cover
Contact Name
Agus Sumpena
Contact Email
redaksi.bhl@gmail.com
Phone
+6281906532003
Journal Mail Official
redaksi.bhl@gmail.com
Editorial Address
Jl. Imam Bonjol No 21 Bandung 40132
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Bina Hukum Lingkungan
ISSN : 25412353     EISSN : 2541531X     DOI : https://doi.org/10.24970/bhl
Core Subject : Social,
Jurnal Bina Hukum Lingkungan (BHL) adalah terbitan berkala ilmiah yang diterbitkan oleh Asosiasi Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI) terbit tiga kali setahun pada bulan Oktober, Februari, dan Juni. Jurnal BHL merupakan sarana publikasi bagi akademisi dan praktisi untuk menerbitkan artikel hasil penelitian dan artikel telaah konseptual di bidang hukum lingkungan (nasional dan internasional). Ruang lingkup kajian pada Jurnal Bina Hukum Lingkungan meliputi aspek hukum: Tata Ruang; Agraria; Kehutanan; Pertambangan; Energi, Sumber Daya Mineral dan Batu Bara; Kearifan Lokal; Sengketa Lingkungan; Kelautan dan Perikanan; Keanekaragaman Hayati; Perubahan Iklim; Perumahan Permukiman; Sumber Daya Air.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 159 Documents
ALAT BUKTI HAK ATAS TANAH SUKU MODOLE DALAM HUBUNGAN HUKUM KONKRET Jevon Laike Reli
Bina Hukum Lingkungan Vol 7, No 3 (2023): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v7i3.346

Abstract

 ABSTRAK Suku Modole merupakan salah satu komunitas masyarakat hukum adat yang berada di Kecamatan Kao Barat, Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara. Dalam praktek tradisionalnya, untuk penyelesian sengketa hak atas tanah, alat bukti hak atas tanah yang digunakan berupa pohon kayu yang tumbuh secara liar, sungai, gunung, dan tanaman-tanaman masyarakat misalnya pohon kelapa, pohon pisang. Alat bukti tersebut diakui sebagai alat bukti yang sah dalam menghadapi dan penyelesaian sengketa tanah di wilayah Suku Modole. namun Suku Modole mendapat kesulitan untuk kepentingan pembuktian pelaksanaan perbuatan hukum peralihan hak, pendaftaran tanah, untuk kepentingan pembuktian di pengadilan atau untuk kepentingan yang berhubungan dengan urusan administrasi negara. Untuk itu tujuan dilakukan penelitian ini untuk mengkaji kekuatan alat bukti hak atas tanah Suku Modole dalam hubungan hukum konkret, dengan menggunakan metode penelitian empiris yang bersumber langsung pada data lapangan melalui wawancara terhadap Kepala Suku Pagu. Kesimpulan diambil dari hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan alat bukti tersebut dalam hubungan hukum konkret dapat dipandang sebagai bukti yang formal dan mempunyai kekuatan mengikat baik dalam perbuatan hukum peralihan hak, pendaftaran tanah, pembuktian di pengadilan, dan urusan administrasi lainnya. Selanjutnya putusan Kepala Suku Modole walaupun berbentuk lisan namun dikuatkan dengan berita acara sidang musyawarah dan pernyataan para pihak yang dihadiri oleh pemerintah desa setempat sebagai saksi dalam penyelesaian sengketa tanah, sehingga putusan tersebut merupakan hasil dari produk hukum Suku Modole yang harus dipandang sebagai alat bukti untuk kepentingan perbuatan hukum selanjutnya. Kata kunci: alat bukti; hak atas tanah; suku modole.ABSTRACTThe Modole tribe is one of the indigenous and tribal peoples in West Kao District, North Halmahera Regency, North Maluku. In traditional practice, for the settlement of disputes over land rights, the evidence of land rights used is in the form of wild-growing trees, rivers, mountains, and community plants, such as coconut trees, banana trees. This evidence is recognized as valid evidence in dealing with and resolving land disputes in the Modole Tribe area. however, the Modole Tribe faces difficulties in the interest of proving the implementation of legal acts of transfer of rights, land registration, for the purposes of proof in court or for purposes related to state administration matters. For this reason, the purpose of this research was to examine the strength of evidence on the land rights of the Modole tribe in concrete legal relations, using empirical research methods that were sourced directly from field data through interviews with the heads of the Pagu tribe. The conclusions drawn from the results of the research show that the use of such evidence in concrete legal relations can be seen as formal evidence and has binding power both in legal actions of transferring rights, land registration, proof in court, and other administrative matters. Furthermore, the decision of the Head of the Modole Tribe, even though it was in oral form, was strengthened by the minutes of the deliberation session and statements of the parties attended by the local village government as a witness in the settlement of land disputes, so that the decision was the result of a legal product of the Modole Tribe which must be seen as evidence for the benefit of further legal action.Keywords: evidence, land rights, modole tribe.
MEKANISME PENGADAAN TANAH MELALUI BANK TANAH DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM Muqtarib Muqtarib; Yani Pujiwati; Betty Rubiati
Bina Hukum Lingkungan Vol 7, No 3 (2023): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v7i3.352

