cover
Contact Name
Yeremias Jena
Contact Email
yeremias.jena@atmajaya.ac.id
Phone
+6221-5708808
Journal Mail Official
ppe@atmajaya.ac.id
Editorial Address
Pusat Pengembangan Etika Gedung Karol Wojtyla Lt. 12 Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jl. Jenderal Sudirman No. 51 Jakarta 12930
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Respons: Jurnal Etika Sosial
ISSN : 08538689     EISSN : 27154769     DOI : https://doi.org/10.25170/respons.v25i02
Respons (p-ISSN 0853-8689/e-ISSN 2715-4769) is a bilingual (Indonesian and English language) and peer-reviewed journal published by Centre for Philosophy and Ethics of Atma Jaya Catholic University of Indonesia. Respons specializes in researched papers related to social ethics, philosophy, applied philosophy from interdisciplinary-methodological point of view. Respons welcomes ethical and philosophical contributions from scholars with various background of disciplines. This journal uses English and Indonesian Language. "Respons" is an open access journal whose papers published is freely downloaded.
Articles 143 Documents
Redaksional Jurnal Etika Sosial ResponS
Respons: Jurnal Etika Sosial Vol 19 No 01 (2014): Respons: Jurnal Etika Sosial
Publisher : Center for Philosophy and Ethics

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25170/respons.v19i01.423

Abstract

CoverSusunan RedaksiDaftar IsiEditorial
Aspek Hukum dalam Penelitian Rianto Adi
Respons: Jurnal Etika Sosial Vol 19 No 01 (2014): Respons: Jurnal Etika Sosial
Publisher : Center for Philosophy and Ethics

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25170/respons.v19i01.424

Abstract

Melalui artikel ini penulis membahas aspek hukum dalam kegiatan penelitian. Indonesia memiliki undang­undang nasional tentang penelitian: "Undang­Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang "Sistem Nasional tentang Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi". Dalam kegiatan penelitian ­­ terutama penelitian yang berisiko tinggi dan berbahaya, peneliti harus tahu dan tidak bertentangan dengan etika penelitian dan/atau hukum penelitian. Peneliti bisa dihukum jika dia melawan hukum. Namun masalahnya, (1) etika penelitian berbeda dari satu tempat ke tempat lain atau satu disiplin ilmu ke disiplin lain; (2) belum semua etika penelitian menjadi peraturan (hukum); (3) jika organisasi sistem penelitian nasional tidak jelas, sulit bagi para peneliti mematuhi etika penelitian dan/atau  hukum penelitian. Di Indonesia, peraturan dalam penelitian kesehatan lebih jelas daripada bidang lain.
Memperkuat Tanggung Jawab Moral Peneliti Yeremias Jena
Respons: Jurnal Etika Sosial Vol 19 No 01 (2014): Respons: Jurnal Etika Sosial
Publisher : Center for Philosophy and Ethics

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25170/respons.v19i01.425

Abstract

Pendekatan positivistik dalam ilmu pengetahuan tidak pernah hilang sama sekali. Manifestasinya dalam penelitian ilmiah dapat berupa hasrat untuk memperoleh pengetahuan objektif tanpa dipengaruhi oleh otoritas eksternal di luar bidang kajian ilmiah. Dalam konteks penelitian ilmiah, muncul keinginan di kalangan para ilmuwan agar kontrol eksternal seperti yang dilakukan komisi etika penelitian harus dibatasi bahkan dihilangkan. Kalau pun muncul lagi dalam beberapa publikasi di jurnal ilmiah akhir­akhir ini, posisi ini sebenarnya telah kehilangan pamor, bahkan juga ditolak oleh para ilmuwan sendiri. Dalam tulisan ini, penulis membela posisi pemikiran yang mengatakan bahwa etika penelitian tetap dibutuhkan, dan itu dijalankan oleh komisi etika penelitian. Meskipun demikian, mengingat bahwa komisi etika penelitian tidak memiliki seluruh perangkat pengontrol yang dibutuhkan untuk mencegah peneliti melakukan penelitian dan publikasi yang tidak etis, penulis berpendapat bahwa pemerkuatan watak moral dalam diri peneliti dapat memainkan peran sebagai kontrol moral secara internal. Dengan begitu, komisi etika penelitian pada akhirnya hanya akan menjalankan kontrol minimal, karena ilmuwan sudah melakukan kontrol moral dalam dirinya untuk menjalankan penelitian yang tidak melanggar prinsip-­prinsip moral.
Kearifan Lokal Masyarakat Desa Beji dalam Pemanfaatan Hutan Wonosadi Bernardus Wibowo Suliantoro
Respons: Jurnal Etika Sosial Vol 19 No 01 (2014): Respons: Jurnal Etika Sosial
Publisher : Center for Philosophy and Ethics

