Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

The Legality of Intervention for Protection of National Abroad In Order To Solve Piracy and Hostage (A Study of Law Concerning the Possible Use of Armed Force to Release Hostages Detained by Abu Sayyaf Armed Group) Syofyan, Syofirman
Indonesian Journal of International Law
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (429.304 KB)

Abstract

Until now hijacking or taking crew as hostage including the people who have Indonesian nationality has been repeatedly done by a group of suspected Abu Sayyaf rebel group. The use of non-violent efforts as negotiations have been conducted. There were failure and it resulted in the execution of the hostages. But some of them were successful to release the hostages allegedly after approving the fulfillment of the demands of the hostage-takers i.e. paying the ransom. However this did not stop the subsequent hostage-taking incident. This is clearly an injury for the country of origin of the crew or people who are taken hostage. When the non-violent efforts failed to stop acts of piracy and hostage then the use of force is logically expected to be used for such purposes. Yet international law prohibits this intervention as contrary to Article 2 para 4 of the UN Charter and does not meet the criteria of Article 51 of the UN Charter. Despite that this intervention can still be legalized if they meet the concept of R to P which can be adjusted or modified with this intervention and it is accepted by the people of ASEAN. Besides that these interventions also fulfill the qualification of necessity and proportionality.
Urgensi asas keterbukaan dalam pembentukan Peraturan perundang-undangan di indonesia Arfiani Arfiani; Syofirman Syofyan; Sucy Delyarahmi; Indah Nadilla
Pagaruyuang Law Journal Volume 6 Nomor 2, Januari 2023
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31869/plj.v0i0.4067

Abstract

AbstrakPembentukan peraturan perundang-undangan yang berpijak pada asas keterbukaan adalah pengejawantahan dari negara demokrasi. Dalam penjelesan Pasal 5 huruf g dapat dilihat makna dari asas keterbukaan adalah bahwa dalam setiap proses pembentukan peraturan perundang-undangan haruslah bersifat transparan dan terbuka terhadap seluruh lapisan masyarakat. Namun kenyataannya saat ini proses pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia terkesan terburu-buru dan menutup akses masyarakat untuk berpartisipasi dalam prosesnya. Padahal masyarakat memiliki peranan yang cukup signifikan dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan itu sendiri, hal ini dikarenakan yang akan mematuhi, menjalankan dan melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut adalah masyarakat. Akan tetapi sangat disayangkan keterbukaan terhadap akses pemantau pembentukan peraturan perundang-undangan itu sulit untuk diperoleh oleh masyakat. Mirisnya lagi tanpa adanya pemberitahuan lebih lanjut banyak Undang-Undang yang tiba-tiba saja sudah di sahkan secara gamblang oleh para dewan legislatif bersama pemerintah. Maka dari itu penelitian ini mengangkat dua permasalahan yaitu Pertama, Bagaimana urgensi asas keterbukaan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia? Kedua Bagaimana problematika asas keterbukaan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia?. Penelitian ini ialah penelitian normatif atau penelitian kepustakaan. Penelitian normatif ialah jenis penelitian yang bertumpu pada sumber data sekunder sebagai data rujukan utama yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
PROBLEMATIKA PENEGAKAN HUKUM DELIK OBSTRUCTION OF JUSTICE DALAM UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Arfiani Arfiani; Syofirman Syofyan; Sucy Delyarahmi
UNES Journal of Swara Justisia Vol 6 No 4 (2023): UNES Journal of Swara Justisia (Januari 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v6i4.294

