Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search
Journal : Majalah Kedokteran Sriwijaya

Nilai Diagnostik Skin Surface Biopsy pada Skabies di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Ferdinand Ferdinand; Athuf Thaha; Rusmawardiana Rusmawardiana; R.M. Suryadi Tjekyan
Majalah Kedokteran Sriwijaya Vol 46, No 3 (2014): Majalah Kedokteran Sriwijaya
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36706/mks.v46i3.2704

Abstract

Pemeriksaan kerokan kulit memiliki sensitifitas bervariasi tergantung lokasi dan cara pengambilan sampel. Skin surface biopsy merupakan metoda pengambilan sampel kulit non invasif menggunakan lem cyanoacrylat, yang dapat digunakan untuk mendiagnosa skabies Namun nilai diagnostik SSB pada kudis tidak diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai diagnostik Skin surface biopsy pada skabies di RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang. Penelitian observasional analitik laboratorik dalam bentuk uji diagnostik dengan rancangan potong lintang ini dilakukan dari bulan April sampai Mei 2013. Sebanyak 107 pasien pasien presumtif skabies  di Poliklinik IKKK Divisi Dermatologi Infeksi RSUP Dr. Mohammad. Hoesin Palembang yang memenuhi kriteria penerimaan diikutsertakan sebagai subjek penelitian secara consecutive sampling. Semua subjek dievaluasi oleh dermatovenereologist sebagai "gold standard", Skin surface biopsy dan skin scrapings. Sensitifitas (Sn) dan spesifisitas (Sp) SSB adalah 80% dan 58% (area under curve 0,692; positive predictive value 93,8%; negative predictive value 27%; positive likelihood ratio 1,92; negative likelihood ratio 0,34 dan akurasi 77,5%). Sensitifitas (Sn) dan spesifisitas (Sp) KK adalah 43,2% dan 75% (area under curve 0,591; positive predictive value 93%; negative predictive value 14,3%; positive likelihood ratio 1,73; negative likelihood ratio 0,76 dan akurasi 46,7%). Skin surface biopsy merupakan pemeriksaan yang sensitif dan akurat, namun kurang spesifik dibandingkan dengan skin scrapings pada skabies.
Angka Kejadian Psoriasis Vulgaris di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode Agustus 2008–Juni 2012 Alyssa Amelia V.U; Athuf Thaha; Mutia Devi
Majalah Kedokteran Sriwijaya Vol 46, No 4 (2014): Majalah Kedokteran Sriwijaya
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36706/mks.v46i4.2714

Abstract

Psoriasis Vulgaris atau yang biasa disebut dengan psoriasis merupakan penyakit kronik rekuren pada kulit dengan gambaran klinis yang bervariasi. Angka kejadian Psoriasis pada populasi sekitar 2%. Belum banyak penelitian tentang Psoriasis dan belum ada data terbaru tentang Psoriasis di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui angka kejadian dan karakteristik psoriasis di RSUP MH periode Agustus 2008 sampai Juni 2012. Penelitian epidemiologi retrospektif yang bersifat deskriptif ini, dilakukan di Poliklinik IKKK dan di Instalasi Rekam Medik RSUP MH, dengan cara melihat data rekam medik pasien Psoriasis vulgaris yang tercatat pada rekam medik pada tanggal Agustus 2008 hingga Juni 2012. Angka kejadian  periode Agustus 2008 sampai Agustus 2012 sebesar  1,35% dengan jumlah kasus sebanyak 491 kasus. Kejadian  tertinggi terjadi pada kelompok usia 51-60 tahun (32,4). Perbandingan antara laki-laki sebanyak 312 orang (74 %), dengan perempuan 179 orang (36 %). Area lesi tersering adalah ekstremitas bawah sebesar (62 %). Pasien  dengan letak lesi lebih dari satu area sebesar 80,7 % lebih banyak dari pasien dengan 1 area lesi sebanyak 19,3%. Psoriasis vulgaris paling sering terjadi pada usia 51-60 tahun. Laki-laki lebih sering dibandingkan dengan perempuan. Ekstremitas bawah merupakan area lesi terbanyak pada pasien ini. Lebih dari setengah pasien  memiliki lesi lebih dari satu area lesi.
Angka Kejadian dan Faktor Penyebab Eritroderma di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode 2009-2011 Anugerah Dwi S; Athuf Thaha; M izazi Hari P
Majalah Kedokteran Sriwijaya Vol 47, No 2 (2015): Majalah Kedokteran Sriwijaya
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36706/mks.v47i2.2747

