cover
Contact Name
Yusa Djuyandi
Contact Email
yusa.djuyandi@unpad.ac.id
Phone
+628179242566
Journal Mail Official
editor.aliansi@gmail.com
Editorial Address
Pusat Studi Keamanan dan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran. Kampus FISIP Universitas Padjadjaran, Gedung D, Lt.2 Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21, Jatinangor, Sumedang, Indonesia
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Aliansi : Jurnal Politik, Keamanan Dan Hubungan Internasional
ISSN : -     EISSN : 28291794     DOI : -
Core Subject : Humanities, Social,
Sejak pertama kali diterbitkan oleh Universitas Padjadjaran yang secara teknis dikelola Pusat Studi Keamanan dan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran pada April 2022, Aliansi : Jurnal Politik, Keamanan Dan Hubungan Internasional berkomitmen untuk mempublikasikan hasil penelitian baik empirik maupun kajian teoritik yang mengangkat isu-isu politik, terutama di Indonesia. Publikasi yang ditampilkan pada Aliansi : Jurnal Politik, Keamanan Dan Hubungan Internasional diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan ilmu politik dan memberikan impak bagi pemahaman tentang pembangunan politik dan demokrasi khususnya di Indonesia.
Articles 94 Documents
Adaptive Capacity Of Women In Poor Households During The COVID Pandemic Period In Indonesia (Kapasitas Adaptasi Perempuan dalam Rumah Tangga Miskin selama Masa Pandemi COVID in Indonesia) Keukeu Komarawati; M. Fadhil Nurdin; Rachmat Koesnadi; M. Ikbal Sonuari
Aliansi Special Issue September 2022 : Aliansi : Jurnal Politik, Keamanan Dan Hubungan Internasional
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/aliansi.v0i0.43338

Abstract

The COVID-19 pandemic has made women vulnerable to problems because they have low incomes, low savings, and tend not to have adequate protection due to their majority status as informal workers. In 2020, Indonesia has a women population of 133.54 million. The Central Statistics Agency for Indonesia shows that the percentage of poor women (Head Count Index) in March 2020 was 9.96 percent. This means that 9.96 percent of the total women population in Indonesia is poor. Women's poverty will also be evident in households with a women head of household. The percentage of women household heads is mostly found in poor families. In March 2020, 15.88 percent of women were heads of households with poor status in Indonesia. Disaster management which was later realized in the form of policies in the form of health protocols, Large-Scale Social Restrictions, and the determination of WFH (work from home) and SFH (school from home) activities created a lot of pressure for women, plus the burden on the family economy that poor women had to accept in Indonesia. The adaptive capacity possessed by women allows them to adapt to changes, giving rise to adaptive capacity. Adaptive capacity refers to the proactive (ex-ante) or preventive actions that people use to learn from past experiences, anticipate future risks and adapt to current conditions. In this article, we will discuss the importance of economic development and social capital as part of a set of adaptive capacities for women in poor families during the Covid-19 pandemic which is supported by communities, stakeholders, and existing policies in Indonesia. Pandemi COVID-19 membuat perempuan rentan mengalami permasalahan karena mereka memiliki pendapatan yang rendah, tabungan yang rendah, dan cenderung tidak memiliki proteksi yang memadai akibat statusnya yang mayoritas sebagai tenaga kerja informal.  Pada tahun 2020, Indonesia memiliki jumlah penduduk perempuan sebanyak 133,54 juta. Badan Pusat Stastitik Indonesia menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin (Head Count Index) perempuan pada Maret 2020 sebesar 9,96 persen. Artinya, 9,96 persen dari seluruh penduduk perempuan di Indonesia berstatus miskin. Kemiskinan perempuan juga akan tampak nyata pada rumah tangga dengan kepala rumah tangga perempuan. Persentase kepala rumah tangga perempuan banyak ditemui pada keluarga miskin. Pada Maret 2020, 15,88 persen perempuan merupakan kepala rumah tangga dengan status miskin di Indonesia. Penanggulangan bencana yang kemudian diwujudkan dalam bentuk kebijakan berupa protokol kesehatan, Pembatasan Sosial Berskala Besar, dan penetapan kegiatan WFH (work from home) serta SFH (school from home) membuat banyak tekanan bagi para perempuan, ditambah beban perekonomian keluarga yang harus diterima oleh perempuan miskin di Indonesia. Kemampuan adaptasi yang dimiliki oleh perempuan memungkinkan mereka beradaptasi dengan perubahan sehingga menimbulkan kapasitas adaptif. Kapasitas adaptif mengacu pada tindakan proaktif (ex-ante) atau pencegahan yang digunakan orang untuk belajar dari pengalaman masa lalu, mengantisipasi risiko di masa depan dan menyesuaikan diri dengan kondisi yang saat ini dialami. Dalam Artikel ini akan membahas pentingnya pembangunan ekonomi dan modal sosial sebagai salah satu bagian dari seperangkat kapasitas adaptif bagi perempuan dalam keluarga miskin selama Masa Pandemi Covid-19 yang didukung oleh komunitas, stakeholder dan kebijakan yang ada di Indonesia.
Peran Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Sebagai Upaya Resolusi Konflik Di Desa Genteng Kecamatan Sukasari Kabupaten Sumedang Jawa Barat Alma Fildzah Aufar; Faishal Nur’Arafa Supandi; Salma Matla Ilpaj; Gisela Adio Ros Maria; Soni Akhmad Nulhaqim; Muhammad Fedryansyah
Aliansi Special Issue September 2022 : Aliansi : Jurnal Politik, Keamanan Dan Hubungan Internasional
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/aliansi.v0i0.41962