Abstract

Korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang memerlukan perhatian khusus di Indonesia. Tidak hanya merugikan keuangan negara, namun korupsi juga menghilangkan legitimasi penegakan hukum dengan menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Tentu dalam upaya pemberantasan korupsi tersebut tidak akan berjalan lancar jika masih terdapat pihak-pihak yang berupaya menciderai proses penegakan hukum berupa menghalangi dan merintangi proses penegakan hukum atau dikenal dengan istilah Obstruction of Justice. Namun dalam pengaturannya, Obstruction of Justice masih menyisakan masalah. Dimana, Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU PTPK) yang mengatur Obstruction of Justice memunculkan kerancuan dalam memahami maksud delik ini. Khususnya dalam frasa “sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung”. Menjawab persoalan tersebut, maka perlu diketahui bagaimana eksistensi pengaturan Obstruction of Justice dalam perkara tindak pidana korupsi berdasarkan UU PTPK dan bagaimana pula penegakan hukum dan kendala yang dihadapi untuk menindak Obstruction of Justice tersebut. Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif yang bersifat deskriptif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa eksistensi pengaturan Obstruction of Justice perlu ditata ulang sehingga dapat ditentukan apakah suatu perbuatan tersebut dianggap sengaja untuk menghalangi proses hukum berdasarkan parameteter yang telah ditentukan. Studi ini menyarankan perlunya merevisi UU PTPK, memperkuat sinergitas antar lembaga penegak hukum, memanfaatkan undang-undang terkait korupsi yang ada, meningkatkan profesionalisme aparat penegak hukum, dan meningkatkan kesadaran publik. Upaya ini penting dilakukan sebagai pendekatan di masa depan dalam melawan korupsi.
PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH BERDASARKAN SURAT KETERANGAN GANTI RUGI DI KABUPATEN KAMPAR Tia Rahmatika Hakim; Kurnia Warman; Syofirman Syofyan
UNES Law Review Vol. 5 No. 3 (2023): UNES LAW REVIEW (Maret 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v5i3.439

Abstract

Sale and purchase binding agreement, of course, a notary can provide legal counseling, namely by explaining to the parties, that the binding sale and purchase agreement made should be based on a land certificate, because the ownership of a certificated land right has been registered at the Land Office which has legal certainty, protection law and can prove himself as the holder of the land rights. However, in practice, the binding sale and purchase agreement in Kampar Regency is made using a letter of compensation (SKGR) so it is very straightforwardproblems to occur which can cause losses. The method used is empirical juridical which emphasizes the reality in the field associated with legal aspects or applicable laws and regulations regarding the object of research. The binding sale and purchase agreement should be made using a land certificate instead of using a letter of compensation and based on its authority the notary should be able to provide legal counseling to the parties before the binding sale and purchase agreement is made so that the urgent sale and purchase agreement can be carried out properly.
Kepastian Hukum Pengaturan Pengaduan Tindakan Malapraktik Dokter Menurut Hukum Positif di Indonesia Engga Lift Irwanto; Syofirman Syofyan; Yussy Adelina Mannas
Jurnal Bedah Hukum Vol 7 No 1 (2023): Jurnal Bedah Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Boyolali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36596/jbh.v7i1.1002

Abstract

Malapraktik adalah semua tindakan dokter yang bersifat substandart, kurang kompeten atau tidak sesuai dengan yang diupayakan dalam perjanjian dokter pasien. Untuk menentukan apakah seorang dokter telah melakukan pelanggaran disiplin atau malapraktik harus dilihat perbuatan tersebut bersifat sengaja atau tidak sengaja yang menjadi dasar dari means rea-nya, Kepastian hukum dalam penegakan hukum untuk pengaduan terhadap pelanggaran disiplin dokter menjadi tidak adil, sebab dalam hal ini penegak hukum hanya memperhatikan kepentingan seorang pasien saja merujuk pada Pasal 66 Undang-Undang Praktik Kedokteran, tanpa memperhatikan kepentingan untuk tanpa memperhatikan kepentingan dokter padahal sebelum putusan diputuskan, sehingga asas praduga tidak bersalah harus tetap diberikan kepada dokter yang memberikan pengobatan kepada pasiennya. Dokter yang sudah bekerja sesuai SOP dan SPK seringkali harus menerima kenyataan adanya tuntutan pidana. Persoalan yang diangkat dalam penelitian ini adalah Bagaimana kepastian hukum dalam pengaduan tindakan malapraktik yang dilakukan dokter berdasarkan hukum positif di Indonesia dan Bagaimana konsep pengaturan hukum yang tepat dalam penyelesaian malapraktik yang dilakukan dokter ditinjau berdasarkan asas kepastian hukum. Adapun penelitian yang digunakan dengan metode pendekatan yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis, yaitu menganalisis kaitan antara peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan teori-teori hukum dan praktik pelaksanaan terkait objek penelitian yang kemudian menghasilkan beberapa kesimpulan. Dalam pelaksanaannya banyak pemahaman yang berbeda dalam memaknai maksud Pasal 66 Undang-Undang Praktik Kedokteran sehingga tidak jelas kemana sebuah sengketa malapraktik akan diperiksa yang dimana hal tersebut jalan terbaik bagi dokter dan pasien.
URGENSI PEMBUKTIAN REKAM MEDIS ELEKTRONIK DALAM PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA Engga Lift Irwanto; Syofirman Syofyan; Yussy Adelina Mannas
UNES Law Review Vol. 5 No. 4 (2023): UNES LAW REVIEW (Juni 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v5i4.496

