sale and purchase agreement is to give up property rights over the object being traded and to bear enjoyment over the object and to bear any hidden defects. In Article 1504 of the Civil Code, namely the seller is obliged to bear hidden defects in the object being sold, which makes the object unable to use the intended use, or thereby reduces the use of it, so that if the buyer finds out about the defect, he will absolutely not buy the item, or will not buy it other than at a lower price. However, determining the size of the existence of a hidden defect in each person will be different, there may be someone who can accept the object he bought, even though according to the opinion of other buyers the object has hidden defects. The existence of hidden defects in the objects purchased can result in losses to the buyer because they do not get the object as expected in accordance with what has been previously agreed between the seller and the buyer, and will have legal consequences for the parties. From these descriptions, it encourages the author to write about a study of hidden defects in the agreement in the sale and purchase of movable objects. The research approach method used is juridical normative, while the research specification used is descriptive analysis.Keywords: Hidden Defects, Movable Objects, Agreements, Sale and Purchase. Kewajiban utama penjual dalam perjanjian jual beli adalah menyerahkan hak milik atas benda yang diperjual-belikan dan menanggung kenikmat-tenteraman atas benda tersebut serta menanggung terhadap cacat-cacat yang tersembunyi. Di dalam Pasal 1504 KUH Perdata, yaitu penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada benda yang dijual, yang membuat benda itu tak sanggup untuk pemakaian yang dimaksud, atau yang demikian mengurangi pemakaian itu, sehingga seandainya si pembeli mengetahui cacat itu, ia sama sekali tidak akan membeli bendanya, atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang. Akan tetapi menentukan ukuran adanya cacat tersembunyi pada setiap orang akan berbeda, mungkin ada orang yang dapat menerima benda yang dibelinya itu, walaupun menurut anggapan pembeli lain benda itu terdapat adanya cacat tersembunyi. Adanya cacat tersembunyi pada benda yang dibeli dapat mengakibatkan kerugian pada pembeli karena tidak mendapatkan benda seperti yang diharapkan sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan antara penjual dan pembeli sebelumnya, dan akan mempunyai akibat hukum terhadap para pihak. Dari uraian-uraian tersebut, mendorong penulis untuk menulis tentang kajian terhadap cacat tersembunyi dalam perjanjian dalam perjanjian jual beli benda bergerak. Adapun metode pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, sedangkan spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analistis.Kata Kunci: Cacat Tersembunyi, Benda Bergerak, Perjanjian, Jual Beli
KEJAHATAN PROFESI “PROFESSIONAL CRIME” (Suatu tinjauan yuridis Malpraktek Profesi Kedokteran) Ikama Dewi Setia Triana
Cakrawala Hukum: Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma Vol 18, No 44 (2016): Majalah Ilmiah Cakrawala Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/chk.v18i44.28

Abstract

Kejahatan Profesi (profesional crime)adalah suatu jenis kejahatan kerah putih (whitecollar crime) yang dilakukan oleh orang yangmemiliki profesi tertentu, di mana kejahatannyadilakukan ketika sedang menjalankan tugasprofesinya dan/atau dia melakukan kejahatanyang ada hubungan dengan tugas profesinya itu.Kenyataan tersebut menunjukkan bahwawhite collar crime telah mengubah teori-teorikonvensional tentang sebab-sebab terjadinyakejahatan yaitu bahwa akar penyebab kejahatanselalu dihubungkan dengan kemiskinan, kondisimasyarakat serta perilaku perseorangan yg jugadikaitkan dengan kemiskinan. White collar crimelebih menekankan pada STATUS PELAKUNYA,di mana pelaku tersebut memilik posisi dan atauperan penting dalam institusi/organisasinyabahkan profesional dengan kompetensi spesifik.la tidak berada dalam kondisi yang miskin, dantidak kekurangan.Menurut IS Susanto, Kejahatan profesi(Profesional Crime) adalah kejahatan yangdilakukan oleh kalangan profesi (kaumprofesional) dalam melakukan pekerjaannyaseperti Dokter, Notaris, Pengacara, Akuntan danprofesi-profesi lain dengan kompetensi spesifik,yang memiliki ciri-ciri, antara lain:a. Umumnya bersifat perorangan dan tidakmencerminkan suatu organisasi;b. Pelaku memiliki status tinggi di kalanganpenjahat;c. Spesialisasi dalam kejahatan untukmemperoleh keuntungan ekonomis;Dalam dunia kedokteran kita seringmendengar istilah malpraktek. Secara harfiahmalpraktek berasal dari kata “mal” yang berartisalah dan “praktek” yang berarti pelaksanaanatau tindakan yang salah. Meskipun demikianmakna malpraktek banyak dikenal ataudikonotasikan untuk menyatakan adanyatindakan yang salah dalam rangka pelaksanaansuatu profesi (professional misconducf),khususnya di dunia medik dengan sebutanmalpraktek medik (medical malpractice),meskipun sebenarnya dalam profesi lain punterjadi malpraktek.
Hak Pendidikan di Wilayah Perbatasan Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Endah Rantau Itasari
Cakrawala Hukum: Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma Vol 21, No 2 (2019): Majalah Imiah Cakrawala Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/chk.v21i2.83