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25170/respons.v19i01.426

Abstract

Hutan Wonosadi merupakan hutan yang dipandang keramat oleh masyarakat desa Beji kecamatan Ngawen Kabupaten Gunung  Kidul. Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tidak hanya bernilai tunai secara ekonomis  tetapi juga kaya akan mitos, cerita rakyat, memori kolektif sehingga membentuk ethos luhur masyarakat pada saat berelasi dengan sesama, alam dan para leluhurnya. Cara pandang masyarakat memberi pengaruh sugestif sehingga masyarakat lebih bersikap bijaksana pada saat memanfaatkan hasil hutan. Masyarakat memiliki ketrampilan mengelola konflik antara kepentingan ekonomi, ekologi maupun sosial­budaya ke dalam sistem pembagian yang lebih berkeadilan dengan cara memfungsikan hutan sebagai sarana pengembangan nilai­nilai humanisme integral. Pemenuhan kebutuhan ekonomi diperoleh dengan tanpa mengabaikan pengembangan aspek kultural maupun kelestarian lingkungan. Hutan dipandang  sebagai tempat bergantung berbagai makhluk, sehingga harmoni dalam keseimbangan dan kesinergisan antar aspek kehidupan ditempatkan sebagai landasan moral pengembangan etika lingkungan.
Pluralitas Agama dan Konflik Beragama Benyamin Molan
Respons: Jurnal Etika Sosial Vol 19 No 01 (2014): Respons: Jurnal Etika Sosial
Publisher : Center for Philosophy and Ethics

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25170/respons.v19i01.427

Abstract

Pluralitas agama sering dituding  sebagai kondisi yang bersimpul pada konflik dan perseteruan antara kelompok agama. Sesungguhnya konflik dan perseteruan itu bukan merupakan kesimpulan dari perbedaan, melainkan sebuah keputusan imperatif yang sering tidak ada hubungan dengannya, selain hanya memanfaatkan, kondisi tersebut. Konflik­konflik dan perseteruan antar agama harus diamati lebih luas dari ranah agama saja, karena agama berinteraksi dengan budaya dan keterbatasan manusia. Dengan demikian penafsiran dan praktik­praktik serta implementasi kebenaran agama, hendaknya selalu didampingi pertimbangan­pertimbangan  etis dan terus direfleksikan dari dalam, demi menguji kesetiaan agama pada kebenaran­kebenaran yang diwartakan. Agama juga menuntut penghayatan yang mengandaikan kebebasan. Maka agama pun berpotensi untuk menjadi beranekaragam. Tetapi keanekaragaman tidak harus menjadi premis untuk menyimpulkan  adanya konflik. Konflik, seperti juga kerukunan,  merupakan keputusan yang bisa diambil atas dasar perbedaan dan keanekaragaman. Oleh karena itu perlu ada pertimbangan­pertimbangan etis untuk menghasilkan keputusan­keputusan yang bermartabat.
Masa Depan Filsafat dalam Era Positivisme Logis Alexander Seran
Respons: Jurnal Etika Sosial Vol 19 No 01 (2014): Respons: Jurnal Etika Sosial
Publisher : Center for Philosophy and Ethics

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25170/respons.v19i01.428

Abstract

Apabila  filsafat ingin dipertahankan sebagai ilmu pengetahuan maka pembicaraan tentang filsafat harus bertolak dari pengalaman dan dipertimbangkan secara kritis melalui pertimbangan  yang logis. Dengan kata lain, sikap dogmatis tidak dapat dipertahankan dalam mengklaim ilmu pengetahuan pada filsafat di era ilmu pengetahuan empiris. Kendati demikian, filsafat tidak sama dengan ilmu pengetahuan karena tugas filsafat bukan hanya mengkonfirmasi fakta melainkan mempertanyakan secara kritis dan reflektif apa yang diketahui, bagaimana bertindak berdasarkan pengetahuan, dan harapan mengenai kehidupan seperti apa yang diharapkan dari pengetahuan yang benar dan tindakan yang sesuai dengan kebenaran pengetahuan tersebut. Positivisme mematok kebenaran pada fakta sebaliknya  filsafat melampaui klaim kebenaran positivistis itu dengan menekankan sikap kritis bahwa fakta tidak berbicara tentang dirinya sendiri kecuali diartikan. Tidak ada pengetahuan yang bebas nilai karena pengetahuan apa pun adalah ungkapan sebuah nilai.
Bingkai-Bingkai Akal Budi Felix Lengkong
Respons: Jurnal Etika Sosial Vol 19 No 01 (2014): Respons: Jurnal Etika Sosial
Publisher : Center for Philosophy and Ethics