Abstract

The development of science also has a significant impact on the development of good health service provision. One of the developments in the field of health services is the renewal of electronic medical records. Where the benefits of electronic medical records are of course as a basis or guide to knowing and analyzing diseases and knowing the treatment, care and medical action that must be given to patients, as well as improving the quality of service to protect medical personnel in the promotion of optimal public health. Then this electronic medical record can also be used as a type of evidence to be able to make light of a certain legal event. The medical legal basis for electronic records is evidence based on Law Number 29 of 2004 concerning Medical Practice and Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions. Then this research is a normative research or library research that will examine the urgency of proving electronic medical records based on a legal perspective in Indonesia.
LEGALITAS PENGGUNAAN SENJATA SPACE BASED MISSILE INTERCEPTOR UNTUK UPAYA SELF DEFENSE (SUATU KAJIAN DALAM PERSPEKTIF PIAGAM PBB DAN OUTER SPACE TREATY 1967) Syofirman Syofyan; Jodie Angelia Rully; Dewi Enggriyeni
UNES Law Review Vol. 5 No. 4 (2023): UNES LAW REVIEW (Juni 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v5i4.602

Abstract

Pasal 51 piagam PBB mengatur hak menggunakan kekuatan bersenjata untuk membela diri bagi suatu negara. Berdasarkan pasal ini, penggunaan kekuatan bersenjata untuk membela diri bagi negara adalah sah. Namun ketentuan ini dinilai kurang jelas dalam mengatur batasan penggunaan kekuatan bersenjata untuk pertahanan diri. Oleh karena itu, legalitas penggunaan senjata ini sebagai pertahanan diri juga perlu ditinjau kembali dari ketentuan yang tertuang dalam Space Treaty 1967. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui legalitas penggunaan kekuatan bersenjata untuk pertahanan diri dan upaya menjaga perdamaian dan keamanan internasional serta penggunaan senjata pencegat rudal berbasis ruang angkasa. ruang menurut Piagam PBB dan Perjanjian Luar Angkasa 1967. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif yang merupakan penulisan hukum sastra. Hasil kajian menunjukkan bahwa penggunaan pencegat rudal berbasis antariksa sebagai upaya pertahanan diri adalah sah baik berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB maupun Pasal III Perjanjian Antariksa 1967, namun berdasarkan ketentuan Pasal yang kurang jelas. 51 Piagam PBB, ada batasan hukum penggunaan senjata ini sebagai alat pertahanan diri. Legalitas penggunaan senjata tersebut terbatas pada penggunaannya untuk mencegat rudal yang sudah aktif atau sedang terbang di wilayah negara yang bertindak sebagai aktor pertahanan diri dan di wilayah yang tidak ada kedaulatannya. Selain itu, berdasarkan resiko atau akibat dari pencegatan rudal tersebut, khususnya rudal dengan hulu ledak nuklir untuk pertahanan diri negara dan negara lain, maka upaya pencegatan rudal tersebut melalui penggunaan pencegat rudal berbasis antariksa dapat dilegalkan sebagai upaya pertahanan diri.
Konflik Israel vs. Palestina Memanas, Individu Mana yang Harus Bertanggungjawab? Ilhamda Fattah Kaloko; Zainul Daulay; Syofirman Syofyan; Mustika Sukma Utari; Harmelia Harmelia
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (261.63 KB) | DOI: 10.36418/syntax-literate.v7i12.11279

