cover
Contact Name
Aulia Muthiah
Contact Email
jenterajurnal8@gmail.com
Phone
+6285251684929
Journal Mail Official
jenterajurnal8@gmail.com
Editorial Address
Fakultas Hukum Universitas Achmad Yani Banjarmasin Jl Jend A Yani Km 5.5 Komp. Stadion Lambung Mangkurat Banjarmasin Telp / Fax (0511325850) HP/WA (08525168929)
Location
Kota banjarmasin,
Kalimantan selatan
INDONESIA
Jentera Hukum Borneo
ISSN : 25410032     EISSN : 26859874     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Jentera Hukum Borneo terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Juli memuat artikel ilmiah dalam bentuk hasil penelitian, kajian analisis, aplikasi teori dan pembahasan kepustakaan tentang hukum.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol. 5 No. 01 (2022): Januari 2022" : 10 Documents clear
THE PROTECTION OF HUMAN RIGHTS FOR THE ASIAN DIASPORA IN SOUTHEAST ASIA AND ERADICATION MAFIA OF TRADE PEOPLE Ma’rifah Ma’rifah; Muhammad Najmi Fajri
Jantera Hukum Bornea Vol. 5 No. 01 (2022): Januari 2022
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (371.526 KB)

Abstract

The Indonesian Diaspora Reality, which is a networked Community and strengthens with the potential of human resources which, not only is large, but "the selected few", Demanding a new political and human rights paradigm of citizenship for Indonesia. Double Citizenship Advocacy (Dwi Citizenship) requires steps as part of the largest democracy in the world. Moreover, the struggle for Dual Citizenship must be interpreted as a struggle to ensure the realization of human rights protection, especially for Indonesian diaspora children and women and the intelligent attitude of the Indonesian people and national policy makers in articulating the phenomenon and national policy-making in policies that are conducive to sustainability Indonesian national ideas and goals. Dual Citizenship issues are now increasingly developing. For those who support, have the view that Dual Citizenship for the government includes: a. Can improve economic relations between two countries; b. Expanding the economic base; c. Encouraging the development of trade, investment that opens employment; d. Dual Citizenship holders influence economic and political decisions in the country where they are domiciled, in such a way that decisions made can benefit the Republic of Indonesia; e. Dual citizenship will become a binder and avoid losing talented, intellectual and highly educated experts; f. Dual Citizenship is very good at supporting investment in Indonesia; g. Dual citizenship can introduce Indonesian culture abroad. Conversely, several reasons for those who reject the concept of Dual Citizenship include: a. Loyalty Problems; b. State Defense Obligations; c. Problems of Nationalism; d. Political rights; e. Land rights; f. Rights and obligations of citizens. Therefore the author uses a comparative approach to legislation both in force in Singapore, Malaysia and Indonesia related to the application of Double Citizenship
EFEKTIVITAS PEMBUKTIAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA Safitri Wikan Nawang Sari
Jantera Hukum Bornea Vol. 5 No. 01 (2022): Januari 2022
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (404.37 KB)

Abstract

Ketika seorang pelaku kejahatan teknologi diperiksa dalam hal penyelesaian perkara, KUHAP belum mengatur secara jelas mengenai pengaturan alat bukti elektornik sebagai alat bukti yang sah dalam melakukan pembuktian. Keefektifan pembuktian alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah dalam sistem peradilan pidana menjadi tanggung jawab bersama para penegak hukum terutama penyidik dalam proses penyidikan sebagai garda terdepan dalam identifikasi alat bukti dalam sistem peradilan pidana. Penulisan penelitian ini mengkaji pokok permasalahan melalui metode yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundanng-undangan (Statute Approach) untuk menganalisis kasus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach) untuk menjelaskan dan mengaitkan dengan teori-teori yang relevan yaitu menganalisis permasalahan dari sudut pandang atau menurut ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku, makalah, artikel, literatur, serta hasil penelitian dan karya ilmiah lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. KUHAP belum mengatur secara tegas mengenai alat bukti elektronik yang sah. Mengacu pada ketentuan pembuktian yang diatur dalam KUHAP, harus ada alat penguji terhadap alat bukti elektronik sebagaimana yang diatur dalam UU No. 11 Tahun 2008 Jo UU No. 19 Tahun 2016 agar alat bukti tersebut dapat dinyatakan sah dan berlaku efektif di persidangan, sejajar sebagaimana alat bukti lainnya yang sah menurut KUHAP
PENERAPAN PERATURAN DAERAH NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBERSIHAN, KEINDAHAN, KETERTIBAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN TERHADAP FENOMENA BADUT ANAK DI KOTA BANJARMASIN Muhammad Habibie; Nahdhah Nahdhah
Jantera Hukum Bornea Vol. 5 No. 01 (2022): Januari 2022
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (507.322 KB)

