cover
Contact Name
Narita Adityaningrum
Contact Email
narita.a@trisakti.ac.id
Phone
+6281528282851
Journal Mail Official
reformasihukum@trisakti.ac.id
Editorial Address
Jl. Kyai Tapa No 1, Grogol Jakarta Barat
Location
Kota adm. jakarta barat,
Dki jakarta
INDONESIA
Reformasi Hukum Trisakti
Published by Universitas Trisakti
ISSN : -     EISSN : 2657182X     DOI : https://doi.org/10.25105/refor
Core Subject : Social,
The scope of this journal is in the field of legal science for case studies in Indonesia and also other regions of the world. Jurnal Reformasi Hukum Trisakti comes from a half of the results of the sudents undergraduate thesis of the Faculty of Law Trisakti University, in subjects : Business Law International Law Labour Law Family Law Land Law Constitutional Law Criminal Law Etc
Articles 44 Documents
Search results for , issue "Vol. 2 No. 1 (2020): Reformasi Hukum Trisakti" : 44 Documents clear
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEJAHATAN PERANG DI GHOUTA TIMUR, SURIAH BERDASARKAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Arrachma Nuradhy Pradana; Aji Wibowo
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 2 No. 1 (2020): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (266.655 KB) | DOI: 10.25105/refor.v2i1.8844

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui.terdapat dan adanya Kejahatan Perng di Ghout,Timur,Suriah,tindak pidana pembunuhan KUHP dengan The Penal Code Of Japan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat diskriptif, Dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. jenis dan bentuknya data yang diperlukan dalam penelitian ini “adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan.” Dengan menganalisis dokumen - dokumen terkait dengan penelitian ini secara normatif. Berdasarkan pembahasan tentang Kejahatan Perang, yaitu Kejahatan Perang Terhadap Konvensi Janewa 1949,dan yaitu Konflik bersenjata di Ghouta Timur antara pemerintah Suriah yang dilakukan oleh dengan Organisasi ISIL (Islamic State Iraq Levant)yang di kategorikan sebagai Konflik bersenjata Non-Internaasional yaitu sebgaimna diatur dalam Pasal 3 Konvensi Genewa Tahun 1949, tentang Commons Article dan Pasal 1Protokol Tambahan Tahun 1977 yang mengatur mengenaiKonflik perang non-Internasional, dan Dalam Hl Ini yang berstatus sebagai pemeberontak yang berad di Pihak Pro- Bashar al-Assaad yaitu (Islamic iraq and Levant) juga bisa dikatakan sebagai pihak pemberontak “Belligerent” yang sebagaimana hal ini diaatur dalam Di dalam Konvensi Den Haag IV Tahun 1907 tentang Hague Regulation yang sebagaimana tercantum dalam Bab I tentang “The qualification of Belligerent” dan masih didalam Konflik dalam kasus ini juga terdapat pihak lain yang sedang berkonflik yaitu pihak dari “Belligerent” pihak yang berkkonflik yaitu dari pihak oposisi yang bernam Jaish al-Islam yang juga bisa di kategorikan sebagi pihak “Belligerent” yang sebgaimana ditur dalam Konvensi Den Haag IV Tahun 1907 tentang Hague Regulation yang sebagaimana tercantum dalam Bab I tentang “The qualification of Belligerent”,dan namun dalam hal ini juga Pihak Jaish al-Islam juga melanggar Konvensi Convention on Chemichal Weapons Tahun 1993 yang dalam hal ini di masukkan ke dalam Katrgori Zat Kimia I dan masuk juga dalam Zat kimia berbahaya,yaitu Zat berbahaya Kategori I.yang dilakukan dan di langgar oleh Jaish al-Islam yaitu larangan penggunan senjata kimia berupa chemichal weapons yang bernama Gas Chlorine Jadi dengan melihat berbagai ketentuan syarat,kewajiban,dan hak dalam pemenuhan hak dan kewajiban Kombatan yang terdapat dalam Konvensi Den Haag 1907 tentang cara dan sarana Berperang (The Hague Laws),Konvensi-Konvensi Janewa 1949 tentang perlindungan Korban perang (The Geneve Law) serta Protokol tambahan 1977 (Additional Protocol1977) dan dalam hal ini bahwa fakta nya di dalam Hukum Humaniter Internasional semua Pasal dan Konvensi-Konvensi diatas Kasus tersebut telah terpenuhi Hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan Kerentuan Hukum Humaniter yang berlaku dalam Kasus Kejahatan Perang di Ghota,timur. Kata Kunci : Kejahatan Perang,Ghouta Timur,Suriah, Hukum Internasional
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI HAK UNTUK MENDAPATKAN REPARASI BAGI KORBAN PENGHILANGAN PAKSA DI MEXICO BERDASARKAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE PROTECTION OF ALL PERSONS FROM ENFORCED DISAPPEARANCE TAHUN 2006 Ridi Avianti; Aji Wibowo
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 2 No. 1 (2020): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (341.172 KB) | DOI: 10.25105/refor.v2i1.8845