Abstract

Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) merupakan lembaga yang lahir bagi kepentingan kesejahteraan masyarakat yang dijalankan oleh perempuan. Selain itu PKK juga menjadi salah satu wadah yang mendukung perempuan dalam menjalankan peran ganda di dalam keluarga dan masyarakat, antara lain menjadi seorang ibu dan seorang pelaku pemberdaya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran yang dilakukan oleh lembaga PKK sebagai lembaga yang mengakomodasi berbagai kegiatan kolektif sehingga memungkinkan adanya penurunan intensi konflik yang terjadi di masyarakat dan atau menciptakan kondisi lingkungan yang harmonis di masyarakat. Penelitian ini berlokasi di Desa Genteng, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat berdasarkan konflik Agraria yang terjadi di desa tersebut. Masyarakat lokal berusaha untuk mewujudkan resolusi konflik, salah satu pihaknya yaitu dari peran PKK. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data melalui metode analisis data sekunder dari hasil kajian literatur artikel dan jurnal yang relevan terkait peran lembaga PKK. Hasil penelitian ini merujuk kepada 10 program pokok yang dimiliki oleh lembaga PKK, meliputi: (1) penghayatan dan pengamalan pancasila, (2) gotong royong, (3) pangan, (4) sandang, (5) perumahan dan tata laksana rumah tangga, (6) pendidikan dan keterampilan, (7) kesehatan, (8) pengembangan kehidupan koperasi, (9) kelestarian lingkungan hidup, dan (10) perencanaan sehat. Hal tersebut berpengaruh dalam penciptaan kondisi lingkungan masyarakat yang lebih baik. The Family Welfare Empowerment Institute (PKK) is an institution that was born for the benefit of the welfare of the community run by women. In addition, the PKK is also one of the containers that support women in carrying out dual roles in the family and society, including being a mother and an enabler. This study aims to describe the role played by PKK as an institution that accommodates various collective activities so as to allow a decrease in the intensity of conflict that occurs in the community and or create a harmonious environmental condition in the community. This research is located in Genteng Village, Sukasari Subdistrict, Sumedang Regency, West Java based on Agrarian conflicts that occurred in the village. Local communities are trying to bring about conflict resolution, one of the parties is from the PKK's role. This research was conducted by collecting data through a secondary data analysis method from the results of literature studies of relevant articles and journals related to the role of PKK institutions. The results of this study refer to 10 main programs owned by PKK institutions, including: (1) the perception and practice of Pancasila, (2) gotong royong, (3) food, (4) clothing, (5) housing and household governance, (6) education and skills, (7) health, (8) cooperative life development, (9) environmental sustainability, and (10) healthy planning. This is influential in creating better community environment conditions.
PENGUATAN DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA MELALUI LATIHAN BERSAMA TNI ANGKATAN UDARA Pilih Ferisetiadi; Arry Bainus; Ari Ganjar Herdiansyah
Aliansi Vol 1, No 1 (2022): Aliansi : Jurnal Politik, Keamanan Dan Hubungan Internasional
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/aliansi.v1i1.38867