Abstract

Dalam konteks legal, pemenuhan hak atas pendidikan merupakan sesuatu yang justisiabel bagi setiap orang untuk menerima, memperoleh dan menikmati pendidikan. Di lain pihak, negara berkewajiban untuk memenuhinya.  Kualitas dan kuantitas pendidikan wajib dipenuhi oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara. Kewajiban tersebut berdasarkan pada aplikasi prinsip-prinsip dasar pemajuan dan perlindungan terhadap pilar-pilar dasar hak asasi manusia, yaitu kebebasan, kesamaan dan integritas. Ketiga dasar tersebut melahirkan semangat untuk menghormati dan memenuhi terhadap pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya berdasarkan tiga kewajiban utama yaitu kewajiban pencapaian hasil, kewajiban melaksanakan kemauan dalam Konvensi dan kewajiban pelaksanaan kewajiban-kewajiban tersebut secara transparan di dalam pengambilan keputusan terhadap indikator pemanfaatan dan pengunaan sumber daya maksimal yang tersedia.  Secara khusus, Indonesia terikat untuk melaksanakan kewajiban dalam pemenuhan hak atas pendidikan berdasarkan kewajiban untuk “undertakes to take steps, to the maximum of its available resources, with a view to achieving progressively the full realization of the rights recognized in the present Covenant”. Terbukanya akses pendidikan bagi semua warga negara merupakan conditio sine qua non dihargainya nilai kebebasan dan keadilan. Karena itu, akses pendidikan bagi semua warga merupakan prioritas dasar sebab dengannya dijamin persamaan. Persamaan dalam mengenyam pendidikan memungkinkan tiap warga menghayati kebebasannya sehingga mereka mampu aktif berperan serta dalam kehidupan demokratif yang kian mengukuhkan martabat mereka sebagai manusia.
PROSTITUSI DI LOKALISASI GANG SADAR BATURADEN PURWOKERTO MUHAMMAD SYAMSUDIN
Cakrawala Hukum: Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma Vol 18, No 45 (2016): Majalah Ilmiah Cakrawala Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/chk.v18i45.19

Abstract

Bangsa Indonesia dewasa ini tengah giatgiatnyamelaksanakan pembangunan disegalabidang. Salah satu dari komponen pembangunantersebut adalah kaum perempuan. Struktur sosialselama ini memposisikan perempuan sebagai objekpembangunan. Karenanya, perempuan selalutertinggal. Salah satu hambatannya adalahstereotipe tentang perempuan, yang menempatkanperempuan selalu dalam posisi nomor dua.Teoritisi feminis mengungkapkan bahwaadanya hubungan sosial yang timpang, yaitu kaumperempuan berada pada posisi subordinatterhadap kaum lelaki, maka akan “melestarikan”kaum perempuan terbelakang. Padahal secarahukum, sudah mendapatkan kesempatan yangsama dengan kaum laki-laki di segala bidang.Namun dalam kenyataannya tetap saja perempuanterpinggirkan (Amal, 1995:117)Kemitrasejajaran dalam hidupbermasyarakat tidak terealisir, karena diskriminasiantara lelaki dan perempuan, ketidakadilanterhadap perempuan dan laki-laki terlalumengistimewakan kaum lelaki. Perempuan belumdihargai sesuai prestasinya. Stereotip negatif yangterlembaga di masyarakat tidak diragukan menjadihambatan dalam sosialisasi kemitrasejajaran priadan perempuan, khususnya bagaimanamemasyarakatkan pemberdayaan perempuan.Adanya istilah pemberdayaan perempuanmengandung makna bahwa selama ini perempuanmengalami ketidakberdayaan, diskriminasi danketidak-adilan. Misalnya tentang peran gandaperempuan. Perempuan tetap dianggap lemahwalaupun telah menghasilkan ekonomi buat incomekeluarga. Selain itu, mereka masih harusmemanggul beban di sektor domestik, marjinalisasiperempuan pedesaan dari sektor pertanian, daneksploitasi perempuan di pabrik.Dalam hal seks pun perempuan ‘terjajah’Perempuan lebih tampil sebagai objek dan korbandari berbagai pelecehan seksual, seperti;perkosaan, dan hubungan seksual pranikah. Halini mendorong intensitas masalah-masalah seksualyang berdampak pada seks yang tak aman (unprotectedsex), penyebaran penyakit kelamin, dankehamilan yang tidak dikehendaki. Masalah yangdisebut terakhir ini akan menimbulkan masalahmasalahlain, seperti: aborsi dan praktek hubunganseks pranikah. Fenomena praktek prostitusiterselubung di kalangan perempuan khususnya dilokalisasi-lokalisasi saat ini, merupakan bagian daripersoalan sosial ekonomi, kemiskinan dan ciri darikehidupanProstitusi
Itikad Baik Dalam Perjanjian Asuransi eti mul erowati
Cakrawala Hukum: Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma Vol 22, No 1 (2020): Majalah Imiah Cakrawala Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/chk.v22i1.72

Abstract

. Setiap perjanjian dengan maksud bahwa setiap perjanjian yang telah dibuat dan disepakati bersama oleh para pihak harus dilaksanakan dengan itikad baik, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyebutkan bahwa semua perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Perjanjian tersebut harus berdasarkan asas itikad baik secara obyektif maupun subyektif. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui asas itikad baik secara subyektif dan obyektif dalam perjanjian asuransi. Kesimpuan Itikad baik dalam arti subyektif, yaitu pengertian itikad bailk yang terletak dalam sikap batin seseorang. Didalam hukum benda, itikad baik bisa diartikan kejujuran seperti yang tercantum pada KUHPerdata pasal 531 buku II. Itikad baik dalam arti obyektif, bahwa suatu perjanjian yang dibuat haruslah dilaksanakan dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan yang berarti bahwa perjanjian itu harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak merugikan salah satu pihak. Itikad baik dalam perjanjian asuransi seharusnya bukan hanya melaksakan perjanjian, sehingga terjadi keseimbangan. Perlindungan terhadap tertanggung dan penanggung selalu atas dasar keadilan.

Page 9 of 12 | Total Record : 119