Abstract

ICPED adalah konvensi yang mengatur mengenai upaya-upaya mencegah, memberantas dan menghukum pelaku tindak pidana praktek penghilangan orang secara paksa, yang bertujuan untuk melindungi setiap orang dari praktek kejahatan penghilangan paksa. setiap negara pihak wajib menjamin dalam sistem hukumnya bahwa korban penghilangan paksa mempunyai hak untuk memperoleh reparasi dan kompensasi yang cepat, adil, dan memadai. Karena korban memiliki hak untuk mengetahui kebenaran mengenai situasi dan keadaan peristiwa penghilangan paksa, perkembangan dan hasil penyelidikan serta nasib orang yang dihilangkan. Reparasi merupakan upaya pemulihan korban pelanggaran HAM kembali ke kondisinya sebelum pelanggaran HAM tersebut terjadi pada dirinya. Mexico merupakan salah satu negara yang meratifikasi konvensi ICPED, namun masih terdapat beberapa kasus mengenai penghlangan paksa yang terjadi di Mexico. Pokok permasalahan skripsi ini adalah bagaimana tanggung jawab negara terhadap korban penghilangan secara paksa dan apakah upaya reparasi yang dilakukan untuk memberikan perlindungan bagi para korban penghilangan di Mexico telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh konvensi ICPED. Tipe penelitian ini adalah penelitian normatif dengan menggunakan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan dianalisis secara kualitatif. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode deduktif. Kesimpulan skripsi ini adalah Mexico sebagai negara yang meratifikasi konvensi ICPED memiliki kewajiban bertanggung jawab untuk memberikan reparasi terhadap korban penghilangan paksa, karena reparasi merupakan salah satu bentuk tanggung jawab negara, dan upaya reparasi yang dilakukan Mexico belum memenuhi standar dari konvensi terkait dengan jaminan non-repetisi karena masih terdapatnya peristiwa pelanggaran HAM yang terdapat di Mexico. Kata Kunci: Hak Reparasi, ICPED, Mexico Penghilangan Paksa
ANALISIS YURIDIS TERHADAP BLOKADE DI PELABUHAN HUDAYDAH YAMAN YANG MENYEBABKAN KEMATIAN ANAK-ANAK Trixie Rachel Tandayu; Aji Wibowo
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 2 No. 1 (2020): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (378.969 KB) | DOI: 10.25105/refor.v2i1.8849

Abstract

Maka permasalahannya adalah Apakah tindakan blokade pelabuhan Hudaydah Yaman, yang merupakan jalur masuknya makanan bagi warga sipil di Yaman yang mengakibatkan kematian anak-anak merupakan pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional dan Bagaimana pengaturan mengenai jatuhnya korban anak-anak di Yaman dalam Hukum Humaniter Internasional. Metode yang dilakukan adalah penelitian secara normatif terhadap Konvensi Jenewa, Protokol Tambahan, dan keefektifan blokade yang tercantum dalam Deklarasi. Analisi data dilakukan secara kualitatif, sedangkan pengambilan kesimpulan dilakukan dengan cara deduktif. Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: Penyerangan blokade di pelabuhan Hudaydah harus diperhatikan keefektifannya dan memperhatikan prinsip-prinsip perlindungan terhadap warga sipil. Dalam kasus blokade pelabuhan Hudaydah di Yaman yang menewaskan anak-anak sebagai penduduk sipil mendapat perlindungan Konvensi Jenewa IV 1949 khususnya Pasal 23, 50, 55, dan 59. Selain Konvensi Jenewa IV, perlindungan penduduk sipil juga diatur dalam Protokol Tambahan I 1977. Hal ini karena konflik bersenjata yang terjadi antara pemberontak Houthi dan Yaman mendapatkan bantuan dari Koalisi Arab Saudi, termasuk dalam konflik bersenjata IAC, yaitu konflik internal yang diinternasionalisasi, sehingga ketentuan yang digunakan dalam menganalisa konflik tersebut adalah Protokol Tambahan I, 1977. Ketentuan Protokol I, 1977 yang terkait dengan kasus ini adalah Pasal 54, Pasal 70 ayat (1), Pasal 77 ayat (1). Untuk keefektifan blokade di Pelabuhan Hudaydah Yaman, maka perlu dipikirkan prinsip-prinsip yang berlaku secara internasional yang menjadi pacuan dalam blokade. Declaration of Paris 1856 yang menjadi pacuan dalam blokade dalam Pasal 4, Declaration of London 1909 Pasal 17, Piagam PBB pasal 42, dan Konvensi Jenewa keempat 23 dan 59.Kata kunci: Hukum Humaniter Internasional, Hudaydah, Yaman, Blokade
KEKUATAN SERTIPIKAT SEBAGAI ALAT BUKTI HAK ATAS TANAH (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO 37/PK/PDT/2018) Annisa Rheinata Suhartono; Listyowati Sumanto
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 2 No. 1 (2020): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (516.569 KB) | DOI: 10.25105/refor.v2i1.8853

