cover
Contact Name
Aulia Muthiah
Contact Email
jenterajurnal8@gmail.com
Phone
+6285251684929
Journal Mail Official
jenterajurnal8@gmail.com
Editorial Address
Fakultas Hukum Universitas Achmad Yani Banjarmasin Jl Jend A Yani Km 5.5 Komp. Stadion Lambung Mangkurat Banjarmasin Telp / Fax (0511325850) HP/WA (08525168929)
Location
Kota banjarmasin,
Kalimantan selatan
INDONESIA
Jentera Hukum Borneo
ISSN : 25410032     EISSN : 26859874     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Jentera Hukum Borneo terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Juli memuat artikel ilmiah dalam bentuk hasil penelitian, kajian analisis, aplikasi teori dan pembahasan kepustakaan tentang hukum.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol. 3 No. 2 (2019): Juli 2019" : 9 Documents clear
KAWIN SIRI DIDALAM MEKANISME PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DI INDONESIA Mahyuni Mahyuni
Jantera Hukum Bornea Vol. 3 No. 2 (2019): Juli 2019
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (654.624 KB)

Abstract

Undang-Undang Perkawinan no 1 tahun 1974 akan selalu menuai permesalahanselama kandungan pasal-pasal didalam Undang-Undang tersebut bertentangandengan aturan perkawinan berdasarkan agama islam yang banyak dianutmasyarakat oleh karena itu penulis mengusulkan suatu revisi terhadap UndangUndang tersebut khusus nya yang menyangkut aturan perkawinan.
KETERIKATAN NEGARA INDONESIA PADA HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Safitri Wikan Nawang Sari
Jantera Hukum Bornea Vol. 3 No. 2 (2019): Juli 2019
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (782.896 KB)

Abstract

Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Internasional harus mampu beradaptasidengan kepentingan internasional melalui reformulasi hukum humaniter internasionaldalam hukum nasional, artinya secara ius constitutum, perjanjian internasional yangberkaitan dengan hukum humaniter dapat berintegrasi secara tidak langsung ke dalamhukum nasional melalui putusan-putusan pengadilan, sedangkan secara iusconstituendum perjanjian internasional yang berkaitan dengan hukum humaniter dapatmenjadi landasan kebijakan legislasi nasional dengan dibentuknya Rancangan KitabUndang-Undang Hukum Humaniter dalam penanganan konflik bersenjata / gerakanseparatis dan penanganan konflik SARA (Suku, Agama, Ras) termasuk kejahatanperang secara komprehensif yang meleburkan kepentingan militer, non - militer / sipil,dan kepentingan kemanusiaan dalam bingkai tanggung jawab hukum yang sama bagisemua golongan kepentingan tersebut demi menjamin pengakuan dan penghormatanterhadap hak asasi manusia secara global yang berkeadilan dan proporsionalitas.
TINDAKAN KEPOLISIAN TERHADAP PELAKU PEREDARAN OBAT DAFTAR-G SECARA ILEGAL DI POLISI RESORT TANAH LAUT Aldia Bela Ranti
Jantera Hukum Bornea Vol. 3 No. 2 (2019): Juli 2019
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (651.378 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tindakan kepolisian terhadap pelaku peredaran obat daftar-g secara ilegal di Polisi Resort Tanah Laut. Dengan melihat upaya pencegahan yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap peredaran obatdaftar-g berserta penegakan hukum oleh pihak Polisi Resort Tanah Laut terhadap pelaku peredaran obat daftar-g secara ilegal.Pertama, mengenai upaya pencegaha yang dilakukan oleh pihak Polisi Resort Tanah Laut terhadap peredaran obat daftar-g secara ilegal, karena dalam peredaran secara ilegal di kota Pelaihari selalu mengalami peningkatan disetiap tahunnya walau pihak kepolisian sudah melakukan atau menerapkan beberapa upaya pencegahan tersebut.Kedua, penegakan hukum oleh Polisi Resort Tanah Laut dalam melakukan tindakantindakan terhadap pelaku peredaran obat daftar-g secara ilegal di dalam wilayah hukumnya, yakni melakukan razia terhadap apotek di Pelaihari, dan masyarakat yang dicurigai menjadi pengedar obat tersebut secara ilegal.
UPAYA KRIMINALISASI TERHADAP ADVOKAT DALAM MENJALANKAN PROFESI HUKUM Afif Khalid
Jantera Hukum Bornea Vol. 3 No. 2 (2019): Juli 2019
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (804.221 KB)

