cover
Contact Name
Oscar Lontoh
Contact Email
oscarlontoh@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
oscarlontoh@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen
ISSN : 27227421     EISSN : 2722662x     DOI : -
Core Subject : Religion, Education,
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen merupakan wadah publikasi hasil penelitian teologi yang dilakukan oleh setiap dosen dari berbagai Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen di Indonesia, praktisi Kristen, teolog, yang ingin berkontribusi bagi kemajuan pemikiran Kristen di Indonesia secara khusus. THRONOS diterbitkan oleh Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen di Indonesia. Focus dan Scope penelitian THRONOS adalah: Teologi Biblikal Teologi Sistematika Teologi Praktika Teologi Kontekstual Teologi Historika Misiologi THRONOS menerima artikel dari dosen dan para praktisi teologi yang ahli di bidangnya, dari segala institusi teologi yang ada, baik dari dalam maupun luar negeri. Artikel yang telah memenuhi persyaratan akan dinilai kelayakannya oleh reviewer yang ahli di bidangnya melalui proses double blind-review. THRONOS terbit dua kali dalam setahun, yakni Juni dan Desember.
Articles 61 Documents
Pentingnya Memahami Soteriologi Paulus dan Yakobus Erwin Tonius Zai
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 2, No 1 (2020): Desember 2020
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (521.769 KB) | DOI: 10.55884/thron.v2i1.16

Abstract

Salvation must be the most extensive subject in the Bibel. Salvation in the concept of the Apostles Paul dan James is very worthy of study considering that the two New Testament writers have given emphasis and description of salvation. In addition, the concept of salvation is a primary doctrine that is the dogmatic guide for the church. An understanding of salvation is always associated with these two New Testament writer's accounts. Paul emphasized that faith is the means to experience salvation. Meanwhile, James emphasizes work as the fruit of faith which is evidence of a person being saved. Hopefully, this article will contribute to the reader and answer the confusion over the misunderstanding of the concept of salvation between Paul and James.AbstrakKeselamatan harus menjadi pokok bahasan yang paling luas dalam Alkitab. Kese-lamatan dalam konsep Rasul Paulus dan Yakobus sangat layak untuk dikaji mengingat kedua penulis Perjanjian Baru ini telah memberikan penekanan serta gambaran tentang keselamatan. Selain itu konsep keselamatan merupakan doktrin primer yang menjadi pegangan dogmatika bagi gereja. Pemahaman tentang keselamatan selalu dihubungan dengan kedua catatan-catatan penulis Perjanjian Baru ini. Paulus menekankan iman yang menjadi sarana untuk mengalami keselamatan. Sedangkan Yakobus menekankan perbuatan sebagai buah dari iman yang adalah bukti dari orang yang sudah diselamatkan. Artikel ini semoga memberikan kontribusi kepada pembaca serta menjawab kebingunggan atas kekeliruan dalam memahami konsep keselamatan antara Paulus dan Yakobus. 
Pandangan Gereja di Indonesia terhadap Perjanjian Pra-Nikah Frederich Oscar L. Lontoh; Hendrick Lusikooy; Jonathan Octavianus
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 1, No 1 (2019): Desember 2019
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (463.177 KB) | DOI: 10.55884/thron.v1i1.8

