Claim Missing Document
Check
Articles

Found 19 Documents
Search

Karakteristik Metil Ester Minyak Jarak Pagar Hasil Proses Transesterifikasi Satu dan Dua Tahap Djajeng Sumangat; Tatang Hidayat
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 5, No 2 (2008): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v5n2.2008.18-26

Abstract

Biodiesel (metil ester)  umumnya dihasilkan dari proses transesterifikasi minyak nabati antara lain dari minyak jarak pagar.   Proses transesterifikasi dengan pereaksi metanol dan katalis basa (KOH) dapat dilakukan satu  atau dua tahap pada berbagai variabel suhu reaksi dan nisbah molar metanol dengan minyak. Penelitian ini bertujuan membandingkan  karakteristik físiko-kimia (viskositas, densitas dan bilangan asam) serta persentase  ester asam lemak dari metil ester yang dihasilkan. Digunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan tiga variabel perlakuan yaitu (A) tahap transesterifikasi (A1= satu tahap, A2= dua tahap), (B) suhu reaksi (B1= 30oC, B2= 65oC) dan (C) nisbah molar metanol-minyak (C1=3:1, C2=4:1, C3=5:1 dan C4=6:1), serta dua kali ulangan.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa  proses transesterifikasi satu tahap pada suhu 30°C dengan nisbah molar metanol- minyak  5:1 menghasilkan karakteristik metil ester terbaik  yaitu viskositas kinematik 3,89 cSt, densitas 0,88g/cm3  dan bilangan asam 0,48 mg KOH/g sampel. Tidak terdapat perbedaan jenis senyawa ester asam lemak pada metil ester hasil transesterifikasi satu dan dua tahap yaitu berturut-turut metil oleat (47,09-47,46%), metil linoleat (32,20-32,53%), metil palmitat (18,65-18,93) dan metil lignoserat (0,26-0,30%). Jumlah  persentase senyawa ester asam lemak yang  menunjukkan persentase konversi trigliserida menjadi metil ester pada proses satu tahap adalah  100%, sedangkan pada proses dua tahap adalah  99,62%.  Rendemen (yield) metil ester  pada proses satu tahap adalah 77,99%,   lebih tinggi dibandingkan proses dua tahap yaitu 70,80%. Berdasarkan karakteristik dan rendemen metil ester, proses satu tahap lebih baik dibandingkan dua tahap. The Characteristics of Methyl Esther of Jatropha Oil Obtained From One and Two Steps Transesterification Process Biodiesel (methyl esther) is made mainly through transesterification process of vegetable oil such as jatropha oil and generally uses methanol as reagent and KOH as catalyst. There are one-step and two-steps process using variables of reaction temperature and molar ratio of methanol to oil.This experiment aimed comparing physico-chemical characteristic (viscosity, density and acid number) as well as percentage of fatty acid esters of methyl esters as its pararnaters of these two type process. Factorial completely randomized design with two replication was used as experiment design with three variables treatments, namely (A) transesterification steps: (A1) one step, (A2) two steps; (B) reaction temperatues: (Bl) 30°C, (B2) 65°C; and (C) molar ratio of methanol to oil: (CI=3:1, C2=4:1, C3=5:1 dan C4=6:1). it was concluded that the best treatment was one step process at 30°C using molar ratio methanol: oil 5:1. The characteristics of methyl ester were viscosity 3.89 cSt, density 0.88 g/cm3 and acid number 0,48 mg KOH/g sample. The fatty-acids esters of methyl esters of both processes was the same i.e. methyl oleic (47.09-47.46%), methyl linoleic (32.20-32.53%), methyl palmitic (18.65-18.93%) and methyl lignoseric (0.28-0.30%). Total percentage of fatty acid esters in methyl ester of one step process was 100% while that of two steps process was 99.62%. This total percentages could ·indicated as conversion degree of triglyceride into methyl ester. Yields of methyl ester from one-step process was 77.99% which was higher than that of two-steps process (70.80%). In terms of its characteristics and yield of methyl ester, one-step process was better than two-steps process.
Optlmasi Kecukupan Panas Pada Pasteurisasi Santan Dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Santan Yang Dihasilkan Ermi Sukasih; Sulusi Prabawati; Tatang Hidayat
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 6, No 1 (2009): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v6n1.2009.34-42