Abstract

Advokat merupakan suatu profesi pekerjaan yang bebas, mandiri, imparsial, bertanggung jawab, dan berkomitmen pada moral yang tinggi. Status dan kedudukan Advokat sebagai lembaga pendukung negara (auxiliary state) dalam penegakan hukum. Menurut Pasal 5 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, menyebutkan bahwa Advokat berstatus sebagai „penegak hukum‟ adalah Advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Penelitian hukum normatif ini dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan melakukan pendekatan konseptual, yaitu materi atau bahan-bahan hukum tersebut dikumpulkan, dipilah-pilahuntuk selanjutnya dipelajari dan dianalisis muatannya, sehingga dapat diketahui taraf sinkronisasinya, kelayakan norma, dan pengajuan gagasan-gagasan normatif baru. Pengaturan hak imunitas tethadap advokat dapat dilihat dan dipahami denganlebih mendalam dari pasal 14 hingga pasal 19 Undang-Undang No.18 Tahun 2003, tepatnya bab IV tentang hak dan kewajiban. Secara umum dapat dikatakan bahwa hak imunitas muncul dari hak (right) dan kewajiban (duty) advokat dalam melakukan tugastugasnya, yang secara tegas menyatakan, bahwa Advokat bebas untuk mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam Sidang Pengadilan. Oleh karena itu seorang Advokat tidak dapat dikriminalisasikan atau dengan kata lain tidak dapat dituntut baik secara Perdata maupun Pidana dalam menjalankan tugas profesinya yang didasarkan pada itikad baik untuk kepentingan pembelaan Kliennya
PERSYARATAN ADIL DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT HUKUM ISLAM Hamdani Hamdani
Jantera Hukum Bornea Vol. 3 No. 2 (2019): Juli 2019
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (704.436 KB)

Abstract

Hukum Positif dan Hukum Islam membolehkan seorang Laki-Laki berpoligami dengan memenuhi alasan-alasan dan persyaratan tertentu. Salah satu persyaratan berpoligami adalah berlaku adil terhadap isteri-isterinya. Bagaimanakah batasan adil dalam berpoligami, masih menimbulkan batasan polemic di kalangan ulama dan fuqaha, karena kata adil adalah bersifat subjektif. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif yang menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data sekunder tersebut diperoleh melalui penelitian kepustakaan. Kemudian data sekunder tersebut diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa batasan adil dalam poligami merujukkepada sesuatu yang bersifat material serta giliran berkumpul dengan para isterinya. Kemudian apabila seorang laki-laki tidak mampu berbuat adil dalam poligami, maka termasuk perbuatan zalim dan berdosa menurut hukum Islam.
KEABSAHAN PERJANJIAN BELI PADA TRANSAKSI JUAL BELI DENGAN HARGA PRODUK PECAHAN RUPIAH YANG TIDAK BEREDAR Aulia Muthiah
Jantera Hukum Bornea Vol. 3 No. 2 (2019): Juli 2019
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (555.302 KB)

Abstract

Kehadiran pasar modern memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi para pembeli, sehingga pasar-pasar modern menjadi salah satu pilihan para konsumen. Fasilitas-fasilitas yang ditawarkan sedikik berbeda dengan pasar-pasar tradisional. Sebagaimana kita ketahui bahwa pada pasar tradisional para penjual dan pembeli mendapatkan kesempatan untuk menentukan harga jual produk. Fasilitas ini tidak kita temukan pada pasar-pasar modern. Pelaku usaha mempunyai kewenangan penuh untuk menetapkan harga jual produk. Harga produk biasa sudah berlabel disetiap produk. Ironisnya fasilitas ini dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan lebih dengan cara menetapkan harga jual yang mana harga produk tersebut tidak menggunakan pecahan rupiah yang beredar. Metode Penelitian yang digunakan menggunakan yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan terhadap KUHPerdata dan UUPK sebagai bahan hukum yang berkaitan dengan pembahasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan perjanjian jual belinya dan juga untuk mengetahui perlindungan hukum apa saja yang menjunjung hak-hak konsumen agar tidak dirugikan oleh para pelaku usaha. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa perjanjian jual beli dengan menggunakan harga jual yang mana nominal rupiahnya tidak beredar dianggap sebagai perjanjian yang cacat, sebab dalam hal ini ada cidera kesepakatan antara pelaku usaha dengankonsumen. Selanjutnya KUPHerdata dan UUPK dengan segala ketentuannya telah memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen dengan dalil bahwa setiap transaksi harus didasarkan dengan iktikad baik. Namun Peraturan Mentri PerdaganganNo.35/M-DAG/PER/7/2013 tentang Pencantuman Harga Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan tidak memberikan perlindungan hukum sebagaimana mestinya.
PROSEDUR PENANGANAN TERHADAP PEMBERI GADAI SAHAM YANG MELAKUKAN WANPRESTASI Rahmad DS Rahmad Ds; Andin Sofyannor
Jantera Hukum Bornea Vol. 3 No. 2 (2019): Juli 2019
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (301.607 KB)