Abstract

ABSTRAKSebagai land manager, Bank Tanah bertugas untuk menyelenggarakan pengadaan tanah untuk kepentingan umum di Indonesia. Tugas ini dilatar belakangi oleh beberapa program Pemerintah seperti; pembangunan infrastruktur, energi, pengembangan kota baru, program 1 juta rumah untuk MBR, penyediaan tanah, dan pembangunan tenaga listrik 35.000 megawatt. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang mekanisme pengadaan tanah melalui Bank Tanah dalam mendukung pembangunan untuk kepentingan umum. Tugas ini tergolong baru dalam pelaksanaan pengadaan tanah di Indonesia, maka dari itu artikel ini akan membahas bagaimana mekanisme pengadaan tanah melalui Bank Tanah dalam menyelenggarakan pengadaan tanah. Metode yang dipakai dalam penelitian adalah metode yuridis normatif melalui pendekatan yuridis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan mekanisme pengadaan tanah dengan lembaga lain. Serta peran sebagai pihak penyedia tanah untuk pengadaan tanah pihak ketiga dirasa kurang efektif apabila diterapkan dalam praktik. Hal itu karena Bank Tanah dapat melakukan kerja sama dalam bentuk pemanfaatan tanah dengan pihak yang membutuhkan tanah.Kata kunci: bank tanah; kepentingan umum; pengadaan tanah.ABSTRACTAs a land manager, Land Bank has a duty to organize land acquisition for development of public interests in Indonesia. This task is based on several Government programs such as; development of infrastructure, energy, development of new cities, 1 million housing program for the MBR, provision of land, and construction of 35,000 megawatts of electric power. The purpose of this study is to obtain an overview of the mechanism of land acquisition through the Land Bank in supporting development for the public interest. This is a new thing in land acquisition in Indonesia, therefore this article will discuss how the land acquisition mechanism is through the Land Bank in land acquisition. This research is normative juridical with a qualitative juridical approach. Research show that there is no difference in the mechanism of land acquisition with other institutions. As well as the role as a land provider for third party land acquisition is considered less effective when applied in practice. This is because the Land Bank can cooperate in the form of land use with parties who need land.Keywords: land bank; public interest; land procurement.
IMPLIKASI YURIDIS KONSEP GREEN BANKING TERHADAP PERBANKAN DI INDONESIA Netty Songtiar Rismauly Naiborhu
Bina Hukum Lingkungan Vol 7, No 3 (2023): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v7i3.341

