Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search
Journal : Al-Ahkam

PROBLEMATIKA YURIDIS LEGISLASI SYARIAT ISLAM DI PROVINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM Fauzi, Mohammad
AL-AHKAM Volume 22, Nomor 1, April 2012
Publisher : AL-AHKAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (60.419 KB)

Abstract

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada era reformasi diberi kewenangan kembali untuk melaksanakan syari‘at Islam. Kewenangan ini dijustifikasi dengan payung hukum berupa UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Keistimewaan Aceh, UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Payung hukum tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan pembuatan Perda atau Qanun pada tingkat Provinsi NAD. Namun legislasi pelak­sanaan syari‘at Islam di Provinsi NAD mengandung problematika yuridis. Penentuan bentuk sanksi berupa cambuk dan kadar sanksi berupa penjara 1 (satu) atau 2 (dua) tahun bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Problem lain adalah masih bertumpunya peradilan mahkamah syar‘iyyah pada Mahkamah Agung (MA) sebagai puncak peradilan. Upaya pembukaan kamar khusus MA di Provinsi NAD yang dipandang sebagai solusi agar tidak bertumpu pada MA, justru bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Demikian juga, kompetensi mahkamah syar‘iyyah khususnya dalam menangani perkara pidana masih kabur dan terjadi benturan dengan kompetensi Pengadilan Negeri.***Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) in the reform era is authorized returned to implement Shariah (Islamic law). Its authority is justified by the legal basis : Law No. 44 of 1999 on Privileges of Aceh, Law No. 18 of 2001 on Special Autonomy for the Province of Aceh as Nanggroe Aceh Darussalam, and Law No. 11 Year 2006 regarding the Government of Aceh. From this legal basis, then followed by the formulation of regulations (Qanun) at the provincial level. But legislation of implementing Shariah law in NAD contains problematic juridical. For instance: determining of sanctions, in the form of whipping and one or two years imprisonment, considered against legislation in higher level. Another problem is that syariyyah court positions still below on the Supreme Court (MA) as the highest court. The Efforts to open special room of Supreme Court in NAD is seen as a solution not to take it below on the Supreme Court, seen a contrary to the laws and regulations are higher. Likewise, the competence of syariyyah court particularly in handling a criminal cases is still obscure and there is a clash with the competence of the District Court.***Keywords: syariat Islam, Provinsi NAD, Mahkamah Syar’iyyah, yuridis