Abstract

Peningkatan pertumbuhan penduduk dan semakin berkembangnya Kota Banjarmasin dari tahun ke tahun maka berimbas pula dalam hal pekerjaan dan semakin banyak persaingan ditambah lagi pandemi covid-19 sehingga banyaknya pengangguran dan kesenjangan ekonomi yang tidak terbendung. Maka banyak anak bekerja sebagai pengamen, badut anak, dan pengemis guna membantu perekonomian keluarga mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan maraknya badut anak di jalanan Kota Banjarmasin dan upaya pemerintah untuk menertibkan badut anak berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Kebersihan, Keindahan, Ketertiban, dan Kesehatan Lingkungan terhadap fenomena badut anak di Kota Banjarmasin. Metode penelitian yang digunakan adalah metode empiris. Sumber data dipilih secara purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis hasil penelitian menggunakan langkah-langkah reduksi data dan verification. Hasil penelitian menunjukkan bahwa maraknya badut anak di Kota Banjarmasin disebabkan karena faktor ekonomi untuk membantu orang tua mereka. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menertibkan badut anak berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Kebersihan, Keindahan, Ketertiban, dan Kesehatan Lingkungan dalam Pasal 14 Ayat (3) Huruf A melalui razia secara berkala disepanjang jalan Kota Banjarmasin. Kemudian mereka dibawa ke Rumah Singgah Dinas Sosial dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Banjarmasin untuk dilakukan pembinaan. Penertiban sudah dilaksanakan secara maksimal dan optimal, akan tetapi belum mampu mengurangi jumlah badut anak jalanan di Kota Banjarmasin. Beberapa kendala yang dihadapi dalam penerapan Peraturan Daerah tersebut dalam hal penertiban badut anak sifatnya masih umum dan tidak mengatur ketentuan sanksi pelanggaran terhadap Pasal 14 Ayat (3) Huruf A untuk badut anak
KEBIJAKAN HUKUM PENGATURAN KEWENАNGАN PENYIDIK POLRI DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERUSАKАN HUTАN DI INDONESIA Masrudi Muchtar
Jantera Hukum Bornea Vol. 5 No. 01 (2022): Januari 2022
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (605.812 KB)

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Kebijakan hukum pengaturan kewenаngаn penyidik Polri dаlаm penаngаnаn perkаrа perusаkаn hutаn di indonesia. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal, penelitian ini didukung oleh bahan-bahan hukum berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yang pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conseptual approach), dan pendekatan sejarah (historical approach), sedangkan analisis penelitian dengan cara penafsiran asas-asas hukum, dengan kerangka berfikir deduktif-induktif sebagai suatu penjelasan dan interpretasi logis dan sistematis. Hasil penelitian ini menunjukkan. Perusakan hutan, terutama berupa pembalakan liar, penambangan tanpa izin, dan perkebunan tanpa izin telah menimbulkan kerugian negara, kerusakan kehidupan sosial budaya dan lingkungan hidup, serta meningkatkan pemanasan global yang telah menjadi isu nasional, regional, dan internasional. Perusakan hutan sudah menjadi kejahatan yang berdampak luar biasa, terorganisasi, dan lintas Negara yang dilakukan dengan modus operandi yang canggih, telah mengancam kelangsungan kehidupan masyarakat sehingga dalam rangka pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan yang efektif dan pemberian efek jera diperlukan landasan hukum yang kuat dan yang mampu menjamin efektivitas penegakan hukum. Berdasarkan hal tersebut negara membentuk Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Namun, baik secara filosofis, teoritis, sosiologis, dan yuridis banyak sekali persoalan dalam konteks pengaturan kewenangan penyidikan perkara perusakan hutan berdasarkan ketentuan Undang-undang ini, yang secara khusus menjadikan kewenangan penyidik polri menjadi tidak optimal dan tidak professional dalam kerangka pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan di Indonesia
IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM YANG BERLAKU DI INDONESIA Istiana Heriani; Abdul Hamid; Indah Dewi Megasari; H.Maksum H.Maksum
Jantera Hukum Bornea Vol. 5 No. 01 (2022): Januari 2022
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (149.405 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku perkawinan di bawah umur dan pihak-pihak yang terlibat, karena hal ini menyangkut kesehatan ibu dan keturunan yang dilahirkan dari perkawinan tersebut dan peningkatan pelayanan kesehatan. Untuk mengurangi terjadinya pernikahan di bawah umur, maka diperlukan peningkatan indikator dan ekonomi di masyarakat, karena salah satu faktor pencetus terjadinya pernikahan di bawah umur yang disebabkan oleh kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif. Untuk memperoleh data, dilakukan pendeskripsian secara menyeluruh dan sistematis tentang norma-norma hukum dan asas-asas hukum yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan pendekatan yuridis normatif, yang menitikberatkan pada kajian dokumen-dokumen dalam penelitian kepustakaan untuk mempelajari data sekunder yang dikumpulkan di lapangan. berupa bahan hukum yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Hasil Penelitian yaitu akibat hukum perkawinan di bawah umur adalah tidak sah tetapi berlaku terhadap anak yang dilahirkannya, mereka tetap mendapat jaminan dan perlindungan hukum yang diakui sebagai anak oleh orangtuanya. Hak Asasi setiap orangtua untuk review berkeluarga harus dapat dipertanggungjawabkan agar tidak melanggar hak-hak Anak yang dilahirkan Dari Perkawinan tersebut. Secara konstitusional Negara mewajibkan setiap orang tunduk pada pembatasan yang diatur dalam Undang-Undang. Bentuk perlindungan hukum terhadap kesehatan reproduksi perempuan dalam perkawinan di bawah umur dapat dilakukan dengan legalitas usia kawin, batas usia kawin dalam UU No 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan, UU No 23 tahun 2002 Perlindungan Anak, dan UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
DIVERSI TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN PENGULANGAN PIDANA PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI POLRES BANJAR M. Darmawan; Wahyu Utami
Jantera Hukum Bornea Vol. 5 No. 01 (2022): Januari 2022
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (162.243 KB)