Abstract

Berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia. Sertipikat berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, sepanjang data fisik dan data yuridis yang disajikan tidak dapat dibuktikan sebaliknya. Permasalahannya adalah bagaimana kekuatan pembuktian hak atas tanah yang dipunyai oleh para pihak berdasarkan alat bukti yang dimiliki dan bagaimana perlindungan hukum bagi pemegang sertipikat. Metode penelitian menggunakan tipe penelitian hukum normatif, bersifat deskriptif, dianalisis secara kualitatif dan pengambilan kesimpulan secara logika deduktif. Berdasarkan pembahasan, 1) Sertipikat Hak Pakai Nomor 4/Sukmajaya yang dimiliki oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia merupakan alat bukti yang kuat, karena Ranting 03 dan Ranting 04 Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Depok tidak dapat membuktikan sebaliknya, sehingga data fisik dan data yuridis yang termuat di dalam sertipikat mempunyai kekuatan bukti yang kuat dan harus diterima sebagai keterangan yang benar. 2) Kekuatan pembuktian sertipikat tidak hanya berlaku terhadap pihak luas, tetapi juga mempunyai daya kekuatan internal yang memberikan rasa aman bagi para pemegang haknya, sehingga terbukti bahwa tujuan dilaksanakannya pendaftaran tanah yang pada akhirnya menerbitkan sertipikat (dalam hal ini Sertipikat Hak Pakai Nomor 4/Sukmajaya) sebagai alat bukti yang kuat telah memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegangnya. Kata kunci: Pendaftaran Tanah, Sertipikat Hak Atas Tanah
TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN TERHADAP APARAT KEPOLISIAN DALAM (PUTUSAN NOMOR 154/PID.B/2019/PN BKO) Perdi Perdi; Dian Adriawan Dg. Tawang
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 2 No. 1 (2020): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (231.464 KB) | DOI: 10.25105/refor.v2i1.9021

Abstract

Tindak pidana penganiayaan terhadap tubuh dalam KUHP tidak memberikan penjelasan yang lebih luas mengenai tindak pidana itu sendiri, tindak pidana kekerasan terhadap penegak hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 212 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Timbulnya masalah dalam tindak pidana kekerasan tidak terlepas dari peran korban itu sendiri, dalam hal ini penulis membahas mengenai tindak pidana penganiayaan terhadap aparat kepolisian. Permasalahan dalam penelitian ini ialah pelaku tindak pidana kekerasan terhadap aparat kepolisian yang tidak menerima hukuman sebagaimana mestinya.? Dalam menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitihan dengan deskriptif analitis, dengan menggunakan data sekunder, cara pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan, analisis data dilakukan dengan secara kualitatif, dan pada pengambilan kesimpulan dilakukan dengan cara deduktif. Dimana hasil dari itu terjadi tindak pidana penganiayaan terhadap aparat kepolisian, dimana pelaku tindak pidana menusuk dengan menggunakan pisau kepada korban seingga mengalami luka-luka dan rasa sakit Saran penulis kepada aparat penegak hukum agar tetap berhati-hati dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya yang dapat mendatangkan penyakit atau bahaya maut. Kata Kunci : Tindak Pidana Penganiayaan, Tindak Pidana Penganiayaan Terhadap aparat kepolisian, Peranan Korban Dalam Tindak Pidana.
PRAKTEK MONOPOLI DALAM PENENTUAN HARGA GAS INDUSTRI DI WILAYAH MEDAN, SUMATERA UTARA OLEH PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA TBK. BERDASARKAN HUKUM PERSAINGAN USAH Zarah Zertia; Anna Maria Tri Anggaraini
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 2 No. 1 (2020): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (274.921 KB) | DOI: 10.25105/refor.v2i1.10433

