cover
Contact Name
Opik Rozikin
Contact Email
rozikinopik@gmail.com
Phone
+6285862536992
Journal Mail Official
as.fsh@uinsgd.ac.id
Editorial Address
Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyyah) Fakultas Syariah Hukum, UIN Sunan Gunung Djati Bandung Jln. AH. Nasution No. 105 Bandung 40614 Telp/Fax. 022-7802278, E-mail: as.fsh@uinsgd.ac.id.
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
ISSN : 27458741     EISSN : 27463990     DOI : 10.15575/as
Core Subject : Social,
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam, merupakan terbitan berkala ilmiah yang diterbitkan oleh Program Studi Hukum Keluarga (Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Tulisan yang diangkat dalam terbitan berkala ilmiah ini adalah tentang pemikiran hukum keluarga dan peradilan Islam. Jurnal Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam menggunakan bahasa utama Indonesia, sedang bahasa tambahannya adalah bahasa Inggris dan bahasa Arab. Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam terbit dua kali dalam setahun yaitu bulan Maret dan Septemeber.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 57 Documents
FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA ANGKA CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA BANDUNG Intan Saziqil Fitri
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam Vol 3, No 1 (2022): Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v3i1.17547

Abstract

Dalam mengarungi kehidupan berumah tangga, pasangan suami isteri terrkadang mengalami berbagai masalah, baik yang sifat masalahnya ringan sampai permasalahan yang berat sehingga menyebabkan keutuhan rumah tangga dipertaruhkan hingga terjadinya perceraian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang menyebabkan tingginya angka cerai gugat di Pengadilan Agama Bandung. Adapun dalam peneltian ini penulis menggunakan metode empiris dengan pendekatan deskriptif analisis yakni menggambarkan keadaan atau fakta sebagaimana adanya pada saat penelitian, kemudian data atau fakta tersebut dianalisis hingga ditarik suatu kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor-faktor penyebab tingginya angka cerai gugat di Pengadilan Agama Bandung ada 13 faktor yaitu faktor ekonomi, faktor tidak adanya keharmonisan, KDRT, poligami, mabuk, murtad, judi, penjara, madat, cacat badan, kawin paksa dan zina. Namun faktor dominan penyebab terjadinya Gugatan Cerai di Pengadilan Agama Bandung adalah faktor ekonomi.
FUNGSI PENGHULU MENURUT PERMENPAN NOMOR 62 TAHUN 2005 SEBAGAI PUNGSI MEDIATOR DI TINGKAT KECAMATAN DALAM KASUS PERCERAIAN (STUDI PADA KUA KECAMATAN KARANGTENGAH KABUPATEN CIANJUR) Ikmal Hafifi; Usep Saepullah
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam Vol 3, No 1 (2022): Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v3i1.16289

Abstract

Abstrak: Salah satu upaya mewujudkan rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah dan untuk menekan angka perceraian yang terjadi di wilayah Kecamatan tidak serta merta memberikan surat pengantar pengajuan cerai talak atau cerai gugat kepada pasangan suami istri yang akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama (PA) sebelum pasangan suami isteri tersebut mendapatkan mediasi Kantor Urusan Agama Kecamatan. Terkait dengan hal tersebut, maka  fokus masalah dalam penelitian ini adalah Peran Penghulu Menurut Permenpan No 62 Tahun 2005 sebagai Fungsi Mediator di Tingkat Kecamatan Dalam Kasus Perceraian (Studi pada KUA Kecamatan Karangtengah Kabupaten Cianjur).Peran penghulu selain menikahkan juga tempat masyarakat konsultasi dan mediasi dalam menyelesaikan hukum keluarga dalam perkawinan. Tugas dan fungsi (Tusi) ini tidak terlepas dari tugas dan fungsi KUA sebagaimana termuat dalam Permenpan No. 62 tahun 2005 Pasal 6d “Pelayanan dan konsultasi nikah/rujuk meliputi Penasihatan dan konsultasi nikah/rujuk”.Tujuan penelitian ini adalah untuk megetahui peran penghulu sebagai mediator perselisiahan perkawinan, walaupun regulasi belum mengatur hal demikian secara jelas. Metode penelitian ini deskriptif analitis yaitu menganalisa peklaksanaan konsultasi dan mediasi masalah sengketa perkawinan/keluarga dimasyarakat Kecamatan Karangtengah terhadap penghulu.Hasil dari penelitian ini bahwa pelaksanaan mediasi dalam perkara perceraian di Kantor Urusan Agama Kec. Karangtengah dilakukan secara bertahap, tahap awal mengumpulkan atau mengidentifikasi keluhan pemohon yang mau bercerai, selanjutnya mediator melaksanakan mediasi dengan memberi nasehat untuk mencari solusi damai dengan memberikan pemahaman kepada  suami istri tentang hak dan kewajiban masing-masing. Analisi penulis, bahwa prosedur mediasi di KUA Kec. Karangtengah tidak terlepas dari alur mediasi yang terdapat dalam PERMA No. 1 tahun 2016 tentang Alur Mediasi di Pengadilan.Rekomendas dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi naskah akademik untuk dijadikan pertimbangan pada kepastian hokum mengenai penghulu sebagai mediator.   Kata Kunci: Penghulu, Perceraian , Mediasi, Perkawinan
PROBLEMATIKA PASCA NIKAH SIRI DAN ALTERNATIF PENYELESAIANNYA Pijri Paijar
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam Vol 3, No 1 (2022): Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v3i1.17463

