Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH UNTUK BLANGKO DOKUMEN PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA DI DIREKTORAT JENDERAL IMIGRASI DARI TAHUN 2016-2021 Anggit Suhandono; Binoto Nadapdap; Wiwik Sri Widiarty
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i2.3300

Abstract

Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah saat ini menggunakan aplikasi yang dikeluarkan secara terpusat oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Aplikasi tersebut merupakan layanan pengelolaan teknologi informasi untuk memfasilitasi pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara elektronik dan diimplementasikan langsung melalui Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE). Masing-masing Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah memiliki Sistem Pengadaan Secara Elektronik masing-masing dalam melaksanakan pengadaan barang/jasa. Hal ini juga yang terjadi di Kementerian Hukum dan HAM dimana Sistem Pengadaan Secara Elektronik digunakan untuk melaksanakan metode pemilihan Penyedia Barang/Jasa. Sistem Pengadaan Secara Elektronik yang digunakan oleh Kementerian Hukum dan HAM merupakan kesisteman Sistem Pengadaan Secara Elektronik yang terpisah dari Sistem Pengadaan Secara Elektronik Kementerian/Lembaga/Perangkat daerah lainnya. Kementerian Hukum dan HAM dalam hal ini Direktorat Jenderal Imigrasi melaksanakan tugas dan fungsinya terkait pelayanan dan penegakan hukum di bidang Keimigrasian. Salah satu bentuk pelayanan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi adalah dengan melakukan Pengadaan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia yang digunakan oleh warga negara Indonesia untuk melakukan perjalanan ke dalam/luar negeri. Dengan demikian Pengadaan Dokumen Perjalanan menjadi sesuatu yang sangat krusial karena output yang dihasilkan berupa Dokumen Perjalanan merupakan salah satu bentuk pemenuhan terhadap Hak Asasi Manusia untuk berpindah-pindah melakukan perjalanan dan mencari pekerjaan/penghidupan yang lebih layak.
Perlindungan Aset Digital Dalam Dunia Metaverse Berdasarkan Hukum Nasional Thomas Dragono; Wiwik Sri Widiarty; Bernard Nainggolan
Jurnal Kewarganegaraan Vol 7 No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31316/jk.v7i1.4901

Abstract

Abstrak Perkembangan teknologi digital yang pesat telah memunculkan fenomena baru dalam bentuk aset digital NFT (Non-Fungible Token) dan masifnya pengembangan Metaverse. NFT adalah sertifikat digital yang menunjukkan kepemilikan suatu objek virtual dan tercatat dalam blockchain. Metaverse memungkinkan pengguna untuk berbagi pengalaman dalam bentuk realitas virtual 3D sekaligus evolusi teknologi sosial yang membuka babak baru dalam interaksi manusia. Berbagai aspek bisnis dapat dilakukan melalui Metaverse, termasuk investasi saham, penggunaan blockchain, dan kepemilikan aset. Meskipun Metaverse memuahkan dan membuka peluang bisnis yang luas, masih belum ada regulasi komprehensif yang mengatur aspek hukum Metaverse di Indonesia. Ketidakteraturan regulasi ini dapat mengakibatkan ketidakjelasan dalam perlindungan hukum bagi pengguna Metaverse, terutama terkait hak cipta, keamanan transaksi elektronik, dan hak kebendaan aset digital. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif-analisis. Hasil penelitian menunjukkan perlunya pengembangan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang lebih spesifik dan adaptif terhadap perkembangan teknologi dan dunia virtual untuk memastikan perlindungan hukum yang memadai di Metaverse. Kata Kunci: NFT, Metaverse, Transaksi Elektronik Abstract The rapid development of digital technology has given rise to a new phenomenon in the form of NFTs (Non-Fungible Tokens) and the extensive growth of the Metaverse. NFTs serve as digital certificates that demonstrate ownership of virtual objects and are recorded on the blockchain. The Metaverse allows users to share experiences in the form of 3D virtual reality, marking a new phase in social technological evolution and human interaction. Various business aspects, including stock investment, blockchain utilization, and asset ownership, can be conducted within the Metaverse. Despite the exciting prospects and broad business opportunities offered by the Metaverse, there is still a lack of comprehensive regulations governing its legal aspects in Indonesia. This regulatory vacuum may lead to uncertainties regarding legal protection for Metaverse users, particularly concerning copyright, electronic transaction security, and digital asset ownership. This research employs a qualitative methodology with a descriptive-analytical approach. The findings highlight the need for the development and refinement of more specific and adaptive legislation to keep pace with technological advancements and ensure adequate legal protection within the Metaverse. Keywords: NFT, Metaverse, Electronic Transaction
Perlindungan Hukum Nasabah sebagai Konsumen Perbankan terhadap Kejahatan Skimming Ditmar Hadi; Wiwik Sri Widiarty; Gindo L. Tobing
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : CV. Ridwan Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Based on this background, there are several main problems in this writing, namely how legal protection for bank customers in the event of skimming crimes and how dispute resolution efforts can be made by bank customers in the event of skimming crimes. The legal theories used are the theory of legal protection from John Austin and the theory of justice from John Rawls. The research method is juridical normative and the data collection tools used are document or literature studies and interviews. The results of the existing research are Legal protection for bank customers in the event of skimming crimes consists of two types, namely indirect legal protection and direct legal protection. Next about dispute resolution. Dispute resolution that can be done by bank customers in the event of skimming crimes can be taken through non-litigation channels and through litigation channels. Dispute resolution through non-litigation channels, where banks are responsible for the refund of customer funds lost due to skimming by mediating for simple, cheap and fast dispute resolution. Meanwhile, if the customer is not satisfied with the compensation due to skimming, the customer can resolve the dispute through the court.
TANGGUNG JAWAB HUKUM TERHADAP KONSUMEN PADA IKLAN PENGEMBANG PERUMAHAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Barlian Tatawinarta; Wiwik Sri Widiarty; Andrew Betlehn
Jurnal Cahaya Mandalika ISSN 2721-4796 (online) Vol. 4 No. 3 (2023): Jurnal Cahaya Mandalika
Publisher : Institut Penelitian Dan Pengambangan Mandalika Indonesia (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36312/jcm.v4i3.1714

