Maulana Irfan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran

Published : 25 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

PERAN INSTITUSI LOKAL DALAM KEGIATAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT: KASUS PUNGGAWA RATU PASUNDAN DALAM PROGRAM DESA WISATA DI DESA SUKARATU KECAMATAN GEKBRONG KABUPATEN CIANJUR Rudi Saprudin Darwis; Risna Resnawaty; Maulana Irfan; Apep Risman
Share : Social Work Journal Vol 6, No 2 (2016): Share Social Work Journal
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (528.773 KB) | DOI: 10.24198/share.v6i2.13213

Abstract

Pengembangan masyarakat merupakan suatu aktivitas yang direncanakan guna meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui program-program yang mampu mengembangkan potensi yang dimiliki dan menggunakan institusi lokal sebagai wadah aktivitas kolektifnya. Penelitian ini ditujukan untuk menggambarkan peran institusi lokal dalam program Desa Wisata di Desa Sukaratu Kecamatan Gekbrong Kabupaten Bandung yang telah mampu menarik partisipasi aktif masyarakat untuk menjadi pelaku utama dalam pengelolaan kegiatan wisata. Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah pendekatan kualitatif dengan teknik studi kasus. Adapun kasus yang dijadikan subyek studi adalah kasus Punggawa Ratu Pasundan (PRP) sebagai institusi lokal yang dibentuk dalam program desa wisata di Desa Sukaratu, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur. Gambaran mengenai peranan institusi lokal dalam pengembangan masyarakat akan dideskripsikan melalui empat peranan yang dilakukan PRP dalam aktivitas pengembangan desa wisata di Desa Sukaratu, yaitu fasilitatif, mediasi, penyampai informasi, dan pendayagunaan gotong royong. Hasil penelitian menunjukan peran fasilitatif dilaksakan oleh PRP dalam menjaring berbagai aspirasi masyarakat dan anggotanya. Peran mediasi dilakukan oleh PRP dalam ranah penyelesaian konflik-konflik yang terjadi didalam organisasi. Peran PRP sebagai penyampai informasi sering dilakukan dalam rapat mingguan guna terus menjaga konsisitensi organisasi dalam mengedukasi masyarakat. Peran terakhir adalah peran PRP dalam mendayagunakan gotong royong masyarakat, peran ini dilakukan dengan mewadahi kegiatan-kegiatan gotong royong masyarakat dan menyalurkannya melalui kegiatan-kegiatan pembangunan yang menyangkut kepentingan umum. Namun suksesi kepengurusan yang tertunda-tunda, hilangnya sosok tokoh masyarakat yang menjadi salah satu penggerak, dan kurangnya dukungan dari pemerintah setempat menyebabkan vakumnya kepengurusan PRP, sehingga kegiatannya agak tersendat. Atas dasar hasil studi ini maka direkomendasikan bahwa untuk merealisasikan suksesi organisasi oleh masyarakat secara independen dan mandiri agar kegiatan pegelolaan wisata Desa Sukaratu dapat berlanjut secara optimal.
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM DESA TERNAK MANDIRI (DTM) DOMPET PEDULI UMAT DARUUT TAUHIID (DPUDT) DI NESA NEGLASARI KECAMATAN MAJALAYA KABUPATEN BANDUNG Fiki Hari Nugraha; Agus Wahyudi Riana; Maulana Irfan
Share : Social Work Journal Vol 5, No 1 (2015): Share Social Work Journal
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (94.64 KB) | DOI: 10.24198/share.v5i1.13117