Abstract

Seiring dengan perkembangan jaman, diplomasi pertahanan dianggap sebagai sebuah tool yang efektif guna mencapai kepentingan nasional suatu negara. Hal ini dapat dibuktikan dengan semakin banyaknya negara yang mengadopsi dan mengembangkan diplomasi pertahanan sesuai dengan tujuannya masing-masing, termasuk Indonesia Diplomasi pertahanan Indonesia menitikberatkan pada peran Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai aktor utamanya.Mengacu pada latar belakang tersebut maka penelitian ini bertujuan mengetahui Dilomasi pertahanan Indonesia melalui penyelenggaraan latihan bersama oleh TNI Angkatan Udara pada periode tahun 2017-2019. Untuk menunjang penelitian, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis yang didukung dengan studi pustaka sebagai metode dalam penelusuran data dan fakta. Diplomasi pertahanan Indonesia dalam meningkatkan confidence building measure (CBM) secara umum sudah cukup baik. Dari tujuh indikator, empat indikator sudah dilaksanakan dengan baik oleh kedua negara yaitu communication, transparency, consultation, dan goodwill. Dalam indikator communication, Indonesia dan beberapa negara khususnya di wilayah ASEAN sudah memiliki forum dialog bilateral yang rutin dilaksanakan tiap tahunnya, Peran Latihan Bersama TNI Angkatan Udara Selama Ini terbagi menjadi 2, yang pertama bagi Indonesia dan TNI Angkatan Udara. Along with the times, defense diplomacy is considered as an effective tool to achieve the national interest of a country. This can be proven by the increasing number of countries adopting and developing defense diplomacy in accordance with their respective objectives, including Indonesia. Indonesian defense diplomacy focuses on the role of the Ministry of Defense of the Republic of Indonesia with the Indonesian National Army (TNI) as the main actor. This study aims to determine the Indonesian defense diplomacy through the implementation of joint exercises by the Indonesian Air Force in the 2017-2019 period. To support the research, this research uses a qualitative approach with descriptive analysis method supported by literature study as a method for searching data and facts, Indonesia's defense diplomacy in increasing the confidence building measure (CBM) is generally quite good. Of the seven indicators, four indicators have been implemented well by the two countries, namely communication, transparency, consultation, and goodwill. In communication indicators, Indonesia and several countries, especially in the ASEAN region, already have bilateral dialogue forums that are routinely held every year.
Analisa Konsep Triple Helix Dalam Pengembangan PLTP Di Kamojang- Jawa Barat Rizky Agung
Aliansi Special Issue September 2022 : Aliansi : Jurnal Politik, Keamanan Dan Hubungan Internasional
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/aliansi.v0i0.41885

Abstract

Pengembangan energi panas bumi memiliki peran penting dalam diversifikasi energi atau mengurangi ketergantungan penggunaan energi fossil, minyak, gas bumi dan batubara dalam membangkit tenaga listrik serta membangun kemandirian energi lokal untuk ketahanan energi nasional. Indonesia mempunyai potensi sumberdaya energi panas bumi lebih dari  29.500 MW yang tersebar mengikuti jalur vulkanik mulai dari pulau Sumatra, Jawa, Bali, NTT, Sulawesi dan Maluku. Meskipun sumber panas buminya sangat melimpah, saat ini sumber energi listrik di daerah-daerah tersebut masih didominasi oleh pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD). Untuk memenuhi kebutuhan pembangkit EBT bidang Panas Bumi, BPPT telah menginisiasi pengembangan PLTP skala kecil dengan pilot plant 3MW di Kamojang bekerjasama dengan beberapa pihak terkait seperti Pertamina, PGE, PLN dan Universitas dengan konsep helix.Pada prakteknya pelaksanaan pengembangan PLTP kurang mendapat dukungan dari pemerintah sehingga beberapa kegiatan teknis tidak dapat dilakukan. Kerjasama antar stakeholder tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya jika tidak ada komitmen yang kuat untuk menjalankan perannya. Focus penelitian menggunakan pendekatan logika kelembagaan dengan tema helix yang mendeskripsikan proses kolaborasi, peran dari setiap aktor, dan hasil dari kolaborasi. Geothermal energy development has an important role in energy diversification or reducing dependence on the use of fossil energy, oil, natural gas and coal in generating electricity and building local energy independence for national energy security. Indonesia has the potential for geothermal energy resources of more than 29,500 MW which are spread following volcanic routes starting from the islands of Sumatra, Java, Bali, NTT, Sulawesi and Maluku. Although geothermal sources are very abundant, currently the source of electrical energy in these areas is still dominated by diesel power plants (PLTD). To meet the needs of NRE power plants in the Geothermal sector, BPPT has initiated the development of a small-scale PLTP with a 3MW pilot plant in Kamojang in collaboration with several related parties such as Pertamina, PGE, PLN and Universities with the helix concept.In practice, the implementation of PLTP development does not receive support from the government so that some technical activities cannot be carried out. Cooperation between stakeholders cannot work properly if there is no strong commitment to carry out their roles. The focus of research uses an institutional logic approach with a helix theme that describes the collaboration process, the role of each actor, and the results of collaboration.
SEKURITISASI DALAM KEBIJAKAN FOOD ESTATE DI ERA PEMERINTAHAN JOKO WIDODO Iqbal Yanuar Ramadhan
Aliansi Vol 2, No 3 (2023): Aliansi : Jurnal Politik, Keamanan Dan Hubungan Internasional
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/aliansi.v2i3.51956