Abstract

Prenuptial agreement has been implemented for a long time in Indonesia, mainly by couples from middle and upper socioeconomic strata. It is a common legal step taken before marriage, and establishes the property and financial rights of each spouse in the event of a divorce. Nowadays, the rapid growth and development in all fronts of human life, particularly in information and communication, make people more aware about this agreement, both in Christian and non-Christian couples. The high divorce rate that affects the integrity of family life and the well-being of children, is one of the reasons that increases couples to bind themselves in this agreement. Prenuptial agreement avoid arguments in case of divorce and can also be used to protect spouses from disputes. The method used is a qualitative method using interviews with several informants who are considered eligible to obtain valid data. The conclusion of the Understanding of the Pastors reached 75% stating disagree of the Premarital Agreement in Christian marriage and the conclusion of lay Christians is that up to 50% disagree with the Premarital Agreement in Christian marriage. Facing the increasing tendency of people performing this marriage prenuptial agreement, church leaders need to better understand this agreement, so that they can explain it to Christian couples who are planning  AbstrakPerjanjian pranikah telah lama diterapkan di Indonesia, terutama oleh pasangan dari strata sosial ekonomi menengah ke atas. Ini adalah langkah hukum umum yang diambil sebelum menikah, dan menetapkan hak milik dan keuangan masing-masing pasangan jika terjadi perceraian. Saat ini, pertumbuhan dan perkembangan yang cepat di semua bidang kehidupan manusia, khususnya dalam informasi dan komunikasi, membuat orang lebih sadar tentang perjanjian ini, baik dalam pasangan Kristen dan non-Kristen. Tingkat perceraian yang tinggi yang mempengaruhi integritas kehidupan keluarga dan kesejahteraan anak-anak, adalah salah satu alasan yang meningkatkan pasangan untuk mengikat diri dalam perjanjian ini. Perjanjian pranikah menghindari argumen jika terjadi perceraian dan juga dapat digunakan untuk melindungi pasangan dari perselisihan. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan menggunakan wawancara dengan beberapa informan yang dianggap memenuhi syarat untuk mendapatkan data yang valid. Kesimpulan dari Pemahaman Para Pendeta mencapai 75% yang menyatakan tidak setuju atas Perjanjian Pranikah dalam pernikahan Kristen dan kesimpulan dari umat Kristen awam adalah bahwa hingga 50% tidak setuju dengan Perjanjian Pranikah dalam pernikahan Kristen. Menghadapi kecenderungan yang semakin meningkat dari orang-orang yang melakukan perjanjian pranikah pernikahan ini, para pemimpin gereja perlu lebih memahami perjanjian ini, sehingga mereka dapat menjelaskannya kepada pasangan Kristen yang merencanakan pernikahan mereka. 
Ekualitas antara Laki-laki dan Perempuan: Upaya Mereduksi Kekerasan secara Domestik Firman Panjaitan; Kalis Stevanus
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 1, No 2 (2020): Juni 2020
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (370.638 KB) | DOI: 10.55884/thron.v1i2.3

Abstract

The phenomenon of violence against wives in the household is often seen in the unbalanced application of the problem of sexual division of labor. In eastern societies, this has been seen as common and normal; but if we want to look deeper, it turns out this actually creates an imbalance in the duties and roles of husband and wife in the household. This paper aims to highlight the above, while at the same time to criticizing it etically-theologically. To support this research, the method used is Literary Research especially by examining the various views that support every effort to solve problems related to domestic violence. Through sufficient critical and analytical discussion, it was finally found that violence against wives within the household sphere needs to be eliminated and replaced with a correct understanding of the position alignment between husband and wife. There is no longer a pattern of ordination-subordination relations, because the two are the same and parallel. Thus, the terminology that needs to be developed in building relationships in the family is alignment, in order to eliminate acts of violence in the family.Abstrak: Fenomena kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga seringkali terlihat dalam pemberlakuan yang tidak seimbang dalam masalah pembagian kerja secara seksual. Dalam masyarakat timur, hal ini sudah dipandang biasa dan lumrah; namun jika mau meninjau lebih dalam lagi ternyata hal ini justru menimbulkan ketidakseimbangan tugas dan peran suami-istri dalam rumah tangga. Tulisan ini hendak menyoroti hal tersebut di atas, sekaligus mengkritisinya secara etis-teologis. Untuk menunjang penelitian tersebut, maka metode yang digunakan adalah studi kepustakaan khususnya dengan meneliti berbagai macam pandangan yang menunjang setiap upaya untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan kekerasan domestik. Melalui pembahasan yang cukup kritis dan analitis, akhirnya dijumpai bahwa kekerasan terhadap istri dalam lingkup rumah tangga perlu dihapuskan dan digantikan dengan pemahaman yang benar mengenai kesejajaran posisi antara suami dan istri. Tidak ada lagi pola hubungan ordinasi-subordinasi, karena keduanya adalah sama dan sejajar. Dengan demikian terminologi yang perlu untuk ditumbuhkembangkan dalam membangun hubungan dalam keluarga adalah kesejajaran, agar bisa menghilangkan tindakan kekerasan dalam keluarga.
Membangun Pola Pengajaran melalui Mezbah Keluarga sebagai Gaya Hidup Keluarga Kristen Masa Kini Paulus Kunto Baskoro; Hardi Budiyana
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 2, No 2: Juni 2021
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (445.245 KB) | DOI: 10.55884/thron.v2i2.24

