cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
Jurnal NESTOR Magister Hukum
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 535 Documents
IMPLEMENTASI HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (WOMAN TRAFFICKING) SEBAGAI INSTRUMEN PELAYANAN PUBLIK YANG BERKEADILAN NIM : A202117044, FRANS AMMARECLAS WUWUR, SH
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPenerapan konsep hak Restitusi korban tindak pidana perdagangan orang khususnyaperempuan dalam sistem peradilan di indonesia masih belum dapat terwujud sebagaimanamestinya; Meskipun telah memliliki landasan hukum yang kuat bahwa restitusi wajibdiberikan oleh pelaku terhadap korban ataupun ahli warisnya. Permasalahan restitusimerupakan permasalahan yang kompleks hal ini dikarenakan permasalahannya bukanhanya meliputi aspek penegakan hukum saja namun juga meliputi sistematika hukumserta kelemahan secara yuridis didalam Undang - Undang nomor 21 tahun 2007 tentangpemberantasan tindak pidana orang. Proses Restitusi lebih diarahkan kepada tanggungjawab pelaku terhadap Akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan tindak pidananya.Restitusi di berikan dengan tujuan meringankan penderitaan korban; sebagai salah satucara merehabilitasi korban; dan dapat mengurangi ancaman atau reaksi masyarakatdalam bentuk tindakan balas dendam. Perumusan masalah yang di tuangkan dalam Tesisini meliputi bagaimana kondisi kejahatan perdagangan terhadap perempuan sertaimplementasi pemberian hak restitusi terhadap perempuan korban perdagangan orang diindonesia wilayah kalimantan barat kota pontianak. Jenis penelitian yang digunakandalam penulisan Tesis ini adalah dengan menggunakan metode penelitian empiris yaitudimana pengumpulan data baik pengambaran tentang penulisan ini tidak hanyaberdasarakan penulisan dari buku ? buku, literatur, peraturan perundang ? undangan,namun juga dilakukan penelitian lapangan demi mendapatkan data, informasi yang aktualdan relevan. perdagangan orang khsususnya perdagangan terhadap perempuanmerupakan salah satu masalah yang serius karena menyangkut hak asasi seseorangsebagai manusia. Oleh sebab itu diperlukan keterbukaan informasi pelayanan publikterhadap penerapan hak restitusi; kompensansi; pelayanan korban secara terpadu olehsetiap badan/lembaga khusus maupun umum agar dapat mampu melindungi danmendampingi para korban perdagangan orang terutama perempuan dalammemperjuangkan keadilannya.Kata Kunci : Perdagangan Orang, Perempuan, Restitusi, Viktimologi.ABSTRACThe application of the concept of Restitution rights for victims of trafficking in persons,especially women, in the justice system in Indonesia has not yet been realized as it should;Although it has a strong legal basis that restitution must be given by the perpetrator to thevictim or his heir. The issue of restitution is a complex problem because it does not onlycover law enforcement aspects but also covers legal systematics and legal weaknesses in2Law number 21 of 2007 concerning the eradication of criminal acts of people. The process of restitution is directed more towards the responsibility of the offender for the consequences of the criminal act. Restitution is given with the aim of alleviating the suffering of victims; as one way to rehabilitate victims; and can reduce threats or people's reaction in the form of revenge. The formulation of the problem outlined in this Thesis covers how the conditions of trafficking crimes against women and the implementation of the granting of restitution rights to women victims of trafficking in Indonesia in the West Kalimantan region of Pontianak City. This type of research used in writing this thesis is to use empirical research methods in which data collection both depiction of writing is not only based on writing from books, literature, legislation, but also carried out field research in order to obtain data, information actual and relevant. trafficking in persons specifically trafficking in women is a serious problem because it involves a person's human rights. Therefore, disclosure of information on public services is needed for the application of restitution rights; compensation; integrated victim services by each specialized / public body / institution in order to be able to protect and assist victims of trafficking in persons especially women in fighting for justice.Keywords: Trafficking in Persons, Women, Restitution, Victimology
UPAYA PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DENGAN JAMINAN GAJI TERKAIT KLAIM ASURANSI PADA BANK KALBAR CABANG PEMBANTU PASAR DAHLIA PONTIANAK NIM. A2021171029, WIRATAMA PUTRA, SE
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 4, No 4 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKUndang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan khususnya yang mengatur tentang perkreditan termasuk didalamnya mengenai pengaturan masalah jaminan kredit dan ketentuan-ketentuan hukum yang sudah ditetapkan dilakukan untuk mengurangi risiko yang akan terjadi. Terlihat bahwa adanya problematik di dalam pelaksanaan pemberian kredit kepada debitur yang dilakukan oleh pihak Bank Kalbar Cabang Pembantu Pasar Dahlia Pontianak tidak selalu berjalan mulus sesuai harapan, sehingga dalam pelaksanuannya pihak bank hams berhati-hati dalam mengambil kebijakan memberikan pinjaman/kredit. Pada umumnya pihak bank harus dapat mempertanggungjawabkan kepercayaan yang diberikan nasabah kepadanya. Setiap china yang dikeluarkan sebagai pinjaman kredit memiliki tanggung jawab begitu besar jika sampai terjadi kredit bermasalah. Oleh karena itu, jika terjadi kredit bermasalah, maka pihak bank akan mencari upaya untuk menyelematkan kredit bermasalah tersebut. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana proses penyelesaian terhadap kredit bermasalah dengan jaminan gaji pada Bank Kalbar Cabang Pembantu Pasar Dahlia Pontianak terkait dengan klaim asuransi? 2) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan hambatan dalam penyelesaian kredit bermasalah pada Bank Kalbar Cabang Pembantu Pasar Dahlia Pontianak? 3) Opsi apa saja yang digunakan dalam upaya penyelesaian kredit bermasalah pada Bank Kalbar Cabang Pembantu Pasar Dahlia Pontianak? Adapun dalam penulisan tesis ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif-sosiologis, yaitu metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada dan keterkaitan hukum dengan perilaku nyata manusia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses penyelesaian terhadap kredit bermasalah dengan jaminan gaji pada Bank Kalbar Cabang Pembantu Pasar Dahlia Pontianak terkait dengan klaim asuransi adalah dengan memenuhi prosedur persyaratan yang telah ditetapkan dalam proses dana pinjaman kredit. Kemudian ditemukannya faktor penyebab yang terjadinya hambatan debitur dalam proses penyelesaian kredit dana pinjaman dikarenakan mayoritas diantaranya debitur mengalami permasalahan dengan instansi tempat bekerja, kemudian faktor lainnya adalah faktor pribadi dari diri debitur sendiri. Oleh karenanya pihak bank mengambil keputusan dengan mengupayakan penyelesaian kredit bermasalah debitur sesuai dengan prosedur ketentuan yang ditetapkan pihak bank.Saran yang dapat penulis berikan adalah untuk menghindari terjadinya kredit bermasalah, maka dalam memberikan kredit sebaiknya pihak kreditur tetap harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, pembayaran, dan prospek pekerjaan debitur. Kredit yang diberikan pihak bank sebaiknya digunakan sepenuhnya oleh debitur sebagai modal usaha, dan membuat perencanaan dengan baik sehingga dapat mengantisipasi segala resiko yang mungkin terjadi dikemudian hari.Kata Kunci : Kredit Bermasalah, Jaminan Gaji, Klaim Asuransi  ABSTRACTLaw No. 10 of 1998 on banking system regulates credit system which includes the regulation of credit guarantee and legal conditions in order to minimise risks in the future. There is a problematic issue in the proses of credit distribution (lending process) to debtors. Kalbar Bank, Dahlia Market Branch Office considers that the lending is not always as expected thus making the Bank should be cautious before deciding to give a loan. Generally, the Bank should take a responsibility for a trust that their customer gives to them. Funds issued from the Bank as a loan should be observed carefully to avoid the risks of problem credit. If the Bank finds a problem credit, they should find actions to solve the problem credit.This research formulates research questions as follow: 1) How does the Bank solve problem credit using salary as a guarantee regarding insurance claims? 