Abstract

Persaingan usaha yang sehat dapat diukur dari kebebasan para pembeli untuk memilih pemasok barang, kebebasan pemasok barang untuk memilih para pembelinya, pasar yang memungkinkan para pelaku usaha bergerak bebas, dan pasar yang bisa dimasuki dengan bebas oleh pendatang baru. Adapun pokok permasalahan: (1) Apakah penentuan gas industri di wilayah Medan, Sumatera Utara oleh PT. Perusahaan Gas Negara Tbk. Termasuk pelanggaran Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang  Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat? (2) Bagaimana pandangan hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan Mahkamah Agung terhadap tindakan PT. Perusahaan Gas Negara Tbk. dalam menentukan harga gas industri di wilayah Medan, Sumatera Utara? Metode penilitian dilakukan secara yuridis normatif, tipe penelitian adalah deskriptif. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan cara studi kepustakaan. Analisa data secara kualitatif dan pengambilan kesimpulan dengan metode deduktif. Kesimpulan: Penentuan harga gas industri di wilayah Medan, Sumatera Utara oleh PT. Perusahaan Gas Negara Tbk. tidak memenuhi unsur Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Saran: Dalam memeriksa dan memutus perkara terkait dengan kasus persaingan usaha, Komisi Pengawas Persaingan Usaha seharusnya lebih memperhatikan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksana lainnya yang berhubungan dengan kasus tersebut.
PRAKTEK MONOPOLI DALAM PENENTUAN HARGA GAS INDUSTRI DI WILAYAH MEDAN, SUMATERA UTARA OLEH PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA TBK. BERDASARKAN HUKUM PERSAINGAN USAH Zarah Zertia; Anna Maria Tri Anggaraini
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 2 No. 1 (2020): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (274.921 KB) | DOI: 10.25105/refor.v2i1.10434

Abstract

Persaingan usaha yang sehat dapat diukur dari kebebasan para pembeli untuk memilih pemasok barang, kebebasan pemasok barang untuk memilih para pembelinya, pasar yang memungkinkan para pelaku usaha bergerak bebas, dan pasar yang bisa dimasuki dengan bebas oleh pendatang baru. Adapun pokok permasalahan: (1) Apakah penentuan gas industri di wilayah Medan, Sumatera Utara oleh PT. Perusahaan Gas Negara Tbk. Termasuk pelanggaran Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang  Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat? (2) Bagaimana pandangan hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan Mahkamah Agung terhadap tindakan PT. Perusahaan Gas Negara Tbk. dalam menentukan harga gas industri di wilayah Medan, Sumatera Utara? Metode penilitian dilakukan secara yuridis normatif, tipe penelitian adalah deskriptif. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan cara studi kepustakaan. Analisa data secara kualitatif dan pengambilan kesimpulan dengan metode deduktif. Kesimpulan: Penentuan harga gas industri di wilayah Medan, Sumatera Utara oleh PT. Perusahaan Gas Negara Tbk. tidak memenuhi unsur Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Saran: Dalam memeriksa dan memutus perkara terkait dengan kasus persaingan usaha, Komisi Pengawas Persaingan Usaha seharusnya lebih memperhatikan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksana lainnya yang berhubungan dengan kasus tersebut.
PRAKTEK MONOPOLI DALAM PENENTUAN HARGA GAS INDUSTRI DI WILAYAH MEDAN, SUMATERA UTARA OLEH PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA TBK. BERDASARKAN HUKUM PERSAINGAN USAH Zarah Zertia; Anna Maria Tri Anggaraini
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 2 No. 1 (2020): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (274.921 KB) | DOI: 10.25105/refor.v2i1.10435