Abstract

Saham sebagai modal dasar Perseroan termasuk kategori benda bergerak, sehingga secara otomatis memebrikan hak kebendaan, yaitu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketentuan eksekusi terhadap gadai saham akibat wanprestasi dan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pemberi gadai saham yang dirugikan atas pelaksanaan eksekusi.Metode penelitian yang digunakan adalah metode normatif. Sumber data dipilih secara deskriptif analitis. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka. Analisis hasil penelitian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanganan terhadap pemberi gadai saham yang wanprestasi yang dilakukan melalui parate eksekusi menurut pasal 1155 KUHPerdata pada prinsipnya melalui pelelangan umum, kecuali ada perjanjian antara pemberi gadai saham dengan penerima gadai saham, maka eksekusi dapat dilakukan secara di bawah tangan tanpa melalui pelelangan umum, seperti halnya kasus eksekusi gadai saham oleh Deutsche Bank terhadap PT. Swabara Mining Beckect. Oleh karena pasal 1155 KUHPerdata bersifat fakultatif yang berlakunya dapat dikesampingkan dengan perjanjian, Pemberi gadai saham maupun pihak ketiga yang berkepentingan kurang mendapatkan perlindungan hukum terhadap haknya kalau eksekusi gadai saham menurut pasal 1156 KUHPerdata dilakukan melalui mekanisme permohonan. Karena pemberi gadai saham tidak dimintai keterangannya di sidang pengadilan, dan seharusnya menggunakan gugatan.
URGENSI PEMBENTUKAN LEMBAGA PENCEGAHAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN DALAM RANGKA MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PERUSAKAN HUTAN DI INDONESIA Josia Nopindo; Zulfa Asma Vikra
Jantera Hukum Bornea Vol. 3 No. 2 (2019): Juli 2019
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perusakan hutan merupakan perbuatan melanggar hukum yang jika dilihat dari aspek lingkungan mengakibatkan rusaknya kelestarian hutan yang selanjutnya akan menimbulkan bencana alam yang dahsyat, selain itu rusaknya hutan Indonesia juga menyumbang pemanasan global. Sedangkan jika dilihat dari aspek ekonomi, perusakan hutan mengakibatkan kerugian Negara. Perusakan hutan yang telah merongrong kelestarian hutan dan keseimbangan ekologi dunia merupakan bentuk kejahatan yang harus dituntaskan. Dampaknya sangat dahsyat terhadap kelangsungan fungsi hutan penyangga ekosistem bumi secara lintas teritori dan lintas generasi. Dengan demikian kegiatan pembalakan liar juga dapat dikategorikan sebagai keejahatan yang luar biasa. Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan di Indonesia, pada tanggal 06 Agustus 2013 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan di sahkan. Undang-undang ini merupakan instrumen hukum baru dalam penegakan hukum perkara kehutanan khususnya perkara perusakan hutan dimana undang-undang sebelumnya dianggap tidak mampu meakomodir keinginan masyarakat dan pemerintah dalam menindak pelaku perusakan hutan. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan mengamanatkan membentuk lembaga yang dianggap mampu mengatasi permasalahan kerusakan hutan secara terpusat. Semenjak lahirnya Lembaga Pencegahan Pemberantasan Perusakan Hutan, penanganan dan penegakan hukum semua perkara perusakan hutan yang terorganisasi sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini menjadi kewenangan lembaga ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa yang menjadi dasar pertimbangan perlunya pembentukan Lembaga Pencegahan Pemberantasan Perusakan Hutan untuk menanggulangi tindak pidana perusakan hutan di Indonesia dan bagaimana peran dan mekanisme penangangan perkara perusakan hutan melalui Lembaga Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan dalam sistem penyidikan yang terpadu di sektor kehutanan. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal, penelitian ini didukung oleh bahan-bahan hukum berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yang pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conseptual approach), dan pendekatan sejarah (historical approach), sedangkan analisis penelitian dengan cara penafsiran asas-asas hukum, dengan kerangka berfikir deduktif-induktif sebagai suatu penjelasan dan interpretasi logis dan sistematis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Dasar pertimbangan perlunya pembentukan lembaga pencegahan pemberantasan perusakan hutan untuk menanggulangi tindak pidana perusakan hutan adalah bahwa telah terjadi perusakan hutan di Indonesia yang disebabkan oleh pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perusakan hutan terutama berupa pembalakan liar, penambangan tanpa izin, dan perkebunan tanpa izin telah menimbulkan kerugian negara, kerusakan kehidupan sosial budaya dan lingkungan hidup, serta meningkatkan pemanasan global yang telah menjadi isu nasional, regional, dan internasional. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan mengamanatkan membetuk lembaga yang dianggap mampu mengatasi permasalah kerusakan hutan secara terpusat. Sejak terbentuknya Lembaga Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan, penanganan semua tindak pidana perusakan hutan yang terorganisasi sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini menjadi kewenangan lembaga ini. . Lembaga Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan nantinya berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden yang terdiri atas unsur Kehutanan, Kepolisian, Kejaksaan, dan unsur terkait lainnya. Selain memiliki fungsi penegakan hukum, lembaga ini juga memiliki fungsi koordinasi dan supervisi. Lembaga ini dapat membentuk satuan tugas yang melaksanakan upaya hukum sampai pada tingkat penuntutan layaknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Peran dan mekanisme penangangan perkara perusakan hutan sebagaimana amanah Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan melalui Lembaga Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan dalam sistem penyidikan yang terpadu di sektor kehutanan, maka penanganan tindak pidana perusakan hutan tidak dapat dilakukan secara sendiri-sendiri, perlu adanya sinergisitas dengan berbagai lembaga yang menangani sektor-sektor terkait untuk mendukung penegakan hukum. Pengintegrasian system peradilan pidana diwujudkan dalam sinkroniasasi antar lembaga penegak hukum dengan mewujudkan system peradilan pidana yang terpadu. Besarnya kewenangan yang dimiliki oleh Lembaga Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan aparat penegak hukum membuka potensi penyimpangan dalam pelaksanaannya. Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya sistem integritas yang kuat. Sistem tersebut dibentuk melalui adanya seleksi melalui tim terpadu yang independen pada level pimpinan sampai pelaksana lapangan. Pengawasan internal termasuk pelaporan dan dukungan terhadap proses penegakan hukum yang efektif (misalnya anggaran dan sarana prasarana). Untuk peningkatan kapasitas perlu dibentuk jaksa, penyidik dan hakim khusus sumber daya alam serta lingkungan hidup. Proses tersebut dapat dimulai dari proses sertifikasi dan pelatihan intensif (pelatihan secara selektif dan khusus), guna membentuk kesepahaman tentang makna filosofis, sosiologis dan yuridis atas perusakan hutan.
KETENTUAN ADIL TERHADAP SISTEM DALAM PERKAWINAN POLIGAMI (TINJAUAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM Umi Kalsum; Siti Maisarah
Jantera Hukum Bornea Vol. 3 No. 2 (2019): Juli 2019
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (399.807 KB)