2) What are the factors which inhibit to solve the problem credit at Kalbar Bank, Dahlia Market Branch Office? 3) What options do the bank take to solve the problem credit? In the present thesis, the author employs a research method namely normative-sociology; a method widely used in legal research by investigating library resources which are legally related to human behaviours. Findings of the research indicated that the problem credit was solved by fulfilling requirement procedures stipulated when the loan was given. The research also found out factors which caused the problem credit among debtors. The first factor was mainly debtors problems to institutions where they were working. In addition, personal factor was also reported in the finding. Therefore, the Bank will make a decision  by trying to solve the credit as  the regulation  stipulated  in the bank. The research therefore recommends to avoid problem credit. The Bank should carefully observe the debtor's characters, ability, capital, guarantee, payment, and profession of the debtor. The load should be used as effective as possible and well planned. Thus, all risks can be minimised in the future. Key words: Problem credit, Salary guarantee, Insurance claim
ANALISIS AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI NIM : A2021171045, ABDUL RAHMAN, S.HI
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKMurabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati yang di dalamnya penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang kepada pembeli. Penelitianini bertujuan untuk menganalisis akad pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri, masalah penelitian ini adalah bagaimana akid,mahqud ?alaih dan sighat dalam akad pembiayaan murabahah di Bank Syariah Mandiri.Penelitian ini menggunakan metode pendekatan hukum normatif,data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, data skunder dan data tertier serta wawancara dengan marketing Bank Syariah Mandiri. Penelitian ini memilih lokasi di Kantor Bank Syariah Mandiri cabang Ahmad Yani Pontianak. Objek penelitian ini meliputi pegawai marketing bank Sayariah Mandiri yang membidangi akad murabahah dan marketing penawaran pembiayaan murabahah.Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti menyimpulkan bahwa: 1) akid dalam akad pembiayaan murabahah pada Bank Syariah Mandiri menurut syariah Islam yaitu akid dari pihak bank tidak konsisten terhadap pelaku akad yakni pada saat menentukan akad biasa ditanda tangani marketing dan diparaf oleh pimpinan bank, bahkan dalam akadnya bank mewakilkan (mewakalahkan) kepada pihak nasabah untuk mencari sendiri kepada pihak ketiga. Ketentuan ini dilakukan setelah Bank dan nasabah menyepakati barang yang diminta nasabah. Artinya nasabah harus menjelaskan spesifikasinya terlebih dahulu. 2) mahqud ?alaih dalam akad pembiayaan murabahah pada Bank Syariah Mandiri yaitu, tidak ada atau dimiliki bank, kemudian mahqud ?alaih tidak dikuasai sepenuhnya oleh pihak bank melaikan bank mewakilkan kepada nasabah dengan cara mewakalahkan untuk mencari sendiri kepada pihak ketiga. Dengan demikian bank hanya menyetujui permintaan mahqud ?alaih oleh nasabah kepada bank dan bank menyetujui permintaan nasabah tersebut. 3) sighat dalam akad pembiayaan murabahah di Bank Syariah Mandiri yaitu dilakukan melalui surat menyurat yang mana pihak bank memberikan format berisi ketentuan pembayaran, terkait keuntungan, harga, dan jaminan yang ditetapkan yang disetujui oleh nasabah.Kata kunci: akad, pembiayaan, murabahah, syariah.ANALYSIS OF MURABAHAH FINANCING CONTRACTAT BANK SYARIAH MANDIRIABSTRACTMurabahah is a contract of sales and purchase of goods with a selling price of acquisition cost plus an agreed profit in which the seller must disclose the cost of acquiring the goods to the buyer. This research aims to analyze financing contracts at Bank Syariah Mandiri. The problema of this research are the akid, mahqud 'alaih and sighat in the murabahah financing contract at Bank Syariah Mandiri.This research uses the normative legal approach method. The data used in this study were primary, secondary and tertiary data, as well as interviews with the Bank Syariah Mandiri marketing division. This study chose a location at the Bank Syariah Mandiri Office in the Ahmad Yani branch of Pontianak. The object of this research includes the Sayariah Mandiri bank marketing employees in charge of murabahah contracts and murabuhah financing offers.This research concluded that: 1) akid in the murabahah financing contract in Bank Syariah Mandiri according to Islamic sharia, namely akid from the bank, is inconsistent with those who make the contract, namely when determining the ordinary contract signed by the marketing people and verified by the bank executive; even in the contract, the bank delegates to the customers to look for the third party by themselves. This requirement is done after the Bank and the customer agree on the goods requested by the customer. This means that the customer must explain the specifications first. 2) there is no mahqud ?alaih in the murabahah financing contract at Bank Syariah Mandiri, then mahqud 'alaih is not fully controlled by the bank but it is delegated to the customer to look for the third parties by themselves. Thus, the bank only agreed to mahqud ?alaih request by the customer to the bank and agreed to the customer's request. 3) sighat in murabahab financing contract in Bank Syariah Mandiri, is carried out through correspondence in which the bank provides a format containing the terms of payment, profit, price, and collateral determined by the state.Keywords: contract, financing, murabahah, sharia
PENYELESAIAN TERHADAP LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAP IKAN CANTRANG (STUDI YURIDIS SOSIOLOGIS TERHADAP LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAP IKAN CANTRANG DI STASIUN PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN/PSDKP CILACAP) NIM. A2021171034, MUHAMMAD HAFIZ, S.St.Pi