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25170/respons.v19i01.429

Abstract

Tiga puluh dua tahun lalu, seorang professor dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, Howard Gardner menulis buku Frames of Mind:  The Theory of Multiple Intelligence (1983).  Saat itu hampir semua orang menyangka bahwa intelligensi sama dengan IQ. Padahal IQ merupakan singkatan dari Inteligence Quotient, suatu alat ukur yang mengukur inteligensi. Intelligensi itu sendiri disamakan dengan kecerdasan. Orang yang ber­IQ tinggi dipandang  sebagai orang yang mempunyai banyak kesempatan untuk berhasil. Sementara orang yang ber­IQ rendah adalah yang memiliki keterbatasan untuk berhasil.Buku  tersebut membuka mata  banyak orang  bahwa intelligensi itu bukanlah semata­mata  dan bukanlah hanya intelligensi  umum (logis­ matematis) sebagaimana diukur oleh Tes IQ. Tes IQ tidak secara secermat mengukur potensi­potensi diri seseorang. Lionel Messi (28 tahun) ­­ pesepakbola yang menjadi idola amat banyak anak sedunia – barangkali memiliki hasil Tes IQ yang rendah, namun dalam bidang yang digelutinya, sepak bola, ia digadang­gadang oleh para komentator dan ahli sepak bola sebagai seorang yang genius. Sampai saat ini belum ada pesepak bola yang menyamainya dalam gelar Pesepak  Bola Terbaik Sejagat. Messi sudah menggondol  gelar tersebut sebanyak empat kali. Kemungkinan  besar ia juga akan menggondolnya untuk yang kelima kali.
Teaching Philosophy as Basic Course a Personal Reflection Mikhael Dua
Respons: Jurnal Etika Sosial Vol 20 No 01 (2015): Respons: Jurnal Etika Sosial
Publisher : Center for Philosophy and Ethics

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25170/respons.v20i01.431

Abstract

Abstrak: Mengajar flsafat sebagai sebuah mata kuliah dasar di sebuah Universitas merupakan sebuah pengalaman yang khas yang tidak dimiliki oleh para dosen yang sudah in line dengan pengembangan keilmuannya. Tulisan ini mencoba mengungkapkan pengalaman penulis tentang keterlibatannya dalam menangani flsafat ilmu pengetahuan, etika dan flsafat yang menyentuh masalah keilmuan dan kebudayaan. Dalam rangka peneerdasan kehidupan bangsa, flsafat memiliki target-target yang jarang diperhatikan oleh pengelolah ilmu pengetahuan. Melalui mata kuliah tersebut di atas, flsafat dapat membantu pengembangan nalar keilmuan, membawa ilmuwan bergumul dengan masalah moral dan kebudayaan. Dan yang paling penting, flsafat dapat membuka mata setiap orang untuk membangun peradaban yang lebih demokratis dengan nalarnya yang kritis.Kata Kunci: Filsafat, ilmu pengetahuan, kesadaran moral, demokrasi, Pusat Pengembangan Etika Atma Jaya, Panca Sila.Abstract: Teaching philosophy as basic subject for students of different schools of the same university aims to prepare them with the discipline of abstract but universal and correct thinking. Te experience about the job by philosophy teachers is quite different from theachers who do teach science according to their specialities in different schools of the same university. Tis essay reflects a personal experience of the writer in teaching philosophy of science, ethics, and other branch of philosophy according to the specifc requirement of different schools in the same university. In connection with the end of a university formation, philosophy is granted to prepare students with both intellectual and moral expertise but often philosophical design for this end is not incorporated in science. Te discrepancy between philosophy and science has become the concern of philosophy teacher to attract multidisciplinary curriculum design to keep university faithful to its main goal which is to make society becomes more rational and democratic.Key Words: Philosophy, science, moral consciousness, democracy, Atma Jaya Center for Philosophy and Ethics, Pancasila
Media dan Pengawalan Demokrasi dalam Pilkada 2015 Ignatius Haryanto
Respons: Jurnal Etika Sosial Vol 20 No 01 (2015): Respons: Jurnal Etika Sosial
Publisher : Center for Philosophy and Ethics