Abstract

AbstractMarriage is valid in a religion where the intention and harmony of marriage already exist. Behind the occurrence of siri marriage, there is a backlash that occurs on the part of women. Siri marriage occurs because of the existence or dualism of what we act No. 1 of 1974 on marriage. The article is this article with the method of study of libraries, this article seeks and falls on what things or factors are behind which in conducting the practice of siri marriage which consequently many by women compared to men. In fact, serial marriages are performed by them and there is no formal marriage, and there is no marriage of this series. Which side of marriage so happens from the legal side, family, social, religious, and moreover. In Indonesia itself siri marriage is rampant therefore, it is necessary to ask about the validity of marriage in this series. If you look at one of the teas, the child born from the result of siri marriage will not reveal the inheritance of the father when he dies, including to the wife who will not be the price of gono-gini when the husband is also the child is still alive. Keywords : Problems; Marry Siri; Laws AbstrakNikah siri dianggap sah dalam agama karena syarat dan rukun nikah telah terpenuhi. Di balik terjadinya nikah siri, adanya permasalahan-permasalahan yang terjadi pada pihak perempuan. Nikah siri terjadi karena adanya perbedaan atau dualisme pemahaman terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Ditulisnya artikel ini dengan menggunakan metode studi pustaka, artikel ini berusaha memaparkan dan mengungkap hal-hal atau faktor apa saja yang melatarbelakangi seseorang dalam melakukan praktik nikah siri yang dampaknya akan banyak dirasakan oleh pihak perempuan dibanding laki-laki. Pada hakikatnya pernikahan secara siri dilakukan oleh mereka ynag tidak bisa melakukan pernikahan secara formal, dan bukan tanpa sebab pernikahan secara siri ini terjadi. Permasalahan yang menyertai pernikahan secara bisa terjadi dari sisi hukum, ekonomi, rumitnya dispensasi pernikahan, hamil di luar nikah, kurangnya pemahaman terhadap pencatatan pernikahan. Di Indonesia sendiri pernikahan secara siri marak terjadi maka dari itu, perlu ditanyakan mengenai keabsahan pernikahan secara siri ini. Jika melihat dari salah atu dampaknya yaitu, anak yang dilahirkan dari hasil pernikahan siri tidak akan mendapkan warisan dari ayahnya ketika meninggal, termasuk juga terhadap isteri yang tidak akan mendapatkan harga gono-gini ketika suaminya meninggal juga anaknya yang masih hidup. 
IMPLEMENTASI LAYANAN PERKARA SECARA ELEKTRONIK (E-COURT) SAAT PANDEMI COVID-19 HUBUNGANNYA DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM Burhanuddin Hamnach; Ah. Fathonih; Aden Rosadi; Eneng Nuraeni
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam Vol 3, No 1 (2022): Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v3i1.17518

