cover
Contact Name
-
Contact Email
mkn.fhui@ui.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
mkn.fhui@ui.ac.id
Editorial Address
Magister Kenotariatan FHUI Depok
Location
Kota depok,
Jawa barat
INDONESIA
Indonesian Notary
Published by Universitas Indonesia
ISSN : -     EISSN : 26847310     DOI : -
Core Subject : Social,
Indonesian Notary adalah jurnal yang diterbitkan oleh Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia dalam rangka mewadahi karya ilmiah dalam bidang kenotariatan yang berkembang sangat pesat. Diharapkan temuan-temuan baru sebagai hasil kajian ilmiah dapat turut mendukung kemajuan keilmuan dan meningkatkan kebaharuan wawasan bagi profesi Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah ataupun dimanfaatkan oleh khalayak umum. Notary sebagai jurnal ilmiah berskala nasional menerapkan standar mutu publikasi jurnal ilmiah sesuai dengan norma-norma yang berlaku di lingkungan Pendidikan Tinggi (Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi). Untuk menjaga kualitas artikel yang akan diterbitkan Notary, telah ditetapkan sejumlah guru besar ilmu hukum dan para pakar ilmu hukum sebagai dewan redaksi. Selain itu, setiap artikel yang akan diterbitkan dipastikan melalui tahap review sesuai dengan standar yang berlaku pada suatu jurnal ilmiah. Adapun reviewer dipilih dari pakar-pakar ilmu hukum sesuai dengan bidang keilmuan. Sebagai jurnal yang bersifat nasional, Notary menerima kontribusi tulisan secara nasional dengan topik yang berkaitan dengan bidang kenotariatan yang meliputi pertanahan, perjanjian, perkawinan, waris, surat berharga, pasar modal, perusahaan, perbankan, transaksi elektronik, perpajakan, lelang, dan topik lainnya dalam lingkup kajian kenotariatan.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 40 Documents
Search results for , issue "Vol 1, No 001 (2019): Jurnal Notary" : 40 Documents clear
PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN DENGAN PERBUATAN MAIN HAKIM SENDIRI ATAU EIGENRICHTING YANG DILAKUKAN OLEH KREDITUR TERHADAP OBJEK JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2455/K/PDT/2017 Redina Sy. Munir
Indonesian Notary Vol 1, No 001 (2019): Jurnal Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (349.672 KB)

Abstract

Pelaksanaan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia merupakan akibat adanya pembebanan terhadap suatu benda yang merupakan kesepakatan yang dibuat antara pihak kreditur dan debitur. Lahirnya suatu jaminan fidusia terhadap objek tersebut berarti bahwa debitur maupun kreditur saling percaya untuk menyelesaikan kewajiban dan memperoleh hak yang timbul atas kesepakatan tersebut. Apabila saat hapusnya suatu jaminan fidusia terhadap objek, maka proses eksekusi dapat dilaksanakan dengan merujuk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Pihak debitur yang tidak dapat melaksanakan kewajibannya atau dapat disebut wanprestasi, maka proses eksekusi dapat dilaksanakan oleh kreditur. Lain halnya jika perjanjian pokok dari perjanjian fidusia yaitu perjanjian pembiayaan konsumen belum berakhir atau dengan kata lain waktu pelaksanaan kewajiban debitur masih ada tetapi pihak kreditur melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan apa yang diatur dalam undang-undang maupun dalam perjanjian. Dalam suatu putusan yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor 2455/K/PDT2017 yang melibatkan seorang konsumen yang menandatangani suatu perjanjian pembiayaan konsumen untuk memperoleh dana agar dapat melakukan atas pelunasan pembelian sebuah unit mobil dengan suatu perusahaan pembiayaan yang dalam hal ini disebut kreditur. Kreditur yang bekerja sama dengan pihak ketiga yaitu penagih utang atau dikenal dengan istilah Debt Collector, dalam melaksanakan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia tidak bertindak sesuai dengan prosedurnya yang akibatnya menimbulkan kerugian bagi debitur. Perbuatan tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan penarikan paksaan atau dapat disebut juga sebagai eigenrichting (perbuatan main hakim sendiri). Oleh karena itu akan dibahas lebih lanjut mengenai bentuk perbuatan main hakim sendiri tersebut dengan menelaah unsur-unsur yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan berdasarkan kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2455/K/PDT/2017.Kata kunci : Eigenrichting, Debt Collector, Perjanjian Pembiayaan Konsumen.
TANGGUNG JAWAB NOTARIS ATAS HILANGNYA SERTIPIKAT HAK MILIK PADA PROSES BALIK NAMA (PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT NOTARIS NOMOR 11/B/MPPN/XII/2017) Annisa Aisya Putri
Indonesian Notary Vol 1, No 001 (2019): Jurnal Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (387.673 KB)

