cover
Contact Name
Zumardii
Contact Email
redaksiMAPJ@gmail.com
Phone
+6282218140922
Journal Mail Official
redaksiMAPJ@gmail.com
Editorial Address
Melayu Art and Performance Journal Institut Seni Indonesia Padangpanjang Jl. Bahder Johan Padangpanjang, Sumatera Barat.
Location
Kota padang panjang,
Sumatera barat
INDONESIA
Melayu Arts and Performance Journal
ISSN : 26560232     EISSN : 26563509     DOI : http://dx.doi.org/10.26887/mapj
Melayu Arts and Performance Journal (MAPJ) is the Scientific Journal focusing on the study of performing arts and visual arts, as well as the development of methods for the creation of performing arts and visual arts.
Articles 106 Documents
PERTUNJUKAN TEATERIKAL PANTOMIME BERPOLA RANDAI Frisdo Ekardo
Melayu Arts and Performance Journal Vol 1, No 1 (2018): Melayu Art and Performance Journal
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/mapj.v1i1.631

Abstract

ABSTRACT The theatrical performance in the form of pantomime by using randai pattern that’s carrying on local value results on the nuance of the innovative performance. The pantomime performance is a performance created by using actors and stage elements such as lighting, music, and audiences. The performance that delivers moral message through an actor’s gestures and expressions without using verbal language. This art is classified as the theater art. Randai is Minangkabau people’s art, an art of folk-play that has kaba story or tambo; elements that must be fulfilled in randai performance are script, actor, dendang, and silat movements that form the circular pattern (legaran) in galembong pants. The theatrical performance in the form of pantomime uses randai pattern and galembong. The circular format is managed artistically and the legaran aspect becomes the transition of atmosphere change. This writing discusses a theatrical performance by using the deconstruction method. Pantomime that uses randai pattern as the form of theatrical performance becomes the contemporary performance by giving the offer of new variation in the theater performance in Indonesia. Keywords: theatrical performance, pantomime, randai, deconstruction ABSTRAK Pertunjukan teaterikal dalam bentuk pantomim dengan menggunakan pola randai dalam mengusung nilai lokalitas akan melahirkan nuansa pertunjukan inovasi. Pertunjukan pantomim adalah pertunjukan yang diciptakan dengan menggunakan aktor dan elemen-elemen panggung, seperti lighting, musik dan penonton. Pertunjukan yang menyampaikan pesan moral melalui gestur dan ekspresi seorang aktor tanpa menggunakan bahasa verbal. Kesenian ini tergolong kepada seni teater. Randai adalah kesenian masyarakat Minangkabau, suatu kesenian sandiwara kampung yang memiliki cerita kaba atau tambo, unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam pertunjukan randai yaitu, naskah, aktor, dendang, dan gerakan silat yang membentuk pola lingkaran (legaran) yang menggukan galembong. Pertunjukan teaterikal yang diciptakan dalam bentuk pantomim akan menggunakan pola randai, galembong. Format lingkaran akan dikelola secara artistik dan aspek legaran akan menjadi transisi perubahan suasana. Tulisan ini membahas suatu pertunjukan teaterikal dengan menggunakan metode dekontruksi. Pantomim  yang menggunakan pola randai  sebagai bentuk pertunjukan teaterikal. Pertunjukan ini akan menjadi pertunjukan kontemporer dengan memberikan tawaran variasi baru dalam pertunjukan teater  di Indonesia.
PAYAH LALOK: KOMPOSISI MUSIK ALEATORIC DALAM FORMAT ORKESTRA Anggra Dinata; Asep Saepul Haris; Martarosa Martarosa
Melayu Arts and Performance Journal Vol 2, No 1 (2019): Melayu Art and Performance Journal
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/mapj.v2i1.679