Abstract

Kajian ini berusaha untuk memahami sekuritisasi dalam kebijakan food estate ditinjau dari tiga aspek. Pertama, proses sekuritisasi. Kedua, konsekuensi dari sekuritisasi terhadap sifat dari kebijakan. Ketiga, keberhasilan sekuritisasi berdasarkan modalitasnya.  Untuk mencapai tujuan tersebut penulis melakukan penelitian kualitatif dengan menggunakan data sekunder dari berbagai buku, jurnal, berita sebagai bahan informasi utama.  Penulis menemukan bahwa proses sekuritisasi terjadi dalam beberapa tahap. Pertama, melakukan speech act untuk menunjukkan adanya ancaman pangan yang eksistensial. Kedua, mengajukan food estate sebagai solusi atas ancaman tersebut. Konsekuensi dari sekuritisasi adalah adanya tindakan luar biasa yang diambil oleh pemerintah. Tindakan luar biasa yang dimaksud dapat dicirikan dengan tiga aspek yaitu: tiadanya partisipasi yang berarti, adanya pelanggaran asas hukum, dan menjadikan kementerian pertahanan sebagai leading sector dalam food estate. Adapun ditinjau dari keberhasilan sekuritisasi yang dilakukan oleh pemerintah dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: kepercayaan masyarakat terhadap otoritas yang tinggi, securitizing act yang dilakukan oleh pemerintah dan pengalaman historis dari kebijakan food estate yang pernah dilakukan sebelumnya. This study seeks to understand the process of securitization, describe and analyze the success of the process in the Jokowi administration's food estate policy. To achieve this goal, the author conducted qualitative research using secondary data from various books, journals, and news as the main information material.  The author found that the securitization process occurs in two stages. Firstly, the government uses speech acts to show an existential food threat. Secondly, the government uses food estate as a solution to the threat. The author also finds that securitization provides legitimacy for the government to take extraordinary actions. This extraordinary action can be seen from three indicators, namely: the absence of meaningful participation, the violation of legal principles, and the establishing the defense ministry as the leading sector in the food estate. In terms of the success of securitization carried out by the government, is influenced by three factors, namely: high public trust in authority, securitizing acts carried out by the government, and historical experience from previous food estate policies.
The Role Of Village Owned Enterprise (VOE) To The Rural Community Empowerment: Preliminary Review Tri Wahyono; Arianis Chan; Ida Widianingsih; Nina Karlina
Aliansi Special Issue September 2022 : Aliansi : Jurnal Politik, Keamanan Dan Hubungan Internasional
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/aliansi.v0i0.43289

Abstract

The major problems of Indonesian rural development are unemployment, poverty, and inequality. To solve these problems, instead of giving direct financial assistance, the government prefers to facilitate the rural community on generating their own income by involving them in the economic activities through the establishment of Village Owned Enterprise (VOE). However, the establishment of VOE does not automatically empower the rural community. In many cases, VOEs compete with the existing Small and Medium Enterprises (SMEs) then fail to empower rural community. Therefore, the effectivity of VOE’s role to empower rural community is still questionable. This paper will answer above question using systematic literature review and mapping the pathways of VOE on empowering the rural community, then finds the significant variables influence the effectivity of VOE to empower the rural community. Those variables are local economic potential, community participation, and business scaling up. Since the number of VOE in Indonesia is continuously increasing but only 20 percent of them has active transactions, this study contends that scaling up the VOE business is the key issue to empower the rural community and recommends further strategy to scale up the VOE business.
KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDIA TERKAIT ISU PERBATASAN MELALUI PENANDATANGAN BORDER DEFENCE COOPERATION AGREEMENT DENGAN TIONGKOK TAHUN 2013 Arfin Sudirman; Yusa Djuyandi; Yoni Yolanda Sinyal
Aliansi Vol 2, No 2 (2023): Aliansi : Jurnal Politik, Keamanan Dan Hubungan Internasional
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/aliansi.v2i2.46636