Abstract

Hakikatnya asas perkawinan adalah monogami, namun pada ketentuan hukum Islam memberikan peluang untuk menjalani pernikahan poligami dengan syarat suami harus mampu berbuat adil kepada istri-istrinya. Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam tidak menyebutkan kriteria adil. Sehingga dalam hal ini ada kekosongan hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yaitu jenis penelitian yaitu untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab persoalan hukum yang dihadapi. Hasil penelitian menyatakan bahwa Undang-Undang tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam membolehkan seorang suami berpoligami dengan persyaratan berlaku adil terhadap para isterinya. Namun kedua peraturan hukum tersebut tidak menentukan konsep dan kriteria adil dalam berpoligami. Berdasarkan pendapat paraa ahli hukum Islam, bahwa kriteria adil dalam berpoligami adalah menyangkut kebutuhan materil yang berupa sandang, pangan, dan papan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI tidak menentukan akibat hukum apabila seorng suami yang berpoligami tidak berlaku adil terhadap para isterinya yang menyangkut kebutuhan materil, seperti sanksi hukum. Berdasarkan pendapat para ahli hukum Islam, bahwa apabila seorang suami yang berpoligami tidak berlaku adil terhadap para isterinya, maka di hukum berbuat dosa dan haram hukumnya.

Page 1 of 1 | Total Record : 9