Abstract

Payah Lalok merupakan sebuah karya seni musik yang terispirasi dari fenomena sosial Insomnia. Insomnia merupakan suatu gejala kelainan dalam tidur yang membuat sipenderita susah atau sulit untuk tidur. Insomnia juga sering disebabkan oleh adanya suatu penyakit atau akibat adanya permasalahan psikologis. Gejala yang dirasakan oleh sipenderita seperti kesulitan untuk tidur, gangguan emosional (Kecemasan, Kegelisahan dan Depresi). Berdasarkan defenisi imsomnia diatas pengkarya tertarik untuk menciptakan sebuah karya musik Aleatoric dengan menggunakan teknik komposisi musik avand garde yang menjadikan alat musik barat sebagai media penyampaian isian karya. Metode penciptaan dilakukan dengan beberapa pengelompokan kerja: Metode pengembangan konsep (observasi, wawancara, pengumpulan data dan perumusan konsep) dan metode mewujudkan konsep (eksplorasi, eksperimentasi, dan aplikasi). Dalam penggambaran ekspresi dan sisi emosional penderita Insomnia, karya komposisi musik ini dibuat kedalam bentuk empat bagian, yang masing-masing diberi judul Nio Lalok, Talayang, Naiak Darah dan Lalok. Selanjutnya komposisi ini disajikan dengan harapan agar mengetahui dan menyadari fenomena umum yang terjadi didalam kehidupan masyarakat serta memberi tawaran berupa terapi musik untuk meditasi tidur.
PENCIPTAAN FILM “WAYANG PADANG” DENGAN PENDEKATAN FRENCH NEW WAVE Topan Dewa Gugat; Sulaiman Sulaiman; Sahrul Nazar
Melayu Arts and Performance Journal Vol 2, No 2 (2019): Melayu Art and Performance Journal
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/mapj.v2i2.976

Abstract

ABSTRACTThe act of Wayang Padang generally tells about the threat of disintegration behind the turmoil of political world, indecision in the establishment of various regulations, disunity of a number of political parties, selective application of law, and endless corruption. These threats as if the fire in the husk, it cannot be seen from the outside but it’s on fire inside. All forms of  this turmoil are fire dots that’s getting bigger and bigger and then burnt down the pillar of this nation. Therefore, it can be concluded that Wisran Hadi through Wayang Padang  wants to rebuke and give awareness toward this nation. The process of film making done was fiction film with the style of French New Wave. Fiction film is often called as the type of second film. Fiction film should be tied to the plot and the story presented must be out of reality (scriptwriter’s imagination). Keywords: Wayang Padang, French New Wave, Film, Drama  ABSTRAKLakon Wayang Padang secara umum bercerita tentang ancaman desintegrasi dibalik kesemrawutan dunia politik, tarik ulur dalam berbagai penetapan undang-undang, perpecahan sejumlah partai, penerapan hukum yang tebang pilih, dan korupsi yang entah kapan berakhir.  Ancaman ini bagai api dalam sekam, tak tampak dari luar tapi nyala di dalam. Segala bentuk kesemrawutan itu adalah titik-titik api yang terus membesar, menjalar, dan membakar persendian bangsa. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa Wisran Hadi melalui Wayang Padang ingin menegur dan memberikan penyadaran terhadap bangsa ini. Proses penciptaan film yang dilakukan adalah film fiksi dengan gaya French New Wawe. Film fiksi sering juga disebut dengan jenis film kedua, film fiksi sebaiknya harus terikat dengan plot dan cerita yang disajikan harus diluar kenyataan (imajinasi penulis scenario). Katakunci: wayang padang, french new wave, film, drama
KOMPOSISI LASAK BALENONG TAU AGAK Evaldo Evaldo
Melayu Arts and Performance Journal Vol 1, No 2 (2018): Melayu Art and Performance Journal
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/mapj.v1i2.643