Abstract

Sebuah tanggung jawab diperlukan dalam setiap pekerjaan termasuk pada profesi Jabatan Notaris dengan demikian akan menunjukan sikap yang profesional dan mengurangi notaris dalam pelanggaran kode etik. Hal seperti ini akan menumbuhkan kepercayaan yang tinggi terhadap Notaris. Seorang Notaris dalam kode etiknya diatur bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya harus menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur, tidak berpihak dan dengan penuh rasa tanggung jawab. Dalam menjalankan tugasnya wajib bertanggung jawab artinya, kesediaan dengan melakukan sebaik mungkin tugas apa saja yang termaksud lingkup profesinya, bertindak secara proposional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-cuma, dan kesediaan memberikan laporan pertanggungjawaban atau pelaksaan kewajibannya. Pada putusan Majelis Pengawas Pusat Notaris No. 11/B/MPPN/XII/2017, adapun masalah yang diteliti adalah pertanggung jawaban Notaris dalam memberikan bantuan terhadap masyarakat yangmembutuhkan jasanya. Adapun pihak dalam kasus tersebut adalah Franciscus yang menitipkan sertipikat hak milik no. 1743/Pinang atas nama H. Abdullah kepada Notaris Bambang Suwondo untuk dilakukan proses balik nama dari H. Abdullah menjadi Wen Chie Siang. Segera setelah diberikannya sertipikat tersebut Notaris tersebut tidak melakukan proses balik nama bahkan sertipikat tersebut sampai hilang. Sebenarnya Notaris bertanggung jawab atas hilangya sertipikat tersebut, meskipun pekerjaan balik nama bukan menjadi kewenangan seorang Notaris namun Notaris yang bersangkutan adalahNotaris/PPAT, sehingga itu adalah konsekuensi berdasarkan kepercayaan dari para pihak setelah melakukan AJB.Kata kunci: Notaris/PPAT, Tanggung Jawab, Sertipikat
STATUS JUAL BELI YANG TIDAK MENYERTAKAN NOMOR SERTIFIKAT HAK MILIK YANG SEBENARNYA DALAM AKTA JUAL BELI (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 32/Pdt.G/2014/PN.Sbr) Luhftia Puti Saras Asih
Indonesian Notary Vol 1, No 001 (2019): Jurnal Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (532.005 KB)