Abstract

Artikel ini menganalisis tentang upaya meningkatkan efisiensi  dan efektifitas  administrasi berperkara di pengadilan. Mahkamah Agung RI melakukan inovasi dengan memanfaatkan media informasi dan teknologi dalam memberikan layanan berperkara melalui media elektronik (e-court). Inovasi yang dilakukan itu merupakan wujud bahwa Mahkamah Agung  RI sangat respon terhadap  kebutuhan di era 4.0, terlebih di saat pandemi Covid-19 yang melanda dunia dan juga Indonesia. Namun demikian, penggunaan E-Court dalam beradministrasi perkara di Pengadilan di Indonesia adalah suatu hal yang baru dan  tentu akan menimbulkan beragam persoalan, baik dari norma hukumnya maupun dari segi kesiapan lembaga peradilan serta masyarakat yang berperkara,  khususnya di Pengadilan Agama. Tujuan penelitian ini. Pertama : untuk mengkaji implementasi layanan perkara secara elektronik (e-court) di Pengadilan Agama saat pandemi Covid-19. Kedua, untuk mengkaji hambatan layanan perkara secara elektronik (e-court) di Pengadilan Agama saat Covid-19 hubungannya dengan asas kepastian hukum. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris, dengan metode deskriptif analitis, dan analisis menggunakan library research. Hasil penelitian ini yaitu: Pertama, implementasi layanan perkara secara elektronik (e-court) di Pengadilan Agama saat pandemi Covid-19 kurang  maksimal. Hal ini  karena masih minimnya informasi dan sosialisasi serta keharusan pihak untuk datang ke Pengadilan untuk aktivasi akun. Kedua, struktur, substansi dan budaya hukum merupakan factor hambatan dalam layanan perkara secara elektronik (e-court) di Pengadilan Agama, terlebih di saat pandemi Covid-19, yang pada akhirnya tidak memberikan kepastian hukum kepada masyarakat yang berperkara.
DINAMISASI KEWARISAN ISLAM PADA KASUS MUSYTARIKAH DALAM KONSEP SYAJAROTUL MIRATS Raja Ritonga; Amhar Maulana Harahap
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam Vol 3, No 1 (2022): Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v3i1.17248

Abstract

The many of Islamic inheritance concepts can change according to the illat that appears. Inheritance cases between siblings and seibu raise polemics in certain cases, because siblings do not get inheritance because they are ashobah. Meanwhile, the seibu brother is in the position of ashabul furudh receiving the inheritance. This study will describe the dynamics of the opinions of friends in inheritance between siblings and mothers in the musytarikah case. The method used in this research is a qualitative form with the type of library research. In collecting data, the researcher traces a number of references from books, books and articles or other scientific works that have relevance to the research theme. Furthermore, the data were analyzed descriptively. The results of the study explain that the friends have different opinions in addressing the inheritance between siblings and mothers. First, it is settled normally, the same-father sibling does not get a share of the inheritance even though they have closer kinship to the heir. Second, resolved by musytarikah or collectively. The position of siblings as ashobah is combined with mother brothers as ashabul furudh. The share received by the mother's sibling is shared with the siblings without distinguishing between kinship status and gender. Keywords : musyatarikah; sibling’s inheritance; half-brother's inheritanceAbstrakSejumlah konsep waris islam dapat berubah sesuai dengan ‘illat yang muncul. Kasus kewarisan antara saudara kandung dan saudara seibu memunculkan polemik dalam kasus tertentu, sebab saudara kandung tidak mendapatkan warisan karena sebagai ashobah. Sementara itu saudara seibu dalam dalam posisi ashabul furudh menerima warisan. Penelitian ini akan menguraikan dinamika pendapat para sahabat dalam kewarisan antara saudara kandung dan saudara seibu pada kasus musytarikah. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk kualitatif dengan jenis penelitian pustaka. Dalam pengumpulan data, peneliti menelusuri sejumlah referensi dari kitab, buku dan artikel atau karya ilmiah lainnya yang mempunyai relevansi dengan tema penelitian. Selanjutnya data-data dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa para sahabat berbeda pendapat dalam menyikapi kewarisan antara saudara kandung dan saudara seibu. Pertama, diselesaikan secara biasa, saudara seayah tidak mendapatkan bagian warisan meskipun mempunyai kekerabatan lebih dekat kepada pewaris. Kedua, diselesaikan secara musytarikah atau kolektif. Kedudukan saudara kandung sebagai ashobah digabungkan dengan saudara seibu sebagai ashabul furudh. Bagian yang diterima oleh saudara seibu dibagi bersama dengan saudara kandung tanpa membedakan status kekerabatan dan jenis kelamin.Kata Kunci : musytarikah; waris saudara kandung, waris saudara seibu.
GUGATAN SEDERHANA PADA PENYELESAIAN SENGEKETA EKONOMI SYARIAH DI PENGADILAN AGAMA DIHUBUNGKAN DENGAN PRINSIP EKONOMI SYARIAH Yoghi Arief Susanto
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam Vol 3, No 1 (2022): Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v3i1.17535