Abstract

ABSTRACT The composition of “Lasak Balenong Tau Agak” is inspired from the phenomenon of the travel drivers who experience many ups and downs in the roadway, whether with the passenger, other drivers, and other vehicles. This phenomenon is transformed into musical composition with various considerations correlated with its musical aspects. This composition is divided into three parts. First part is “Lasak” namely the phenomenon of travel drivers stigmatized as the reckless persons who have less controlled emotion that tends to end at the quarrel and accident. That phenomenon is embodied in the concept of musical disharmony. The second part is “Balenong” namely the travel route of the travel transport that starts from the departure point and returns to the initial point while utilizing the time as effective as possible. That travel route is analogized as a circle, embodied with the mathematical concept of music. The third part is “Tau Agak” namely travel drivers’ intelligence that can predict travel situation so, with their agility and compactness, they can drive fast and manage travel time well. This situation is analogized with the improvisation in playing the music. The methods used were first exploring the phenomenon of travel drivers and then capturing its essences into various atmospheres through several instruments namely erhu, lute, mandolin, accordion, dizzy, big talempong, small talempong, percussion set, and vocal. Keywords: Lasak Balenong Tau Agak, travel driver, disharmony, improvi-sation, talempong, gandang oguang.  ABSTRAK Karya komposisi musik “Lasak Balenong Tau Agak” terinspirasi dari fenomena supir travel yang banyak mengalami suka dan duka di jalan raya, baik dengan penumpang, sesama supir, dan kendaraan lainnya. Fenomena ini ditransformasi ke dalam garapan komposisi musik dengan berbagai pertimbangan yang dikorelasikan dengan aspek musikal Karya ini dibagi menjadi tiga bagian: Pertama, “Lasak”, fenomena supir travel dicap ugal-ugalan, emosi kurang terkontrol, bisa berujung pada pertengkaran dan kecelakaan. Fenomena tersebut diwujudkan dengan konsep disharmoni musik. Kedua, “Balenong”: rute perjalanan angkutan travel berawal dari titik keberangkatan dan kembali lagi ke titik awal, memanfaatkan waktu seefektif mungkin. Rute perjalanan itu dianalogikan seperti sebuah lingkaran, yang diwujudkan dengan konsep matematis musik. Ketiga, “Tau Agak”: kecerdasan para supir travel yang bisa memprediksi situasi perjalanan, sehingga dengan kegesitan dan kekompakan, mereka bisa melaju dengan cepat dan dapat mengelola waktu perjalanan dengan baik. Situasi ini dianalogikan dengan improvisasi dalam bermain musik. Metode yang digunakan  mengeksplorasi fenomena supir travel dan menangkap esensi-esensinya, kemudian ditransformasikannya ke berbagai suasana melalui beberapa instrumen erhu, kucapi, mandolin, akordeon, dizzy, talempong besar, talempong kecil, set perkusi dan vokal.
MERANGKAI WARNA: EKSPLORASI LARAS “PELOG” DALAM PERMAINAN ‘OUD ARABIS BERBASIS GARAPAN “WORLD MUSIC” Irwansyah Harahap
Melayu Arts and Performance Journal Vol 2, No 2 (2019): Melayu Art and Performance Journal
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/mapj.v2i2.974