Abstract

Santan mengandung air yang tinggi serta lemak dan protein sehingga menyebabkan produk ini mudah rusak. Hal ini memerlukan teknologi untuk mempertahankannya, salah satu teknologi pengawetan yang telah populer dan murah adalah dengan pasteurisasi. Permasalahannya adalah belum ada data suhu dan waktu pasteurisasi untuk santan, sehingga perlu dihitung kecukupan panas untuk memperoleh kondisi optimal pasteurisasi. Pasteurisasi santan dilakukan pada tiga suhu (65,75 dan 85°C) selama (0,5,10,15 dan 20) menit, kemudian dilakukan penghitungan jumlah mikroba setelah pemanasan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ketahanan panas populasi mikroba santan (nilai D) adalah D65°C = 12,89 menit. D75°C = 10,95 menit, D85°C = 3,55 menit. Perubahan suhu yang menyebabkan reduksi mikroba sebesar satu nilai D (nilai z) adalah 35,71°C. Nilai pasteurisasi (nilai P) santan dengan sistim pasteurisasi 4D adalah 16,3 menit, suhu dan waktu yang optimal untuk pasteurisasi santan adalah 75°C selama 31,2 menit. Pemanasan berpengaruh nyata terhadap kadar air, protein, derajat putih, viskositas, bilangan peroksida, total mikroba, stabilitas emulsi, respon kesukaan aroma. Faktor pemanasan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu, kadar lemak, bilangan asam dan FFA, penampakan umum serta respon kesukaan warna. Heat Adequacy Optimization On Coconut Milk Pasteurization And The Effect On QualityCoconut milk contains a large number of water, fat and protein that makes the coconut milk perishable. It needs a technique to preserve the coconut milk. One of well known and cheapest preservation method is pasteurization. However there is no data about temperature level and optimum time of pasteurization process of coconut milk. For that reason the heat adequacy of coconut milk to get the optimum time of pasteurization has to be identified. This research was done using three level of temperature (65°C,75°C and 85°C) with five levels of heating time (0.5, 10, 15 and 20 m). The amount of microorganism in pasteurized coconut milk was counted. The results showed that thermal resistant microorganism of coconut milk (D value) are as follows: D65°C = 12.89 m, D75°C = 10.95 m, D85°C = 3.55 m with z alue equal to 35.71°C. P value for 4D coconut milk pasteurization is 16.3 m. The optimum temperature and time of coconut milk pasteurization were 75°C for 31.2 m. Heating treatment significantly affected parameters viz. water content, protein, whiteness degree, viscosity. peroxidation value, total plate count, emulsion stability and liking responses on flavor of coconut milk. However, there was not any significant for ash content, fat acid value, free fatty acid, appearance and liking responses in colour.
Isomerisasi Eugenol Menjadi Isoeugenol Menggunakan Radiasi Gelombang Mikro Edy Mulyono; Tatang Hidayat
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 3, No 2 (2006): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v3n2.2006.69-76

Abstract

Isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol merupakan proses pergeseran ikatan rangkap yang terdapat pada gugus alkenil ke posisi konyugasi dengan ikatan rangkap pada cincin benzena dalam eugenol. Proses ini merupakan reaksi katalitik yang memerlukan bantuan katalis dan panas. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi katalis rhodium klorida trihidrat (RhCl3.3H2O) dan lama pemanasan yang optimal pada isomerisasi eugenol dengan menggunakan radiasi gelombang mikro. Perlakuan yang diuji terdiri atas dua faktor, yaitu : (A) konsentrasi katalis RhCl3.3H2O dengan tiga taraf : A1 = 0,08 %, A2 = 0,16 %, dan A3 = 0,24 %, dan (B) lama pemanasan dengan radiasi gelombang mikro dengan tiga taraf : B1 = 10 menit, B2 = 15 menit, dan B3 = 20 menit. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial (3x3) dengan 3 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan yang optimal dicapai pada konsentrasi katalis RhCl3.3H2O sebesar 0,24 % dengan lama pemanasan 15 menit. Kemurnian isoeugenol yang dihasilkan mencapai 91,27 % dengan komposisi isomer cis isoeugenol 18,03 % dan trans isoeugenol 73,24 % atau rasio isomer cis dan trans 1 : 4,1 (0,25). Jumlah bahan yang menguap pada perlakuan yang optimal mencapai 19,08 % atau identik dengan rendemen produk isoeugenol 80,92 %. Produk yang dihasilkan masih perlu dimurnikan untuk mendapatkan kemurnian dan isomer trans isoeugenol yang lebih tinggi, dan memperbaiki sifat fisiko-kimianya.
Pembuatan Resin Fenolik Dari Destilat Cairan Kulit Biji Mete Sebagai Bahan Baku Vernis Tatang Hidayat; Illah Sailah; Ani Suryani; Titi C. Sunarti; nFN Risfaheri
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 5, No 1 (2008): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v5n1.2008.21-31