Abstract

Penulisan ini membahas mengenai status jual beli yang tidak menyertakan nomor sertifikat hak milik yang sebenarnya dalam akta jual beli dengan Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 32/Pdt.G/2014/PN.Sbr. Akta Jual Beli dibuat dengan dasar sertifikat yang sebenarnya tidak ada objek tanahnya dan menunjuk tanah lain sebagai objek jual beli dan kemudian Akta Jual Beli tersebut dilakukan balik nama oleh Pembeli dengan menguasakan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah. setelah balik nama selesai dilakukan, Penjual asal menggugat Pembeli untuk menyerahkan tanah objek jual beli tersebut dengan alasan bahwa ia memegang sertifikat yang sebenarnya atas tanah tersebut. setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata benar bahwa sertifikat yang telah diperjual belikan tidaklah memiliki objekdan hanya ada sertifikatnya. Penjual menggugat Pembeli atas dasar Perbuatan Melawan Hukum karena menempati tanah dan bangunannya secara sepihak dan Pembeli melakukan pembelaan dan perlawanan dengan membuktikan akta jual beli dan bukti-bukti formil bahwa jual beli telah dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana status jual beli yang telah terjadi antara penjual dan pembeli serta bagaimana perlindungan bagi pembeli yang telah beritikad baik melaksanakan segala persyaratan formil terkait peralihan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang pelaksanaan atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2997 tentang Pendaftaran tanah. Jual beli atas tanah di Indonesia menggunakan hukum ada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria. Asas yang digunakan adalah riil, terang, dan tunai. Riil adalah adalah dibuatnya suatu perjanjian tertulis mengenai peralihan, terang adalah saat peralihan dilaksanakan dihadapan pejabat yang berwenang, terang adalah saat harga telah dibayarkan oleh pembeli dan tanah diserahkan dari penjual. Berdasarkan syarat sah jual beli tanah tersebut maka jual beli dalam kasus yang diteliti telah memenuhi unsur sah jual beli karena dalam jual beli penjual telah menunjuk tanah objek jual beli. Akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah menjadi tidak otentik dan kekuatannya seperti dibawah tangan sehingga bila ada sengketa maka butuh pengakuan dari penjual atas perjanjian tersebut. dalam kasus yang diteliti, penjual pun tidak menyangkal perbuatan jual beli tersebut sehingga akta jual beli yang terdegradasi tersebut kembali menjadi akta otentik.Kata kunci: Akta Jual Beli; Seftifikat; Pejabat Pembuat Akta Tanah.
PERTANGGUNGJAWABAN PPAT SEBAGAI TURUT TERGUGAT ATAS OBJEK AKTA JUAL BELI BERSTATUS SITA JAMINAN PENGADILAN (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PURWAKARTA NOMOR 22/PDT.G/2017/PN.PWK) Cindy Eka Febriana
Indonesian Notary Vol 1, No 001 (2019): Jurnal Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (725.67 KB)

Abstract

PPAT berwenang untuk melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data yuridis pada Kantor Pertanahan. Salah satu perbuatan hukum yang dilakukan adalah jual beli tanah, dimana PPAT berwenang untuk membuat akta jual beli dengan memenuhi syarat bahwa penjual adalah orang yang berhak untuk menjual objek, pembeli adalah orang yang diperbolehkan oleh undang-undang untuk mempunyai hak atas tanah, dan objeknya adalah tanah yang boleh dialihkan, artinya tidak berstatus jaminan maupun menjadi sengketa di Pengadilan. Sebelum dilakukannya pembuatan akta jual beli, PPAT berkewajiban untuk melakukan pengecekkan sertifikat tanah pada Kantor Pertanahan. Dalam prakteknya kerap ditemui pada saat dilakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan, sertifikat tersebut tidak terdapat catatan mengenai sita jaminan maupun sedang sengketa di Pengadilan, namun dikemudian hari diketahui bahwa sertifikat tersebut masih berstatus sita jaminan pengadilan pada saat dilakukan jual beli. Sehubungan dengan hal tersebut, timbul permasalahan yaitu bagaimana perlindungan serta pertanggungjawaban PPAT atas akta jual beli dengan objek berstatus sita jaminan yang dinyatakan batal oleh Pengadilan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, dengan metode kualitatif sebagai metode analisis data, pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen atau studi pustaka. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa perlindungan terhadap PPAT terletak pada hak ingkar serta kewajiban ingkar PPAT sebagai pejabat umum, serta terhadap PPAT hanya punya tanggung jawab formil terhadap akta jual beli, sehingga PPAT tidak dapat dipertanggungjawabkan secara perdata, pidana maupun administratif.Kata Kunci: Tanggung Jawab PPAT, Akta Jual Beli, Sita Jaminan
ANALISIS TERHADAP AKTA JUAL BELI TANAH YANG TIDAK DIBACAKAN DAN PENANDATANGANAN PARA PIHAK TIDAK DIHADIRI OLEH SAKSI (Studi Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor 16 /Pdt.G/2015/PN.Krg) Andi Dini Tenri Liu
Indonesian Notary Vol 1, No 001 (2019): Jurnal Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (350.958 KB)