Abstract

ABSTRACT This writing generally discusses the term “world music” and various musical creative approaches that have been done. This writing also descriptively reviews the composition of “Merangkai Warna” in the context of melodist’s idea, instrument, concept building, and musical practice in musical composition. The musical composition “Merangkai Warna” is a musical composition inspired from the conception of world music. This composition is a form of musical exploration, namely through a set of musical instrument ‘oud Arabis, it tried to fuse and synthesize musical idioms and aesthetics via the composition of pentatonic playing style found in the area of musical era in Asia. In this composition, there is a concept of a new rhythm play called as “hetero-poly-metric rhythmic structure,” in which the basis of rhythmical play is built on metrical 7 contra 3 pattern applied in the percussion play of kendangan Sunda and ’oud. Keywords: World music, pelog, pentatonic, hetero-poly-metric rhythmic structure  ABSTRAK Tulisan ini membicarakan secara umum tentang istilah “world music” dan berbagai pendekatan kreatif musikal yang telah dikerjakan. Tulisan ini juga mengulas secara deskriptif karya komposisi “Merangkai Warna” dalam konteks gagasan kompositoris, instrumetarium, bangunan konsep, dan praktik musikal dalam karya musik. Komposisi musik “Merangkai Warna” merupakan sebuah garapan musik berangkat dari konsepsi musik dunia (world music).  Karya ini merupakan sebuah bentuk eksplorasi musikal dimana melalui perangkat alat musik ‘oud Arabis mencoba untuk memfusikan dan mensintesiskan idiom dan estetika musik lewat garapan gaya permainan modus pentatonik yang terdapat di wilayah peradaban musik di Asia. Dalam karya komposisi ini tertuang satu konsep permainan ritme baru, yang disebut dengan “hetero-poly-metric rhythmic structure,” dimana dasar permainan ritmikal dibangun dari pola metrikal 7 kontra 3 yang dituangkan dalam permainan perkusi kendangan Sunda  dan ’oud. Kata Kunci: World music, pelog, pentatonic, hetero-poly-metric rhythmic structure
SUKU MALAYU: SISTEM MATRILINEAL DAN BUDAYA PERUNGGU DI MINANGKABAU Andar Indra Sastra
Melayu Arts and Performance Journal Vol 1, No 1 (2018): Melayu Art and Performance Journal
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/mapj.v1i1.626

Abstract

ABSTRACT The goal of this article is to investigate the existence of the Malay ethnic group in connection with the matrilineal system and the bronze culture in Minangkabau. The Malay (Minang) ethnic group is one of the ethnic groups (or clans) with the largest population of all the different ethnic groups in Minangkabau. The matrilineal system is one of the strongest identities – or icons – for recognizing the unique community of Minangkabau. This unique characteristic continues to exist in spite of the fact that the majority of the Minangkabau people are strict Muslims. The matrilineal system refers genealogically to the female line of descent and is centered in the traditional gadang house which is the identity of the ethnic group in the culture of the Malay Minangkabau community. The gadang house is a symbol of status and ethnicity in the social system of the Minangkabau community – the group known as urang asa (original pioneers). One of the identities that strengthens the existence of the urang asa group in the past is marked by the presence of bronze music in the form of salabuhan (a set of) talempong and aguang (gong) – a type of bronze music. The problems discussed in this article are: (1) the Malay ethnic group in Minangkabau; (2) the matrilineal system and bronze culture in Minangkabau. A qualitative method is the basic foundation for this research. The research results show that the Malay ethnic group in Minangkabau first appeared as a result of the dissemination of the inhabitants of the Malay Dharmasraya kingdom and this was subsequently continued by Adityawarman through the Pagaruyuang kingdom. The Malay ethnic group not only follows a matrilineal system but also supports the bronze culture. Keywords: malay ethnic group, matrilineal system, bronze culture, Minangkabau  ABSTRAK Tujuan artikel ini mengungkap bagaimana keberadaan suku Malayu dalam kaitannya dengan sistem matrilenal, dan budaya perunggu di Minangkabau. Suku Malayu (Minang) adalah salah suku (klan) yang tergolong banyak populasinya dalam kelompok suku Minangkabau. Sistem matrilineal adalah salah satu identitas – icon – terkuat untuk mengenali masyarakat Minangkabau – unik. Keunikan tersebut tetap bertahan walapun masyarakat Minangkabau penganut Islam yang taat. Sistem matrilineal secara geneologis merujk pada garis keturuan ibu dan berpusat pada rumah gadang (sebutan rumah adat) sebagai identitas kelompok suku dalam kebudayaan masyarakat Malayu Minangkabau. Rumah gadang menjadi simbol status dan kesukuan dalam sistem sosial masyarakat Minangkabau – kelompok urang asa (peneruka asal). Salah satu identitas yang menguatkan terhadap keberadaan kelompok urang asa pada masa lalu ditandai atau memiliki alat jenis musik perunggu salabuhan (seperangkat) talempong dan  aguang (gong) – jenis musik perunggu. Masalah yang dibaicakan dalam artikel ini: (1) suku malayu di Minangkabau; (2) sistem matrilineal dan budaya perunggu di Minangkabau. Metode kualitatif menjadi dasar dilakukannya penelitain ini. Hasil penelitian ini; suku Malayu di Minangkabau bermula dari penyebaran penduduk kerajaan Melayu Dharmasraya dan kemudian dilanjutkan Adytiawarman melalui kerjaan Pagaruyuang. Suku Malayu, di samping menganut sistem matrilineal, juga sebagai pendukung kebudayaan perunggu.
KOMPOSISI MUSIK GAMAT SEBAGAI BENTUK PENGEMBANGAN KESENIAN MELAYU MINANGKABAU Rizaldi Rizaldi; Yon Hendri; Bambang Wijaksana
Melayu Arts and Performance Journal Vol 1, No 2 (2018): Melayu Art and Performance Journal
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/mapj.v1i2.638