Abstract

Destilat cairan kulit biji mete (CNSL) merupakan cairan yang diperoleh dari hasil destilasi CNSL dengan komponen utamanya kardanol. Salah satu pemanfaatan destilat CNSL yang prospektif yaitu sebagai sumber fenol dalam pembuatan resin fenolik. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi proses pembuatan resin fenolik dari destilat CNSL yang sesuai sebagai bahan baku vernis, baik untuk pemakaian di dalam (interior) maupun di luar (eksterior). Tahapan penelitian, yaitu 1) karakterisasi destilat CNSL dan 2) pembuatan resin fenolik dari destilat CNSL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi terbaik pembuatan resin fenolik dari destilat CNSL dicapai pada nisbah mol formaldehida terhadap destilat CNSL 0,9:1 dengan pH 3. Reaksi metilolasi pada suhu 100oC memerlukan waktu yang relatif lama, yaitu 9,0 jam. Meningkatnya suhu reaksi dari 100 menjadi 120oC mempercepat waktu reaksi metilolasi dari 9,0 jam menjadi 4,0 jam. Reaksi metilolasi destilat CNSL (kardanol kasar) dengan formaldehida memenuhi pola reaksi ordo kedua. Konstanta laju reaksi metilolasi (k) meningkat secara eksponensial dengan semakin tingginya suhu reaksi sesuai dengan persamaan k=116.104.360,02 e–7.230,7 (1/T). Suhu reaksi metilolasi tidak berpengaruh nyata pada karakteristik dan sifat film resin yang dihasilkan. Lapisan film resin memiliki waktu kering yang cukup singkat, yaitu waktu kering sentuh 3,0 jam dan kering keras 6,0 jam. Secara umum, karakteristik dan sifat lapisan film resin yang dihasilkan cukup baik kecuali daya lekat dalam media besi dan daya lenturnya. Resin yang dihasilkan sudah memadai untuk digunakan sebagai bahan baku vernis kayu untuk pemakaian di dalam (interior) karena kekerasan lapisan film yang tinggi. Sebagai bahan baku vernis kayu untuk pemakaian di luar (eksterior) masih perlu perbaikan dalam sifat daya lenturnya.Production of Phenolic Resin From Cashew Nut Shell Liquid Distillate as Raw Material for VarnishCNSL distillate is a liquid which is obtained from CNSL distillation with cardanol as the main component. One of prospective utilization of CNSL distillate that is as a source of phenol in phenolic resin production. The objective of this research was to get the best process condition of phenolic resin production from CNSL distillate as raw material for interior and exterior varnish. The stages of experiment, were: 1) characterization of CNSL distillate and 2) phenolic resin production from CNSL distillate. The optimal condition in phenolic resin production was achieved at mole ratio of formaldehyde to CNSL distillate 0,9: I and pH 3. Methylolation reaction at 100°C needed 9.0 hours to be completed. The increasing of methylolation reaction temperature from 100 to ] 20°C was able to reduce reaction lime from 9.0 hours to 4.0 hours. Methylolation reaction formaldehyde with CNSL distillate (crude cardanal) fulfilled second order reaction pattern. Constant of reaction rate (k) increased exponentially with increasing the temperature according to equation ke I 16.104.360,02e-7230.7(IIT). Temperature of methylolation reaction did not effect to the characteristic and properties of resin film. Resin film has short dry time i.e. touch-dry 3.0 hours and hard-dry 6.0 hours. Generally, characteristic and resin film properties show very good result except the adhesion on steel and its flexibility. Based on the properties of its film, phenolic resin produced has been fulfilled for using as raw material in interior wood varnish because of good hardness properties. While for exterior wood varnish, the improvement on its flexibility properties is still needed.
EVALUASI MUTU LADA PUTIH BUBUK YANG DIPERDAGANGKAN DI PASAR TRADISIONAL DAN MODERN DI BOGOR DAN JAKARTA nFN Hernani; Tatang Hidayat; nFN Risfaheri
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 17, No 3 (2020): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v17n3.2020.126-133

