cover
Contact Name
Aris Machmud
Contact Email
aries_machmud@uai.ac.id
Phone
+628111060099
Journal Mail Official
Magisterilmuhukum@gmail.com
Editorial Address
https://jurnal.uai.ac.id/index.php/JMIH/about/editorialTeam
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Magister Ilmu Hukum (Hukum dan Kesejahteraan)
ISSN : 25487884     EISSN : 28071832     DOI : http://dx.doi.org/10.36722/jmih.v8i1.1877
Core Subject : Social,
Jurnal Magister Ilmu Hukum (Hukum dan Kesejahteraan) Universitas Al Azhar Indonesia merupakan jurnal ilmiah untuk bidang Ilmu Hukum yang diterbitkan setiap bulan Januari dan Juli. Jurnal Magister Ilmu Hukum dan Kesejahteraan Universitas Al Azhar Indonesia sejak tahun 2016. Jurnal Magister Ilmu Hukum dan Kesejahteraan Universitas Al Azhar Indonesia mempublikasikan artikel penelitian dan hasil review yang berhubungan dengan bidang Ilmu Hukum.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 91 Documents
HAK PENGUASAAN ATAS TANAH REKLAMASI PANTAI Suparji Suparji; Roro Wanda Ayu D.A.
Jurnal Magister Ilmu Hukum Vol 3, No 2 (2018)
Publisher : Program Studi Magister Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36722/jmih.v3i2.751

Abstract

Abstrak-Penguasaan tanah secara yuridis berarti ada hak dalam penguasaan itu yang diatur oleh hukum ada kewenangan menguasai secara fisik, misalnya dalam hal sewa menyewa tanah secara yuridis tanah adalah hak pemilik tanah tetapi secara fisik tanah itu digarap atau digunakan oleh penyewa tanah tersebut dalam jangka waktu yang sudah disepakati, juga dalam hal menjamin tanah pada Bank maka Bank sebagai kreditur adalah pemegang hak jaminan atas tanah yang dijadikan jaminan tetapi fisik penguasaannya atau penggunaannya tetap ada pada pemilik hak atas tanah. Penguasaan ini ada dalam aspek privat sedangkan aspek publiknya diatur dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan pasal 2 UU PA bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.Kata Kunci: Penguasaan, Hukum dan Tanah.
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN OBAT Reda Manthovani
Jurnal Magister Ilmu Hukum Vol 6, No 2 (2021)
Publisher : Program Studi Magister Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36722/jmih.v6i2.2315

Abstract

AbstrakTindakan pidana pemalsuan obat semakin merajalela, disebabkan karena penanggulangantindakan pemalsuan obat belum dikoordinasikan secara sistematis, sehingga penindakanterhadap kasus pemalsuan dan peredaran obat palsu belum berjalan dengan baik. Perandan tanggung jawab pemerintah dalam peredaran obat-obatan palsu yang mengakibatkankerugian bagi konsumen, secara hukum tindakan tersebut disebabkan unsur kesalahanatau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha. Untuk melindungikonsumen, obat-obat yang telah exipired harus ditarik untuk dimusnahkan, dan tidakboleh dijual kembali dengan label atau diolah kembali menjadi obat yang lain sepertijamu atau suplemen tertentu. Adapun Kajian permasalahan ini bagaimanakah upayaperlindungan hukum terhadap konsumen tindak pidana pemalsuan produksi obat?.Bagaimanakah Alur Proses Pengaduan Korban Terhadap Tindak Pidana PemalsuanProduksi Obat?. Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikanpengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain danperlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hakyangdiberikan oleh hukum. Perlindungan hukum terhadap konsumen tindak pidanapemalsuan produksi obat, melalui Badan POM sebagai perlindungan terhadap konsumenagar tidak membahayakan konsumen yang mengkonsumsi obat-obatan yang diedarkan.Pengawasan Badan POM harus dilakukan untuk pengecekan produksi obat yang beredarserta peranan perlindungan konsumen atas tindak pidana pemalsuan produksi obat dapatdilindungi oleh pemerintah. Pelaku atas perbuatan tindak pidana pemalsuan produksi obatdapat dihukum melalui ancaman hukuman dalam ketentuan udang-undang perlindungankonsumen. Aturan-aturan hukum guna melindungi masyarakat, dari perbuatan tindakpidana pemalsuan produksi obat.Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Konsumen, Pemalsuan Obat.AbstractCriminal acts of drug counterfeiting are increasingly rampant, due to the fact thatcountermeasures against drug counterfeiting have not been systematically coordinated,so that the prosecution of counterfeit cases and the circulation of counterfeit drugs hasnot gone well. The role and responsibility of the government in the distribution ofcounterfeit drugs that result in losses for consumers, legally these actions are caused byseveral mistakes or unlawful acts committed by business actors. To protect consumers,medicines that have expired must be recalled for destruction, and may not be resold undera label or reprocessed into other medicines such as certain herbs or supplements.Regarding the study of this problem, what are the efforts to protect the law against consumers for the criminal act of counterfeiting drug production? What is the flow of thevictim's complaint process against the crime of counterfeiting drug production?According to Satijipto Raharjo, legal protection is providing protection for human rights(HAM) that are harmed by other people and this protection is given to the community sothat they can enjoy all the rights granted by law. Legal protection for consumers againstthe criminal act of counterfeiting drug production, through the BPOM as protection forconsumers so as not to endanger consumers who consume dead drugs. BPOMsupervision must be carried out to check drug production in circulation and the role ofconsumer protection for the crime of counterfeiting drug production can be protected bythe government. Perpetrators of criminal acts of counterfeiting drug production can bepunished through threats in the provisions of the consumer protection law. Legal rules toprotect the public from criminal acts of drug production counterfeiting.Keywords: Legal Protection, Consumers, Drug Counterfeiting.
Trias Politica dan Implikasinya dalam Struktur Kelembagaan Negara dalam UUD 1945 Pasca Amandemen Belly Isnaeni
Jurnal Magister Ilmu Hukum Vol 6, No 2 (2021)
Publisher : Program Studi Magister Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36722/jmih.v6i2.839

