Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Is The Desire to Take Selfies Related to Self-Esteem in High School Teens? Windarwati, Heni Dwi; Ati, Niken Asih Laras; Ilmy, Shofi Khaqul; Sulaksono, Ari Dwi; Fitriyah, Erna Tsalatsatul; Kusumawati, Mira Wahyu; Fitri, Linda Dwi Novial
Jurnal Keperawatan Soedirman Vol 16, No 1 (2021)
Publisher : Jurusan Keperawatan FIKES UNSOED

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.jks.2021.16.1.1517

Abstract

Selfitis is one of the phenomena that is currently popular among adolescents. Adolescents are attracted to show self-presentation, one of which is through selfies. This study aimed to identify the correlation between the obsessive desire to take selfies and high school adolescents' self-esteem. This research was a quantitative study with a cross-sectional design. The study population was high school adolescents aged 15-16 years with 797 participants recruited using a total sampling method. The instrument in this study used the Rosenberg self-esteem questionnaire to measure self-esteem and the Selfitis Behavior Scale (SBS) questionnaire to measure selfitis in adolescents. The results showed that most of the adolescents had borderline selfitis (46.3%) and high self-esteem (88.1%). Factors that were significantly related to taking selfies amongst adolescents were gender (p-value: 0.000) and socioeconomic status (p-value: 0.000). Meanwhile, gender (p-value: 0.013), socio-economic status (p-value: 0.032), family harmony (p-value: 0.000), and selfitis (p-value: 0.000) were significantly related to self-esteem in adolescents. The multivariate analysis results showed that harmony in the family was the most influential factor in adolescents' self-esteem. Adolescents with higher levels of selfitis and harmony in the family tended to have better self-esteem.
HUBUNGAN ANTARA PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN EMOSIONAL DENGAN TINGKAT STRES PADA REMAJA Ahsan Ahsan; Shofi Khaqul Ilmy
Jurnal Kesehatan Mesencephalon Vol 4, No 1 (2018): Jurnal Kesehatan Mesencephalon - April 2018
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kepanjen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (161.527 KB) | DOI: 10.36053/mesencephalon.v4i1.70

Abstract

Abstract : One of the stress experienced by adolescents is development. Adolescent development task focused in efforts to leave the attitude and behaviour of the childhood to adulthood.Thus, the task of adolescent emotional development became one of the sources stressor in adolescents.This study aims to know the relationship between the fullfilment of emotional development task with levels of stress in SMA Negeri 1 Sumberpucung’s adolescents.Observational studies using cross-sectional design conducted to adolescents in SMA 1 Sumberpucung.The sampling technique used is stratified random sampling with a total of 222 respondents and divided in each class and program. Results showed the correlation value is -0.519. This study concluded there is a relationship between the fulfillment of emotional development task with level of stress in SMA Negeri 1 Sumberpucung’s adolescents by moderate level in correlation and inverse relationship. Based on these results, it is recommended to use design with a more objective measurement, instrument which is more specific and objective, and applied to other development phases. Keywords : emotional development tasks, stress, adolescents. Abstrak : Stres yang dialami oleh remaja salah satunya adalah perkembangan. Tugas perkembangan remaja difokuskan upaya meninggalkan sikap dan perilaku masa anak-anak dan menuju masa dewasa. Sehingga tugas perkembangan emosional remaja menjadi salah satu sumber stresor pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pemenuhan tugas perkembangan emosional dengan tingkat stres pada remaja SMA Negeri 1 Sumberpucung. Studi observasional menggunakan desain cross-sectional dilakukan pada remaja SMA Negeri 1 Sumberpucung. Teknik sampling yang digunakan adalah stratified random sampling dengan total sebanyak 222 orang responden dan dibagi dalam setiap kelas dan program. Hasil penelitian menunjukkan nilai korelasi sebesar -0,519. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara pemenuhan tugas perkembangan emosional dengan tingkat stres pada remaja SMA Negeri 1 Sumberpucung dengan tingkat korelasi sedang dan hubungan yang  terbalik. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar menggunakan desain dengan pengukuran yang lebih objektif, instrumen yang lebih spesifik dan objektif, dan diterapkan pada fase perkembangan yang lain. Kata kunci : tugas perkembangan emosional, stres, remaja
Relationship between stress, anxiety, and depression with suicidal ideation in adolescents Heni Dwi Windarwati; Retno Lestari; Satrio Agung Wicaksono; Mira Wahyu Kusumawati; Niken Asih Laras Ati; Shofi Khaqul Ilmy; Ari Dwi Sulaksono; Desi Susanti
Jurnal Ners Vol. 17 No. 1 (2022): APRIL 2022
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jn.v17i1.31216