Abstract

ABSTRAKBank saat ini harus bertujuan melindungi lingkungan, inisiatif ini dikenal dengan Green Banking berdasarkan POJK Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik. Permalahannya adalah bagaimana implikasi hukum dan pelaksanannya atas berlakunya aturan OJK tersebut terhadap praktek Perbankan menuju Perbankan yang berkonsep green banking. Penelitian berbentuk deskriptif dan bersifat yuridis normatif yang menggambarkan implikasi serta pelaksanaan peraturan Green Banking. Hasil penelitian ini bahwa implikasi hukum pengaturan green banking yaitu bank wajib memenuhi aspek peduli lingkungan yang berkelanjutan dan berperan dalam sektor lain yang memiliki tujuan sama, hal ini sebagai upaya memenuhi tujuan pemerintah. Perbankan menghindari penyaluran kredit untuk usaha yang menimbulkan risiko terhadap lingkungan, sosial, dan tata kelola (LST), kebijakan pedoman kredit yang dimiliki saat ini sudah mencakup dan mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial karena kebijakan dan pedoman tersebut mensyaratkan adanya AMDAL serta uji PROPER, memantau dan memonitor perolehan sertifikasi terkait lingkungan seperti ISPO atau RSPO untuk perusahaan kelapa sawit.Kata kunci: pembangunan berkelanjutan; green banking; hukum lingkungan.ABSTRACTBanks must now aim to protect the environment, this initiative is known as Green Banking based on POJK Number 51/POJK.03/2017 concerning the Implementation of Sustainable Finance for Financial Services Institutions, Issuers and Public Companies. The problem is how are the legal implications and implementation of the enactment of the OJK regulations for banking practices towards banking with a green banking concept. The research is descriptive and juridical-normative in nature which describes the implications and implementation of Green Banking regulations. The legal implication of Green Banking regulation is that the Bank is required to fulfill the aspects of caring for the environment that are sustainable and play a role in other sectors that have the same goal, this is an effort to fulfill the government's goals. Banking avoids extending credit to businesses that pose risks to the environment, social and governance (LST), the current credit guideline policy includes and takes into account environmental and social aspects because these policies and guidelines require an AMDAL and PROPER test, monitoring and monitor the acquisition of environmental related certifications such as ISPO or RSPO for oil palm companies.Keywords: sustainable development; green banking; environmental law.
REGULASI PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN DESA RIMBO PUSAKO BATANG TERAB DESA JELUTIH Arfa'i Arfa'i; Usman Usman; Pahlefi Pahlefi
Bina Hukum Lingkungan Vol 7, No 3 (2023): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v7i3.362

Abstract

 ABSTRAKPeraturan Menteri LHK Nomor 9 Tahun 2021 Tentang Perhutanan Sosial, menyebutkan pada Pasal 1 Angka 2 bahwa hutan desa dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Bertolak pada Pasal 1 angka 2 tersebut ternyata secara empiris salah satu Hutan Desa Rimbo Pusako Batang Terab Desa Jelutih Kecamatan Bathin XXIV sejak ditetapkan tahun 2011 sampai tahun 2021 belum dikelola dan dimanfaatkan sehingga belum dapat mewujudkan tujuan dari adanya hutan desa tersebut. Penelitian ini membahas tentang permasalahan hukum sebagai faktor yang menjadi kendala dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan desa Rimbo Pusako Batang Terab di Desa Jelutih, dan penguatan pengaturan yang perlu dilakukan dalam pengelolaan dan pemanfaatan Hutan Desa Rimbo Pusako Batang Terap di Desa Jelutih. Metode penelitian menggunakan yuridis empiris terhadap praktek yuridis terkait pengelolaan dan pemanfaatan  Hutan Desa Rimbo Pusako Batang Terab. Hasil penelitian menegaskan bahwa terdapat permasalahan hukum sebagai faktor kendala  dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan desa yakni peraturan desa, peraturan daerah dan peraturan bupati serta peraturan Menteri Desa Transmigrasi dan daerah tertinggal. Penguatan pengaturan hutan desa ke dalam peraturan menteri desa mengenai dana desa, peraturan daerah kabupaten dan peraturan bupati mengenai RPJMD,RKPD dan APBD serta peraturan desa sebagai solusi dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan adanya hutan desa. Kata kunci: permasalahan hukum, hutan desa.ABSTRACT Forest Village of Rimbo Pusako Batang Terab Originates from a production forest area located Minister of Environment and Forestry Regulation Number 9 of 2021 concerning Social Forestry, states in Article 1 Number 2 that village forests are managed by villages and utilized for the welfare of the community. Based on Article 1 point 2, it turns out that empirically one of the Rimbo Pusako Village Forests, Batang Terab, Jelutih Village, Bathin XXIV District, since it was established in 2011 to 2021, has not been managed and utilized so it has not been able to realize the objectives of the village forest. This study discusses legal issues as a factor constraining the management and utilization of the Rimbo Pusako Batang Terab village forest in Jelutih Village, and strengthening the arrangements that need to be made in the management and utilization of the Rimbo Pusako Batang Terap Village Forest in Jelutih Village. The research method uses empirical juridical practices regarding the management and utilization of the Rimbo Pusako Batang Terab Village Forest. The results of the study confirmed that there were legal issues as a constraining factor in the management and utilization of village forests, namely village regulations, regional regulations and regent regulations as well as regulations from the Minister of Transmigration Villages and underdeveloped areas. Strengthening village forest arrangements into village ministerial regulations regarding village funds, district regional regulations and district heads regulations regarding RPJMD, RKPD and APBD as well as village regulations as a solution in realizing community welfare as the goal of village forests.Keywords: legal issues, village forest.
EKSISTENSI CITIZEN LAWSUIT DALAM UPAYA PENEGAKAN ATURAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Sardjana Orba Manullang
Bina Hukum Lingkungan Vol 7, No 3 (2023): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v7i3.337