Abstract

Perseteruan dan hal-hal yang tidak dapat dihindari oleh negara. Konflik antara Israel dan Palestina berulang kali terjadi, namun realisasi pertanggungjawaban internasional belum sesuai dengan aturan yang ada. Adanya peristiwa yang mengakibatkan jatuhnya korban dalam perang tersebut harus dipertanggung jawabkan oleh Israel sebagai Negara, serta individu-individu yang terlibat. Akibat tindakan ini, para pelaku kejahatan perang harus dimintai pertanggungjawaban di bawah hukum internasional. Rumusan masalah Apa tanggung jawab individu pihak Israel terhadap Palestina karena melanggar hukum perang? Kesimpulan dari penelitian ini adalah: Konflik Israel-Palestina telah memenuhi unsur-unsur kejahatan internasional, sudah selayaknya orang yang melakukan hal tersebut harus dihukum. Namun dalam kasus pelanggaran ini, Israel dianggap tidak mau dan tidak mampu menangani kasus tersebut, sehingga PBB berhak mendesak dewan keamanan untuk membentuk pengadilan ad hoc agar kasus tersebut dapat diselesaikan dan pelakunya dapat dimintai pertanggungjawaban. untuk tindakan mereka.
PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN SEBAGAI PEMENUHAN HAK PASIEN PADA PELAKSANAAN TINDAKAN KEDOKTERAN DI RUMAH SAKIT SEMEN PADANG Rama Arsa Faisal; Syofirman Syofyan; Yussy Adelina Mannas
UNES Law Review Vol. 5 No. 4 (2023): UNES LAW REVIEW (Juni 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v5i4.695

Abstract

Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan bagi manusia, yang harus diwujudkan sesuai cita-cita Bangsa Indonesia yang tertera dalam UUD45, Universal Declaration of HumanRights (UUDHR), UUKesehatan, UUPraktik Kedokteran, UU Rumah sakit, KUHperdata dan ketentuan terkait lainnya. Pelayanan kesehatan merupakan alat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitative, yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat. Praktik kedokteran merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter … terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Hal ini merupakan hubungan hukum berupa persetujuan yang disebut persetujuan terapeutik. Persetujuan ini memiliki sifat yang khusus karena objek yang diperjanjikan adalah upaya atau terapi untuk penyembuhan pasien. Menariknya ini untuk diteliti dengan rumusan masalah, Bagaimana pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran dalam pemenuhan hak pasien di Semen Padang Hospital? Metode penelitian digunakan yuridis empiris, dan hasil yang ditemukan ternyata persetujuan ini memang persetujuan khusus, yang disebut inspaning verbintenis, dan pelaksanaannya di Semen Padang Hospital (SPH) telah sesuai ketentuan terkait. Setiap perjanjian terapeutik selalu didahului dengan informed Consent (IC) yang merupakan alat bukti terjadinya persetujuan terapeutik baik dilakukan lisan atau tertulis. Di SPH IC selalu dilakukan meskipun dalam kondisi gawat.
PENGATURAN PERLINDUNGAN HAK ANAK DI INDONESIA DALAM RANGKA MENGELIMINIR PELANGGARAN HAK ANAK Didi Nazmi; Syofirman Syofyan
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 2 (2023): UNES Journal of Swara Justisia (Juli 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i2.380

Abstract

Anak perlu mendapatkan perlindungan karena anak merupakan generasi yang berharga bagi negara di masa depan. Setiap anak memiliki hak yang sama tanpa adanya pengecualian. Permasalahan-permasalahan HAM anak secara umum menggambarkan bahwa persoalan pemenuhan dan perlindungan atas Hak Anak masih menjadi catatan tersendiri bagi negara ini. Selain itu persoalan pemenuhan Hak Anak ini tidak hanya berkaitan dengan tanggung jawab tunggal negara melainkan juga membutuhkan peran serta orang tuanya, masyarakat sekitar dan lembaga masyarakat untuk mengadvokasinya. Terlebih masa depan bangsa ini berada di tangan anak muda. Maka menjaga anak dari segala kerentanan dari pelanggaran hak asasinya adalah suatu keniscayaan apabila kita menginginkan masa depan Indonesia yang lebih baik lagi.