Abstract

Family is the best place for education. Good education for fathers, mothers and especially for children. Because children are an inheritance for the next family. What happens in family life become a patron for orther families. A strong family will build a strong church, a strong church will bulid a strong country. Many people underestimate an education in the family. So that it cannot be denied that there are so many Chirstian families that have experienced destruction because they do not have a correct teaching pattern. Education in the family must be built with the best teaching patterns. The family altar is one of the best patterns of family education. This is important to understand and imply in today’s family life into a lifestyle to build teaching patterns. This writing uses a descriptive literature method to provide and ideal description of the teaching pattern in the family through the family altar for each heart. With an end goal. First, every family realizes how important the family altar is to be part of Christian family ecudation; Second, the entire Christian family applies this pattern of teaching to the family which becomes a divine inheritance for all of its descendants; Third, the formation of a strong Christian family and a strong spiritual life, because is hat the best teaching pattern through the family prayer altar. AbstrakKeluarga menjadi tempat yang terbaik bagi sebuah pendidikan. Baik pendidikan bagi bapak, ibu dan terlebih bagi anak-anak. Sebab anak-anak adalah warisan bagi keluarga selan-jutnya. Apa yang terjadi dalam kehidupan keluarga menjadi sebuah patron bagi keluarga yang lain. Keluarga yang kuat akan membangun sebuah gereja yang kuat, gereja yang kuat akan membangun sebuah negara yang kuat. Banyak orang menganggap sepele sebuah pendidikan dalam keluarga. Sehingga tidak bisa dipungkiri banyak sekali keluarga-keluarga Kristen yang mengalami kehancuran karena tidak memiliki sebuah pola pengajaran yang benar. Pendidikan dalam keluarga harus dibangun dengan sebuah pola pengajaran yang terbaik. Mezbah keluarga menjadi salah satu pola yang terbaik dalam pendidikan keluarga. Hal ini penting untuk dipahami dan diimplikasikan dalam kehidupan keluarga masa kini menjadi sebuah gaya hidup membangun pola pengajaran. Penulisan ini menggunakan metode diskriptif literatur untuk memberikan pemapa-ran yang ideal tentang pola pengajaran dalam keluarga melewati mezbah keluarga setiap hati. Dengan sebuah tujuan akhirnya Pertama, setiap keluarga menyadari betapa pentingnya mezbah keluarga menjadi bagian pendidikan keluarga Kristen; Kedua, seluruh keluarga Kristen menerap-kan pola pengajaran tersebut dalam keluarga yang menjadi sebuah warisan ilahi bagi seluruh keturunannya; Ketiga, terbentukanya keluarga Kristen yang kuat dan kehidupan rohani yang kokoh, karena memiliki pola pengajaran terbaik lewat mezbah doa keluarga. 
Misi dan Dialog Iman pada Ruang Virtual: Sebuah Model Reflektif Yohanes 3:1-21 Fransiskus Irwan Widjaja; Harls Evan R. Siahaan
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 2, No 1 (2020): Desember 2020
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (433.81 KB) | DOI: 10.55884/thron.v2i1.17

Abstract

The church service activities, including missions, experience increasingly complex challenges, especially entering a pandemic era in this digital era. The limited physical space due to the pandemic has forced almost all church activities to be carried out through virtual media, including mission activities. Meanwhile, in virtual space, or the virtual world created by internet media, all limitations can be broken through, so that everyone can visit any place in all parts of the world through digital technology. The effect is that there are no longer barriers between regions and places so that all information can be freely accessed, the excesses are disrupted which often results in a social and political uproar. The church should be able to use this borderless medium to share its faith in a dialogical manner, without having to follow the flow of disruption. This article offers an idea of creating a dialogue space in the context of a virtual space mission. The method used is a descriptive analysis of the narrative of John 3:1-21. As a result, the narration of the text is a model of friendly dialogue between religious leaders. In conclusion, the mission can take the model of the dialogue of Jesus and Nicodemus which is carried out in a virtual space by utilizing digital media.AbstrakKegiatan pelayanan gerejawi, termasuk misi, mengalami tantangan yang semakin kompleks, terlebih memasuki masa pandemi di era digital ini. Terbatasnya ruang gerak secara fisik akibat pandemi telah memaksa hampir semua kegiatan gereja dilakukan melalui media virtual, termasuk kegiatan misi. Sementara di ruang virtual, atau dunia maya yang tercipta oleh media internet, semua keterbatasan dapat diterobos, sehingga semua orang dapat mengunjungi setiap tempat di seluruh belahan bumi melalui teknologi digital. Efeknya, tidak adanya lagi pembatas antarwilayah dan tempat membuat semua informasi pun dapat diakses secara bebas, eksesnya terjadi disrupsi yang kerap mengakibatkan kegaduhan sosial hingga politik. Gereja seharusnya dapat menggunakan media tanpa batas ini untuk membagi imannya secara dialogis, tanpa harus mengikuti arus disrupsi. Artikel ini menawarkan sebuah pemikiran menciptakan sebuah ruang dialog dalam rangka bermisi pada ruang virtual. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis naratif Yohanes 3:1-21. Hasilnya, narasi teks tersebut merupakan model dialog pemimpin agama yang dilakukan secara ramah. Kesimpulannya, misi dapat mengambil model dialog Yesus dan Nikodemus yang dilakukan pada ruang virtual dengan memanfaatkan media digital.
Teologi Misi sebagai Teologi Amanat Agung Fransiskus Irwan Widjaja; Daniel Ginting; Sabar Manahan Hutagalung
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 1, No 1 (2019): Desember 2019
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (408.537 KB) | DOI: 10.55884/thron.v1i1.9