Abstract

 ABSTRAKPenelitian ini membahas konsep Citizen Lawsuit terhadap pelanggaran  aturan – aturan lingkungan hidup di Indonesia melalui tinjauan normatif dari dogmatik hukum. Penelitian ini merupakan kajian hukum normatif, yang artinya mengupayakan kaidah, prinsip, dan doktrin hukum untuk menyikapi permasalahan hukum yang sebenarnya. Penelitian ini menggunakanmetode statuta (pendekatan undang-undang) dalam analisisnya terhadap teks-teks hukum. Arti Kata "Gugatan" Citizen gugatan adalah alat yang dapat digunakan oleh anggota masyarakat umum dalam upaya melindungi diri mereka secara hukum dari akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat pemerintah. Walaupun Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR/RBg) tidak secara tegas mengatur jenis gugatan Citizen Lawsuit, penulis studi ini menemukan bahwa Hakim tetap menerima dan mengadilinya berdasarkan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan melalui terobosan hukum. Hal ini terjadi meskipun Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR/RBg) tidak mengatur dengan jelas jenis gugatan Citizen Lawsuit. Namun pada kenyataannya, tidak semua perkara Citizen Lawsuit diterima oleh Hakim Pengadilan Negeri karena para hakim memiliki pendapat yang berbeda mengenai jenis gugatan tersebut. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pendapat mengenai bentuk gugatan ini. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar proses Gugatan Citizen Lawsuit diakomodir ke dalam hukum acara Indonesia untuk mencapai tujuan mencapai kejelasan hukum dan memberikan perlindungan hukum yang adil bagi individu yang ingin mempertahankan hak konstitusionalnya.Kata kunci: Citizen Lawsuit; Hukum Lingkungan; Actio Popularis; Kerusakan Lingkungan.  ABSTRACTThis study discusses the Citizen Lawsuit concept of violating environmental regulations in Indonesia through a normative review of legal dogmatics. This research is a normative legal study, which means seeking legal principles, principles and doctrines to address real legal issues. This study uses the statute method (law approach) in its analysis of legal texts. Meaning of the word "Lawsuit" Citizen lawsuit is a tool that can be used by members of the general public in an effort to legally protect themselves from the consequences of unlawful acts committed by government officials. Even though the Civil Procedure Code (HIR/RBg) does not explicitly regulate the types of Citizen Lawsuit lawsuits, the authors of this study found that Judges still accept and try them based on the Judicial Powers Act and through legal advances. This happened even though the Civil Procedure Code (HIR/RBg) does not clearly regulate the type of Citizen Lawsuit lawsuit. However, in reality, not all Citizen Lawsuit cases are accepted by District Court Judges because the judges have different opinions regarding the type of lawsuit. This is due to differences of opinion regarding the form of this lawsuit. Therefore, the authors suggest that the Citizen Lawsuit Lawsuit process be included in Indonesian procedural law to achieve the goal of achieving legal clarity and providing fair legal protection for individuals who wish to defend their constitutional rights. Keywords: Citizen Lawsuit; Environmental law; Actio Popularis; Environmental damage.
Perlindungan Hukum terhadap Masyarakat dan Lingkungan Akibat dari Reklamasi Pantai Manado Hikmah Zougira; Yeni Widowaty; Eko Priyo Purnomo; Hafizah Hafizah
Bina Hukum Lingkungan Vol 7, No 3 (2023): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v7i3.347