Abstract

Introduction: Suicide is a significant mental health problem in adolescents around the world that requires comprehensive treatment. This study aimed to examine the relationship between stress, anxiety, and depression with suicidal ideation in adolescents. Method: This research used quantitative methods with a cross-sectional approach. The number of respondents was 869 adolescents, with a total sampling technique. The instrument used to measure stress, anxiety, and depression is the Depression Anxiety Stress Scale (DASS-21), while the idea of suicide is measured using the Scale for Suicide Ideation (SSI) instrument. Results: The result of this study showed that teenagers who had suicidal ideation were 206 (23.7%) respondents, while 663 (76.3%) of other respondents did not have the idea of suicide. There was a significant relationship between suicidal ideation with stress levels (p-value 0.000), anxiety (p-value 0.000), and level of depression (p-value 0.000) in adolescents. Conclusion: Mental and psychological health support measures must be given to adolescents to prevent an increase in suicide ideas.
Sikap masyarakat tentang penyakit dan kepatuhan diet pra-lansia artritis gout Kiki Rizki Fista Andriana; Yunus Adi Wijaya; Shofi Khaqul Ilmy
Jurnal Keperawatan Vol 20 No 1 (2022): Jurnal Keperawatan
Publisher : STIKES Insan Cendekia Medika Jombang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35874/jkp.v20i1.1001

Abstract

Artritis gout merupakan jenis radang sendi autoinflamasi yang banyak ditemukan dimasyarakat. Mereka membutuhkan tata laksana diet rendah purin sebagai salah satu tata laksana dalam mengontrol kondisi hiperurisemia. Kepatuhan dalam program diet rendah purin tersebut dipengaruhi oleh faktor intrapersonal penderitanya, salah satunya adalah sikap masyarakat. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara sikap masyarakat tentang penyakit artritis gout dan kepatuhan diet pra-lansia dengan artritis gout di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Penelitian kuantitatif observasional analitik ini dilaksanakan dengan pendekatan cross-sectional, yang terapkan kepada 68 orang penderita artritis gout yang berusia 46-50 tahun di Kabupaten Lamongan. Pengumpulan data menggunakan kuesioner tertutup, dan selanjutnya dianalisis menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas penderita artritis gout memiliki sikap yang negatif terhadap penyakit yang dideritanya (73,3%) dan Patuh terhadap diet rendah purin (52,3%). Hasil analisis Chi-square dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap masyarakat tentang penyakit artritis gout dan kepatuhan diet pra-lansia dengan artritis gout. Penderita arthritis gout yang memiliki sikap negatif terhadap penyakit artritis gout akan 148 kali lebih berpeluang tidak patuh terhadap diet rendah purin yang diberikan. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah sikap masyarakat yang baik akan dapat meningkatkan kepatuhan diet rendah purin pada penderita artritis gout. Temuan ini dapat diterapkan sebagai dasar praktik keperawatan klinik dalam meningkatkan sikap masyarakat yang merupakan salah satu faktor yang mengatasi ketidakepatuhan terhadap terapi penderita artritis gout, baik di rumah sakit ataupun komunitas.
IDENTIFIKASI KETERKAITAN KOMUNIKASI DALAM KELUARGA DAN KEHARMONISAN KELUARGA PADA REMAJA SEKOLAH MENENGAH ATAS Heni Dwi Windarwati; Ridhoyanti Hidayah; Renny Nova; Lilik Supriati; Niken Asih Laras Ati; Ari Dwi Sulaksono; Tsalatsatul Fitriyah; Mira Wahyu Kusumawati; Erna Shofi Khaqul Ilmy
Caring : Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol 1, No 1 (2021): CARING Jurnal Pengabdian Masyarakat (April 2021)
Publisher : Caring : Jurnal Pengabdian Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1074.537 KB) | DOI: 10.21776/ub.caringjpm.2021.001.01.1