Abstract

From the beginning of human creation, God's call never changes. Since the first man fell into sin, God has continued to take the initiative to look for the lost, from the old covenant to the new covenant and even himself sent, but to this day, the world is still not evangelized. Jesus himself was present for three and a half years, and sent twelve disciples, even the calling and commission of the Great Commission was continued by the church and believers, but from the facts and facts, the world was still not entirely accessible. After two thousand years, the call and commission of the Great still cannot be fulfilled. This article is a reflective study using a hermeneutical approach to biblical texts that speak of the great commission of Jesus Christ. Mission theology is the theology of the Great Commission needs to be developed to complete. AbstrakDari awal penciptaan manusia, panggilan Allah tidak pernah berubah. Sejak manusia pertama jatuh dalam dosa, Allah terus berinisiatif mencari yang terhilang, dari perjanjian lama sampai perjanjian baru bahkan diriNya sendiri di utus, tetapi sampai hari ini, dunia masih tetap belum terinjili. Yesus sendiri hadir selama tiga setengah tahun, dan mengutus dua belas murid, bahkan panggilan dan tugas Amanat Agung dilanjutkan oleh gereja dan orang percaya, tetapi dari fakta dan kenyataan, dunia masih belum seluruhnya terjangkau. Setelah dua ribu tahun, panggilan dan amanat Agung tetap belum bisa digenapi. Artikel ini merupakan kajian reflektif dengan menggunakan pendekatan hermeneutis atas teks-teks Alkitab yang berbicara tentang amanat agung Yesus Kristus. Teologi misi merupakan teologi Amanat Agung perlu dikembangkan untuk menuntaskan.
Menuju Misi Kristen yang Mengedepankan Dialog Antariman Yohanes Krismantyo Susanta
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 1, No 2 (2020): Juni 2020
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (397.785 KB) | DOI: 10.55884/thron.v1i2.4

Abstract

This paper uses library research to several kinds of literature that address issues of Christian mission. This paper shows that the early Christian mission came together and was used as a tool in the colonial era to conquer the Indonesian people. Christian mission in the colonial period was understood narrowly to make someone become a Christian. The mission paradigm affects the encounter between Christianity and other religions in Indonesia, especially Islam. Therefore, it is necessary to reconstruct the understanding of Christian mission amid diversity in the context of Negara Kesatuan Republik Indonesia. Christian mission centred on the doctrine of the Trinity is understood as a joint dialogue to solve social, humanitarian problems. The mission is not a barrier to dialogue, but rather an affirmation of the importance of unity in diversity.Abstrak: Tulisan ini menggunakan pendekatan studi pustaka atas sejumlah literatur yang membahas persoalan misi Kristen. Tulisan ini memperlihatkan bahwa misi Kristen mula-mula hadir bersama dan digunakan sebagai alat pada era kolonial untuk menaklukkan bangsa Indonesia. Misi Kristen pada era kolonial dipahami secara sempit untuk membuat seseorang menjadi Kristen. Paradigma misi tersebut mempengaruhi perjumpaan antara Kekristenan dengan agama-agama lain di Indonesia, khususnya agama Islam. Oleh karena itu diperlukan rekonstruksi pemahaman misi Kristen di tengah kemajemukan dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Misi Kristen yang berpusat pada doktrin Trinitas dipahami sebagai dialog bersama untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial kemanusiaan. Misi tersebut bukanlah penghalang terjadinya dialog, melainkan menjadi penegasan akan pentingnya kesatuan dalam keragaman.
Mengembangkan Misi Gereja dalam Bingkai Moderasi Beragama Carolina Etnasari Anjaya; Yonatan Alex Arifianto
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 3, No 1: Desember 2021
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55884/thron.v3i1.27