Abstract

Masalah sosial yang ada di Indonesia sangatlah banyak salah satunya yaitu fenomena kemiskinan, kemiskinan disini terbagi menjadi 2 dimensi atau di katagori yaitu kemiskinan di kota dan kemiskinan di desa. Contoh kemiskinan di desa salah satunya di Desa Neglasari Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung, Desa Neglasari merupakan daerah basis ekonomi pertanian dan perternakan di daerah majalaya yang sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan pertanian dan lahan ternak. Namun, Desa Neglasari pun termasuk ke dalam penduduk miskin yang tinggi. Menurut data Desa Neglasari memiliki 3.062KK yang mayoritas dari kalangan keluarga pra sejahtera Undang-undang No.10 tahun 1992 menyebutkan bahwa keluarga pra sejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, belum mampu memenuhi kebutuhan makan minimal dua kali sehari, pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja, sekolah, dan berpergian, memiliki rumah yang bagian lantainya bukan dari tanah, dan belum mampu untuk berobat di sarana kesehatan moderen. Hal ini sesuai dengan keadaan penduduk Desa Neglasari yang mayoritas menjadi buruh tani dan buruh ternak dengan penghasilan rata-rata Rp 35.000/hari, yang tentunya tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari serta biaya pendidikan tanggungan keluarga lainnya. Dalam mengahadapi masalah kemiskinan, salah satu pendekatan pemecahan masalah kemiskinan di pedesaan yang dapat dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat (community empowerment). Pemberdayaan masyarakat menjadi salah satu pendekatan yang kini sering digunakan dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan mengangkat harkat martabat keluarga miskin. Selain pemerintah pun organisasi- organisasi pelayanan sosialpun melakukan hal sama dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Desa Neglasari merupakan salah satu sasasran DPU DT dalam melaksanakan program DTM wilayah Jawa Barat. Penentuan lokasi atau sasaran penerima program tersebut melihat tingkat keluarga pra sejahtera yang tinggi, potensi pertanian, perternakan, juga sumber daya peternak yang harus dikembangkan, serta berusaha memperluas jaringan wilayah penerima program DTM di sekitar kabupaten Majalaya.
THE PRIMARY PROFESSION OF SOCIAL WORKER: EKSISTENSI PEKERJA SOSIAL SEBAGAI SUATU PROFESI Rizki Bunga Lestari; Soni Akhmad Nulhaqim; Maulana Irfan
Share : Social Work Journal Vol 4, No 2 (2014): Share Social Work Journal
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.326 KB) | DOI: 10.24198/share.v4i2.13078

Abstract

Esensi mendasar dari kemasan pembangunan kesejahteraan sosial melalui berbagai pelayanan adalah pemerataan kesejahteraan hidup seluruh komponen bangsa dengan standar hak asasi manusia. Dengan basis hak asasi, kualitas pelayanan sudah menjadi tuntutan. Pelayanan sosial sebagai tuntutan hak asasi manusia sangat penting, dan kualitas pelayanan yang baik menjadi keharusan yang tidak dapat dipungkiri. Karenanya, pelayanan sosial harus terencana secara sistematis, serta memenuhi standar kualitas pelayanan yang sesuai dengan filosofi bangsa, dan tuntutan profesionalisme. Dalam situasi dan kondisi perkembangan permasalahan sosial dan tuntutan publik terhadap orientasi kebijakan dan program pembangunan kesejahteraan sosial yang bertumpu pada keadilan untuk semua dan melindungi hak asasi manusia pada masa yang akan datang, dibutuhkan tenaga-tenaga profesional pekerjaan sosial. Maka, tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengubah mindset masyarakat, meningkatkan eksistensi pekerja sosial sebagai suatu profesi kepada khalayak bukan hanya sekedar kegiatan charity melainkan sebagai suatu profesi yang memiliki knowledge, skill, dan values dalam praktiknya.
CROWDFUNDING SEBAGAI PEMAKNAAN ENERGI GOTONG ROYONG TERBARUKAN Maulana Irfan
Share : Social Work Journal Vol 6, No 1 (2016): Share Social Work Journal
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (576.105 KB) | DOI: 10.24198/share.v6i1.13145