Abstract

Lada putih bubuk mempunyai sifat sangat higroskopis, sehingga mudah mengalami kerusakan, baik fisik, kimia ataupun mikrobiologis. Tujuan dari penelitian adalah menentukan mutu lada putih bubuk, baik secara fisik, kimia dan mikrobiologi dari pasar tradisional dan modern di wilayah Bogor dan Jakarta serta mendapatkan informasi awal/indikasi adanya pencampuran bahan lain pada lada putih bubuk. Metodologi penelitian terdiri atas beberapa tahapan, yaitu metode pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling), dari pasar tradisional yang dijual secara curah, dan pasar modern yang dikemas dalam botol plastik, masing-masing 3 lokasi dan 3 ulangan. Untuk masing-masing sampel yang diambil dari pasar tradisional dan modern adalah 300 g. Pengujian fisiko-kimia sesuai dengan metode yang dikeluarkan oleh IPC (International Pepper Community), yaitu kadar air, abu, abu tak larut asam, minyak atsiri, piperin dan logam timbal (Pb). Untuk uji mikrobiologis terdiri dari TPC (Total Plate Count), kapang, jamur, Salmonella dan Escheria coli. Selain itu, dilakukanan analisis SEM (Scanning Electrone Microscope) untuk melihat profil morfologi permukaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk kadar air, abu, minyak atsiri masih memenuhi kriteria SNI 01 3717 1995, kecuali kadar abu yang tidak larut asam dan kadar piperin. Cemaran mikrobiologi (TPC, kapang dan jamur) memenuhi kriteria, kecuali E. coli dan jamur pada sampel dari pasar tradisional Bogor. Salmonella memenuhi kriteria SNI untuk semua sampel, yaitu negatif. Cemaran logam berat (Pb) masih memenuhi ketentuan kriteria SNI. Deteksi pencampuran lada putih bubuk dengan bahan lain menggunakan metode kombinasi sifat fisiko-kimia dan SEM baru bisa mendeteksi adanya indikasi pencampuran, dan belum bisa menentukan jenis bahan percampurnya. Evaluation Of Quality of White Pepper Powder on Trade in Traditional and Modern Markets in Bogor and Jakarta.White pepper powder has very hygroscopic properties, so it is easily damaged, physically, chemically, or microbiologically. The purpose of this study was to determine the quality of white pepper powder, physically, chemically, and microbiologically from the traditional and modern markets of Bogor and Jakarta and to obtain information of mixing white pepper powder using other ingredients. The research methodology consists of several stages, namely sampling from traditional markets that are sold in bulk, and modern markets, which are packaged in plastic bottles; the sample has taken from 3 locations and 3 replications. For each sample taken from traditional and modern markets was 300 g. The physico-chemical tested according to the methods issued by the IPC, especially for moisture, ash content, acid insoluble ash, essential oil, piperine and timbal (Pb). The microbiological was tested, including TPC, mold, fungus, Salmonella and Escheria coli. In addition, an SEM analysis was performed to see the surface morphology profile. The results showed that moisture, ash content, ash insoluble in acid, volatile oil still meets the criteria of Indonesian National Standard, except for ash insoluble in acid and piperine content. Microbiological contamination fulfilled SNI criteria except E. coli and mold in samples from PT Bogor.  Salmonella was fulfilled SNI criteria for all samples, which are given negative. Heavy metal (Pb) still fulfils the requirement in SNI criteria. Detection of mixing white pepper powder with other ingredients using a combination of physico-chemical properties and SEM can detect the indication of mixing and has not been able to determine the type of mixing material.
Optimasi Sintesis Metil Oleat Menggunakan Biokatalis Lipase dari Kecambah Biji Jatropha Curcas L. Chusnul Hidayat; M. Danu P. Kuntoro; Pudji Hastuti; Djajeng Sumangat; Tatang Hidayat
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 5, No 2 (2008): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v5n2.2008.1-9