Abstract

Religious moderation is a demand for all elements of society to carry it out, including churches and believers. The actualization of religious moderation that has been implemented by the church needs to fulfill the mission principle in accordance with the teachings of the Bible. This research aims to provide a new paradigm about religious moderation in the context of the church's mission and how the church practices it. The research method uses a qualitative descriptive model approach. Data collection was obtained through a study of the relevant literature. The research yields the result that religious moderation in the context of the church's mission is based on the main principle: peace. The church needs to carry out its mission within the framework of religious moderation by fulfilling the peacemaker principle. Its actualization can be applied in four ways. Act as a witness of God who dares to express his identity as a disciple of Christ amid a pluralistic society. Next, the church needs to rise to become a solution or a solution provider in social problems regardless of differences through collaboration. Therefore, the church formed various Christian communities to build a common culture in society. The community can synergize with other communities outside of Christianity. The latter conduct dialogue word between church denominations to create unity of heart in conveying the truth of God.AbstrakModerasi beragama menjadi tuntutan bagi seluruh elemen masyarakat untuk menjalankannya, termasuk gereja dan umat percaya. Aktualisasi moderasi beragama yang selama ini diterapkan oleh gereja perlu memenuhi prinsip misi yang sesuai dengan ajaran Alkitab. Riset ini bertujuan memberikan paradigma yang baru mengenai moderasi beragama yang dipandang dari konteks misi gereja dan bagaimana gereja mempraktikannya.  Metode riset mempergunakan pendekatan kualitatif model deskriptif. Pengumpulan data didapatkan melalui studi literatur yang relevan. Riset memberikan hasil yaitu bahwa moderasi beragama dalam konteks misi gereja dilandasi oleh prinsip utama: kedamaian. Gereja perlu menjalankan misi dalam bingkai moderasi beragama dengan memenuhi prinsip pembawa damai. Aktualisasinya dapat diterapkan melalui empat hal. Bertindak sebagai saksi Tuhan yang berani mengekspresikan identitas sebagai murid Kristus di tengah-tengah kemajemukan masyarakat. Selanjutnya gereja perlu bangkit menjadi solusi atau pemberi solusi dalam permasalahan sosial tanpa memandang perbedaan melalui kolaborasi. Oleh karena itu, gereja membentuk pelbagai komunitas Kristen untuk membangun budaya bersama dalam masyarakat. Komunitas dapat bersinergi dengan komunitas lain di luar Kristen. Yang terakhir melakukan dialog antar denominasi gereja agar tercipta kesatuan hati dalam menyampaikan kebenaran firman Tuhan.
Pentingnya Menekankan Bukti Internal Ketaksalahan Alkitab Kalis Stevanus; Yunianto Yunianto
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 2, No 1 (2020): Desember 2020
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (547.652 KB) | DOI: 10.55884/thron.v2i1.18