Abstract

ABSTRACT  Gamat is one of the types of Minangkabau traditional music that flourishes in the west coast area, Sumatera Barat. This music is born as the result of assimilation among Minangkabau indigenous culture and western culture (acculturation), that until today still lives in Minangkabau society, especially Padang city. Even though gamat music is born from the acculturation of indigenous culture and western culture but for the people of Padang city, that music is already considered as the possession and part of their tradition so there is the responsibility of those people to conserve it. The ensemble form of gamat music consists of the combination of vocal and instrumental, that traditionally uses violin, accordion, guitar, gendang, and bass as its instruments. Vocal has a role as song carrier that its lyric is in the form of metaphorical Minangkabau pantuns. However, in the research of this artwork, gamat is turned into the composition by using the approach of the conventional musical technique presented in the form of the orchestra. Keywords: gamat music, the composition of gamat music, the performance of gamat music  ABSTRAK Gamat adalah salah satu jenis musik tradisional Minangkabau yang berkembang  di daerah pantai barat, Sumatera Barat. Musik ini lahir akibat perbauran antara budaya pribumi Minangkabau dan budaya Barat (akulturasi), yang sampai sekarang tetap hidup dalam masyarakat Minangkabau, khususnya di Kota Padang. Walaupun musik gamat lahir dari akulturasi budaya pribumi dan budaya Barat, tetapi bagi masyarakat Kota Padang musik tersebut sudah dianggap sebagai milik dan bahagian dari tradisi mereka, sehingga ada rasa tanggung jawab bagi masyarakat tersebut untuk melestarikannya.   Bentuk ensambel musik gamat terdiri atas gabungan vokal dan instrumental, yang secara tradisional menggunakan biola, akordeon, gitar, gendang, dan bas sebagai instrumennya. Vokal berperan sebagai pembawa lagu yang  liriknya berupa pantun-pantun Minangkabau yang bersifat metafor (kiasan). Akan tetapi, dalam penelitian karya seni ini, gamat diubah menjadi komposisi dengan menggunakan pendekatan teknik musik konvensional yang disajikan dalam bentuk Orkestra.
HIBRIDITAS LAGU POP DAERAH JAMBI DALAM ALBUM JAMBI KREASI BARU Rangga Sonata Weri; Asril Asril; Martarosa Martarosa
Melayu Arts and Performance Journal Vol 2, No 1 (2019): Melayu Art and Performance Journal
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/mapj.v2i1.893