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 4, No 4 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKTesis ini meneliti tentang bagaimana penyelesaian terhadap larangan penggunaan alat penangkap ikan cantrang khususnya di wilayah kerja Stasiun Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Cilacap serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jenis penelitian yang digunakan adalah Normatif-Empiris berupa penelitian lapangan (field research) dan penelitian normatif yuridis dimana peneliti mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya di masyarakat. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan studi dokumentasi dan melibatkan beberapa narasumber dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, khususnya di wilayah kerja PSDKP Cilacap serta Nelayan dan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia / HNSI. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa persoalan mengenai cantrang yang pada mulanya diatur melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 2/PERMEN-KP/2015 tanggal 9 Januari 2015 hingga saat ini penerapan dan penindakan hukumnya masih belum berjalan dengan semestinya. Tarik ulur pemberlakuan tentang pelarangan penggunaan alat tangkap ikan di perairan Indonesia membuat peraturan menteri ini masih belum maksimal dapat diterapkan. Terdapat beberapa faktor penyebab, mengapa hal ini bisa terjadi, yaitu karena ketidak tegasan dalam penerapan larangan penggunaan alat tangkap ikan cantrang, persepsi daya rusak cantrang yang masih belum teruji, banyak dampak negatif jika penggunaan cantrang dilarang serta peralihan alat tangkap yang belum terealisasi dengan baik. Untuk menangani kasus ini, ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu Pemerintah harus secara tegas melakukan penegakan hukum terhadap larangan penggunaan cantrang, Adanya kajian yang komprehensif tentang Cantrang dengan melibatkan semua unsur, baik dari unsur pemerintah, dari pusat sampai ke daerah-daerah, nelayan, akademisi, pakar di bidang kelautan dan perikanan, serta pihak-pihak lain yang terkait dengan cantrang, mensosialisasikan dan melakukan peralihan alat tangkap dari cantrang ke alat tangkap yang ramah lingkungan. Dan dengan mengedepankan prinsip equality before the law dan supremacy of law diharapkan upaya-upaya untuk menyelesaikan kasus ini dapat teratasi dengan baik.Keyword : penyelesaian, cantrang, nelayan ABSTRACTThis thesis examines how to resolve the ban on the use of cantrang fishing equipment, especially at the Cilacap Maritime and Fisheries Resources Supervision Station (PSDKP) and the factors that influence it. The type of research used is Normative-Empirical in the form of field research and juridical normative research where the researcher examines the applicable legal provisions and what happens in reality in the community. The data collection method was carried out by interviewing and documenting the study and involving several speakers from the Ministry of Maritime Affairs and Fisheries, especially in the Cilacap PSDKP area as well as fishermen and the All-Indonesian Fishermen Association. Based on the research results, it is known that the issue of cantrang which was originally regulated through the Minister of Maritime Affairs and Fisheries Regulation of the Republic of Indonesia No. 2/PERMEN-KP/2015 dated January 9, 2015 until now the application and legal action is still not running properly. Tug-of-war on the prohibition of the use of fishing gear in Indonesian waters makes this ministerial regulation still not optimally applicable. There are several factors causing why this can happen, namely because of the indecisiveness in the Implementation of the Prohibition on the use of cantrang fishing gear, the perception of cantrang damage that has not been tested, many negative impacts if the use of cantrang is prohibited and the shifting of fishing gear has not been realized properly. To handle this case, there are several things that can be done, namely the Government must strictly enforce the law against the prohibition of using cantrang. There is a comprehensive study of Cantrang involving all elements, both from government elements, from the central to the regions, fishermen , academics, experts in the field of maritime affairs and fisheries, as well as other parties related to cantrang, Disseminating and Carrying Out Fishing Gear from Cantrang to Environmentally Friendly Fishing Equipment. And by promoting the principle of equality before the law and the supremacy of law, it is hoped that efforts to resolve this case can be resolved properly.Keywords: Solution, Cantrang, Fisherman
KOORDINASI PENGAMANAN PERBATASAN BERDASARKAN PASAL 14 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Studi terhadap Koordinasi Polri dengan Instansi Terkait dalam Penegakan Hukum Perbatasan Badau Kabupaten Kapuas Hulu-Malaysia) NIM. A2021171067, IDRIS BAKARA, SIK
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKTesis ini membahas tentang Koordinasi Pengamanan Perbatasan Berdasarkan Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Studi Terhadap Koordinasi Polri Dengan Instansi Terkait Dalam Penegakan Hukum Perbatasan Badau Kabupaten Kapuas Hulu-Malaysia). Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dengan pendekatan sosilogis., dari hasil penelitian terdapat kesimpulan yaitu Koordinasi Polri Dengan Intansi Terkait Dalam Melakukan Pengamanan Perbatasan Agar Tidak Terjadi Tumpang Tindih Kewenangan Dalam Kaitannya Dengan Penegakan Hukum, koordinasi antar instansi pemerintah yang terkait dalam pengamanan daerah perbatasan, seperti TNI, Polri, Kantor Imigrasi dan Departemen Kehakiman, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Pertam-bangan dan Energi, Departemen Pertanian dan Pemerintah Daerah dalam Pengamanan Perbatasan Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Terhadap Koordinasi Polri Dengan Instansi Terkait Dalam Penegakan Hukum di Perbatasan Badau Kabupaten Kapuas Hulu-Malaysia.Kendala-kendala yang dihadapi oleh Polri dalam melakukan koordinasi terhadap pengamanan perbatasan Badau- Malaysia, ada lima permasalahan yang menjadi kendala yakni : Pertama, semangat otonomi daerah yang pada kondisi penguatan demokrasi lokal relative baik, namun pada pengembangan wilayah kedaulatan, pemerintah setempat melihat bahwa masalah pengamanan perbatasan adalah kewenangan pemerintah pusat. Situasi ini memosisikan masalah pengamanan perbatasan menjadi kurang baik dan cenderung terbengkalai. Kedua, strategi dan postur pertahanan Indonesia masih pada visi territorial, sehingga masalah perbatasan non-teritorial tidak terintegrasi dengan baik, karena minimnya Alutsista pendukung. Ketiga, infrastruktur yang ada di wilayah perbatasan terbilang minim. Minimnya infrastruktur jalan dan pendukung lainnya secara luas. Konteks ini pada akhirnya membuat pengamanan wilayah perbatasan dilakukan terbatas dan cenderung seadanya. Keempat, minimnya dukungan anggaran bagi pengamanan perbatasan secara efektif menyebabkan kinerja dan profesionalitas petugas dilapangan menjadi rendah. Kurangnya dukungan dan perhatian dari Pemda setempat juga menjadi masalah yang melemahkan pengamanan perbatasan. Kelima, visi pengamanan yang berorientasi pada pendekatan militer semata menjadi permasalahan tersendiri mengingat ancaman keamanan dan kedaulatan tidak lagi semata-mata berbentuk ancaman agresi militer, tapi lebih banyak pada ancaman non­tradisional yang justru merupakan bagan dari domain penegakan hukum. Upaya-upaya yang dilakukan oleh polri dalam menanggulangi kendala-kendala tersebut yaitu dengan Meningkatkan Pengawasan. Meningkatkan koordinasi antar instansi pemerintah yang terkait. Mengupayakan Peningkatan Kualitas Pengawasan Di Pos-Pos Lintas Batas. Meningkatkan dan membangun jaringan intelijen. Mengupayakan dan meningkatkan pembinaan wilayah, pembinaan territorial serta pembinaan masyarakat di wilayah perbatasan. Membangun jalan inspeksi di sepanjang perbatasan darat dan menambah frekwensi patroli perbatasan di darat maupun laut. Menambah dan meningkatkan kuantitas dan kualitas alat peralatan pengamanan di daerah perbatasan. Mengalokasikan anggaran pengamanan daerah perbatasan secara terpadu. Membangun sarana jalan dan prasarana transportasi, telekomunikasi sepanjang perbatasan untuk membuka keterisolasian wilayah perbatasan.  