Abstract

Not a few Christians secretly question the truth of the Bible as God's Word. This happens because there are allegations that the Bible has been corrupted, the Bible is no longer authentic, there must be another book that complements it, and so on. Responding to these accusations, every Christian is called to answer properly and correctly. This paper aims to provide strong and convincing evidence for the inerrancy of the Bible. The method used is biblical analysis through inductive investigation from primary sources, namely the Bible itself, and also by utilizing literature study through literature relevant to the topic of discussion. The findings show by presenting internal evidence from the Bible itself that the Bible is true, without error. The Bible is revealed by the Spirit of God through His chosen people so that the original text has an error-free quality. Not only in matters relating to morality and spirituality, but also in matters relating to history, geography, and science. Thus, the Bible that exists today even though it is not the original text is God's revelation for mankind. The whole is the infallible Word of God which reveals the truth from God.AbstrakTidak sedikit orang Kristen yang diam-diam mempertanyakan kebenaran Alkitab sebagai Firman Tuhan. Hal ini terjadi karena adanya tuduhan bahwa Injil telah dipalsukan, Alkitab sudah tidak asli lagi, harus ada buku lain yang melengkapi, dan sebagainya. Menanggapi tuduhan tersebut, setiap orang Kristen dipanggil untuk menjawab dengan baik dan benar. Tulisan ini bertujuan untuk menunjukkan bukti-bukti yang kuat dan meyakinkan tentang ketaksalahan Alkitab. Metode yang digunakan adalah analisis biblikal melalui penyelidikan induktif dari sumber primer, yaitu Alkitab sendiri dan juga dengan memanfaat studi pustaka melalui literatur-literatur yang relevan dengan topik pembahasan. Hasil temuan memperlihatkan dengan meng-hadirkan bukti internal dari Alkitab sendiri itu sendiri adalah Alkitab itu benar, tanpa kesalahan. Alkitab diwahyukan oleh Roh Allah melalui manusia yang dipilih-Nya sehingga teks aslinya memiliki kualitas yang bebas dari kesalahan. Tidak hanya dalam hal yang berkaitan dengan moralitas dan spiritualitas, tetapi juga dalam hal-hal yang berkaitan dengan sejarah, geografi dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, Alkitab yang ada sekarang ini meskipun bukan teks asli adalah wahyu Tuhan bagi umat manusia. Keseluruhan adalah Firman Tuhan yang sempurna yang menyatakan kebenaran dari Tuhan.
Unsur-unsur Ibadah yang Alkitabiah dan Relevansinya bagi Ibadah Kristen Masa Kini Agustina Pasang
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 1, No 1 (2019): Desember 2019
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (346.641 KB) | DOI: 10.55884/thron.v1i1.10

Abstract

Man was created not only as a physical being but also a spiritual being because he was created in the image and likeness of God so that it differs from all other creations and becomes the crown over all creation. The image and likeness of God is a quality that makes humans special in relation to God, so worship is an integral part and cannot be separated from human life. The times and technological advances have influenced human life, including the lives of churches and believers even the point of changing concepts in worship. The church has changed in many ways including in worship practices using new worship arrangements. True understanding of Christian worship began to diminish and even shifted, worship is no longer something importand and began to lose its main focus, lose transformational power, lose theological foundation and be anthropocentric and no longer see God as a subject as well as an object of worship but instead places humans as subjects of worship. The article is a literature review using reference books that contain a discussion about of worship and elements of biblical worship by applying descriptive methods. The conclusion, it should be understood that worship is an active response to God, not dependent on feelings but on acknowledgement of God’s majesty. Worship also binds horizontal relations in the sense that worship of God includes relationships with others. There are several elements in biblical worship including: prayer, praise and preaching in addition to other elements.Abstrak Manusia diciptakan bukan hanya sebagai mahkluk jasmani tetapi juga makhluk spiritual dan mulia karena diciptakan menurut gambar dan rupa Allah sehingga berbeda dengan semua ciptaan lain dan menjadi mahkota atas seluruh ciptaan. Gambar dan rupa Allah adalah suatu kualitas yang menjadikan manusia istimewa secara khusus dalam hubungannya dengan Allah sehingga ibadah adalah bagian integral dari hidup manusia dan tidak dapat dipisahkan dari hidup manusia. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi ikut mempengaruhi kehidupan manusia termasuk kehidupan gereja dan orang percaya, bahkan sampai kepada perubahan konsep dalam beribadah. Gereja telah berubah dalam banyak cara termasuk dalam praktik-praktik ibadah dengan menggunakan tata ibadah yang baru. Pemahaman yang benar mengenai ibadah Kristen mulai berkurang bahkan bergeser, ibadah bukan lagi sesuatu yang penting dan mulai kehilangan fokus yang utama, kehilangan kuasa transformasional, kehilangan landasan teologis sehingga bersifat antrhoposentris  dan tidak lagi melihat Allah sebagai subyek sekaligus obyek ibadah, melainkan menempatkan manusia sebagai subyek ibadah. Artikel ini merupakan kajian literatur atau kajian pustaka dengan menggunakan buku-buku referensi yang memuat bahasan mengenai ibadah dan unsur-unsur ibadah yang Alkitabiah. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan menerapkan metode deskriptif. Kesimpulan, hendaknya dipahami bahwa ibadah adalah respons yang aktif kepada Allah, tidak bergantung pada perasaan tetapi pada pengakuan akan keagungan Allah. Ibadah juga mengikat relasi horisontal dalam pengertian bahwa ibadah kepada Allah juga mencakup relasi dengan sesama. Ada beberapa unsur dalam ibadah yang Alkitabiah, antara lain: Pujian, Doa dan Khotbah di samping unsur yang lain.