Abstract

ABSTRACT The album of Jambi Kreasi Baru is the result of hybridization of Jambi pop music in the form of musician’s creativity that grows and develops in Jambi area. Mixing local and global idioms provides new forms of different colors to changes of musical nuance developing specially in Jambi area. The growth and development of that pop music are due to the mixing of urban people’s cultures in Jambi City. The rearrangement of old songs in the album of Jambi Kreasi Baru is a way for Jambi musicians to bring up Jambi regional songs with popular nuances to a wider domain, as a process of glocalization. To maintain the existence of regional pop music in Jambi, some artists and musicians in Jambi City re- create Jambi regional songs with contemporary forms in response to the changing and actual spirit of the age. The purpose of this study is to discuss the hybridity of Jambi regional pop songs in the album of Jambi Kreasi Baru between local music and the concept of Western pop music. The research method used was qualitative research namely doing observation, conducting interview, making documentation, doing direct observation, and analyzing the styles of regional local pop songs as the results of musicians’ creativity in Jambi city. Keywords: Hybridity, Regional Pop Music, Globalization, Urban, Jambi Kreasi Baru Album.   ABSTRAKAlbum Jambi Kreasi Baru merupakan hasil dari hibridisasi musik pop dalam bentuk kreativitas seniman (musisi) yang tumbuh dan berkembang   di daerah Jambi.Percampuran idiom lokal dan global memberikan bentuk baru dengan warna berbeda terhadap perubahan nuansa musikal yang berkembang khususnya di daerah Jambi. Tumbuh dan berkembangnya musik pop tersebut besar dugaan diakibatkan terjadinya pencampuran budaya masyarakat urban atau perkotaan di Kota Jambi.Adapun penataanulang lagu-lagu lama dalam Album Kreasi Baru melalui kreativitas merupakan salah satu cara seniman Jambi untuk memunculkan lagu-lagu daerah Jambi dalam nuangsa musik pop ke ranah yang lebih luas sebagai proses glokalisasi.Kreativitas seniman ini sangat menarik untuk diteliti dalam bentuk mengkreasikan kembali lagu daerah Jambi denganbentuk kekinian sebagai respon para seniman yang terus berubah dan aktual.Tujuan penelitian ini adalah membahas hibriditas lagu pop daerah Jambi dalam Album Jambi Kreasi Baru dalam bentuk garapan musik lokal dengan menggunakan konsep musik popBarat.  Metode  penelitian  ini  menggunakan  penelitian  kualitatif  yaitu  di  sampingmelakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi dan juga melakukan pengamatan   langsung dan analisis style musik lagu pop daerah sebagai hasil dari kreativitas seniman di kota Jambi.
PEMANFAATAN HANDPHONE ANDROID SEBAGAI MEDIA PRODUKSI VIDEO TUTORIAL PEMBELAJARAN SENI Riki Rikarno
Melayu Arts and Performance Journal Vol 1, No 1 (2018): Melayu Art and Performance Journal
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/mapj.v1i1.632