Abstract

Akta PPAT digunakan sebagai bukti autentik mengenai perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak yang mengakibatkan perubahan data yuridis. Untuk  pembuatan akta tersebut, PPAT wajib mengikuti prosedur yang berlaku. Berdasarkan kasus dalam putusan Nomor 16/Pdt.G/2015/PN.Krg masih ditemui adanya pembuatan Akta Jual Beli Tanah yang dibuat tidak sesuai dengan prosedur dimana PPAT tidak melaksanakan kewajibannya yaitu membacakan/menjelaskan isi akta kepada para pihak serta mengabaikan keberadaan saksi dalam proses pembacaan dan penandatanganan aktanya. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisa peranan saksi dalam proses pembuatan Akta Jual Beli Tanah oleh PPAT dan akibat hukum terhadap Akta Jual Beli Tanah yang tidak dibacakan kepada para pihak dengan dihadiri oleh saksi berdasarkan putusan Nomor 16/Pdt.G/2015/PN.Krg. Metode penelitian penulisan ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka yang dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Berdasarkan penelitian, saksi memiliki peranan untuk memberikan kesaksian bahwa telah terjadi jual beli yang sesuai dengan kehendak para pihak dan juga keberadaannya penting untuk memenuhi syarat kautentikan akta yang dibuat oleh PPAT. Akibat hukum terhadap Akta Jual Beli Tanah yang tidak dibacakan kepada para pihak dan penandatanganannya tidak dihadiri oleh saksi mengakibatkan akta yang dibuat oleh PPAT X menjadi cacat hukum yaitu terdegradasi kekuatan pembuktiannya menjadi akta dibawah tangan. Terhadap keadaan ini PPAT X dapat dikenakan sanksi administratif yaitu pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya karena tidak melaksanakan kewajibannya dan apabila ada pihak yang dirugikan oleh PPAT X maka PPAT X bertanggungjawab secara pribadi atas pelaksanaan tugas jabatannya dan bagi pihak yang dirugikan dapat meminta pertanggungjawaban secara perdata. Kata Kunci: Pembuatan Akta Jual Beli; PPAT; Saksi
AMBIGUITAS IMPLIKASI KLAUSUL PEMBAGIAN HARTA TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN (ANALISIS AKTA PERJANJIAN PERKAWINAN NOMOR XXX YANG DIBUAT NOTARIS X) A Muhammad Aryadi
Indonesian Notary Vol 1, No 001 (2019): Jurnal Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (536.965 KB)

Abstract

Perkawinan lahir dari kesepakatan untuk terikat dalam suatu perjanjian suci antara calon suami-istri yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita dan akan menimbulkan ikatan lahir batin, sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga  yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan adalah perilaku makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Dalam suatu perkawinan antara suami-istri memiliki hubungan hukum yang terjadi, tidak hanya mengatur mengenai hak dan kewajiban suami-istri, tetapi juga mengatur mengenai hubungan hukum antara orang tua dan anak, hibah, pewarisan, perceraian dan juga perjanjian kawin yang mengatur mengenai harta benda dalam perkawinan. Perjanjian kawin merupakan suatu bentuk penyimpangan terhadap perundangan yang berlaku dan pada umumnya dimaksudkan untuk mengatur hak-hak suami istri serta mengenai harta kekayaan suami dan istri, baik terhadap harta yang dibawa sebelum perkawinan maupun harta yang diperoleh selama perkawinan, serta dapat juga mengatur mengenai pengaturan keuangan yang dilakukan selama perkawinan tersebut. Pada dasarnya suatu perjanjian perkawinan merupakan suatu perjanjian, akan tetapi perjanjian perkawinan tidak sepenuhnya tunduk pada asas-asas perikatan, dikarenakan perjanjian perkawinan merupakan perjanjian yang berkaitan dengan hukum keluarga yang para pihaknya harus tunduk pada undang-undang yang bersifat memaksa dan tidak dapat disimpangi kecuali jika dimungkinkan. Perjanjian kawin tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketertiban, kesusilaan, hukum dan agama. Lazimnya Perjanjian Kawin mengatur mengenai pemisahan harta, menjadi pertanyaan ketika adanya suatu ketentuan mengenai pembagian harta di dalamnya seperti yang terdapat di dalam Akta Notaris Nomor XXX yang dibuat oleh Notaris X.Kata kunci       : Harta Benda, Perjanjian, Perjanjian Perkawinan
PEMBATALAN AKTA PERNYATAAN PEMINDAHAN DAN PENYERAHAN HAK MILIK ATAS TANAH DAN KUASA YANG MEMUAT KLAUSUL PEMBERIAN KUASA MUTLAK OLEH NOTARIS Tasyah Azhari
Indonesian Notary Vol 1, No 001 (2019): Jurnal Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (279.891 KB)