Abstract

                                                 AbstrakSalah satu hasil gerakan reformasi yang paling fundamental adalah perubahan Undang- Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Beberapa perubahan penting itu terjadi dalam hal struktur lembaga negara dan digunakannya konsep pemisahan kekuasaan yang secara teoritik dikonsepsikan oleh Montesquie. Penelitian ini dibuat dalam rangka mengkaji secara lebih mendalam implementasi teori pemisahan kekuasaan dalam UUD 1945 serta implikasinya terhadap struktur kelembagaan negara di Indonesia. Karena itu ada dua permasalahan yang diteliti. Pertama, apakah konstitusi Indonesia benar-benar mengimplementasikan konsep pemisahan kekuasaan mutlak (trias politica)? dan kedua, apakah Indonesia memiliki lembaga tertinggi Negara? Metode penelitianyang digunakan yakni penelitian yuridis normatif dengan menggunakanpendekatan konseptual, selain itu, dikaji dengan studi kasus yang berkaitandengan materi yang dikaji.Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sistem yang digunakan oleh KonstitusiIndonesia adalah sistem distribusi kekuasaan atau pemisahan kekuasaan formildan bukan pemisahan kekuasaan secara mutlak sebagaimana yang dimaksud oleh Montesqieu. Tetapi model kekuasaan yang digunakan adalah memang seperti apa yang dikonsepsikan oleh Montesqieu yaitu kekuasaan eksekutif, legislative, dan yudikatif.Mahkamah konstitusi jika dilihat dari kewenangan dan praktek yang selama initerjadi condong menjadi lebaga tertinggi negara karena pengimbangan kuasa atas dirinya terjadi sangat minimal (hampir tidak ada). Kontrol kekuasaan MK hanya terjadi ketika perekrutan hakim. Selain dari pada itu Mahkamah Konstitusisangatlah superior. Beberapa indikatornya dapat dilihat dari adanya putusanultrapetita; beralihnya negative legislator menjadi positif legislator; sifatputusannya yang langsung fynal and binding; dalam sidang pemakzulan presiden Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili perkara pidana presiden.Kata kunci: konstitusi, mahkamah konstitusi, pemisahan kekuasaan
ANALISIS HUKUM PIDANA PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DALAM PRAKTIK PERSEKONGKOLAN TENDER Reda Manthovani
Jurnal Magister Ilmu Hukum Vol 3, No 1 (2018)
Publisher : Program Studi Magister Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36722/jmih.v3i1.2303