Abstract

Latar belakang: Keluarga merupakan bagian penting yang berperan dalam kesehatan remaja. Komunikasi dalam keluarga dan keharmonisan dalam keluarga berkaitan erat dengan perkembangan kesehatan mental remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara komunikasi dalam keluarga dengan keharmonisan dalam keluarga pada remaja sekolah menengah atas di Malang.Method: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan crossectional. Populasi penelitian ini adalah remaja SMA yang bersekolah di MAN 2 Kota Malang, SMKN 11 Kota Malang dan Bululawang, Malang, Jawa Timur yang berusia 15 – 16 tahun. Teknik total sampling digunakan dalam pengambilan sampel penelitian dengan jumlah sampel 921 partisipan. Kuisioner self-reported komunikasi dalam keluarga dan keharmonisan dalam keluarga digunakan untuk mengidentifikasi kedua variable.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa  sebagian besar remaja memiliki komunikasi dalam keluarga yang adekuat (87,3%) dan memiliki keluarga yang harmonis (94.2%). Hasil analisis biavariat menunjukan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara komunikasi dalam keluarga dengan keharmonisan keluarga dengan  nilai p-value 0.246.Kesimpulan : komunikasi dalam keluarga tidak berhubungan signifikan dengan keharmonisan keluarga pada remaja. Penelitian ini memberikan tambahan literatur terkait hubungan antara komunikasi dan keharmonisan dalam keluarga serta dapat menjadi dasar dalam pemberian intervensi masalah kesehatan mental pada remaja.
Factors Associated with Pasung (Seclusion and Restraint) in Indonesia: A Systematic Review Shofi Khaqul Ilmy; Noorhamdani; Heni Dwi Windarwati
International Journal of Science and Society Vol 2 No 3 (2020): International Journal of Science and Society (IJSOC)
Publisher : GoAcademica Research & Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (665.561 KB) | DOI: 10.54783/ijsoc.v2i3.167

Abstract

Schizophrenia is a chronic and multifactorial mental health problem that occurs in developing countries, including in Indonesia. Families with schizophrenia patients will feel the burden of care and lead to pasung, and supported by various factors. Pasung, by the family, aims to control the aggressive behavior of the patient. A systematic review was conducted by searching four online databases, namely ProQuest, Science Direct, and EBSCO, and Google Scholar in the past ten years. This analysis uses the PRISMA 2009 method and obtained 14 articles for final review. The results obtained are the internal factors that most influence on pasung is the aggressive behavior of schizophrenia patients, both towards themselves, family, or the environment. In comparison, the most influential external factor is the emergence of stigma against patients and their families. Both of these factors cause the family to decide to pasung on schizophrenia patients, associated with feelings of helplessness and hopelessness. Community mental health nursing (CMHN) plays a role in handling and preventing pasung, which must be supported by the government and the community. Increased knowledge about schizophrenia and pasung in community has an impact on improving the mental health status of the community. Optimal mental health is the right of everyone throughout the world, including in Indonesia.
MASALAH PSIKOLOGIS DAN KUALITAS HIDUP LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL SELAMA PANDEMI COVID-19 Ni Luh Putu Suardini Yudhawati; Shofi Khaqul Ilmy; I Kadek Agus Dwija Putra; Made Wina Krisnayani
PROSIDING SIMPOSIUM KESEHATAN NASIONAL Vol. 1 No. 1 (2022): Simposium Kesehatan Nasional
Publisher : LPPM STIKES BULELENG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (540.448 KB)

Abstract

Lansia dengan hipertensi rentan mengalami masalah psikologis dalam kehidupannya, yang menimbulkan ketidaknyamanan dan mempengaruhi kualitas hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan masalah psikologis dan kualitas hidup lansia dengan hipertensi. Penelitian cross-sectional ini dilakukan pada 21 lansia dengan hipertensi di PSTW Wana Seraya Denpasar. Hasil menunjukkan bahwa: 1) Lansia memiliki tingkat stres, kecemasan, dan depresi yang normal; 2) Sebagian besar lansia memiliki kualitas hidup yang kurang; 3) Terdapat hubungan signifikan antara masalah psikologis dan kualitas hidup lansia dengan hipertensi. Sehingga, perawat harus memperhatikan faktor protektif, predisposisi, dan presipitasi dalam memberikan asuhan keperawatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup lansia.