Mengintegrasikan Dan Atau Merevisi Peraturan dan Perundangan yang terkait dengan Pengamanan Daerah Perbatasan.Kata Kunci : Koordinasi, Pengamanan Perbatasan, Penegakan Hukum Perbatasan  ABSTRACTThis thesis discusses the Border Security Coordination Based on Article 14 Paragraph (1) of Law No. 2 of 2002 concerning the National Police of the Republic of Indonesia (Study of National Police Coordination with Related Agencies in Badau Border Enforcement of the Kapuas Hulu Regency, Malaysia). This study uses a normative approach with a sosilogis approach. From the results of the study there is a conclusion that the Polri Coordination with Related Intenses in Conducting Border Safeguards to Avoid Overlapping of Authority in Relation to Law Enforcement, coordination between government agencies involved in securing border areas, such as the TNI , Police, Immigration Office and Department of Justice, Ministry of Forestry, Ministry of Maritime Affairs and Fisheries, Ministry of Mining and Energy, Ministry of Agriculture and Regional Government in Border Security Based on Article 14 paragraph (1) of Law No. 2 of 2002 concerning the National Police of the Republic of Indonesia Against the Coordination of the National Police with Related Agencies in Law Enforcement at the Badau Border in the Kapuas Hulu Regency, Malaysia. Constraints faced by the National Police in coordinating the security of the Bada-Malaysia border, there are five problems which become obstacles. : First, the spirit of regional autonomy which is in a relatively good condition of strengthening local democracy, but in developing sovereignty areas, the local government sees that the issue of border security is the authority of the central government. This situation has positioned the border security problem to be unfavorable and tends to be neglected. Second, Indonesia's defense strategy and posture is still in the territorial vision, so that the problem of non-territorial borders is not well integrated, due to the lack of supporting defense equipment. Third, the existing infrastructure in the border region is fairly minimal. Lack of broad road infrastructure and other supporters. This context ultimately makes security in border areas limited and tends to be limited. Fourth, the lack of budget support for border security effectively causes the performance and professionalism of field officers to be low. The lack of support and attention from the local government is also a problem that weakens border security. Fifth, the vision of security which is oriented towards the military approach becomes its own problem considering the threat of security and sovereignty is no longer solely in the form of a threat of military aggression, but more on non-traditional threats which are actually a chart of the domain of law enforcement. The efforts made by the National Police in overcoming these obstacles are by Increasing Supervision. Improve coordination between relevant government agencies. Seek to Improve the Quality of Supervision at Cross Border Posts. Improve and build intelligence networks. Promote and enhance regional development, territorial development and community development in the border region. Build inspection roads along land borders and increase the frequency of border patrols on land and sea. Increase and increase the quantity and quality of security equipment in border areas. Allocate budget for securing border areas in an integrated manner. Build road facilities and transportation infrastructure, telecommunications along the border to open up isolated border areas. Integrate and or revise regulations and legislation related to Border Area Security.Keywords: Coordination, Border Security, Border Law Enforcement 
ANALISIS YURIDIS TANGGUNG JAWAB DEBITUR DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (STUDI KASUS PERJANJIAN PEMBIAYAAN MULTIGUNA PADA PT. BCA FINANCE NOMOR KONTRAK 1061014026-PK-001) NIM. A2021171036, IRSANDI SUSILA ADJIE, SH
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini membahas mengenai bagaimana bentuk perjanjian pembiayaan konsumen pada PT. BCA Finance , bagaimana kedudukan hukum dan tanggung jawab debitur atas musnah/hilangnya barang jaminan akibat kelalaian debitur, dan juga untuk menganalisis bagaimana putusan pengadilan terkait perjanjian pembiayaan konsumen yang dibahas. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan fakta di lapangan mengenai bagaimana bentuk dan isi perjanjian pembiayaan konsumen pada PT. BCA Finance , bagaimana tanggung jawab debitur atas hilangnya barang jaminan akibat kelalaian debitur, serta menganalisis hasil putusan pengadilan negeri terkait perjanjian pembiayaan konsumen yang dibahas.Data penelitian dianalisis dengan analisis kualitatif yang sesuai dengan deskripsi. Pengumpulan data diperoleh melalui penelitian kepustakaan, dilakukan dengan cara menginventarisasi, mempelajari dan mengaplikasikan konsep-konsep, asas-asas dan norma-norma hukum yang diperoleh dari data primer, sekunder, dan tertier ke substansi masalah penelitian iniDari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk dan isi perjanjian pembiayaan konsumen PT. BCA Finance  merupakan bentuk perjanjian yang baku/standar dan merupakan perjanjian dengan penyerahan hak milik secara fidusia di bawah tangan. Dengan adanya perjanjian pembiayaan konsumen tersebut, debitur tidak diijinkan untuk mengalihkan objek jaminan kepada pihak lain tanpa persetujuan pihak kreditur, dan atas hilangnya objek jaminan atas kesengajaan/kelalaian oleh debitur dimana mobil yang dijadikan sebagai objek jaminan dipindahtangankan oleh debitur ke pihak lain dalam bentuk sewa dan mobil tersebut hilang,serta hasil putusan Pengadilan Negeri Pontianak, yang menyatakan bahwa debitur tetap harus membayar angsuran dan seluruh tunggakan yang ada akibat perjanjian pembiayaan konsumen tersebut.Kata Kunci: perjanjian pembiayaan konsumen, putusan pengadilan negeri  ABSTRACThis study discusses how the consumer financing agreement forms at PT. BCA Finance , how the legal position and responsibility of the debtor for the destruction / loss of collateral due to the debtor's negligence, and also to analyze how court decisions related to consumer financing agreements are discussed.The research method used in this study is normative juridical research. The purpose of this study is to find facts in the field about how the form and content of consumer financing agreements at PT. BCA Finance , how the debtor's responsibility for the loss of collateral due to the debtor's negligence, and analyze the results District court decisions related to consumer financing agreements are discussed. Research data are analyzed with qualitative analysis in accordance with the description. Data collection is obtained through library research, carried out by inventorying, studying and applying the concepts, principles and legal norms obtained from primary, secondary, and tertiary data to the substance of the problem of this research. From this research, it can be concluded that the form and The contents of the PT. BCA Finance  consumer financing agreement are standard / standard forms of agreements and are agreements with the transfer of fiduciary ownership rights under the hand. With the existence of the consumer financing agreement, the debtor is not permitted to transfer the object of collateral to another party without the consent of the creditor, and for the loss of the collateral object for intentional / negligence by the debtor where the car used as collateral is transferred by the debtor to another party in the form of a lease and the car was lost, as well as the decision of the Pontianak District Court, which stated that the debtor still had to pay installments and all arrears that were due to the consumer financing agreement.Keywords: consumer financing agreements, district court decisions
PERANAN PENDAPAT AHLI MIGAS PADA TINGKAT PENYIDIKAN DALAM UPAYA MENGUNGKAP TINDAK PIDANA MINYAK DAN GAS BUMI BERDASARKAN KETENTUAN PASAL 120 KUHAP DI KALIMANTAN BARAT NIM. A2021171008, SYARIF M. TOMI FIRDAUS, SH