Abstract

ABSTRAKPerkembangan pembangunan dalam ranah reklamasi sudah sangat masif dilakukan di kota-kota besar di Indonesia. Kota Manado termasuk dari kota yang sangat sering melakukan reklamasi hal ini dilakukan untuk pembangunan jalan, pusat perbelanjaan, hotel dan bentuk pariwisata lainnya. Pada kenyataanya, reklamasi di Kota Manado selalu menjadi cerita yang menegangkan terutama bagi para masyarakat pesisir, maka tujuan dari artikel ini untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap masyarakat dan lingkungan yang diakibatkan dari adanya reklamasi di Pantai Manado. Penelitian menggunakan metode Normatif-Empiris yakni dengan mengkaji implementasi ketentuan hukum normatif dalam penerapannya di masyarakat. Terlaksananya reklamasi di Pantai Manado banyak tidak melibatkan persetujuan dari masyarakat pesisir dan tidak juga memperhatikan dampak pada aspek lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian, reklamasi di Pantai Manado ditemukan bertentangan dengan aturan-aturan yang ada. Pertama, dampak sosial akibat dari reklamasi di Pantai Manado melanggar UU No. 27 Tahun 2007 Pasal 34 ayat (2). Kedua, melanggar Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 25 Tahun 2009 Pasal 16. Selanjutnya, pelanggaran pada aspek lingkungan diatur dalam UU No. 27 Tahun 2007 yang tertera pada Pasal 35 huruf (c) dan (d). Kegiatan reklamasi di manado pada nyatanya menghilangkan mata pencaharian, sulitnya akses melaut dan kebisingan akan kegiatan dari reklamasi dan juga ditemukan adanya kerusakan terumbu karang yang berdampak buruk pada biota-biota laut. Kata kunci: perlindungan hukum; masyarakat; lingkungan; dampak reklamasi.ABSTRACTDevelopment in reclamation has been massively carried out in big cities in Indonesia. Manado is one of the cities that very often carry out reclamation; this is done for the construction of roads, shopping centers, hotels, and other forms of tourism—the law against society and the environment resulting from the reclamation of Manado Beach. The research uses the Normative-Empirical method by examining the implementation of normative legal provisions in their application in society. The performance of reclamation on Manado Beach does not involve the approval of the coastal community and ignores the impact on environmental aspects. Based on the results of research on reclamation on Manado Beach, it was found to be contrary to existing regulations. First, the social impact of reclamation on Manado Beach violates Law No. 27 Year 2007 Article 34 paragraph (2), which is stated in 35 letters (c) and (d). Reclamation activities in Manado eliminate livelihoods, difficulty accessing the sea, and noise from reclamation activities and also found damage to coral reefs, which negatively impacts marine biota.Keywords: legal protection; society; environment; reclamation impact.
PROBLEMATIKA PEMENUHAN KEPATUHAN HUKUM PENGELOLAAN LIMBAH B3 PADA INDUSTRI KABEL LISTRIK (STUDI INDUSTRI PT “X” DI KOTA BANDUNG) Geraldus Grenaldo Sentoso
Bina Hukum Lingkungan Vol 8, No 1 (2023): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v8i1.336