Abstract

Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia yang signifikan memerlukan perhatian apabila terjadi sengketa pada pelaku ekonomi syariah. Diperlukan penyelesaian yang lebih sederhana, sehingga lahir gugatan sederhana melalui Perma No. 2 Tahun 2015 yang dirubah melalui Perma No. 4 Tahun 2019 yang awal keberadaannya di Indonesia tidak diperuntukan untuk penyelesaian sengeketa ekonomi syariah. Tujuan penelitian ini yaitu Untuk menganalisis implementasi gugatan sederhana dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama dihubungkan dengan prinsip ekonomi syariah. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa implementasi gugatan sederhana dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah masih terdapat proses yang bertentangan dengan prinsip ekonomi syariah y.aitu proses eksekusi yang masih bertentangan dengan prinsip keadilan dan prinsip kejujuran, serta waktu pemerikasaan yang lebih dari 25 (dua puluh lima hari) bertentangan dengan prinsip pertanggung jawaban.
MODEL ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI KAMPUNG NAGA KABUPATEN TASIKMALAYA Syifa Pujiyanti Hilmanudin
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam Vol 3, No 2 (2022): Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v3i2.20442

Abstract

Abstract            Indonesia has enacted Law no. 30 of 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution. The pattern of dispute resolution outside the court is also related to the nature, characteristics, and characteristics of certain communities, one of which uses this pattern is Kampung Naga. in Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya, and what is the effectiveness of alternative dispute resolution in Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya. The method used in this research is descriptive method. The type of data used in this study is the answer to the research question, the data source in this study is the primary data source, namely the results of observations and interviews and secondary data taken from relevant sources. The data collection techniques were carried out by interviews and literature studies.            The results showed that the form of the dispute resolution model in Kampung Naga was Saratdami. The implementation begins with a family settlement, if no results are found, then the next stage is completed by traditional institutions, and the laden dami carried out by the Kampung Naga community are considered effective. Because it is seen, in terms of the method of resolving the dispute, the method of resolving the dispute is simpler than other alternative dispute resolutions, in terms of the cost of the laden dami voluntarily paying the cost, in terms of the timing of the dispute resolution through the draft of the dam, it is carried out at the same time as the dispute is submitted, and in terms of the success of the dispute being resolved peacefully.Keywords: Non-Litigation Dispute Resolution Method, Kampung Naga AbstrakIndonesia telah mengundangkan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Untuk pola penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar pengadilan berkaitan dengan sifat, ciri, dan karakteristik masyarakat tertentu, salah satu yang menggunakan pola teersebut adalah Kampung Naga.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang digunakan di Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya, bagaimana pelaksanaan alternatif penyelesaian sengketa di Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya, dan seperti apa efeketifitas alternatif penyelesaian sengketa  di Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriftif, Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian, sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer yaitu hasil observasi dan wawancara dan data skunder yang diambil dari sumber-sumber yang relevan. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan studi pustaka.Hasil penelitian menunjukan bahwa yang menjadi bentuk model penyeleseaian sengketa di Kampung Naga adalah Saratdami. Pelaksanaan bermula dari penyelesaian secara kekeluargaan jika tidak menemukan hasil, maka tahap selanjutnya di selesaikan oleh lembaga adat, dan saratdami yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga dinilai efektif. Karena dilihat, dalam segi cara penyelesaian sengketa saratdami lebih sederhana dari alternatif penyelesaian sengketa lainnya, dalam segi biaya saratdami  mengeluarkan biaya secara sukarela, dalam segi waktu penyelesaian sengketa melalui saratdami dilakukan diwaktu yang sama pada saat sengketa diajukan, dan dari segi keberhasilan sengketa selesai secara damai.Kata Kunci: Metode Penyelesaian Sengketa Non-Litigasi, Kampung Naga
ANALISIS DAMPAK PMA NO.12 TAHUN 2016 TENTANG BIAYA NIKAH GRATIS DI KUA KECAMATAN BUNUT MENURUT HUKUM KELUARGA ISLAM Millah Shadiqoh
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam Vol 3, No 2 (2022): Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v3i2.18759