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk meneliti dan menggambarkan peranan pendapat ahli migas pada tingkat penyidikan dalam upaya mengungkap tindak pidana minyak dan gas bumi berdasarkan ketentuan Pasal 120 KUHAP di Kalimantan Barat. Mengingat pentingnya peranan pendapat ahli Migas dalam proses pengungkapan penyidikan tindak pidana minyak dan gas bumi ini, penulis menemukan masalah serta kendala dalam pemeriksaan ahli migas ini. Kendala yang ditemukan yaitu adalah sebagai berikut, dari segi waktu, penggunaan dana operasional dan belum terdapat tenaga ahli di Kalimantan Barat sehingga penyidik wajib melaksanakan pemeriksaan ahli ke Jakarta.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan pendapat ahli migas pada tingkat penyidikan dalam upaya mengungkap tindak pidana minyak dan gas bumi berdasarkan ketentuan Pasal 120 KUHAP di Kalimantan Barat, untuk mengetahui kendala-kendala dalam upaya mengungkap tindak pidana minyak dan gas bumi berdasarkan ketentuan Pasal 120 KUHAP di Kalimantan Barat dan untuk mengetahui upaya mengatasi kendala-kendala dalam mengungkap tindak pidana minyak dan gas bumi berdasarkan ketentuan Pasal 120 KUHAP di Kalimantan Barat.Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif ini dilakukan untuk mencari kebenaran dengan melihat asas-asas, norma hukum, serta doktrin-doktrin yang berhubung dengan penelitian yang diteliti. Sedangkan metode pendekatan yuridis empiris dipergunakan untuk mengetahui fakta empiris sehubungan dengan masalah yang diteliti.Hasil penelitian menunjukkan bahwa :1. Peranan pendapat ahli migas sebagai alat bukti yang sah.2. Peranan pendapat ahli migas untuk melengkapi petunjuk dari Jaksa.3. Peranan pendapat ahli migas berpengaruh terhadap pengambilan putusan oleh hakim.4. Peranan pendapat Ahli Minyak dan Gas Bumi untuk menentukan apakah perbuatan yang dilakukan oleh tersangka apakah melanggar ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi.Kata Kunci : Peranan pendapat ahli Migas, Penyidikan, Tindak Pidana Minyak dan Gas BumiABSTACTThis study aims to examine and describe the role of oil and gas expert opinion at the investigation level in an effort to uncover oil and gas crime based on the2provisions of Article 120 of the Criminal Procedure Code in West Kalimantan. In view of the importance of the role of oil and gas expert opinion in the process of disclosing the investigation of oil and gas crime, the author found problems and obstacles in the examination of oil and gas experts. Constraints found are as follows, in terms of time, the use of operational funds and there are no experts in West Kalimantan so that investigators must carry out expert checks to Jakarta.This study aims to find out to determine the role of oil and gas experts at the investigation level in an effort to uncover oil and gas crimes based on the provisions of Article 120 of the Criminal Procedure Code in West Kalimantan, to find out the obstacles in attempting to disclose oil and gas crimes based on Article 120 KUHAP in West Kalimantan and to find out the efforts to overcome the obstacles in disclosing oil and gas crime based on the provisions of Article 120 of the Criminal Procedure Code in West Kalimantan.This research was conducted using the normative juridical approach and empirical juridical method. This normative juridical approach is carried out to find the truth by looking at the principles, legal norms, and doctrines that relate to the research under study. While the empirical juridical approach method is used to find out empirical facts related to the problem under study.The results of the study indicate that :1. The role of oil and gas expert opinion as legal evidence.2. The role of the oil and gas expert's opinion to complete the instructions from the Prosecutor.3. The role of the oil and gas expert's opinion affects the decision making by the judge.4. The role of the opinion of the Oil and Gas Experts to determine whether the actions committed by the suspect are in violation of the criminal provisions in Law Number 22 of 2001 concerning oil and gas.Keywords : Role of opinions of Oil and Gas experts, Investigations, Oil and Gas Criminal Acts
IMPLIKASI CALON TUNGGAL DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DALAM KAITANNYA DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 100/PUU-XIII/2015 DENGAN SISTEM PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA (STUDI TERHADAP PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN LANDAK TAHUN 2017) NIM. A2021171073, SUMBERANTO TJITRA, S.H
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKTesis ini membahas tentang Implikasi Calon Tunggal Dalam Pemilihan Kepala Daerah Dalam Kaitannya Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/Puu­-XIII/2015 Dengan Sistem Pemilihan Umum Di Indonesia (Studi Terhadap Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Landak Tahun 2017). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif dan sosiologis. Dari hasil penelitian tesis ini diperoleh kesimpulan bahwa Mekanisme Tahapan Pemilihan Kepala Daerah Dengan Calon Tunggal Berdasarkan Putusan MK Nomor 100/PUU-XIII/2015 Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Kepala Daerah, Proses Pemilihan Kepala Daerah sebelum melaksanakan pemilihan kepala daerah. ada tahapan dan atau proses yang harus dilaksanakan. Proses merupakan rangkaian berbagai kegaiatan struktur yang bekerja dalam satu unit kesatuan. pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat diwilayah provinsi dan atau kabupaten kota berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar 1945 republik Indonesia, bahwa proses pelaksanaan pilkada diartikan sebagai salasatu rangkaian kegiatan pencalonan kepala daerah oleh partai maupun gabungan partai kepada komisi pemilihan umum (KPU) sebagai lembaga yang diberi wewenang prosesnya mulai dari penetapan pemilih hingga pelantikan kepala daerah. Calon tunggal yang merupakan Anggota DPR RI dari Partai PDIP, selama menjadi Anggota DPR RI menunjukkan kinerja yang dapat diterima oleh masyarakat Kabupaten Landak. Salah satu buktinya adalah calon tunggal masih diterima masyarakat saat Pilkada 2017 lalu melawan kotak kosong. Calon tunggal terhadap kualitas demokrasi menurut politisi sekaligus anggota legislatif Kabupaten Landak dengan munculnya calon tunggal, secara normatif tidak ada masalah karena adanya putusan mahkamah konstitusi nomor 100/PUU/XIII/2015 yang mengabulkan permononan atas effendi ghazali, namun secara substansi demokrasi itu berdampak buruk dikahwatirkan terhadap parpol-parpol, dan diuntungkan terhadap pasangan calon yang mempunyai modal besar untuk membayar elit-elit politik. Akibat hukum penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang hanya diikuti oleh Calon Tunggal dalam kaitannya dengan Pemilihan Kepala Daerah Di Kabupaten Landak. UU No. 8 Tahun 2015 memberikan aturan terbaru mengenai pemilihan kepala daerah, yaitu penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia. Hal tersebut dapat disimpulkan dari rumusan Pasal 3 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2015 yang berbunyi bahwa, ?Pemilihan dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.? terdapat fenomena yang terjadi di masyarakat yaitu adanya calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah. Adapun daerah tersebut adalah Kabupaten Landak Kondisi demikian menimbukan kekhawatiran secara nasional apabila merujuk kembali dalam ketentuan Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2015 bahwa pelaksanaan pemilihan dilaksanakan secara serentak yaitu pada Tahun 2017. Terhadap kondisi calon tunggal tersebut dapat disimpulkan bahwa UU No. 8 Tahun 2015 dinilai kurang antisipatif dan solutif mengantisipasi permasalahan yang muncul. Hal ini dikarenakan fenomena calon tunggal justru terjadi di awal pendaftaran dan bukan pada periode verifikasi data calon kepala daerah, sebagaimana terlihat banyaknya daerah yang hingga habis masa pendaftaran tidak memenuhi jumlah minimal dua pasangan calon kepala daerah.Kata Kunci:Implikasi, Pemilihan Kepala Daerah, Sistem pemilihan  Umum  ABSTRACTThis thesis discusses the Implications of Single Candidates in the Election