Abstract

Latar belakang: Eritroderma  (sinonim:  dermatitis  eksfoliatif,  eritroderma eksfoliatif atau red  man  syndrome) adalah eritema difus dan skuama yang melibatkan 90%  atau lebih permukaan kulit tubuh. Eritroderma  umumnya disebabkan oleh perluasan penyakit kulit yang ada sebelumnya, penyakit sistemik/keganasan, reaksi obat,dan  eritroderma idiopatik. Tujuan: Mengetahui angka kejadian dan mengidentifikasi berbagai faktor penyebab    eritroderma di  Poliklinik  IKKK RSUP dr.  Mohammad Hoesin Palembang periode 2009-2011. Metode: penelitian   yang  dilakukan adalah  penelitian   observasional   deskriptif retrospektif  di Poliklinik IKKK RSUP dr. Mohammad  Hoesin Palembang. Hasil: Angka kejadian kasus eritroderma  52 kasus (0,217%) dari seluruh pasien di Poliklinik IKKK. RSUP dr. Mohammad Hoesin. Berdasarkan karakteristik sosiodemografi didapatkan pasien dengan  jenis  kelamin  laki-laki  paling  tinggi yaitn  27 pasien (51,92%).  Pada kelompok umur yang paling  banyak  ditemukan adalah kelompok  umur 52-64 tahun sebanyak 13 pasien  (25%).  Faktor penyebab akibat  perluasan  penyakit   kulit   sebagai  penyebab terbanyak yaitu 9 pasien (17,3%), diikuti faktor penyebab idiopatik 8 pasien  (15,4%)~    dan erupsi  obat 3 pasien  (5,7%),  sedangkan untuk 32 pasien (61,6%) tidak  bisa ditemukan data rekam me diknya. :Kesimpulan: selama kurun waktu 2009-2011, didapatkan angka  kejadian eritroderma yaitu 0,217% di Poliklinik  IKKK RSUP dr.  Mohammad  Hoesin  dan penyebab terbanyak  akibat perluasan penyakit kulit 17,3%.
Angka Kejadian Dermatitis Kontak Alergi di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2009-2012 Tiara Chairunisa; Athuf Thaha; Nopriyanti Nopriyanti
Majalah Kedokteran Sriwijaya Vol 46, No 4 (2014): Majalah Kedokteran Sriwijaya
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36706/mks.v46i4.2720

Abstract

Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah reaksi inflamasi yang didapat terhadap berbagai susbstansi yang dapat menyebabkan reaksi inflamasi hanya pada orang yang sebelumnya pernah tersensitisasi oleh alergen. Kisaran 7% dari penduduk Amerika Serikat menderita DKA yang berhubungan dengan perkerjaan. Data DKA yang tercatat pada populasi umum masih minimal, sehingga kasus sesungguhnya diperkirakan lebih besar dari data yang tersedia dan belum ada data terbaru tentang dermatitis kontak alergi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui angka kejadian, karakteristik dan penyebab alergi pada dermatitis kontak alergi di RSUP MH periode 1 Januari 2009 sampai 30 Juni 2012. Penelitian epidemiologi retrospektif yang bersifat deskriptif ini, dilakukan di Poliklinik IKKK dan di Instalasi Rekam Medik RSUP MH, dengan cara melihat data rekam medik pasien dermatitis kontak alergi yang tercatat pada rekam medik pada tanggal 1 Januari 2009 hingga 30 Juni 2012. Angka kejadian DKA periode 1 Januari 2009 sampai 30 Juni 2012 sebesar  3,1% dengan jumlah kasus sebanyak 861 kasus. Kejadian DKA tertinggi terjadi kelompok usia 48-55 tahun sebanyak 167 orang (19,4%), diikuti oleh kelompok usia 40-47 tahun (17,9%), kelompok usia 16-23 tahun (15,4%), kelompok usia 56-63 (11,5%), kelompok usia 64-71 tahun (9,6%), kelompok usia 24-31 tahun (8,9%), kelompok usia 32-39 tahun (6,2%), kelompok usia 8-15 tahun (3,5%), 0-7 tahun (3,3%), kelompok usia 72-79 tahun (3,3 %), dan yang terendah pada kelompok usia 80-87 tahun (1,0%). Perbandingan antara laki-laki sebanyak 332 orang (38,6%) dan perempuan 529 orang (61,4%). Tiga alergen penyebab terbanyak adalah detergen (33,2%), kosmetik (21,7%) dan perhiasan (9,2%). DKA paling sering pada usia 48-55 tahun. Perempuan lebih sering dibandingkan dengan laki-laki. Alergen penyebab terbanyak adalah detergen, kosmetik, dan perhiasan
Perbandingan Efektivitas Krim Urea 10% dan Krim Niasinamid 4% Terhadap Hidrasi Kulit Pasien Dermatitis Atopik Laila Hayati; Athuf Thaha; Tantawi D Tantawi D; R.M. Suryadi Tjekyan
Majalah Kedokteran Sriwijaya Vol 47, No 1 (2015): Majalah Kedokteran Sriwijaya
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36706/mks.v47i1.2730