Abstract

Artikel ini dilatarbelakangi oleh permasalahan perbatasan yang terjadi antara India dan Tiongkok, dimana permasalahan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan pandangan terkait letak dari garis perbatasan. Terdapat dua area yang menjadi letak dari sengketa, yaitu Aksai Chin di bagian barat dan Arunanchal Pradesh di bagian timur. Meskipun permasalahan masih terjadi, kedua negara sudah berusaha untuk melakukan tandatangan di beberapa perjanjian internasional tentang isu sengketa perbatasan ini. Selain itu, perjanjian terbaru yang ditandantangani kedua negara adalah Border Defence Cooperation Agreement (BDCA) di tahun 2013. Dengan menggunakan beberapa konsep Determinan Kebijakan Luar Negeri artikel ini menyimpulkan bahwasanya setiap konsep determinan tersebut memiliki variasi pengaruh bagi keputusan India untuk menandantangani BDCA, dikarenakan permasalahan perbatasan antara India dan Tiongkok belum bisa terselesaikan. Hal ini disebabkan mengingat di satu sisi, India masih berpegang teguh terhadap klaim yang ada di sepanjang perbatasan karena faktor keamanan. This article is motivated by border problems that occur between India and China, where these problems are caused by different views regarding the location of the border line. There are two areas where the dispute lies, namely Aksai Chin in the west and Arunanchal Pradesh in the east. Even though the problems still occur, the two countries have attempted to sign several international agreements on the issue of this border dispute. In addition, the latest agreement signed by the two countries is the Border Defense Cooperation Agreement (BDCA) in 2013. By using several concepts of Foreign Policy Determinants, this article concludes that each of these determinant concepts has various influences on India's decision to sign the BDCA, because border issues between India and China cannot be resolved. This is due to the fact that, on the one hand, India still adheres to claims along the border due to security factors.
Governance Of State University Joint Entrance Selection (SBMPTN) During COVID 19 Pandemic Imanudin Kudus; Heru Nurasa; Ida Widianingsih; Nina Karlina
Aliansi Special Issue September 2022 : Aliansi : Jurnal Politik, Keamanan Dan Hubungan Internasional
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/aliansi.v0i0.43198

Abstract

The 2020 State Higher Education Entrance Joint Selection (SBMPTN) is carried out completely computer-based (CBT), with the number of participants served as many as 713,319 participants which in its implementation requires the availability of an adequate number of test equipment at each State University Computer-Based Test (CBT) Center. This has an impact on the length of the exam administration time with a large number of exam sessions. This condition requires good governance related to the assignment of people in the administration of the State University (CBT) Center especially in the conditions of the Covid 19 pandemic, where the implementation of the CBT SBMPTN in 2020 is faced with conditions of crowd restrictions and the application of health protocols that are strictly enforced. Of course, it requires unusual treatment.This study aims to see how the governance of the exam implementation in the Covid-19 pandemic conditions, covering institutional aspects, human resources, exam systems and infrastructure from planning, implementation to evaluation. Practically, this study aims to provide input for policy improvement in the form of recommendations for good governance models in the implementation of the Joint Selection for State Universities in Indonesia during the Covid 19 pandemic.The research was conducted using qualitative methods. The results of this study indicate that the implementation of computer-based examination governance in the Covid-19 pandemic requires a breakthrough outside the normal conditions of the examination, especially in the substance and number of items tested as well as the allocation of participants in the session and exam room.
Pembangunan Kawasan Khusus Nusantara Dalam Penanggulangan Terorisme Agus Purwanto; Heru Nurasa; Yanyan M. Yani; Ida Widianingsih
Aliansi Special Issue September 2022 : Aliansi : Jurnal Politik, Keamanan Dan Hubungan Internasional
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/aliansi.v0i0.41866