Abstract

The property sector is the backbone of development in Indonesia, thus property ownership greatly influences developers and impacts 174 other related industries and millions of Indonesian residents. The mismatch between housing advertisements and reality often disappoints consumers due to the breach of promises by housing developers. These breaches can include delays in construction, poor building quality, unfulfilled promised facilities, and even cases where developers misappropriate large sums of money from consumers. Such disparities between advertisements and reality have serious implications for consumer trust in existing developers. A satisfactory resolution to disputes, achieved through a win-win solution, is the desire and hope of all parties involved, as it brings numerous benefits and helps maintain harmonious relationships that have been established, or even allows for mutually beneficial future relationships. From a legal perspective, a just, beneficial, and legally certain dispute resolution is the hope and aspiration of all parties involved in the dispute. H.A. Mukti Arto, quoting Yahya Harahap, suggests that, in principle, the disputing parties seek a resolution that is fast, fair, and inexpensive, which serves as a general principle in dispute resolution.
Analisis Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korupsi Pada Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (Studi Kasus Pada Putusan Nomor : 16/Pid.Sus-TPK/2019/PN PTK) Basar Purba; Wiwik Sri Widiarty; Tatok Sudjiarto
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 5 (2023): Innovative: Journal of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v3i5.5874

Abstract

Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah salah satu program penguatan modal yang menjadi andalan pemerintah dari Tahun 2014, program KUR memiliki target untuk mensejahterakan Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) yang disalurkan melalui Bank-Bank atau Lembaga Keuangan lainnya yang ditunjuk pemerintah. Skema program ini adalah pemerintah memberikan subsidi bunga yang diambilkan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pada prakteknya program ini dimanfaatkan untuk melakukan tindak pidana korupsi salah satu contohnya perkara yang telah diputus Pengadilan Negeri Pontianak Nomor : 16/Pid.Sus-Tpk/2019/Pn Ptk, kemudian menjadi pertanyaan Bagaimana pertanggungjawaban pidana pelaku tindak korupsi dalam kejahatan penyaluran kredit usaha rakyat. Bagaimanakah Dasar Pertimbangan Majelis Hakim terhadap dalam Putusan Nomor : 16/Pid.Sus -TPK/2019/PN Ptk dalam meminimalisir tindak pidana korupsi. Penelitian tesis ini bersifat analitis dan menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian yang didapat adalah penyaluran kredit usaha rakyat merupakan bagian dari APBN sehingga tindak pidana yang dilakakukan melalui Penyaluran KUR merupakan tindak pidana korupsi contohnya perkara yang telah diputus Pengadilan Negeri Pontianak Nomor : 16/Pid.Sus-Tpk/2019/Pn Ptk. Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor : 16/Pid.Sus-Tpk/2019/Pn Ptk melepaskan terdakwa dikarenakan terdakwa hanya melankukan pelanggaran administratif dan putusan tersebut dianulir oleh Mahkamah Agung yang kemudian terdakwa dijatuhi pidana selama 4 tahun 3 bulan.