of Regional Heads in Relation to the Decision of the Constitutional Court Number 100 / Puu-Xiii / 2015 with the General Election System in Indonesia (Study of the Election of Regional Head of Porcupine in 2017). The method used in this study is normative and sociological. From the results of this thesis, it can be concluded that the Stages of Regional Head Election with a Single Candidate Based on MK Decision Number 100 / PUU-XIII / 2015 Associated with Law Number 8 of 2015 concerning Election of Regional Heads, Process of Election of Regional Heads before implementing regional head elections . there are stages and or processes that must be carried out. The process is a series of various activities that work in a unit unit. the election of regional heads and deputy regional heads is a means of implementing people's sovereignty in the provincial and / or regency regions based on the Pancasila and the 1945 Republic of Indonesia constitution, that the process of implementing the elections is interpreted as a series of regional head nominations by parties or party combinations to the electoral commission (KPU) as an institution that is authorized by the process ranging from the determination of voters to the inauguration of regional heads. A single candidate who is a member of the Republic of Indonesia Parliament from the PDIP Party, as long as he is a member of the Republic of Indonesia Parliament shows the performance that can be received by the people of Landak Regency. One proof is that a single candidate was still accepted by the public when the 2017 regional election was against an empty box. The sole candidate for the quality of democracy according to politicians and legislators of Landak Regency with the appearance of a single candidate, normatively there is no problem because of the ruling of the constitutional court number 100 / PUU / XIII / 2015 which grants resonance to the ghazali effendi, but substantially democracy is badly worryed towards political parties, and benefit from pairs of candidates who have large capital to pay for political elites. The legal consequences of implementing regional head elections are only followed by Single Candidates in relation to the Election of Regional Heads in Porcupine District. UU no. 8 of 2015 provides the latest rules regarding regional head elections, namely the holding of regional head elections held simultaneously throughout Indonesia. This can be concluded from the formulation of Article 3 paragraph (1) of Law No. 8 of 2015 which states that, "Elections are held once in 5 (five) years simultaneously in the entire territory of the Unitary State of the Republic of Indonesia." there is a phenomenon that occurs in the community, namely the existence of a single candidate in regional head elections. The area is Landak Regency. This condition raises concerns nationally when referring back to the provisions of Article 3 of Law No. 8 of 2015 that the implementation of the election was held simultaneously namely in 2017. Against the conditions of the single candidate it can be concluded that Law No. 8 of 2015 is considered to be less anticipatory and the solution anticipates emerging problems. This is because the phenomenon of a single candidate actually occurs at the beginning of registration and not in the period of verification of the data of prospective regional heads, as seen in the number of regions that until the registration period expires do not meet the minimum number of two regional head candidates.Keywords: Implications, Regional Head Election, Election System
PERAN KOMISI PEMILIHAN UMUM DAERAH DALAM MEMBANGUN PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH (Studi Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Kubu Raya Tahun 2018) NIM. A2021171079, SUHARSO, S.IP
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKTesis ini membahas tentang Peran Komisi Pemilihan Umum Daerah Dalam Membangun Partisipasi Politik Masyarakat Pada Pemilihan Kepala Daerah (Studi Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Kubu Raya Tahun 2018). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Normatif Sosiologis. Kesimpulan dari tesis ini adalah Pola dan bentuk kinerja KPUD Kabupaten Kubu Raya untuk membangun partisipasi politik masyarakat pada Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Kubu Raya Tahun 2018 yaitu Melakukan Sosialisasi Ke Masyarakat Kabupaten Kubu Raya, bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat agar bersedia memberikan suaranya pada saat pemungutan suara. Kemudian Penyebaran Informasi Melalui Alat-Alat Peraga. Alat peraga yang dilakukan KPUD Kabupaten Kubu Raya yaitu .(Baliho, Poster, Pamflet, Pin, Spanduk, Stiker Pada Mobil/Motor/Rumah). Ini dilakukan oleh KPUD Kabupaten Kubu Raya Menjelang Pemilihan Kepala Daerah Di Kabupaten Kubu Raya Tahun 2018. Kemudian Program Relawan Demokrasi (Relasi). Program relawan demokrasi adalah gerakan sosial yang dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih dalam menggunakan hak pilih. Dan Sosialisasi Mobil Keliling. Upaya terkhir yang dilakukam oleh KPUD Kabupaten Kubu Raya dalam meningkatkan partisipasi pemilih masyarakat yaitu KPUD Kabupaten Kubu Raya mensosialisasikan pelaksanaan Pilpres melalui promosi mobil keliling. Minimnya partisipasinya politik masyarakat pada Pemilihan Kepala Daerah merupakan bentuk kegagalan KPUD dalam menjalankan perannya untuk membangun partisipasinya politik masyarakat di pengaruhui beberapa faktor-faktor yaitu Faktor pekerjaan (Faktor Ekonomi) : Jika di lihat dari bentuk mata pencaharian masyarakat di Kabupaten Kubu Raya yang berbeda-beda bahwasannya sebagian besar masyarakat berkerja sebagai petani sehingga lebih banyak yang menghabisan waktu di luar rumah seperti keladang berdagang berkebun dan sebagainya. Padahal dalam pelaksanaan pemilu atau pesta rakyat yang diselenggarakan seharusnya masyarakat dapat menyampaikan aspirasi politiknya dengan ikut serta menyampaikan suara dan hak pilihnya. Faktor kesadaran masyarakat : Faktor lain yang mempengaruhi kurangnya partisipasi masyarakat yaitu, dikarenakan belum adanya fasilitas pendidikan seperti perguruan tinggi di daerah tersebut sehingga mengharuskan pemuda/pemudi yang ingin melanjutkan pendidikannya pergi keluar daerah. Maka dari itu karena jauhnya jarak untuk pulang kekampung mempengaruhi tingkat kesadaran akan hak politik dan suara mereka, pemuda/pemudi lebih memilih tidak menggunakan hak suaranya (golput) dari hal tersebut berpengaruh pada kesadaran dan juga menjadi alasan untuk tidak ikut sertanya masyarakat maupun pemuda/pemudi pada pemilihan kepala daerah yang berlangsung. Sosialisasi politik : Disetiap akan dilaksanakan pilkada ataupun pemilu legislatif panitia PPS (Panitia Pemungutan Suara) selalu memberikan pemahaman ataupun sosialisasi kepada masyarakat agar ikut serta dalam pemilihan umum yang salahsatunya dengan cara memberikan surat pilih. Faktor-faktor dominan yang menyebabkan minimnya partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan daerah mempunyai korelasi langsung dengan peran KPUD Kabupaten Kubu Raya yaitu Letak Geografis yang mana Kabupaten Kubu Raya mempunyai 9 kecamatan yang tersebar dan beberapa diantaranya, daerahnya sangat susah dijangkau dan curam sekali. Jika menuju lokasi harus melewati perkebunan, jalanan berbatu-batu yang belum kena aspal, jalan yang berlobang dan jalan berkelok – kelok yang di tepi kanan kirinya terdapat jurang dan daerah perairan terpanjang di Provinsi Kalimantan Barat, letak geografis menjadi faktor penghambat KPUD Kabupaten Kubu Raya, itu dikarenakan jalan antara lokasi sosialisasi dan TPS kurang dapat dijangkau oleh masyarakat. Dikeranakan akses jalan yang belum merata di daerah perairan dan jalan-jalan yang masih banyak rusak di Kabupaten Kubu Raya. Pola Pikir Masyarakat Kabupaten Kubu Raya masih