Abstract

Persaingan usaha yang sehat dapat diukur dari kebebasan para pembeli untuk memilih pemasok barang, kebebasan pemasok barang untuk memilih para pembelinya, pasar yang memungkinkan para pelaku usaha bergerak bebas, dan pasar yang bisa dimasuki dengan bebas oleh pendatang baru. Adapun pokok permasalahan: (1) Apakah penentuan gas industri di wilayah Medan, Sumatera Utara oleh PT. Perusahaan Gas Negara Tbk. Termasuk pelanggaran Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang  Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat? (2) Bagaimana pandangan hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan Mahkamah Agung terhadap tindakan PT. Perusahaan Gas Negara Tbk. dalam menentukan harga gas industri di wilayah Medan, Sumatera Utara? Metode penilitian dilakukan secara yuridis normatif, tipe penelitian adalah deskriptif. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan cara studi kepustakaan. Analisa data secara kualitatif dan pengambilan kesimpulan dengan metode deduktif. Kesimpulan: Penentuan harga gas industri di wilayah Medan, Sumatera Utara oleh PT. Perusahaan Gas Negara Tbk. tidak memenuhi unsur Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Saran: Dalam memeriksa dan memutus perkara terkait dengan kasus persaingan usaha, Komisi Pengawas Persaingan Usaha seharusnya lebih memperhatikan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksana lainnya yang berhubungan dengan kasus tersebut.
KOMPETENSI ABSOLUT PENYELESAIAN PERKARA DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SAMPIT NOMOR 23/PDT.G/2016/PN.SPT) Seruni Anjasmoro; Ning Adiasih
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 2 No. 1 (2020): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (263.681 KB) | DOI: 10.25105/refor.v2i1.10437

Abstract

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap fasilitas pembiayaan dalam menunjang kebutuhan fasilitas pembiayaan diluar Perbankan atau dikenal disektor Industri Keuangan Non Bank, dalam hal sengketa tentang hak dan kewajiban diantara kedua pihak tersebut. Seperti halnya sengketa antara Perusahaan Pembiayaan PT. Oto Multiartha (OM), dengan pihak konsumen, karena adanya penarikan kendaraan yang diperoleh konsumen dari fasilitas pembiayaan di PT. OM. Permasalahannya adalah 1) Apakah Badan Penyelesaian Sengketa (BPSK) memiliki kompetensi dalam sengketa perjanjian pembiayaan konsumen? Dan 2) Apa saja syarat- syarat dan ketentuan mengajukan gugatan konsumen ke Badan Penyelesaian Sengjeta Konsumen? Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian secara yuridis normatif terhadap putusan Kasasi Mahkamah Agung dan peraturan perundang-undangan yang mendasarinya. Pengolahan data dilakukan kualitatif, pengambilan kesimpulannya dilakukan menggunakan logika deduktif. Berdasarkan analisa yang dilakukan diketahui bahwa; 1). Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) tidak memiliki komptensi absolut terhadap sengketa perkara yang berkaitan dengan perjanjian pembiayaan konsumen, karena berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum dijelaskan bahwa sengketa perkara perdata dan pidana merupakan tugas dan kewenangan Pengadilan Negeri. 2) Persyaratan pengajuan gugatan konsumen ke badan penyelesain sengketa konsumen di atur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 dan UUPK Pasal 52 huruf (a) dan konsiliasi ini kemudian di atur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/Mpp/Kep/12/2001 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (Kepmen Perindag 350/2001)
SYARAT FORMIL PERUNDINGAN BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (STUDI PUTUSAN NOMOR: 10/PDT.SUS-PHI/2018/ PN.DPS. JO. PUTUSAN NOMOR 392/K/PDT.SUS-PHI/2019) Silviana Arifiati Listianingrum; Andari Yurikosari
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 2 No. 1 (2020): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (231.419 KB) | DOI: 10.25105/refor.v2i1.10441

Abstract

Perselisihan hubungan industrial yang terjadi antara pekerja dan pengusaha diselesaikan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dengan melakukan upaya perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dilakukan oleh para pihak, pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 10/Pdt.Sus-PHI/2018/PN.Dps.  jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 392/K/Pdt.Sus-PHI/2019 serta akibat hukum berkaitan dengan syarat formil perundingan bipartit telah sesuai atau tidak dengan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Penelitian ini merupakan tipe penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif, bersumber dari data sekunder dan dianalisis secara kualitatif serta kesimpulan ditarik dengan cara deduktif. Prosedur penyelesaian yang dilakukan para pihak tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, sehingga dalam Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 10/Pdt.Sus-PHI/2018/PN.Dps.  jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 392/K/ Pdt.Sus-PHI/2019 terdapat cacat formil dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial, pertimbangan hakim tersebut dilihat secara teori mengandung cacat formil, karena proses mediasi yang telah dilakukan tidak sah dan berakibat hukum putusan tersebut sah dapat dilaksanakan oleh para pihak, namun mengakibatkan timbulnya perbedaan penafsiran mengenai ketiadaan perundingan bipartit.