Abstract

AbstrakKeberadaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan KPPU nampaknya kurang memberi efek jera pada pelaku usaha. Persaingan usaha yang sehat dalam tender jelas bisa diartikan dengan adanya usaha untuk menunjukan kemapuan masing-masing dari perusahaan secara mandiri dalam penawaran dan pemenuhan persyaratan tanpa bergantung dengan penyelenggara tender itu sendiri. Undang-Undang anti Monopoli jelas dibentuk untuk menghindari tindakan-tindakan dari kelompok yang menguasai pasar. Berdasarkan Putusan KPPU dengan perkara nomor 35/KPPU-I/2020 tentang persekongkolan tender maka penulis menyimpulkan bahwa putusan tersebut sudah sesuai dengan Pasal 22 Undang-Undang no 5 tahun 1996 dimana dalam perkara tersebut Majelis Komisi meyakinkan telah terpenuhinya unsur-unsur persekongkolan tender yaitu Unsur Pelaku Usaha, Unsur Pelaku Usaha Lain dan/atau Pihak yang terkait dengan Pelaku Usaha Lain,Unsur Bersekongkoluntuk Mengatur atau Menentukan Pemenang Tender, Unsur Dapat Mengakibatkan Terjadinya Persaingan Usaha Tidak Sehat.Kata Kuci: UU No. 5 thn 1999, KPPU, Anti MonopoliAbstractThe existence of Law Number 5 Year 1999 and KPPU seem to have less of a deterrent effect on business actors. Fair business competition in tenders can clearly be interpreted as efforts to show the ability of each company independently in bidding and fulfilling requirements without relying on the organizer of the tender itself. The anti-monopoly law was clearly formed to prevent the actions of groups that control the market. Based on the KPPU's decision with case number 35/KPPU-I/2020 concerning tender conspiracy, the authors conclude that the decision is in accordance with Article 22 of Law No. 5 of 1996 where in this case the Commission Assembly is convinced that the elements of a tender conspiracy have been fulfilled, namely Business Actors, Elements of Other Business Actors and/or Parties related to Other Business Actors, Elements of Conspiracy to Arrange or Determine the Winner of a Tender, Elements Can Result in Unfair Business Competition.Keywords: UU no. 5 of 1999, KPPU, Anti Monopoly
PEMBOBOLAN DANA NASABAH Anas Lutfi; Rama Muhammad Reza
Jurnal Magister Ilmu Hukum Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : Program Studi Magister Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36722/jmih.v5i1.2369

Abstract

AbstrakBanyaknya tindak pidana ekonomi yang terjadi dalam ruang lingkupperbankan pada akhirnya akan mengganggu keseimbangan hubunganantara bank dengan nasabah.Salah satu produk jasa yang memegangperanan penting dalam masyarakat adalah jasa pengelola keuangan baikdalam bentuk layanan penyimpanan, investasi, maupun pemberi kredit tentumemberi kemudahan bagi masyarakat. Sebagai perusahaan penyedia jasa,lembaga perbankan kemudian membentuk hubungan hukum dengannasabahnya. Di mana bank menjual produk jasa dan masyarakatmenggunakannya sebagai bentuk konsumsi atas produk tersebut. Aktivitasbank yang bergerak di sektor ekonomi, yang dalam hal ini sesuai denganfungsinya sebagai lembaga penyimpan dana, tentulah bersentuhan denganmasyarakat luas. Peran aktif masyarakat ini sejalan dengan fungsi banksebagai financial intermediary yaitu sebagai perantara penghimpun danpenyalur dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalulintas pembayaran. Fungsi bank sebagai financial intermediary padaakhirnya akan sulit terlaksana jika kepercayaan masyarakat terhadap bankberkurang, terutama dalam hal menghimpun dana masyarakat. Salah satukejahatan yang berkembang di bidang perbankan adalah pembobolan dananasabah. Tindak pidana ini, walaupun telah sering terjadi, tetapi belummendapat perhatian yang besar dari masyarakat. Selama ini masyarakathanya mengenal tindak pidana pencucian uang atau money launderingsebagai tindak pidana di ruang lingkup perbankan. Padahal, jika dilihat daridampak yang ditimbulkan kepada nasabah, tindak pidana penggelapandana nasabah dapat lebih merugikan dibandingkan tindak pidana pencucianuang.Kata Kunci: Pembobolan, Bank, Nasabah
HAKIM INDONESIA MENGESAHKAN PENGGANTIAN DAN PENYEMPURNAAN KELAMIN Erman Rajagukguk
Jurnal Magister Ilmu Hukum Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Program Studi Magister Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36722/jmih.v1i1.730