Abstract

ABSTRAKPengelolaan limbah B3 di PT X menjadi salah satu prasyarat wajib yang dapat mempengaruhi legalitas perizinan berusaha. Namun, pengelolaan limbah B3 yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Oleh karena itu, kesadaran dan kepatuhan hukum dalam pengelolaan limbah B3 di PT X sangat penting untuk dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi tingkat kesadaran dan kepatuhan hukum pengelolaan limbah B3 di PT X serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan analisis deskriptif terhadap bahan hukum yang dikandung istilah dalam peraturan perundangan melalui studi pustaka dan observasi partisipasi dalam proses pengelolaan limbah B3 di PT X. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesadaran dan kepatuhan hukum pengelolaan limbah B3 di PT X masih rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran dan kepatuhan hukum pengelolaan limbah B3 di PT X antara lain kurangnya pengetahuan tentang peraturan yang berlaku, kurangnya pengawasan, dan kurangnya sanksi bagi pelanggar. Kesimpulan dari penelitian ini adalah perlu adanya upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan hukum pengelolaan limbah B3 di PT X melalui peningkatan pengetahuan tentang peraturan yang berlaku, peningkatan pengawasan, dan pemberian sanksi bagi pelanggar. Hal ini penting untuk dilakukan guna mencegah risiko pencemaran lingkungan dan kesehatan manusia serta memenuhi kewajiban hukum yang berlaku.Kata kunci: pengelolaan limbah; kepatuhan hukum; limbah B3.ABSTRACTHazardous waste management at PT X is one of the mandatory prerequisites that can affect the legality of business licensing. However, hazardous waste management that is not in accordance with applicable regulations can have a negative impact on the environment and human health. Therefore, legal awareness and compliance in hazardous waste management at PT X is very important. The purpose of this study is to evaluate the level of awareness and legal compliance in hazardous waste management at PT X and the factors that influence it. This research uses a normative juridical method with a descriptive analysis approach to legal materials contained in terms of laws and regulations through literature study and participatory observation in the process of hazardous and toxic waste management at PT X. The results show that the level of awareness and compliance in hazardous and toxic waste management at PT X is very important. The results showed that the level of awareness and legal compliance of hazardous waste management at PT X is still low. Factors affecting the awareness and compliance of hazardous waste management law at PT X include lack of knowledge about applicable regulations, lack of supervision, and lack of sanctions for violators. The conclusion of this study is that there needs to be an effort to increase awareness and legal compliance of hazardous waste management at PT X through increasing knowledge of applicable regulations, increasing supervision, and imposing sanctions for violators. This is important to do in order to prevent the risk of environmental and human health pollution and fulfill applicable legal obligations.Keywords: waste management; legal compliance; hazardous waste.
HUKUM ADAT SEBAGAI SARANA PERLINDUNGAN TERHADAP TEMBAWANG PADA SUB SUKU DAYAK TOBAG KALIMANTAN BARAT Salfius Seko; Lolita Lolita; Alfonsus Hendri Soa
Bina Hukum Lingkungan Vol 8, No 1 (2023): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v8i1.379

Abstract

ABSTRAKTembawang atau lebih dikenal sebagai temawak pada sub suku Dayak Tobag merupakan kebun yang ditanami beraneka macam buah-buahan terkadang juga ditanami pohon tertentu, misalnya ulin, sungkai, dan lain sebagainya. Tembawang ini yang memiliki banyak fungsi, baik fungsi ekologis ekonomis, sosial budaya bahkan juga menjadi simbol identitas etnisitas dan keluarga. Saat ini keberadaannya “darurat “ baik eksistensi dan keberlangsungannya. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka kajian ini memfokuskan pada permasalahan utama, yakni bagaimana perlindungan terhadap keberadaan tembawang pada sub suku Dayak Tobag? Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif eksploratif dan pendekatan action research dengan metode FGD. Penggunaan kedua metode tersebut dengan pertimbangan untuk melakukan pendalaman dan akurasi data terhadap kajian yang dilakukan. Sedangkan implementasi penelitian ini menggunakan metode FGD adalah bentuk aksi masyarakat dalam merekonstruksi dirinya ketika menghadapi suatu permasalahan sesuai kearifan lokal yang hidup dalam masyarakat. Keberadaan tembawang pada masyarakat sub suku Dayak Tobag yang terus mengalami penyusutan dari tahun ke tahun, baik secara kualitas maupun kuantitas, dikarenakan alih fungsi lahan secara masif dan dampak dari pembangunan yang tidak berbasis pada konsep ekologis. Di samping kedua faktor tersebut, ketiadaan regulasi yang memberi perlindungan terhadap tembawang berkontribusi cukup besar penyusutan areal tembawang tersebut. Untuk itu, kajian ini menjadi penting guna mendorong adanya pengakuan dan perlindungan secara de facto dan de jure, baik pada masyarakat adat maupun oleh negara. Adanya aturan adat dan peraturan di tingkat desa dapat menjadi solusi di tingkat basis untuk memberi perlindungan minimum terhadap keberadaan tembawang.Kata kunci: ketentuan hukum adat; perlindungan hukum; tembawang.ABSTRACTTembawang or better known as temawak in the Tobag Dayak sub-tribe is a garden planted with various kinds of fruits, sometimes certain trees are also planted, such as ironwood, sungkai, and so on. This Tembawang has many functions, both ecological, economic, socio-cultural and even as a symbol of ethnic identity and family. Currently its existence is "emergency" both its existence and sustainability. Based on this fact, this study focuses on the main problem, namely how to protect the existence of tembawang in the Tobag Dayak sub-tribe? The research method used is explorative qualitative and an action research approach with the FGD method. The use of these two methods is with the consideration of deepening and accuracy of the data for the studies conducted. While the implementation of this research using the FGD method is a form of community action in reconstructing themselves when facing a problem according to local wisdom that lives in society. The existence of tembawang in the Tobag Dayak sub-tribe community continues to experience depreciation from year to year, both in quality and quantity, due to massive land conversion and the impact of development that is not based on ecological concepts. In addition to these two factors, the absence of regulations that provide protection for tembawang has contributed significantly to the reduction in the tembawang area. For this reason, this study is important to encourage de facto and de jure recognition and protection, both for indigenous peoples and by the state. The existence of customary rules and regulations at the village level can be a solution at the base level to provide minimum protection against the existence of tembawang.Keywords: customary law; legal protection; tembawang.
MENYOROTI RITME FAKTOR PENYEBAB KONFLIK TANAH ULAYAT DI KENEGERIAN KOPAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI Rika Lestari
Bina Hukum Lingkungan Vol 8, No 1 (2023): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v7i3.358