Abstract

 Problem mantan narapidana terorisme setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan, adanya stigma negative dari masyarakat dan minimnya modal dan tidak memiliki lahan. Hal ini kalua tidak mendapat perhatian pemerintah dan masyarakat serta keluarga, dapat dimanfaatkan kembali oleh kelompok-kelompok radikal untuk direktrut kembali. Pembangunan Kawasan Khusus Nusantara dalam program Penanggulangan Terorisme, bertujuan untuk memberikan saran pembelajaran dan mendorong kemajuan pembangunan dan perekonomian daerah sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan mantan narapidana terorisme dan  masyarakat sekitarnya yang pada akhirnya mampu meminimalisir gerakan radikal terorisme. Penelitian ini menggunakan  metode deskripsi dengan pendekatan kualitatif. Responden penelitian, yaitu mantan napiter, keluarga, jaringan, masyarakat sekitarnya dan penyintas, pemda, akademisi, kementerian/lembaga, dan swasta. Pengumpulan  data dengan teknik wawancara mendalam, studi pusaka, studi dokumentasi dan FDG. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan teknik analisis kualitatif. Hasil penelitian membuktikan bahwa para mantan napiter, setelah kembali ke masyarakat sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini disebabkan oleh sejumlah hambatan dan sangsi sosial. Disarankan perlunya pembangunan kawasan khusus nusantara untuk para mantan napiter, keluarga, jaringannya, masyarakat sekitarnya dan penyintas guna menghasilkan nilai ekomoni untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga meminimalkan paham radikal terorisme.
UPAYA INDONESIA DALAM MENGATASI PERNIKAHAN ANAK SEBAGAI IMPLEMENTASI SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) TUJUAN 5 (5.3) Yeni Herliana Yoshida; Junita Budi Rachman; Wawan Budi Darmawan
Aliansi Vol 1, No 3 (2022): Aliansi : Jurnal Politik, Keamanan Dan Hubungan Internasional
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/aliansi.v1i3.44202

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk melihat efektivitas sebagai upaya dari implementasi Sustainable Development Goals (SDGs) tujuan 5 (5.3) sebagai salah satu program pembangunan internasional PBB mengenai kasus pernikahan anak di Indonesia. Kasus pernikahan anak merupakan salah satu bagian dari kekerasan berbasis gender (KGB). Pernikahan anak termasuk perbuatan ilegal karena melanggar HAM, dan konvensi hak anak. Indonesia sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi program pembangunan internasional tersebut, berkomitmen untuk dapat menjalankan dan mengimplementasikan program-program SDGs khususnya pada tujuan 5 (5.3). Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, dan menggunakan perspektif pembangunan internasional dan Perspektif Feminis Dalam Perencanaan dan Pembangunan Gender sebagai alat analisis, serta yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah Indonesia sebagai aktor utama dalam melaksanakan program SDGs tujuan 5 (5.3). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa indikator pelaksanaannya yaitu, Indonesia telah melaksanakan dan mengimplementasikan SDGs tujuan 5 (5.3) dengan membuat program-program kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, dengan bekerjasma dengan badan-badan internasional seperti UNICEF dan UN Women. Serta keseriusan lainnya yaitu dengan merevisi Undang-Undang perkawinan dengan menaikan usia minimal pernikahan bagi laki-laki dan perempuan dari usia 16 tahun menjadi 19 tahun. Hal tersebut tentu saja bertujuan untuk mengurangi kasus pernikahan anak di Indonesia.  This paper aims to look at effectiveness as an effort to implement Sustainable Development Goals (SDGs) goal 5 (5.3) as one of the UN's international development programs regarding child marriage cases in Indonesia. The case of child marriage is one part of gender-based violence (KGB). Child marriage is illegal because it violates human rights and conventions on the rights of children. Indonesia, as one of the countries that have ratified the international development program, is committed to being able to carry out and implement SDGs programs, especially on goal 5 (5.3). The method used is a qualitative method and uses an international development perspective and a Feminist Perspective in Gender Planning and Development as an analysis tool, and the object of this research is Indonesia as the main actor in implementing the SDGs program goal 5 (5.3). The results of this study indicate that the implementation indicator is that Indonesia has carried out and implemented SDGs goal 5 (5.3) by creating programs for gender equality and women's empowerment and child protection, in collaboration with international agencies such as UNICEF and UN Women. As well as other seriousness, namely by revising the Marriage Law by increasing the minimum age of marriage for men and women from 16 years to 19 years. This of course aims to reduce cases of child marriage in Indonesia. 

Page 1 of 10 | Total Record : 94