cover
Contact Name
Oscar Lontoh
Contact Email
oscarlontoh@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
oscarlontoh@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen
ISSN : 27227421     EISSN : 2722662x     DOI : -
Core Subject : Religion, Education,
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen merupakan wadah publikasi hasil penelitian teologi yang dilakukan oleh setiap dosen dari berbagai Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen di Indonesia, praktisi Kristen, teolog, yang ingin berkontribusi bagi kemajuan pemikiran Kristen di Indonesia secara khusus. THRONOS diterbitkan oleh Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen di Indonesia. Focus dan Scope penelitian THRONOS adalah: Teologi Biblikal Teologi Sistematika Teologi Praktika Teologi Kontekstual Teologi Historika Misiologi THRONOS menerima artikel dari dosen dan para praktisi teologi yang ahli di bidangnya, dari segala institusi teologi yang ada, baik dari dalam maupun luar negeri. Artikel yang telah memenuhi persyaratan akan dinilai kelayakannya oleh reviewer yang ahli di bidangnya melalui proses double blind-review. THRONOS terbit dua kali dalam setahun, yakni Juni dan Desember.
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 1: Desember 2023" : 7 Documents clear
Etika Kristen di tengah Dinamika Politik Praktis: Merevitalisasi Nilai-Nilai Agama dalam Praktik Politik Kontemporer Fereddy Siagian; Yonatan Alex Arifianto
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 5, No 1: Desember 2023
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55884/thron.v5i1.68

Abstract

Artikel ini merupakan sebuah kajian teologis mengenai nilai agama, khususnya kekristenan, dalam menghidupi perilaku berpolitik secara praktis. Ada kecenderungan yang memperlihatkan praktik non-etis dalam berpolitik. Tujuan kajian ini untuk mempertegas etika Kristen merevitalisasi fungsi agama dalam perilaku politik umat.
Fungsi Silsilah dalam Budaya Sabu dan Perjanjian Lama: Sebuah Studi Komparasi sebagai Upaya Konstruksi Berteologi Kontekstual di Gereja Masehi Injili di Timor Mega Kristin Haba; Gabriella T. Yohanessa
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 5, No 1: Desember 2023
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55884/thron.v5i1.66

Abstract

This article explores the concept and function of genealogy in Sabu tribal culture compared to genealogy in the Old Testament. By using qualitative research methods and through critical contextualization theory according to Paul G. Hiebert, we found that genealogies in Sabu tribal culture have both similarities and differences with Old Testament genealogies, which can be a contribution to efforts to theology in the church, especially GMIT. Some of the points found are that genealogy functions as a learning medium that the beginning and continuation of everything is from God, which can be used as a narrative in cultural and linguistic month worship that carries the local wisdom of the tribes in GMIT; genealogy is a reminder of the connectedness of humans with fellow creatures, which can be used as one of the results of the contextual eco-theology of the Sabu tribe that humans and other creatures are not just fellow creatures but brothers and sisters who are connected; genealogy as a medium for passing on values and solidarity between people, which can be compared to the metaphorical concept of the family of God in GMIT; pedigree shows equality between men and women which opens up space for men and women to be involved in any service without gender discrimination.  AbstrakArtikel ini bertujuan menggali konsep dan fungsi silsilah dalam budaya suku Sabu yang dikomparasikan dengan silsilah dalam Perjanjian Lama. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan melalui teori kontekstualisasi kritis menurut Paul G. Hiebert, kami menemukan bahwa silsilah dalam budaya suku Sabu memiliki kesamaan sekaligus perbedaan dengan silsilah Perjanjian Lama, yang dapat menjadi sumbangan bagi upaya berteologi dalam gereja, khususnya GMIT. Beberapa poin yang ditemukan yakni silsilah berfungsi sebagai: media pembelajaran bahwa permulaan dan keberlangsungan segala sesuatu adalah dari Tuhan, yang dapat dijadikan sebagai narasi dalam ibadah bulan budaya dan bahasa yang mengusung kearifan lokal suku-suku di GMIT; silsilah menjadi pengingat akan keterhubungan manusia dengan sesama ciptaan, yang dapat  dijadikan sebagai salah satu hasil ekoteologi kontekstual dari suku Sabu bahwa manusia dan ciptaan yang lain bukan hanya sesama ciptaan tetapi saudara yang saling terhubung; silsilah sebagai media pewarisan nilai dan solidaritas antar sesama, yang dapat disejajarkan dengan konsep metafora keluarga Allah dalam GMIT; silsilah menunjukkan kesetaraan laki-laki dan perempuan yang membuka ruang bagi laki-laki dan perempuan untuk terlibat dalam pelayanan apapun tanpa diskriminasi  gender.
Perjumpaan Doktrin Trinitas Kristen dan Prinsip Tritangtu: Sebuah Tawaran Berteologi secara kontekstual dalam Masyarakat Sunda Dedanimrod Simatupang
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 5, No 1: Desember 2023
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55884/thron.v5i1.82