Abstract

Biji jarak pagar (Jatropha curcas) menghasilkan lipase selama proses perkecambahan sehingga dapat digunakan sebagai sumber lipase yang relatif murah. Lipase ini telah digunakan untuk proses esterifikasi asam oleat dengan methanol. Namun demikian, kondisi optimum proses esterifikasi tersebut belum diketahui. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kondisi optimum proses esterifikasi menggunakan metode Response Surface Methodology (RSM). Desain percobaan terdiri dari 3 faktor dan 3 taraf (Box-Behnken). Faktor yang dievaluasi adalah suhu, lama reaksi dan rasio molar substrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor suhu, lama reaksi dan rasio molar substrat berpengaruh signifikan terhadap yieldmetil ester. Faktor yang paling berpengaruh adalah rasio molar substrat. Efek interaksi dari ketiga faktor tidak signifikan terhadap yield metil ester. Kondisi optimum proses esterifikasi adalah suhu reaksi 39,5oC, selama 64,4 menit dengan rasio molar asam oleat dengan methanol 2:2. Jumlah metil ester yang terbentuk adalah 522 µmol. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa yield mendekati hasil prediksi dengan RSM. Hal ini menunjukkan bahwa lipase jarak pagar berpotensi sebagai biokatalis pada sintesis metil ester.Optimization on synthesis of methyl oleate using indigenous biocatalyst from Jatropha curcas seedsJatropha seeds produce lipase during. germination. It is useful as lipase resources. Lipase is used for the esterification of oleic acid with methanol. However, the optimum conditions of the process is not yet known. The objectives of the research was to determine the optimum conditions for the synthesis of methyl oleate from oleic acid and methanol using response surface methodology (RSM), and using Box-Behnken type of design with 3 factors. Factors such as molar substrate ratio of oleic acid to methanol, temperature and reaction time were evaluated. The results show that the effect of temperature, reaction time and substrate molar ratio on the yield of methyl oleate were significant. The most significant effect on yield was substrate molar ratio. The interaction effect of the factors on methyl ester yield was not significant. The optimum conditions for methyl oleate synthesis was at temperature of 39,5oC for 64.4 minutes and the molar ratio of oleic acid to methanol of 2:2. The produced methyl oleate was 522 µmol. From the verification data, the yield was not significantly different with the predicted data using RSM. It can also be concluded that the acetone-dried germinated jatropha lipase is a potential biocatalyst for the synthesis of methyl ester.
PENGARUH JENIS FERMENTOR TERHADAP MUTU BIJI KAKAO KERING NON FERMENTASI Ira Mulyawanti; Tatang Hidayat; nFN Risfaheri
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 15, No 2 (2018): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v15n2.2018.91-98