ada yang mempunyai mata pencaharian bertani dan berladang. Tidak semua kesejahteraan masyarakatnya tersebar merata oleh karena itu masih ada saja di beberapa daerah yang tingkat ekonomi dan pendidikannya masih rendah, tidak memperdulikan bahkan acuh terhadap Pada Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Kubu Raya Tahun 2018. Masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang mana KPUD Kabupaten Kubu Raya sudah berusaha untuk mengatasi masalah DPT dengan cara memberitahukan kepada masyarakat bahwa masyarakat yang belum terdaftar dalam DPT agar segara mendaftarkan dirinya ke Panitia Pemungutan Suara (PPS) di kantor desa atau kelurahan. Akan tetapi masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) selalu saja muncul, dimana masih banyak pemilih yang belum terdaftar atau sudah terdaftar tetapi tidak masuk ke DPT. Kendala Pada Saat Melakukan Sosialisasi yaitu Keterbatasan dana. Kurang antusiasnya masyarakat, yang menghadiri sosialisasi hanya pihak-pihak tertentu, seperti tokoh masyarakat, RT, dan RW. Kurang adanya kepedulian dari masyarakat seperti kelompok perempuan, khususnya ibu-ibu, pemilih pemula yang terkadang menolak pada saat akan diberikan sosialisasi. Pada saat pemberian undangan, calon pemilih tidak berada di rumah. Sikap acuh yang ditunjukkan masyarakat pada saat diberikan sosialisasi. Masyarakat beranggapan memilih maupun tidak sama saja karena tidak akan berdampak pada kehidupannya. Masyarakat lansia sulit untuk diberikan sosialisasi karena salah satu faktornya yaitu sering lupa walaupun sudah diberikan pengetahuan tentang pemilu. Kata Kunci: Peran, Komisi Pemilihan Umum Daerah, Membangun, Partisipasi Politik.  ABSTRACTThis thesis discusses the Role of the Regional Election Commission in Building Community Political Participation in the Election of Regional Heads (Study of the Election of Regional Heads of Kubu Raya in 2018). The method used in this study is the Sociological Normative approach. The conclusion of this thesis is that the pattern and form of performance of the Election Commission of Kubu Raya Regency to build community political participation in the Election of Regional Heads in Kubu Raya in 2018 is to socialize to the community of Kubu Raya Regency, aiming to increase community participation to be willing to vote at polling . Then Disseminate Information Through Teaching Aids. The props performed by the Election Commission of Kubu Raya Regency are (Billboards, Posters, Pamphlets, Pins, Banners, Stickers on Cars / Motorbikes / Houses). his was done by the Election Commission of Kubu Raya Regency Ahead of the Election of Regional Heads in Kubu Raya Regency in 2018. Then the Democratic Volunteer Program (Relations). The democratic volunteer program is a social movement intended to increase the participation and quality of voters in exercising their right to vote. And Mobile Car Socialization. The last effort carried out by the Election Commission of Kubu Raya Regency in increasing community voter participation, namely the Election Commission of Kubu Raya Regency, socialized the implementation of the Presidential Election through the promotion of mobile cars. he lack of public participation in the elections of Regional Heads is a form of failure of the Election Commission in carrying out its role to build community participation in the influence of several factors, namely employment factors (Economic Factors): If viewed from different forms of community livelihood in Kubu Raya District bahwasannya most people work as farmers so that more people run out of time outside the home such as trading in gardening and so on. Whereas in the conduct of elections or public parties held, the public should be able to convey their political aspirations by participating in conveying their votes and voting rights. Community awareness factor: Another factor that influences the lack of community participation is that there are no educational facilities such as universities in the area so that young people who want to continue their education go out of the area. Therefore, because the distance to return to the village affects the level of awareness of their political rights and voices, young people prefer not to use their voting rights (abstentions), which influences awareness and is also a reason not to participate in the community or youth. in regional elections that take place. Political socialization: Every election will be held or legislative elections PPS committee (Voting Committee) always provides understanding or socialization to the community to participate in the wrong election by giving a select letter. The dominant factors that led to the lack of community political participation in regional elections have a direct correlation with the role of the Election Commission of Kubu Raya Regency, namely the Geographical Location where Kubu Raya Regency has 9 sub-districts scattered and some of them, the area is very difficult to reach and very steep. The lack of public participation in the elections of Regional Heads is a form of failure of the Election Commission in carrying out its role to build community participation in the influence of several factors, namely employment factors (Economic Factors): If viewed from different forms of community livelihood in Kubu Raya District bahwasannya most people work as farmers so that more people run out of time outside the home such as trading in gardening and so on. Whereas in the conduct of elections or public parties held, the public should be able to convey their political aspirations by participating in conveying their votes and voting rights. Community awareness factor: Other factors If you go to the location you have to pass through plantations, rocky roads that have not been hit by asphalt, hollow roads and winding roads which have the longest ravines and water areas in West Kalimantan Province, geographical location is a factor inhibiting the KPu Raya Election Commission, because the road between the location of the socialization and the TPS is less accessible to the community. Road access that is not evenly distributed in the waters and roads that are still heavily damaged in Kubu Raya Regency is planned. The Mindset of the people of Kubu Raya Regency still has farming and farming livelihoods. Not all people's welfare is spread evenly because there are still some in some regions whose economic and education levels are still low, ignoring even indifferent to the Election of Regional Heads in Kubu Raya in 2018. Problems with Permanent Voters List (DPT) which Regency Election Commission Kubu Raya has been trying to overcome the DPT problem by telling the public that the people who have not been registered in the DPT must immediately register themselves with the Voting Committee (PPS) in the village or kelurahan office. However, the problem of the Permanent Voters List (DPT) always arises, where there are still many voters who have not been registered or have registered but have not entered the DPT. Constraints at the time of socializing namely limited funds. The lack of enthusiasm of the people, who attended the socialization were only certain parties, such as community leaders, RTs and RWs. Lack of concern from the community such as women's groups, especially mothers, beginner voters who sometimes refuse when given socialization. At the time of the invitation, prospective voters were not at home. Indifferent attitude shown by the community when given socialization. The community thinks that choosing or not is the same because it will not affect their lives. The elderly community is difficult to be given information because one of the factors is often forgetting even though they have been given knowledge about the election.Keywords: Role, Regional Election Commission, Building, Political Participation.