Abstract

This article offers an encounter between the doctrine of the Christian trinity and the Sunda tritangtu as a form of theology contextualization. Using qualitative methods, this article elaborates on Pierce Taylor Hibbs’ research, which explains the trinity-like language, and Jakob Sumardjo’s publications, which explain Sundanese culture. Stephen B. Bevans’ translation model is used critically for contextualizing trinity and tritangtu. From the theory used, the Hibbs’ nature of language, which consists of speaker, speech, and breath, can translate each other in encounters with the tritangtu Sunda, which consists of ucap, tekad, and lampah. It is hoped that this contextualization offer will be able to help churches serving in the Sundanese area to be able to explain Christian doctrine, specifically the trinity in the context of Sundanese society, and help Christianity to understand the doctrine of the trinity from a new perspective, namely through the language and culture of Indonesian. AbstrakArtikel ini menawarkan suatu perjumpaan antara doktrin trinitas Kristen dengan tritangtu Sunda sebagai suatu bentuk kontekstualisasi teologi. Dengan menggunakan metode kualitatif, artikel ini mengelaborasi penelitian Pierce Taylor Hibbs yang menjelaskan trinitas dalam natur bahasa dan publikasi Jakob Sumardjo yang menjelaskan budaya Sunda. Model terjemahan milik Stephen B. Bevans dipergunakan secara kritis sebagai model kontekstualisasi trinitas dan tritangtu. Dari teori yang ada, natur bahasa Hibbs yang terdiri dari speaker, speech, dan breath dapat saling menerjemahkan saat bertemu dengan asas atau prinsip tritangtu Sunda yang terdiri dari ucap, lampah, dan tekad. Tawaran kontekstualisasi ini diharapkan mampu menolong gereja-gereja yang melayani di tatar Sunda untuk dapat menjelaskan doktrin kekristenan, secara khusus trinitas dalam konteks masyarakat Sunda, serta menolong kekristenan untuk memahami doktrin trinitas dengan cara pandang baru, yakni dengan bahasa dan budaya lokal Indonesia.  
Rotan dan Pembentukan Karakter: Sebuah Kajian Teologis Kata מוסר (mū·sār) dalam Amsal 23:13 Aska Aprilano Pattinaja; Farel Yosua Sualang
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 5, No 1: Desember 2023
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55884/thron.v5i1.81

Abstract

Proverbs 23:13 is specific advice for parents on how to raise their children. Nowadays, educating children using rattan is considered old-fashioned and uncivilized. Scholars argue that the interpretation of Proverbs 23:13 about educating children through beating with rattan needs to be revised in their understanding. This polemic has resulted in multiple interpretations in the context of this verse, thus obscuring the true meaning or purpose of this text, especially in addition to the limited Indonesian vocabulary of the term מוסר (mū-sār). The interpretation of the text מוסר (mū-sār) is also in many discussions often translated partially in their respective contexts and applications so that it cannot provide a comprehensive explanation. By using qualitative research methods, hermeneutic exegesis to explain the meaning of the text מוסר (mū-sār) as a loving act of correction and discipline aimed at the formation of children's character. This article finds a continuous relationship between the stages of upbringing, correction, and discipline as a cycle that can be applied in child rearing, where upbringing provides information and knowledge, correction will evaluate the results of the application of upbringing in the child's growth and development, and discipline is a punishment given so that the child gets a deterrent effect and is aware of his mistakes, The results of this study can be an input for many Christian educators, counselors and parents on how to apply Alktabiah discipline to children. AbstrakAmsal 23:13 adalah bagian nasihat yang secara khusus dari orang tua dalam mendidik anaknya. Sekarang ini, mendidik anak dengan menggunakan rotan, dianggap sebagai cara kuno dan tidak beradab. Para ahli berpendapat bahwa penafsiran Amsal 23:13 tentang mendidik anak lewat memukul dengan rotan adalah keliru dalam penafsiran mereka. Polemik ini menghasilkan multitafsir dalam konteks ayat ini, sehingga mengaburkan makna atau tujuan sebenarnya dari kata ini, apalagi di tambah dengan penggunaan kosa kata bahasa Indonesia yang terbatas dalam membahasakan istilah מוסר (mū·sār). Penafsiran kata מוסר (mū·sār) juga dalam banyak pembahasan sering diterjemahkan secara parsial dalam konteks dan penerapan masing-masing sehingga tidak bisa memberikan penejelasan secara komprehensif. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, hermeneutik eksegese untuk menjelaskan makna kata מוסר (mū·sār) sebagai tindakan didikan koreksi dan pendisiplinan yang penuh kasih dan bertujuan untuk pembentukan karakter anak. Artikel ini menemukan adanya hubungan berkesinambungan antara tahapan didikan, koreksi dan disiplin sebagai sebuah siklus yang dapat diterapkan dalam pola asuhan anak, di mana didikan memberikan informasi dan pengetahuan, koreksi akan mengevaluasi hasil penerapan didikan dalam tumbuh kembang anak, dan disiplin merupakan hukuman yang diberikan agar anak mendapat efek jera dan sadar akan kesalahannya, Hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan bagi banyak pendidik Kristen, konselor dan orang tua bagaimana seharusnya menerapkan disiplin Alktabiah kepada Anak. 
Mendengarkan Suara Senyap: Hermeneutika Feminis Trauma pada Kisah Pelecehan Seksual Tamar dalam 2 Samuel 13: 1-22 Donald Steven Keryapi; Jeslin Simatupang
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 5, No 1: Desember 2023
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55884/thron.v5i1.88