Abstract

Di Polres Banjar sebagaimana berita yang dilansir Harian Banjarmasin Post tanggal 12 Maret 2016, tercatat ada 12 (dua belas) kasus kriminal pidana anak, hal ini berarti akan ada setidaknya 12 (dua belas) orang anak yang nasibnya akan berakhir di persidangan. Terkait dengan hal itu dalam mengakomodasi prinsip-prinsip perlindungan anak terutama prinsip nondiskriminasi yang mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak dan hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak. Pasal 108 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang merupakan pengganti Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak telah mengatur secara tegas mengenai keadilan restoratif dan diversi, yang dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak-anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigma terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan si anak dapat kembali ke dalam lingkungan secara wajar. Oleh karena itu sangat diperlukan peran serta semua pihak dalam mewujudkan hal tersebut.
Kekuatan Hukum Perjanjian yang Memuat Klausula Arbitrase dan Relevansinya dengan Perkara Kepailitan Edy Prayetno; M. Bakhruddin M. Bakhruddin
Jantera Hukum Bornea Vol. 5 No. 01 (2022): Januari 2022
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (216.548 KB)

Abstract

Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui dan meneliti tentang kedudukan perjanjian klausula arbitrase dalam penyelesaian perkara kepailitan dan kewenangan pengadilan dalam menyelesaikan perkara kepailitan yang terdapat perjanjian klausula arbitrase. Oleh karena hingga sekarang ini masih terjadi polemic mengenai lembaga yang berwenang menangani perkara kepailitan dengan adanya klausula arbitrase. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif, yaitu penelitian terhadap data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Pendekatan penelitian yang digunakan berupa pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Bahan-bahan hukum yang telah terkumpul diolah dan dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Pertama kedudukan perjanjian klausula arbitrase menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 sebagai dasar utama dari para pihak untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi melalui lembaga arbitrase. Kedua, Pengadilan Niaga berwenang menyelesaikan perkara kepailitan yang terdapat klausula arbitrase asalkan memenuhi persyaratan kepailitan menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004.
Kedudukan Hukum Perjanjian Terapeutik Ditinjau Dari Segi Pasal 1320 KUHPerdata M. Ja'far M.Ja'far; Zulfa Asma Vikra
Jantera Hukum Bornea Vol. 5 No. 01 (2022): Januari 2022
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (277.665 KB)