Abstract

Nilai-nilai gotong royong sebagai budaya Indonesia yang merupakan bentuk solidaritas sosial masyarakat diduga kian samar atau bahkan menghilang di kehidupan saat ini. Ini terjadi seiring kencangnya laju globalisasi. Perubahan yang terjadi diikuti pula oleh perkembangan teknologi, diantaranya teknologi telekomunikasi berupa handphone. Berawal hanya berfungsi sebagai alat telokomunikasi sederhana hingga sampai pada teknologi smartphone yang memungkinkan pengguna menjelajah jejaring internet yang dikenal dengan istilah media sosial. Keterjangkauan yang luas memberi peluang komunitas netizen berinteraksi antar sesama individu melalui media sosial. Seiring dengan perubahan itu membawa pada perkembangan aspek lainnya, sebagian orang menggunakan sebagai ajang pergaulan semata, sebagian menggunakannya sebagai wadah usaha (e-commerce), bahkan sebagian masyarakat lainnya menggunakan menjadi gerakan sosial. Media sosial dapat menjadi potensi positif dalam membangun perubahan perilaku masyarakat. Gerakan sosial pun dapat memperkuat peran sosial media untuk menyuarakan kesamaan rasa atas ekspresi ketidaknyaman dalam sebuah tatanan pemerintahan yang saat ini terjadi hingga sampai pada membangun kesepakatan membuat kegiatan nyata untuk merealisasikan gerakannya. Beberapa organisasi nirlaba memanfaatkannya melalui jejaring internet dalam melakukan penggalangan dananya, dengan memunculkan proyek dan portofolio. Aktifitas Fundraising melalui jejaring sosial disebut dengan Crowdfunding. Crowdfunding merupakan suatu model pendanaan dengan beberapa aktor yang berperan didalamnya. Semangat kolaborasi tersebut merupakan semangat yang sudah menjadi budaya nusantara, yaitu semangat gotong royong. Konsekuensi perubahan sosial dalam konsep gotong royong ternyata bermetamorforsis dalam media yang berbeda. Esensi gotong royong sebagai tindakan bekerja sama tanpa pamrih tetap tidak hilang. Namun berubah dengan menggunakan cara yang berbeda. Potensi ini dapat menjadi sebuah strategi baru bagi organisasi nirlaba atau organisasi pelayanan sosial dalam membangun jejaring khalayak yang lebih luas. Termasuk didalamnya adalah peran pekerja sosial.
PEMENUHAN HAK PARTISIPASI ANAK MELALUI FORUM ANAK DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KOTA LAYAK ANAK DI KOTA BANDUNG Devi Ayu Rizki; Sri Sulastri; Maulana Irfan
Share : Social Work Journal Vol 5, No 1 (2015): Share Social Work Journal
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (83.31 KB) | DOI: 10.24198/share.v5i1.13085

Abstract

Anak adalah harapan setiap orang tua dan keluarga. Dalam cakupan luas, anakadalah harapan bangsa dan negara bahkan dunia di masa yang akan datang. Oleh sebab itu, menjadi hal yang krusial dan komitmen bersama untuk memenuhi hak-hak anak sebagai manusia serta mewujudkan dunia yang layak bagi mereka.Pada tahun 1989, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan Konvensitentang Hak-hak Anak (KHA) dan menetapkan kewajiban bagi pemerintah yang meratifikasi untuk membuat langkah-langkah implementasi. Secara garis besar, Konvensi Hak-hak Anak (KHA) tersebut mengelompokkan hak-hak anak ke dalam 4(empat) kelompok hak dasar, yaitu hak untuk bertahan hidup (survival rights), hak untuk tumbuh dan berkembang (development rights), hak atas perlindungan (protection rights), dan hak untuk berpartisipasi (participation rights).Pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut pada tahun1990 melalui Keppres Nomor 36 tahun 1990 kemudian mengesahkan Undang-undangPerlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002. Dengan meratifikasi KHA, Indonesiamenyepakati bahwa seluruh hak anak adalah hak asasi manusia seorang anak yang setara pentingnya dan bahwa Indonesia akan melakukan segala upaya untuk memastikan seluruh hak tersebut dihormati, dilindungi, dan dipenuhi.Sejak diratifikasi Konvensi Hak Anak, pemerintah mulai menyusun berbagaistrategi untuk membuat kebijakan maupun program yang betujuan untuk mewujudkanhak-hak anak. Salah satunya adalah Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuandan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 Tentang KebijakanPengembangan Kota Layak Anak. Terdapat 40 kabupaten dan 34 kota di Indonesia yang telah dicanangkan sebagai salah satu kabupaten/kota menuju layak anak.Bandung adalah kota yang pertama kali memiliki inisiatif untuk mengembangkanKota Ramah Anak pada tahun 2004. Pada tahun 2006 Kota Bandung telah mendapatkan dua penghargaan sebagai pemerintahan yang memiliki komitmen kuatdalam upaya perlindungan anak sehingga telah dicanangkan sebagai Kota Layak Anak.Dalam kebijakan ini, salah satu prinsipnya adalah partisipasi anak dalam pembangunan lingkungan yang juga sebagai salah satu hak dari 31 hak anak. MenurutPeraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Pasal 1 Ayat 2, “Partisipasi Anak adalah keterlibatan anak dalam proses pengambilan keputusan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya dan dilaksanakan atas kesadaran, pemahaman serta kemauan bersama sehingga anak dapat menikmati hasil atau mendapatkan manfaat darikeputusan tersebut. Anak perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan, termasukdalam pengambilan keputusan rencana pembangunan daerah untuk mewujudkankota yang layak bagi mereka.Hal di atas menunjukkan bahwa partisipasi anak sesungguhnya merupakan dasar dan batu pijakan yang menjamin bahwa anak-anak merupakan subyek darihak asasi manusia yang sama sehingga tidak selalu menjadi objek dari suatu prosespembangunan. Saat ini, pemerintah telah membentuk dan membina wadah partisipasianak yang disebut Forum Anak, yang didalamnya beranggotakan seluruh anak danpengurusnya terdiri dari perwakilan kelompok-kelompok anak. Forum anak ini dibentuk dengan tujuan untuk menjembatani kepentingan anak-anak dan kepentinganorang dewasa. Forum anak merupakan media, wadah atau pranata untuk memenuhihak partisipasi anak tersebut, untuk secara khusus menegaskan pasal 10 Undang undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Sebagai bentuk komitmen dalam merespon kesepahaman atas pentingnya hak partisipasi anak untukmewujudkan Dunia yang layak bagi anak, Pemerintah Kota Bandung juga membentukdan membina wadah partisipasi anak (forum anak) yang bernama Forum Komunikasi Anak Bandung (FOKAB).Akan tetapi, hal ini agaknya juga masih sulit diimplementasikan. Anak sampai saat ini masih berada dilatarbelakang saja dalam proses pembangunan. Kesejahteraananak diasumsikan akan terjadi bila pembangunan berjalan dengan baik. Jadi anak hanya ada dalam anggapan dan tidak pernah dikedepankan secara sadar dan sengaja sebagai wawasan pembangunan dan bukan subyek pembangunan. Mereka hanya menjadi indikator pembangunan, seperti angka kematian bayi, angka kematian balita dan anak, derajat partisipasi dalam pendidikan, dan sebagainya.Konsep anak sendiri juga masih bias. Anak dipandang sebagai orang dewasa yangbelum ‘jadi’, atau tengah dalam proses ‘menjadi’, sehingga tidak perlu diperhitungkan. Padahal anak adalah warga negara yang penuh akal, yang mampu membantu pembangunan masa depan lebih baik bagi semua orang.Berdasarkan pernyataan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untukmengetahui sejauh mana pemenuhan hak partisipasi anak melalui forum anak dalam implementasi kebijakan kota layak anak.
PELAYANAN SOSIAL BAGI ANAK JALANAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL Melisa Amalia Amin; Hetty Krisnani; Maulana Irfan
Share : Social Work Journal Vol 4, No 2 (2014): Share Social Work Journal
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (92.116 KB) | DOI: 10.24198/share.v4i2.13079