Abstract

Tesis ini meneliti mengenai akibat hukum larangan kuasa mutlak dalam pembuatan suatu akta. Akta yang dibahas dalam penelitian ini adalah akta notaris yang berjudul akta pernyataan pemindahan dan penyerahan hak milik atas tanah dan kuasa. Notaris dalam kewenangannya membuat akta seharusnya berlandaskan dengan perundang-undangan yang berlaku. Notaris yang melakukan pelanggaran dalam membuat akta harus bertanggung jawab terhadap aktanya tersebut. Pertanggung jawaban notaris dapat dimintakan dalam bentuk Perdata, Pidana, dan Adminsitratif. Dalam hal ini, notaris harus berpedoman kepada Undang-Undang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris, serta peraturan perundang-undangan lainnya. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang mengacu pada norma hukum dalam peraturan perundang-undangan serta norma yang berlaku dan mengikat masyarakat dan kebiasaan dalam masyarakat (etik). Dengan pendekatan yuridis yang berupa studi dokumen atau bahan pustaka yang mempunyai korelasi dan relevan dengan permasalahan yang akan diteliti. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, akibat hukum terhadap akta yang dibuat jika berisikan larangan kuasa mutlak adalah batal demi hukum dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum.Kata Kunci: Notaris, Larangan Kuasa Mutlak, Tanggung Jawab Notaris.
PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS DENGAN KEPEMILIKAN SAHAM BERIMBANG (Studi Penetapan Pengadilan Nomor: 176/PDT.P/2015/PN.JKT.PST) Dian Anggriani
Indonesian Notary Vol 1, No 001 (2019): Jurnal Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (329.482 KB)

Abstract

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) mengatur bahwa Perseroan Terbatas (PT) dapat didirikan oleh minimal 2 (dua) orang dan tanpa ada peraturan lebih lanjut terkait kepemilikan jumlah saham sehingga dapat  memungkinkan terjadinya kepemilikan jumlah saham yang berimbang dalam hal PT hanya dimiliki oleh 2 (dua) orang pemegang saham. Kepemilikan jumlah saham yang berimbang mengakibatkan deadlock dalam hal pengambilan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Hal tersebut dikarenakan tidak adanya pemegang saham mayoritas dan minoritas sehingga RUPS tidak dapat mengambil keputusan yang sah dalam hal terdapat salah satu pemegang saham yang tidak menyetujui usulan RUPS atau bahkan ketika kedua pemegang saham tersebut berselisih seperti pada contoh kasus Penetapan Pengadilan Nomor: 176/PDT.P/2015/PN.JKT.PST. Dengan demikian muncul permasalahan bagaimana pengaturan mengenai kepemilikan saham pada PT, bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan pada PT dengan kepemilikan saham berimbang bagi para pihak dan bagaimana perlindungan hukum pemegang saham pada PT dengan kepemilikan saham berimbang. Penulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaturan mengenai kepemilikan saham pada PT, menganalisa akibat hukum yang ditimbulkan pada PT dengan kepemilikan saham berimbang dan menganalisa perlindungan hukum pemegang saham pada perseroan terbatas dengan kepemilikan saham berimbang. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Kemudian bahan hukum tersebut dideskripsikan dan dianalisis dengan pendekatan kualitatif sehingga menghasilkan data deskriptif analitis dan diperoleh data yang lebih terstruktur guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan untuk kemudian didapatkan simpulan serta saran apabila masih ada yang perlu diperbaiki. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa UUPT tidak mengatur mengenai kepemilikan saham dalam suatu PT, tidak diaturnya kepemilikan saham dalam suatu PT dapat berakibat tidak dapat diambilnya keputusan yang sah dan mengikat dalam RUPS serta perlindungan hukum pada pemegang saham dengan kepemilikan saham berimbang secara tersirat diatur dalam UUPT yaitu meminta pembubaran terhadap PT tersebut. Kata Kunci : Saham berimbang, Perlindungan Hukum, Pemegang Saham
TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA DENGAN KAUSA PALSU (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI PEKANBARU NOMOR 166/PID.B/2016/PT.PBR) Ardhadedali Aulia Putri
Indonesian Notary Vol 1, No 001 (2019): Jurnal Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (375.687 KB)