Abstract

ABSTRACT A video is suitable medium for various learning media such as classroom, small group, even a student ownself. The use of the tutorial model learning video is very suitable for teaching various kinds of practical learning, one of them is the learning material of local art practice. For the art teachers, one of materials that’s quite difficult for doing students’ appreciation whether in KTSP curricula or 2013 curricula is the art learning. Generally, the art learned in school is the traditional art that evolves in the society in the area or region where the educational institution exists. The lack of documentation in the form of local art video influences very much the learning process in the school so it’s needed a new breakthrough namely to create a new media for the local art learning dedicated to art teachers. With the advancement of today technology, especially in the android handphone, it already can compete with the standard PC and laptop. Nowadays, the android handphone has already had hardcopy and softcopy that adequate to produce video content. In android handphones distributed in Indonesia, they already have a camera that its quality surpasses DSLR camera by reaching 25 megapixels and these handphones are also able to install the video editing application. Keywords: android handphone, tutorial video, local art learning     ABSTRAK Video merupakan media yang cocok untuk berbagai media pembelajaran, seperti kelas, kelompok kecil, bahkan satu siswa seorang diri sekalipun. Penggunaan video pembelajaran model tutorial sangat cocok untuk mengajarkan berbagai macam pembelajaran yang bersifat praktek, salah satu materi pembelajaran praktik seni daerah setempat. Bagi guru kesenian di sekolah, salah satu materi yang cukup sulit dalam melakukan apresiasi pada siswa baik pada kurikulum KTSP maupun kurikulum 2013, adalah pembelajaran kesenian. Pada umumnya kesenian yang dipelajari di sekolah merupakan kesenian tradisi yang berkembang pada masyarakat di daerah atau tempat beradanya lembaga pendidikan tersebut. Kekurangan dokumentasi yang berbentuk video pada kesenian daerah setempat sangat mempengaruhi proses pembelajaran di sekolah, untuk itu perlu sebuah terobosan baru bagi guru-guru kesenian di sekolah untuk menciptakan sebuah media baru dalam pembelajaran seni daerah setempat tersebut. Dengan kemajuan teknologi saat ini khususnya pada handphone android sudah dapat menyaingi standar PC dan Laptop. Handphone android saat ini sudah mempunyai hardcopy dan softcopy yang memadai untuk memproduksi sebuah karya video. Dalam handphone android yang beredar di Indonesia saat ini sudah memiliki kamera yang melebihi kualitas dari kamera DSLR dengan mencapai 25 mega pixel dan sudah dapat menginstall aplikasi editing video.
Menggali Falsafah Hidop Orang Basudara dari Melodi Bakubae (Perdamaian) - Lagu Gandong di Maluku Dewi Tika Lestari
Melayu Arts and Performance Journal Vol 2, No 1 (2019): Melayu Art and Performance Journal
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/mapj.v2i1.684

Abstract

AbstrakKonflik Maluku adalah suatu kenyataan historis yang terus menjadi suatu objek studi berbagai disiplin ilmu. Banyak pendekatan keilmuan, seperti sosiologi, antropologi, teologi dan agama – yang telah mengkaji masalah konflik dan proses perdamaian di Maluku. Kajian ini menegaskan peran musik lokal Maluku sebagai salah satu media mengomunikasikan perdamaian. Dalam proses perdamaian, nyanyian lokal Maluku, sebagai bentuk musik vokal seperti lagu gandong yang mengkespresikan semangat hidop orang basudara selalu digemakan. Pesan musikalitasnya merasuk sanubari dan perasaan kultural masyarakat, sehingga turut membangkitkan kesadaran bahwa semua masyarakat Maluku adalah sesama orang basudara,  yang mesti hidup bakubae atau berdamai. Demikian karya-karya musik itu dapat disebutkan sebagai suatu melodi perdamaian (bakubae) di Maluku. Kajian ini menggunakan pendekatan analisis filsafat-seni, yang mencari nilai-nilai etis, estetika dan pandangan hidup masyarakat pemilik musik tersebut. Kajian ini menghasilkan suatu pengetahuan bahwa musik juga berkontribusi membangun perdamaian.AbstractThe Maluku Conflict is a historical reality that always become an object of study from the various disciplines. There were many studies as like sociology, anthropology, theology and religion that did research about conflict and peace building in Maluku. This research impress about local music of Maluku also serves as one of the media to communicate peace. Local song, as like gandong that expressed the value and spirit hidop orang basudara (peaceful live), pervading the hearts and cultural feelings of the people, thus helping to raise awareness of all the people of Maluku as brother and sister or as one family from the same ancentor, who must live bakubae or in reconciling. Therefore local music creation can be explained as a peace melody (bakubae) in Maluku. This study uses a philosophy-art analysis approach, which search the ethical, aesthetic and world-view values of the music-owner community. This study resulted in a knowledge that music also could contribute to building peace. Key words: Falsafah, Orang Basudara, Melodi Baku bae. 

Page 1 of 11 | Total Record : 106