Abstract

Artikel ini membahas pelayanan sosial bagi anak jalanan yang dilakukan oleh salah satu Lembaga Sosial. Bagi lembaga sosial yang memberikan pelayanan kepada anak jalanan melalui rumah singgah, maka pelayanan yang diberikan menurut perspektif pekerjaan sosial dapat menggunakan model pelayanan Half-Way House Services. Adapun model pelaksanaan pelayanan menurut strategi ini dapat menggunakan teori proses pekerjaan sosial yang terdiri atas Engagement, Intake & Contract, Assessment, Planning, Intervention, Evaluation & Termination. Pada artikel ini, Salah satu lembaga sosial memberikan pelayanan kepada anak jalanan melalui pelatihan keterampilan, family development dan home visit. Dimana, sebelum menentukan bentuk pelayanan, lembaga ini sudah menggunakan proses pekerjaan sosial dan didalam pemberian pelayanan, masih dibutuhkan usaha untuk meningkatkan pelayanan bagi lembaga ini. Upaya untuk meningkatkan pelayanan ditinjau dari perspektif pekerjaan sosial dapat menggunakan sistem dasar yang terdiri atas sistem pelaksana perubahan, sistem klien, sistem sasaran dan sistem kegiatan.
PROMOSI KESEHATAN IBU DAN ANAK MELALUI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) BIDANG KESEHATAN IBU DAN ANAK Gina Indah; Hadiyanto A Rachim; Maulana Irfan
Share : Social Work Journal Vol 4, No 2 (2014): Share Social Work Journal
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (146.528 KB) | DOI: 10.24198/share.v4i2.13065