Abstract

Abstrak- Hakim di sistem “civil law” tidak boleh menolak suatu perkara karena Undang-Undang tidak ada atau tidak jelas. Hakim harus mencipta hukum, dengan menggali hukum yang hidup di masyarakat. Ini dapat disamakan dengan peranan hakim di ”common law”, yaitu “judge made law” hakim mencipta hukum. Contoh yang cukup menarik adalah berkenaan dengan permohonan Apriyanti yang sejak kecil tertulis berjenis kelamin perempuan berganti menjadi laki-laki. Lama sebelumnya pada tahun 1973, Iwan Rubianto minta Pengadilan mengesahkan perubahan sexnya dari laki-laki menjadi perempuan, sekaligus mengesahkan namanya menjadi Vivian Rubianty. Kemudian diikuti oleh Hendricus Soekotjo menjadi Henriette Soekotjo pada tahun 1978.Kata Kunci: Hakim, Civil Law, Undang-undang
ANALISIS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PADA KASUS SUAP PROYEK JALAN DI MALUKU YANG DILAKUKAN OLEH PEJABAT KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Suparji Suparji; Ridha Fauzy
Jurnal Magister Ilmu Hukum Vol 3, No 1 (2018)
Publisher : Program Studi Magister Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36722/jmih.v3i1.746

Abstract

Abstrak-Tindak Pidana Pencucian uang (money laundry) sebagai suatu kejahatan mempunyai ciri khas yaitu bahwa kejahatan ini bukan merupakan kejahatan tunggal tetapi kejahatan ganda. Hal ini ditandai dengan bentuk pencucian uang sebagai kejahatan yang bersifat follow up crime atau kejahatan lanjutan, sedangkan kejahatan utamanya atau kejahatan asalnya disebut sebagai predicate offense atau core crime atau ada negara yang merumuskannya sebagai unlawful actifity yaitu kejahatan asal yang menghasilkan uang yang kemudian dilakukan proses pencucian. Sifat kriminalitas money laundering adalah berkaitan dengan latar belakang perolehan sejumlah uang yang sifatnya gelap, haram, atau kotor, lalu sejumlah uang kotor ini kemudian dikelola dengan aktivitas-aktivitas tertentu seperti dengan membentuk usaha, mentransfer, atau mengkonversikannya ke bank atau penyedia jasa keuangan lainnya yang non perbankan, seperti perusahaan asuransi, sebagai langkah untuk menghilangkan latar belakang dari dana ilegal tersebut. Diantara kasus hukum yang saat ini sedang hangat diperiksa oleh pengadilan adalah kasus Suap Proyek Pembangunan Jalan di Maluku yang merupakan program aspirasi anggota Komisi V DPR RI. Dalam kasus ini diduga terdapat aliran suap yang mengarah pada tindak pidana pencucian uang, khusunya yang dilakukan oleh pejabat Pemerintah.Kata Kunci : Tindak, Pidana, Pencucian, Uang
Telaah Semiokognitif Video Penembakan Teroris di Mesjid Christchurch, Selandia Baru Thafhan Muwaffaq
Jurnal Magister Ilmu Hukum Vol 4, No 2 (2019)
Publisher : Program Studi Magister Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36722/jmih.v4i2.762

Abstract

Abstrak-Semiotik kognitif film berasumsi bahwa film merupakan media komunikasi dan memiliki tujuh tingkat realitas. Saya tidak akan menyebutkan seluruhnya, sementara berfokus pada dua tingkat terdalam yakni realitas spektatorial dan realitas kreasional, yang dibangun oleh representasi pada film. Setidaknya ada tiga jenis informasi langsung yang diresepsi penonton yakni; visual, auditorial, dan kinestetik yang merepresentasikan kejadian secara langsung. Informasi auditorial juga tersedia dalam video, walaupun terbatas pula karena unsur teknis pengambilan adegan tidak didukung peralatan mumpuni dan terencana sebagaimana film dalam industri. Memang hanya dua senjata yang nampak digunakan pada video, dan jerigen yang dapat digunakan sebagai peledak sempat dipegang walaupun tak digunakan pula. video berunsur provokatif si teroris Brenton Tarrant sangat memungkinkan memperkuat motif apapun dalam kelompok yang berseberangan untuk melakukan tindak terorisme balasan.Kata Kunci : Semiotik, Terorisme, Visual
Penerapan Prinsip Keadilan Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Menurut Hukum Tanah Nasional dan Hukum Islam Tegar Gallantry; Yusuf Hidayat; Fokky Fuad Wasitaatmadja
Jurnal Magister Ilmu Hukum Vol 6, No 1 (2021)
Publisher : Program Studi Magister Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36722/jmih.v6i1.797