Abstract

Hubungan antara dokter dengan pasien tidak sekedar hubungan medis, melainkan juga hubungan kontraktual apabila ditinjau dari kacamata hukum perdata yang dikenal dengan istilah terapeutik. Perjanjian terapeutik mempunyai karakter yang berbeda dengan perjanjian lainnya, karena objeknya bukan merupakan kesembuhan pasien, melainkan mencari upaya yang tepat untuk kesembuhan pasien sehingga perjanjian tersebut termasuk perikatan upaya (Inpanning Verbintenis). Perjanjian Terapeutik dibuat secara baku dalam bentuk formulir, sehingga perlu dipertanyakan apakah perjanjian terapeutik memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Pasal 1320 KUHPerdata, terutama dari syarat sepakat. Oleh karena substansi perjanjian terapeutik hanya dirumuskan secara sepihak, dalam hal pihak dokter (rumah sakit). Status hukum perjanjian terapeutik perlu kejelasan secara yuridis normatif, mengingat apabila timbul persoalan atas pelaksanaan perjanjian tersebut, seperti terjadinya malpraktek tentunya menimbulkan konsekuensi hukum tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah status hukum perjanjian terapeutik ditinjau dari segi Pasal 1320 KUHPerdata dan bagaimanakah akibat hukum pelanggaran terhadap perjanjian terapeutik ditinjau dari segi Pasal 1320 KUHPerdata. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal, penelitian ini didukung oleh bahan-bahan hukum berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yang pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conseptual approach), dan pendekatan sejarah (historical approach), sedangkan analisis penelitian dengan cara penafsiran asas-asas hukum, dengan kerangka berfikir deduktif-induktif sebagai suatu penjelasan dan interpretasi logis dan sistematis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perjanjian teraapeutik merupakan perikatan antara dokter dan tenaga Kesehatan dengan pasien yang berobjekan pelayanan medis atau upaya penyembuhan. Meskipun perjanjian terapeutik bersifat khusus, namun sebagai perjanjian maka harus memenuhi Pasal 1320 KUHPerdata sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1319 KUHPerdata. Oleh karena perjanjian terapeutik telah memenuhi Pasal 1320 KUHPerdata, maka berkedudukan sebagai perjanjian dan sah secara hukum. Akibat hukum pelanggaran terhadap perjanjian terapeutik, baik oleh dokter maupun pasien merupakan perbuatan wanprestasi. Oleh karena perjanjian terapeutik merupakan perjanjian dan sah secara hukum mengingat perjanjian tersebut telah memenuhi Pasal 1320 KUHPerdata.
Kedudukan Wali Mujbir Dalam Perkawinan Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Rabiatul Adawiyah; Siti Maisarah
Jantera Hukum Bornea Vol. 5 No. 01 (2022): Januari 2022
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (280.859 KB)

Abstract

Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui dan meneliti tentang status hukum perkawinan atas kehendak wali mujbir terhadap anak perempuannya dan dampak perkawinan atas kehendak wali mujbir terhadap kehidupan rumah tangga. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Sumber bahan hukum yang digunakan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang ddikumpulkan melalui studi Pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Pertama menurut hukum Islam, wali mujbir berhak mengawinkan anak perempuannya tanpa persetujuan anaknya asalkan memenuhi persyaratan yang ditentukan. Status perkawinan atas kehendak wali mujbir yang memenuhi persyaratan adalah sah secara hukum agama, namun tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang. Kedua, perkawinan atas kehendak wali mujbir bisa berdampak positif atau berdampak negatif terhadap kehidupan rumah tangga.
KEDUDUKAN DAN PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM IMPLEMENTASI PENGAWASAN TERHADAP ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DESA DI DESA BELAWANG KECAMATAN BELAWANG KABUPATEN BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Annisa Hidayati
Jantera Hukum Bornea Vol. 5 No. 01 (2022): Januari 2022
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (550.062 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengetahui dan memperoleh data mengenai pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa dalam penyelenggaraan pemerintah di Desa Belawang, Kecamatan Belawang, Kabupaten Barito Kuala. 2) Mengetahui dan memperoleh data mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa dalam Implememntasi Pengawas Terhadap Administrasi Pemerintahan di Desa Belawang, Kecamatan Belawang, Kabupaten Barito Kuala. Untuk mencapai tujuan terebut maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data melalui, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : 1. Pelaksanaan tugas pokok BPD dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa Belawang, Kecamatan Belawang Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan belum sepenuhnya dilakukan secara optimal karena hanya 3 tugas pokok yang dilaksanakan yaitu menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, membentuk panitia pemilihan kepala Desa dan proses pembahasan dan Penetapan Peraturan Desa bersama dengan Kepala Desa, dari 6 tugas pokok yang telah ditetapkan berdasarkan PP Nomor 72 Tahun 2005.

Page 1 of 1 | Total Record : 10