Abstract

Artikel ini yang berjudul Promosi Kesehatan Ibu dan Anak Melalui Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Kesehatan Ibu dan Anak, memiliki tujuan untuk memberikan gambaran mengenai kondisi kesehatan masyarakat di Indonesia, yang masih tergolong rendah akibat masih tingginya Angka Kematian Ibu dan Anak, yang disebabkan oleh faktor pendidikan masyarakat yang rendah di bidang kesehatan, faktor lingkungan yang tidak memadai, faktor pemanfaatan layanan kesehatan, dan status gizi masyarakat yang rendah. Selain itu, artikel ini pun memberikan penjelasan mengenai pentingnya pelaksanaan CSR di bidang kesehatan ibu dan anak, dan juga menjelaskan mengenai upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak yang hendaknya dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan CSR di bidang kesehatan ibu dan anak. Kesehatan ibu dan anak merupakan tolok ukur yang sangat penting bagi terciptanya generasi penerus bangsa yang berkualitas. Oleh sebab itu, konsep-konsep berkaitan dengan upaya promosi kesehatan ibu dan anak akan ditelaah lebih jauh dalam artikel ini.
IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DI PT. INTILAND DEVELOPMENT Siti Rachmawati; Moch. Zainuddin; Maulana Irfan
Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Vol 3, No 3 (2016): Prosiding Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (565.969 KB) | DOI: 10.24198/jppm.v3i3.13782

Abstract

Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan saat ini telah diterapkan di banyak perusahaan di Indonesia. Pemerintah Indonesia telah mewajibkan perusahaan untuk melakukan program CSR. Hal ini termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia no 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Program CSR yang dilaksanakan oleh perusahaan biasanya meliputi beberapa aspek, yaitu pemberdayaan komunitas, ekonomi, sosial, pengembangan kreatifitas pemuda, maupun olahraga.Salah satu perusahaan yang menjalankan program Corporate Social Responsibility ialah PT. Intiland Development. Penelitian di perusahaan tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah program CSR yang telah dilaksanakan oleh PT. Intiland Development menjalankan prinsip sustainable development. Mengingat pentingnya aktifitas pembangungan berkelanjutan sehingga tidak hanya dilaksanakan dalam jangka waktu singkat saja.Penelitian ini dilakukan dengan cara studi lapangan dan juga mengkaji dari literatur terkait. Peneliti akan melakukan wawancara mendalam kepada seorang pelaksana program CSR di PT. Intiland Development. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif.
PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK KORBAN TRAFFICKING Anis Soraya; Binahayati Rusyidi; Maulana Irfan
Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Vol 2, No 1 (2015): Prosiding Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (362.674 KB) | DOI: 10.24198/jppm.v2i1.13260

Abstract

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas). Anak sebagai manusia berusia 0-18 tahun merupakan individu yang masih dalam masa perkembangan fisik, mental, maupun intelektual. Anak memang rentan menjadi sasaran tindak kekerasan dan perdagangan manusia. Beberapa hal yang menjadi faktor pendorong terjadinya perdagangan anak diantaranya; faktor ekonomi keluarga, rendahnya tingkat pendidikan anak dan keluarga, serta kurangnya kepedulian orangtua terhadap pengurusan administrasi anak seperti pembuatan akta kelahiran sehingga menyebabkan mudahnya terjadi perdagangan manusia karena korban tidak memiliki identitas. Perdagangan orang (Trafficking) adalah tindakan merekrut, mengirim, memindahkan, menampung atau menerima orang untuk tujuan eksploitasi baik di dalam maupun di luar negeri dengan cara kekerasan ataupun tidak. Anak memiliki hak khusus menurut hukum internasional dan hukum Indonesia dan Pemerintah dalam hal ini memiliki kewajiban untuk melindungi anak-anak dari kejahatan perdagangan manusia. Di dalam Konvensi Hak-hak Anak (KHA), ditegaskan bahwa anak berhak mendapatkan perlindungan dari penculikan, perdagangan dan penjualan anak untuk tujuan atau dalam bentuk apapun (pasal 35). Pemerintah Indonesia telah melakukan usaha-usaha untuk mencegah dan menanggulangi masalah perdagangan manusia dengan beberapa cara seperti dibentuknya undang- undang no 21. Tahun 2007, Tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan pengadaan RPSA atau Rumah Perlindungan Sementara Anak. Ditingkat masyarakat, hendaknya ada kampanye dan pendidikan tentang perdagangan anak serta usaha-usaha untuk melawannya.
PEMENUHAN HAK PARTISIPASI ANAK MELALUI FORUM ANAK DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KOTA LAYAK ANAK DI KOTA BANDUNG: (Studi Kasus Forum Komunikasi Anak Bandung) Devi Ayu Rizki; Sri Sulastri; Maulana Irfan
Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Vol 3, No 3 (2016): Prosiding Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (450.043 KB) | DOI: 10.24198/jppm.v3i3.13778

Abstract

-