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25170/respons.v20i01.432

Abstract

AbstrAct: It is a matter of fact that today there is almost no independent journalism all over Indonesia. As a consequence journalists dependently rely onpolitical conditions led by those who have economic sources to pay for news andadvertisements. It is not wrong at all when the Press Publishers announced intheir statement that only 30% of press release remains independent from politicalpower and money. Tis is the real condition challenging mass media to attain respectfrom the readers. Te question is therefore who is responsible when news becomes acommodity of exchange? Tat is why the general election becomes a litmus test forindependent news to exist. key Word: Independent journalism, political power, economic reason, and professionalism AbstrAk: Tidak bisa dipungkiri kalau sekarang ini media massa di berbagai wilayahtak bisa beroperasi sebagai perusahaan yang sehat sehingga tampak tidak profesionaldan lebih menunjukkan ketergantungannya pada dinamika yang terjadi dalam politiklokal (mulai dari soal langganan koran oleh kantor-kantor pemerintah, iklan ucapanselamat kepada pejabat, hingga berbagai bentuk suap lainnya). Bukan berlebihan pulajika Serikat Penerbit Pers melontarkan pernyataan bahwa perusahaan pers yang sehathanya sekitar 30 persen dari total pers yang ada. Hal ini memberikan kondisi yangmembuatnya sulit menjadi media yang ideal, independen dan tak terpengaruh darikebutuhan ekonomi perusahaan pers tersebut. Pertanyaannya siapa mendidik siapakalau media massa berkawan setali tiga uang dengan yang berani bayar? Ujiannya adaantara ada di saat penyelenggaraan pemilihan umum.kAtA kunci: pers independen, kuasa politik, masalah ekonomi, dan profesionalisme
Implementasi Tanggung Jawab Moral dalam Profesi Akuntansi Kasdin Sihotang
Respons: Jurnal Etika Sosial Vol 20 No 01 (2015): Respons: Jurnal Etika Sosial
Publisher : Center for Philosophy and Ethics

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25170/respons.v20i01.433

Abstract

Abstract: Moral responsibility is one of the ethical principles of profession. It means one’s ability to do the job best and to respons the question on problems that appear in his job according to the ethical principles. Tere are two aspects of the moral responsibility of profession. First, it includes of doing job freely, being aware of job procedures and having good knowledge. Second, he dare to takes risk on job. Accountance needs this aspects as well. It means, accountant does best the job by doing it freely and being aware of what he will do, and having good knowledges. In addition, accountance is responsible for the consequences of his opinion or decision. In short, moral responsibility counts on two things, that are to do the job best and dare to take the risk on job.Key Words: Moral responsibility, freedom, counsiousness, good knowledge, technical competences, moral competences, accountant, auditor and auditee, subject.Abstrak: Tanggung jawab moral merupakan salah satu dari prinsip etis profesi. Tanggung jawab moral adalah kemampuan seseorang dalam menjalankan tugasnya serta memberikan tanggapan terhadapnya berdasarkan prinsip-prinsip etis. Dari pengertian ini, ada dua aspek tanggung jawab moral, yakni menunjukkan diri sebagai seorang profesional yang bermutu dan berani menjawab persoalan-persoalan yang muncul di dalamnya. Aspek pertama meliputi pengakuan diri sebagai pribadi yang bebas, sadar dan tahu apa yang akan dilakukan serta kecintaan pada pekerjaannya. Apek kedua, seorang profesional berani menanggung risiko dari perbuatannya. Esensi tanggung jawab ini juga berlaku bagi profesi akuntansi. Ini berarti, seorang akuntan menyadari diri sebagai orang bebas. Ia juga secara sadar akan prosedur-prosedur pekerjaannya dan memiliki pengetahuan yang memadai dalam menjalankan pekerjaannya. Selain itu seorang akuntan berani menanggung resiko dari perbuatannya. Singkatnya, tanggung jawab moral adalah kemampuan kaum profesional menggunakan kompetensi teknis dan kompetensi etis dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Page 4 of 15 | Total Record : 143