Abstract

Peningkatan mutu biji kakao non fermentasi dilakukan melalui proses fermentasi menggunakan starter kering dan dua jenis fermentor, yaitu tipe kotak dan rotary drum. Biji kakao non fermentasi dibasahkan terlebih dahulu dengan direndam dalam air selama 2-3 jam, kemudian ditiriskan dan ditambah substrat yang terdiri atas fruktosa:glukosa:sukrosa:asam sitrat dengan perbandingan 62 : 41 : 32 : 22,5, ditambahkan starter kering sebanyak 3% kemudian difermentasi menggunakan kotak fermentasi, fermentor rotary drum dengan pengaturan suhu dan tanpa pengaturan suhu. Penggunaan kotak fermentasi dan fermentor rotary drum menunjukkan adanya proses fermentasi yang diindikasikan dengan terjadinya peningkatan suhu dan pH. Namun, pembentukan flavor hasil fermentasi menggunakan kotak fermentasi menunjukkan hasil yang terbaik. Kandungan asam asetat diperoleh paling tinggi melalui proses fermentasi menggunakan kotak fermentasi, begitu pula komponen volatil flavor penting lainnya seperti senyawa alkohol lebih banyak ditemui dari proses fermentasi menggunakan kotak fermentasi dibandingkan dengan rotary drum. The Influences of Fermentor Type on Quality of Dried Unfermented Cocoa BeanIncreasing the quality of unfermented cocoa beans was done through fermentation process using dry starter and fermenter type rotary drum. Non fermented cocoa beans are soaked in water for 2-3 hours, then drained and added substrate consisting of fructose: glucose: sucrose: citric acid with ratio of 62: 41: 32: 22,5, added 3% dried starter then fermented using fermentation box, rotary drum fermenter 41°C and without temperature setting. The use of fermentation box and fermenter rotary drum indicate the existence of fermentation process indicated by the increase of temperature and pH. However, the formation of fermented flavor using fermentation box showed the best results. Acetic acid content was obtained by fermentation process using fermentation box, as well as other important volatile flavor components such as alcohol compounds found mostly from fermentation process using fermentation box compared with rotary drum.
Pengeringan Lada Hitam dengan Alat Pengering Tipe Bak Tatang Hidayat; Nanan Nurdjanah; NFN Risfaheri
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 8, No 1 (1993): Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v8n1.1993.8-13

Abstract

Rancangan dan Pengujian Prototipe Alat Perontok Bunga Cengkeh Tipe Aksial Tatang Hidayat; Nanan Nurdjanah
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 7, No 1 (1992): Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v7n1.1992.27-33

Abstract

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL PAKET TEKNOLOGI PENGOLAHAN LADA PUTIH (White Pepper) SEMI MEKANIS Tatang Hidayat; Nanan Nurdjannah; Sri Usmiati
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 20, No 1 (2009): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v20n1.2009.%p

Abstract

Salah satu masalah dalam industri lada di Indonesia yaitu rendahnya mutu lada yang dihasilkan di tingkat petani. Untuk meng-atasi hal tersebut, telah dikembangkan paket teknologi pengolahan lada semi mekanis yang saat ini unit percontohannya telah dibangun di Kalimantan Timur. Penelitian ini bertujuan untuk menguji paket teknologi pengolahan lada putih semi mekanis baik dari segi teknis mau-pun finansial. Tahapan penelitian meliputi : 1) Produksi lada putih dengan dua cara penge-ringan, yaitu penjemuran dan alat pengering, 2) Analisis mutu lada putih, dan 3) Analisis finansial pengolahan lada putih. Hasil pene-litian menunjukkan bahwa secara teknis paket teknologi pengolahan lada putih semi mekanis memiliki kinerja yang cukup baik. Rendemen lada putih yang dihasilkan berkisar antara 19,63-20,62%. Lada putih yang dihasilkan baik dengan alat pengering maupun dengan pen-jemuran memenuhi standar mutu IPC WP-1 dan WP-2, kecuali kadar kotoran yang meme-nuhi standar mutu IPC WP-2. Total mikroba lada putih kedua cara pengeringan tersebut relatif sama dan memenuhi standar mutu IPC untuk lada putih yang disterilkan. Hasil analisis finansial pengolahan lada putih di Kalimantan Timur pada kapasitas 0,5 ton bahan baku per proses, baik yang menggunakan alat pengering maupun penjemuran, layak direalisasikan. Penggunaan alat pengering menghasilkan NPV Rp 114.258.359,-, IRR 44,9%, B/C rasio 1,07 dengan masa pengembalian modal 2,18 tahun, sedangkan penjemuran menghasilkan NPV    Rp 142.603.460,-, IRR 48,5%, B/C rasio 1,09 dengan masa pengembalian modal 1,9 tahun. Analisis sensitivitas pengolahan lada putih dengan alat pengering dapat mentolerir ke-naikan harga bahan baku dan penurunan harga jual produk sampai 5%, sedangkan dengan penjemuran dapat mentolerir sampai 7%.