Abstract

This research is motivated by the increasing number of free wedding events (Rp.0) at KUA Bunut District, which is carried out by brides with low education and economic categories. This thesis is the result of field research at KUA Bunut District, Pelalawan Regency. The study was conducted to analyze the implementation and impact of the Minister of Religion Regulation (PMA) No. 12 of 2016 concerning free marriage fees, at the KUA of Bunut District and the views of Islamic family law on these rules in the Maqashid sharia frame.This research data was collected from the Regulation of the Minister of Religion Number 12 of 2016 as primary data, as well as interviews with the parties implementing this regulation, namely 5 KUA officers in Bunut sub-district, and 10 brides who registered their marriage at KUA Bunut sub-district for free.The results of this study indicate First, in the implementation of PMA Number 12 of 2016 cannot be realized, due to the ignorance of the KUA and the bride regarding this rule, in addition to the previous rules, namely PP number 48 of 2014 and also PP number 19 of 2015, have similarities, in in terms of content so that the KUA still uses these rules, and many brides prefer to carry out marriages for free during the KUA Operational hours and its implementation in the KUA Office, Second, the impact of the Minister of Religion Regulation No. 12 of 2016 concerning Free Marriage Fees outside the KUA in the KUA Bunut District, divided into 2 parts, namely positive and negative impacts for both the bride and the KUA in Bunut sub-district. Third, while in the view of Islamic family law in the Maqashid Sharia concept, this rule is considered to be able to bring harm compared to Mashlahat, this is not in accordance with the goal of Maqashid Sharia, namely maintaining offspring. (hifzdu Nasab).That way, this rule cannot be implemented properly and it is feared that it will cause problems in the future for the bridal couple in fostering the Sakinah mawaddah warrahmah family, which is the dream of the bride and groomKeywords : Marriage, Religion, Minister, Goal 
PERBANDINGAN KEWAJIBAN NAFKAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA Nandang Fathur Rahman
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam Vol 3, No 2 (2022): Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v3i2.20160

Abstract

Domestic life is regulated, either in Islamic teachings or in statutory law. A person provides a living on the basis of marriage ties. The obligation to provide a living by the husband is an obligation that must be fulfilled. On this basis, the question arises what is the obligation to earn a living according to Islamic law and legislation in Indonesia, and what is the legal basis used in the obligation to earn a living. This research was conducted using a descriptive method whose data were obtained from a literature study with a qualitative approach. The purpose of this study is to describe simply the obligation of living according to Islamic law and legislation in Indonesia, then the legal basis used in the obligation of living. The results of the study found that living is a right that must be fulfilled by a husband to his wife and children, both clothing, food, and housing. Islamic law explains that the obligation to make a living includes the fulfillment of physical and spiritual expenses, as well as the husband's ability to earn a living. According to positive law, the obligation to make a living is regulated in Law no. 1 of 1974 concerning Marriage and in the Compilation of Islamic Law.
DINAMIKA POLITIK DALAM PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Maulida Zahra Kamila
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam Vol 3, No 2 (2022): Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v3i2.13542

Abstract

Abstract: Marriage is an inseparable bond and creates many legal implications for married couples, for that we need clear legal rules regarding marriage law. The formulation of a law has its own process and dynamics, many factors influence the birth of the law, as well as the birth of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, there are political dynamics in it. The methodology used in this paper is content analysis with a normative approach, the data obtained from the literature study and the data analysis using a qualitative approach. The focus of this paper is to mengeta h ui political dynamics that occur in the process of formulating the Marriage Act. At first there was no official regulation from the government regarding marriage law, therefore there were multiple interpretations regarding this marriage rule considering the plural and diverse Indonesian society, so the presence of this Marriage Law brought fresh air to marriage law in Indonesia.Keywords: Politic, Marriage LawAbstrak: Perkawinan adalah ikatan yang tidak terpisahkan dan menimbulkan banyak implikasi hukum terhadap pasangan suami istri, untuk itu diperlukan aturan hukum yang jelas mengenai hukum perkawinan. Perumusan suatu Undang-Undang memiliki proses dan dinamikanya sendiri, banyak faktor yang mempengaruhi lahirnya Undang-Undang, begitupun lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terdapat dinamika politik di dalamnya. Metodologi yang digunakan dalam tulisan ini adalah analisis konten dengan pendekatan normatif yang datanya diperoleh dari studi literatur dan data analisanya menggunakan pendekatan kualitatif. Fokus dari tulisan ini adalah untuk mengetahui dinamika politik yang terjadi dalam proses perumusan Undang-Undang Perkawinan. Pada mulanya belum ada aturan resmi dari pemerintah mengenai hukum perkawinan, oleh karenanya terdapat multitafsir mengenai aturan perkawinan ini mengingat masyarakat Indonesia yang majemuk dan beraneka ragam, maka hadirnya Undang-Undang Perkawinan ini membawa angin segar bagi hukum perkawinan di Indonesia.Kata Kunci: Politik, Undang-Undang Perkawinan