Abstract

This article aims to show that Tamar's narrative of sexual violence can be read again from the perspective of unspoken hermeneutics as a form of Tamar's efforts, which are claimed to be a way out of the traumatic event to recovery. I used a research method with a qualitative approach through a hermeneutical study of the text 2 Samuel 13: 1-22 with a Trauma hermeneutics approach, namely unspoken hermeneutics. I divide the paper into several parts; first, trauma hermeneutics is an attempt to construct trauma theologically. Second, the hermeneutics of trauma on 2 Samuel 13: 1-22; third, hearing the injured body: the construction of trauma from rereading Tamar's story as a story of unspoken trauma and ending with a conclusion. In this research, it was found that rereading Tamar's story as a story of unspoken trauma can provide a new theological framework for victims who have experienced trauma so that unspoken trauma produces new meaning. My argument in this article is that the narrative of Tamar's sexual abuse in 2 Samuel 13: 1-22 can be re-read from the perspective of a hermeneutics of the unsayable, which is put into dialogue with feminist theory to reproduce the voice of Tamar's body which was forced to remain silent after sexual violence.  AbstrakTulisan ini bertujuan untuk memperlihatkan narasi kekerasan seksual Tamar dapat dibaca kembali dari perspektif hermeneutika tak tertutur sebagai bentuk usaha  Tamar yang diklaim sebagai jalan keluar dari peristiwa Traumatis kepada pemulihan. Saya menggunakan metode penelitian dengan pendekatan kualitatif melalui studi hermeneutika atas teks 2 Samuel 13: 1-22 dengan pendekatan hermeneutika Trauma yaitu hermeneutika tak terutur. Saya membagi karya tulis dalam beberapa bagian, pertama, hermeneutika trauma sebagai sebuah usaha mengkonstruksi trauma secara teologis. Kedua, hermeneutika trauma atas 2 Samuel 13: 1-22, ketiga, mendengar tubuh yang terluka: konstruksi trauma dari pembacaan ulang atas kisah Tamar sebagai kisah trauma tak tertutur dan diakhiri dengan kesimpulan. Pada penelitian ini ditemukan bahwa pembacaan ulang kisah Tamar sebagai kisah trauma tak tertutur dapat memberi kerangka teologis yang baru atas korban yang mengalami trauma, sehingga trauma yang tak tertutur menghasilkan makna yang baru. Argumentasi saya dalam artikel ini ialah bahwa narasi pelecehan seksual Tamar dalam 2 Samuel 13: 1-22 dapat dibaca kembali dalam perspektif hermeneutika tak tertutur(hermeneutics of unsayable) yang didialogkan dengan teori feminis untuk meperdengarkan kembali suara tubuh tamar yang dipaksa untuk diam pasca kekerasan seksual. 
You only Live once (Yolo) dalam Perspektif Iman Kristen: Menemukan Keseimbangan antara Menikmati Kehidupan Dunia dan Memperoleh Kehidupan yang Kekal Nofrita Sari Gea; Erastus Sabdono
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 5, No 1: Desember 2023
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55884/thron.v5i1.87