AKIBAT HUKUM DARI PERBEDAAN ANTARA NILAI TRANSAKSI DALAM AKTA DENGAN NILAI TRANSAKSI BERDASARKAN PENILAIAN PAJAK TERHADAP AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (Studi Di Kota Pontianak NIM. A2021171088, GAMAL SUDARTO, S.H
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKTesis Ini Membahas Tentang Akibat Hukum  Dari Perbedaan Antara Nilai Transaksi Dalam Akta Dengan Nilai Transaksi Berdasarkan Penilaian Pajak Terhadap Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (Studi Di Kota Pontianak). Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dengan pendekatan sosilogis., Adapun masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah 1.bagaimana Mekanisme Penilaian Terhadap Pembayaran Pajak Penghasilan Pengalihan Hak Atas Tanah Dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Atau Bangunan Yang Sesuai Dengan Peraturan Perundang-Undangan Yang Berlaku Di Kota Pontianak ?. 2.Bagaimana Legalitas Terhadap Pihak Pemungut Pajak Yang Menyatakan Nilai Transaksi Yang Tertuang Di Dalam PPAT Bukan Merupakan Nilai Sebenarnya ?. 3.Akibat Hukum Apa Yang Muncul Ketika Terjadi Perbedaan Antara Nilai Transaksi Dalam Akta Dengan Nilai Transaksi Berdasarkan Penilaian Pajak Terhadap Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah Di Kota Pontianak ?. Dari hasil penelitian terdapat gamabaran sementara yaitu  a. Mekanisme penilaian terhadap pembayaran pajak penghasilan pengalihan hak atas tanah dan bea perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Kota Pontianak. Penarikan atau pemungutan pajak adalah suatu fungsi yang harus dilaksanakan oleh negara sebagai suatu fungsi essensial. Di dalam Peraturan Walikota Nomor No. 4 Tahun 2012 Tentang perubahan Peraturan daerah Kota Pontianak No. 6 tentang Pajak Daerah Kota Pontianak dan Prosedur Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kota Kota Pontianak menyebutkan bahwa pembayaran BPHTB mewajibkan para wajib pajak terlebih dahulu  melakukan  verifikasi  (pemeriksaan) ke  Dinas  Pendapatan  pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah (DPPKA). Dengan adanya keharusan verifikasi berdasarkan peraturan tersebut  yang dalam hal ini Wajib Pajak bersifat pasif sistem yang dipergunakan dalam  pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan memakai system Official Essessment. Selain  melibatkan  berbagai  macam  peraturan  yang  saling  terkait  satu sama lain, pelaksanaan BPHTB juga melibatkan banyak pihak sepertiKantor Pertanahan, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Bank, Pemerintah Daerah, Pengadilan termasuk lembaga-lembaga yang ada di bawahnya. b. Legalitas terhadap pihak pemungut pajak yang menyatakan nilai transaksi yang tertuang di dalam PPAT bukan merupakan nilai sebenarnya. Legalitas BPHTB Kota Pontianak. Di Kota Pontianak, pemungutan BPHTB dilakukan oleh Pemerintah Daerah sejak Peraturan Walikota No. 76 Tahun 2012 tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTP). Penarikan BPHTB sebelum diterbitkannya Peraturan Daerah dan Perbub/Perkot terkait BPHTB, terkumpulnya BPHTB karena pihak Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau notaris serta camat yang menyetorkannya sendiri, sebab memakai sistem self assessment (wajib pajak menghitung dan membayar sendiri utang pajaknya). c. Akibat hukum yang muncul ketika terjadi perbedaan antara nilai transaksi dalam akta dengan nilai transaksi berdasarkan penilaian pajak terhadap akta pejabat pembuat akta tanah di Kota Pontianak dikarenakan adanya suatu kendala dalam pemungutan BPHTB yaitu  Database dimana  luas tanah dan bangunan menjadi nilai yang tidak akurat , Sumber Daya Manusia dimana wajib pajak belum memahami cara pembayaran dengan sistem self assessment sehingga banyak dibantu dengan petugas pajak, Nilai Transaksi dimana   Penerimaaan BPHTB sangat dipengaruhi oleh penerimaan nilai transaksi berdasarkan harga pasar yang terjadi.  Jadi dalam hal ini belum ada daerah yang melakukan penyesuaian data NJOP dengan harga pasar.Nilai NPOPTKP  dianggap  daerah  masih  terlalu  tinggi,  sehingga  penerimaan daerah menjadi berkurang.Kata Kunci : Perbedaan, Nilai Transaksi, Penilaian Pajak.  ABSTRACTThis Thesis discusses the legal consequences of the difference between the value of the transaction in the deed and the value of the transaction based on the tax assessment of the deed of the official land deed maker (study in Pontianak). This study uses a normative approach with a sosilogis approach. The problems taken in this study are 1. How is the mechanism for evaluating income tax payments for the transfer of land rights and the acquisition fees for land and building rights that are in accordance with the laws and regulations applicable in Pontianak City? 2. What about the legality of tax collectors who state the value of the Transaction contained in the PPAT is not the actual value? 3. What Legal Impact arises when there is a difference between the value of the transaction in the deed and the value of the transaction based on the tax assessment of the deed of the official land deed maker in Pontianak? From the results of the study there is a temporary picture, namely a. The mechanism of evaluation of the payment of income tax transfer of land rights and fees for the acquisition of land and or building rights in accordance with the laws and regulations in force in the City of Pontianak. Tax withdrawal or collection is a function that must be carried out by the state as an essential function. In Mayor Regulation No. 4 of 2012 concerning amendments to the Pontianak City Regional Regulation No. 6 regarding Pontianak City Regional Taxes and Procedures for Collection of Acquisition Fees for Land and Building Rights in the City of Pontianak states that BPHTB payments require taxpayers to first verify (check) with the Regional Financial and Asset Management Revenue Service (DPPKA). With the necessity of verification based on the regulation, in this case the Taxpayer is a passive system which is used in collecting the Acquisition Fee for Land and Building rights using the Official Essessment system. In addition to involving various kinds of regulations that are interrelated with each other, the implementation of BPHTB also involves many parties such as the Land Office, Notary Public, Land Deed Making Officer (PPAT), Banks, Regional Governments, Courts including the institutions below. b. The legality of the tax collector stating the value of the transaction contained in the PPAT is not the actual value. Legality of BPHTB Pontianak City. In Pontianak City, the collection of BPHTB was carried out by the Regional Government since Mayor's Regulation No. 76 of 2012 concerning Systems and Procedures for Collecting Fees for Acquisition of Land and Building Rights (BPHTP). Withdrawal of BPHTB prior to the issuance of Regional Regulations and Perbub / Perkot related to BPHTB, the collection of BPHTB due to the Land Deed Making Officer (PPAT) or notary public and sub-district heads who deposited it themselves, because they used a self assessment system (taxpayers calculate and pay their own tax debt). c. Legal consequences that arise when there is a difference between the value of the transaction in the deed with the transaction value based on a tax assessment of the deed of the land deed official in Pontianak due to an obstacle in the collection of BPHTB namely Database where the area of land and buildings becomes an inaccurate value, Human Resources where taxpayers do not yet understand how to pay with a self-assessment system so that a lot is assisted by tax officials, Transaction Value where the Acceptance of BPHTB is strongly influenced by the receipt of transaction value based on market prices that occur. So in this case there are no regions that have made adjustments to NJOP data with market prices. NPOPTKP values are considered to be too high, so that regional revenues are reduced.Keywords: Difference, Transaction Value, Tax Assessment.

Page 3 of 54 | Total Record : 535


Filter by Year

2009 2019


Filter By Issues
All Issue Vol 4, No 4 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 4, No 4 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 4, No 4 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 9, No 2 (2015): Jurnal Nestor - 2015 - 2 Vol 8, No 1 (2015): Jurnal Nestor - 2015 - 1 Vol 4, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 4 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 3 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 5 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 4 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 3 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 8, No 1 (2012): Jurnal Nestor - 2012 - 1 Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 7, No 2 (2010): Jurnal Nestor - 2010 - 2 Vol 7, No 1 (2010): Jurnal Nestor - 2010 - 1 Vol 6, No 2 (2009): Jurnal Nestor - 2009 - 2 Vol 6, No 1 (2009): Jurnal Nestor - 2009 - 1 More Issue