Abstract

Perjanjian simulasi dapat terjadi ketika ada penyimpangan antara kehendak dan pernyataan. Penyimpangan ini memberi kesan bahwa para pihak telah melakukan suatu perbuatan hukum, padahal sebenarnya di antara keduanya diakui bahwa tidak ada akibat hukum dari perbuatan hukum yang terjadi. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai keabsahan akta yang di dalamnya terdapat kausa palsu dan akibat hukum bagi notaris yang terlibat dalam pembuatan perjnjian dengan kausa palsu. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dengan mengumpulkan data sekunder. Analisa kasus dilakukan terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 166/ Pid.B/ 2016/ PT.PBR mengenai notaris yang terlibat dalam pembuatan perjanjian dengan kausa palsu yang terlarang. Simpulan dari penelotian adalah bahwa perjanjian yang mengandung kausa palsu terlarang menjadi batal demi hukum dan notaris yang terlibat dijatuhi sanksi pidana serta dapat dikenakan sanksi administrasi dan sanksi dari organisasi Ikatan Notaris Indonesia (INI). Notaris sebaiknya bersikap professional dan paham mengenai perjanjian simulasi beserta kausanya sehingga dalam pembuatan perjanjian dapat memastikan apakah perjanjian tersebut benar dan tidak bertentangan dengan hukum. Kata Kunci: Perjanjian simulasi, kausa palsu, kausa terlarang
KEABSAHAN PERJANJIAN KAWIN PASANGAN SUAMI ISTRI PEMELUK AGAMA KATOLIK PADA PERCERAIAN YANG TIDAK DIDAFTARKAN DALAM HAL TERJADI PERKAWINAN KEMBALI Yudita Trisnanda
Indonesian Notary Vol 1, No 001 (2019): Jurnal Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (314.528 KB)

Abstract

Ketidakjelasan muncul terkait keabsahan perjanjian kawin pasangan suami istri pemeluk agama Katolik yang perceraiannya tidak didaftarkan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Dapat dikatakan, bahwa pasangan suami istri yang tidak mendaftarkan perceraiannya pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil masih terikat perkawinan yang sah, walaupun telah mendapatkan putusan pengadilan. Permasalahan menjadi semakin kompleks, manakala pasangan suami istri tersebut ingin melakukan perkawinan kembali dengan pasangannya terdahulu. Penelitian menggunakan bahan hukum primer berupa perundang-undangan yang berkaitan dengan perkawinan menurut hukum negara dan agama Katolik serta mengenai perjanjian kawin. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku dan wawancara dengan romo dan hakim. Bahan-bahan hukum tersebut kemudian dianalis secara kualitatif. Perjanjian kawin pasangan suami istri pemeluk agama Katolik pada perceraian yang tidak didaftarkan dalam hal terjadi perkawinan kembali tetap sah, kecuali pasangan suami istri tersebut telah membatalkan terlebih dahulu. Notaris selaku pembuat perjanjian kawin juga hendaknya memberikan penyuluhan hukum terkait pentingnya pendaftaran perceraian, dimana dalam perkawinan tersebut diikuti dengan perjanjian kawin.Kata Kunci:     Perjanjian kawin, Perceraian, Perkawinan Katolik

Page 3 of 4 | Total Record : 40