Abstract

Abstrak-Pranata hukum pengadaan tanah di Indonesia diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan UntukKepentingan Umum, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, sertaPeraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan TanahBagi Kepentingan Umum. Hal yang menarik dalam regulasi pengadaan tanah diIndonesia adalah penerapan keadilan yaitu memberikan jaminan penggantian yang layakkepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah sehingga mendapatkankesempatan untuk dapat melangsungkan kehidupan yang lebih baik, sehingga terdapatbeberapa ketentuan yang memberikan akses kepada masyarakat untuk memperolehkeadilan tersebut. Penerapan prinsip keadilan ini juga terdapat pada hukum Islam padazaman Rasulullah dalam rangka penyediaan tanah untuk kepentingan umum. Pengkajiandilakukan terhadap penerapan prinsip keadilan pada pengadaan tanah bagi pembangunanuntuk kepentingan umum di Indonesia ditinjau dari penerapan keadilan pada pengadaantanah menurut hukum Islam pada zaman Rasulullah. Kata Kunci: Pengadaan Tanah, Prinsip Keadilan, Hukum Tanah
ANALISIS YURIDIS KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM YANG MEMILIKI PERSENTASE KEPEMILIKAN SAHAM YANG SEIMBANG PADA PERSEROAN TERBATAS Zaky Zhafran King Mada
Jurnal Magister Ilmu Hukum Vol 8, No 1 (2023)
Publisher : Program Studi Magister Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36722/jmih.v8i1.1877

Abstract

ABSTRAKPenelitian Hukum ini berjudul Analisis Yuridis Terhadap Kuorum RUPS yang Pemegang Sahamnya memiliki Persentase Kepemilikan Yang Seimbang pada Perseroan Terbatas. Yaitu Jika terdapat sebuah Perseroan Terbatas yang hanya terdapat 2 (dua) pemegang saham saja yang memiliki persentase kepemilikan yang seimbang sehingga terdapat masalah yaitu salah satu pemegang sahamnya tidak datang di dalam RUPS atau salah satu pemegang sahamnya tidak sepakat adanya suatu keputusan RUPS. Ketentuan mengenai kuorum RUPS dan Keputusan RUPS sudah ditentukan secara pasti, akan tetapi dalam kenyataannya permasalahan mengenai ini tetap ditemui. Penelitian ini di latarbelakangi oleh 2 (dua) rumusan masalah yakni, yang pertama bagaimana pengaturan mengenai pemegang saham yang memiliki persentase kepemilikan seimbang dalam peraturan perundang-undangan, lalu yang kedua bagaimana langkah hukum yang harus dilakukan oleh pemegang saham. Hasil Penelitian ini adalah Pertama, jika kedua pemegang saham masih ada perbedaan kepentingan maka Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan. Karena kedua pemegang saham tersebut merupakan pengambil keputusan, dan jika deadlock terus maka hal ini akan berimbas pada kepada Perseroan. Dalam hal ini pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan tersebut dengan alasan Perseroan tidak mungkin dapat dilanjutkan. Kedua, langkah hukum yang dapat dilakukan oleh salah satu pemegang saham adalah memohonkan permohonan kepada pengadilan negeri, yaitu dengan memohonkan kuorum dan keputusan RUPS.Kata Kunci: Keputusan, Rapat Umum Pemegang Saham, Pemegang Saham, Persentase. ABSTRACTThis Legal Research is entitled Juridical Analysis of the decisions of the General Meeting Of Shareholders (GMS) that have a balanced percentage of ownership in a limited liability company. If there is a Limited Liability Company in which there are only 2 (two) shareholders who have a balanced percentage of ownership so that there is a problem, namely that one of the shareholders does not attend the GMS or one of the shareholders does not agree on a GMS decision. The provisions regarding the quorum of the GMS and the decisions of the GMS have been determined with certainty, but in reality problems regarding this are still encountered. This research based on by 2 (two) problem formulations, the first is how to regulate shareholders who have a balanced percentage of ownership in the legislation, then the second is how the legal steps should be taken by shareholders. The First results of this study are if the two shareholders still have different interests then the Company is unlikely to continue. Because the two shareholders are decision makers, and if the deadlock continues then this will have an impact on the Company. In this case, the district court may dissolve the Company on the grounds that it is impossible for the Company to continue. And the Second, is a legal step that can be taken by one of the shareholders is to apply for an application to the district court, namely by requesting a quorum and the decision of the GMS.Keywords: Decision, General Meeting of Shareholders, Shareholders, Percentage.

Page 4 of 10 | Total Record : 91