Abstract

ABSTRAKKonflik muncul berasal dari kondisi kemajemukan struktur masyarakat dan konflik merupakan fenomena yang sering terjadi sepanjang kehidupan manusia dalam masyarakat. Salah satu fenomena atau permasalahan yang terjadi saat ini adalah konflik tanah ulayat antara masyarakat hukum adat Kenegerian Kopah dengan PT. Duta Palma Nusantara. Konflik ini telah terjadi bertahun-tahun yang lalu akan tetapi sampai saat sekarang belum dapat terselesaikan dengan baik di antara kedua belah pihak. Penyebab terjadinya konflik antara lain: tumpang tindih hak di atas hak ulayat dan HGU, Konflik batas penguasaan lahan, Pembangunan Parit Gajah, Corporate Social Responsibility tidak dilaksanakan; Pembangunan kebun masyarakat yang tidak dilaksanakan; terjadinya tindakan kekerasan terhadap masyarakat hukum adat kenegerian kopah. Oleh sebab itu pemerintah harus memberikan solusi dalam penyelesaian konflik tanah ulayat dengan cara pemerintah memaksa perusahaan menyerahkan 20 % lahan HGU untuk dikelola oleh masyarakat hukum adat kalau tidak ditaati maka pemerintah membatalkan HGU perusahaan; atau Pemerintah dapat mempertimbangkan lebih lanjut untuk tidak memberikan perpanjangan HGU perusahaan yang memiliki konflik berkepanjangan dengan masyarakat hukum adat terkait dengan tanah ulayat. Kata kunci: tanah ulayat; faktor penyebab konflik; masyarakat hukum adat.ABSTRACTConflict arises from the condition of the plurality of the structure of society and conflict is a phenomenon that often occurs throughout human life in society. One of the phenomena or problems that occur today is the ulayat land conflict between the customary law community of Kenegerian Kopah and PT. Duta Palma Nusantara. This conflict occurred many years ago but until now has not been able to be resolved properly between the two parties. The cause of conflict between others: overlap on the rights of the ulayat and HGU, Conflicted land rule boundaries, Building elephant trench, Corporate social responsibility not carried out, Development of unexerted community gardens, The occurrence of violence against the customary law kenegerian kopah. Therefore the government must provide solutions to conflict resolution ulayat land with the way the government forces companies to hand over 20 % of HGU land to be managed by the customary law community if not heeded the government cancel HGU company or government may consider further not to provide extra HGU that has prolonged conflict with the customary law community relating to the ulayat.Keywords: ulayat land; factors causing conflict; customary law community.