Abstract

In the era of globalization, human lifestyles are influenced by the currents of global change. This article addresses the phenomenon of YOLO (You Only Live Once), which is becoming increasingly popular in modern society. While it encourages an appreciation for life, there is also a prevalent negative interpretation of YOLO, particularly among the younger generation. This research aims to explore the perceptions of Christian believers regarding the concept of YOLO and how the Christian faith perspective aids in achieving a balance between worldly living and preparation for eternal life. A qualitative research method employing a literature review approach is utilized to analyze the definition, integration with Christian values, and practical applications of YOLO in the daily lives of Christian believers. The findings underscore the significance of cherishing life by honoring God and preparing for the eternal. From a Christian faith perspective, life serves as a preparation for an existence alongside God after death, necessitating a judicious application of YOLO in every choice and action. AbstrakDalam era globalisasi, gaya hidup manusia terpengaruh oleh arus perubahan global. Artikel ini membahas fenomena YOLO (You Only Live Once) yang semakin populer di kalangan masyarakat modern. Meskipun mengajak untuk menghargai kehidupan, interpretasi negatif dari YOLO juga marak, terutama di kalangan generasi muda. Tujuan penelitian adalah menggali persepsi umat Kristen terkait konsep YOLO dan bagaimana pandangan iman Kristen membantu mencapai keseimbangan antara kehidupan dunia dan persiapan untuk kehidupan kekal. Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi pustaka digunakan untuk menganalisis definisi, integrasi dengan nilai-nilai Kristen, dan aplikasi praktis dari YOLO dalam kehidupan sehari-hari umat Kristen. Hasil penelitian menunjukkan pentingnya menghargai kehidupan dengan memuliakan Tuhan dan mempersiapkan diri untuk kehidupan kekal. Dalam perspektif iman Kristen, hidup ini adalah persiapan untuk kehidupan bersama Tuhan setelah kematian, membutuhkan penggunaan bijak dari YOLO dalam setiap pilihan dan tindakan.  
Memaknai Kekerasan Ilahi dalam Narasi Air Bah: Sebuah Kajian atas Kejadian 6:1-9:19 Kornelius Andrian Roma Lumbanbatu
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 5, No 1: Desember 2023
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55884/thron.v5i1.78

Abstract

Contemporary intellectuals often criticize the flood narrative (Gn. 6:1-9:19) due to the content of violence in it. In the face of these critiques, I argue for a position that perceives the violence of the flood narrative in a positive light. I defend this argument through a threefold explanation constructed by library research on three exegetical works highlighting the divine violence in the flood narrative—each written by Emanuel G. Singgih, Merilyn E. K. Clark, and Stephen M. Wilson, respectively. The first part contains a detailed exposition of the aforementioned works. The second part contains my analysis of these works based on Eric A. Seibert’s typology of approaches to divine violence and Christian Horfreiter’s propositions of Christian faith. The third part contains a Christian response to the flood narrative that I formulated by considering the tension between the theological imagination of Christianity and the authors of the Old Testament. Eventually, this article offers the celebration of divine violence as a response to the critics of the flood narrative.AbstrakNarasi air bah (Kej. 6:1-9:19) kerap menuai kritik dari para intelektual kontemporer akibat muatan kekerasan yang terkandung di dalamnya. Di hadapan kritik-kritik tersebut, saya mengargumenkan posisi yang memandang kekerasan dalam narasi air bah secara positif. Saya mempertahankan argumen ini melalui penjelasan bercabang tiga yang disusun dengan kajian pustaka atas tiga karya tafsir yang menyoroti kekerasan ilahi dalam narasi air bah—masing-masing dari Emanuel G. Singgih, Merilyn E. K. Clark, dan Stephen M. Wilson. Bagian pertama berisi paparan mendalam atas ketiga karya tafsir tersebut. Bagian kedua berisi analisis saya atas ketiganya dengan menggunakan tipologi pendekatan terhadap kekerasan ilahi dari Eric A. Seibert dan proposisi iman Kristen dari Christian Horfreiter. Bagian ketiga berisi sebuah respons Kristiani pada narasi air bah yang saya rumuskan dengan mempertimbangkan ketegangan antara imajinasi teologis Kekristenan dan para penulis Perjanjian Lama. Akhirnya, artikel ini menawarkan sikap merayakan kekerasan ilahi sebagai respons bagi para kritikus narasi air bah. 

Page 1 of 1 | Total Record : 7