Berangkat dari konsep dasar hak menguasai tanah oleh negara yang di pergunakan sebesar-besarnyauntuk kemakmuran rakyat yang tercantum dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yangkemudian di tuangkan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang PeraturanDasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), maka atas tanah negara dapat dilakukan permohonan hak atastanah baik oleh personal maupun kolektif dan badan-badan hukum, yang dilakukan berdasarkanketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Badan Hukum Milik Negara (BUMN)termasuk salah satu subjek hukum yang dapat mengajukan perolehan hak atas tanah, pelaksanaanperalihan hak atas tanah tersebut tentu dilakukan melalui prosedur, syarat dan ketentuan yang berlakudan atas perolehan hak tersebut wajib dilakukan pendaftaran tanah agar memiliki kekuatan hukumsecara autentik, pada Pasal 19 dinyatakan bahwa untuk menciptakan kepastian hukum Pertanahan,Pemerintah menyelenggarakan pendaftaran tanah. Atas tanah yang telah didaftarkan selanjutnyadiberikan tanda bukti hak atas tanah, yang merupakan alat bukti yang kuat mengenai kepemilikan tanahapabila timbul sengketa dikemudian hari. Seperti halnya dalam penelitian penulis dengan judulKepastian Hukum Kepemilikan Tanah Oleh PT Pertamina (Persero) (Analisis Putusan PN No.21/Pdt.G/2011/PN.AB. Metode yang digunakan adalah Penelitian yuridis normatif adalah penelitianyang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan keputusankeputusanpengadilan serta norma-norma yang hidup dalam masyarakat. Hasil penelitian dapatdiketahui bahwa: 1) Putusan Hakim pada sengketa kepemilikan atas tanah dalam PerkaraNo.21/PDT.G/2011/PN.AB, apabila ditinjau dari aspek Hukum Tanah Nasional telah sesuai UU PokokAgraria, tanah sengketa tidak lagi berstatus hak milik adat, tapi sudah dikonversi menjadi tanah negara,dan PT.Pertamina (Persero), telah melakukan permohonan perolehan hak atas tanah tersebut sertapendaftaran tanah sesuai aturan hukum yang berlaku, sehingga diperoleh sertipikat Hak GunaBangunan (HGB) sebagai tanda bukti hak atas tanah, 2) Kekuatan pembuktian melalui bukti hak atastanah berupa sertipikat, merupakan salah satu alat bukti sah secara hukum 3) Berlakunya Pasal 32 PPNo 24 Tahun 1997 sebagai kepastian hukum kepemilikan atas tanah, Ketentuan ini bertujuan, pada satupihak untuk tetap berpegang pada sistem publikasi negatif dan pada lain pihak untuk secara seimbangmemberikan kepastian hukum kepada pihak yang dengan itikat baik menguasai sebidang tanah dandidaftarkan sebagai pemegang hak dalam buku tanah, dengan sertifikat sebagai tanda buktinya, yangmenurut UUPA berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Dari hasil penelitian tersebut dapat ditarikkesimpulan bahwa sertipikat adalah sebagai alat bukti yang kuat dan sah, untuk itu terhadap tanah yangdimiliki hendaknya dilakukan pendaftaran tanah memberikan kepastian hukum dan perlindunganhukum kepada pemegang hak atas tanah agar memudahkan pembuktian dirinya sebagai pemegang hakyang bersangkutan.