Abstract

Banyak penelitian telah menunjukkan penurunan hidrasi stratum korneum pada kulit pasien dermatitis atopik (DA) dengan atau tanpa lesi dibanding kontrol sehat. Pelembab yang mengandung seramid saat ini banyak tersedia dan sering digunakan untuk meningkatkan hidrasi kulit pasien DA, namun harga pelembab tersebut tidak ekonomis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelembab yang mengandung urea atau niasinamid juga dapat meningkatkan hidrasi kulit pasien DA secara signifikan dengan  harga lebih ekonomis dibanding pelembab yang mengandung seramid. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan efektivitas krim urea 10% dan krim niasinaid 4% terhadap hidrasi kulit pasien DA. Pada penelitian eksperimental buta ganda ini, subjek dibagi secara acak menjadi dua kelompok pengobatan yaitu 33 subjek mendapat krim urea 10% dan 33 subjek mendapat krim niasinamid 4% selama 4 pekan. Anamnesis, pengukuran hidrasi kulit pre-ekperimental dan post-eksperimental dilakukan pada semua subjek. Hasil penelitian didapatkan hidrasi kulit post-eksperimental pada kedua kelompok meningkat secara bermakna (p=0.000). Angka kesembuhan hidrasi kulit pada kelompok urea adalah 93.9% dan kelompok niasinamid adalah 84.8%, namun perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0.389). Perbandingan efektivitas kedua kelompok didapatkan tidak berbeda secara bermakna (p=0.315). Kesimpulan penelitian ini tidak terdapat perbedaan efektivitas yang bermakna antara krim urea 10%dan krim niasinamid 4% terhadap hidrasi kulit pasien DA.
Hubungan Peningkatan Interleukin-10 Akibat Infestasi Cacing Usus Nematoda terhadap Spektrum Morbus Hansen Rika Lukas; Athuf Thaha; Rusmawardiana Rusmawardiana; R.M. Suryadi Tjekyan
Majalah Kedokteran Sriwijaya Vol 47, No 1 (2015): Majalah Kedokteran Sriwijaya
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36706/mks.v47i1.2731

Abstract

Morbus Hansen (MH) adalah infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, yang mengenai saraf perifer, kulit, dan organ lain kecuali susunan saraf pusat. Pertahanan terhadap M. leprae tergantung pada respon imun efektif T helper tipe 1 (Th1), di sisi lain, peningkatan Interleukin-10 (IL-10) yang dihasilkan oleh Th2 dikenal sebagai mediator penting dalam pertahanan host terhadap infestasi cacing usus . Tujuan penelitian ini untuk menginvestigasi hubungan peningkatan IL-10 akibat infestasi cacing usus nematoda dengan spektrum Morbus Hansen. Penelitian observasional analitik laboratorik dengan rancangan potong lintang dilakukan dari Desember 2014 sampai Februari 2015 di Departemen Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin Palembang dan Rumah Sakit Kusta Dr Rivai Abdullah. Total 158 pasien MH dilakukan untuk pemeriksaan feses dan kadar IL-10 dengan menggunakan teknik sandwich enzym immunoassay kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara durasi pengobatan dan MH spektrum dengan p = 0,002 (p <0,05), infestasi cacing usus dan spektrum MH dengan p = 0,000 (Odds Ratio 52,8; interval kepercayaan 95%: 7018 - 398714) , kadar IL-10 dan infestasi cacing usus dengan p = 0,000000002, kadar IL-10 dan spektrum MH dengan p = 0,0005. Peneliti melaporkan hubungan yang signifikan antara infestasi cacing usus dengan MH bentuk multibasiler (p = 0,000). Hasil penelitian kami menunjukkan infestasi cacing usus yang telah ada sebelumnya dapat memfasilitasi terjadinya infeksi Mycobacterium leprae atau perkembangan bentuk MH yang lebih berat. Penelitian ini menunjukkan infestasi cacing usus merupakan faktor risiko MH multibasiler.
Nilai Diagnostik Leprosy Rapid Test untuk Menegakkan Diagnosis Morbus Hansen Silvi Suhardi; Athuf Thaha; Rusawardiana Rusawardiana; R.M. Suryadi Tjekyan
Majalah Kedokteran Sriwijaya Vol 47, No 1 (2015): Majalah Kedokteran Sriwijaya
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36706/mks.v47i1.2739

Abstract

Morbus Hansen (MH) masih merupakan masalah kesehatan serius. Gambaran klinis MH yang luas menyebabkan diagnosis MH sulit dibangun. Penegakan diagnosis MH secara akurat penting dalam memutuskan rantai transmisi dan keterlambatan pengobatan. Leprosy rapid test (LRT) merupakan sarana diagnostik yang cepat dan sederhana untuk mendiagnosis MH secara akurat. Tujuan penelitian ini untuk menentukan nilai diagnostik LRT dalam mendiagnosis MH dibandingkan dengan slit skin smear (SSS) pada pasien presumtif MH di RSUP Dr. Mohammad Hoesin (RSUPMH) Palembang. Uji diagnostik dengan rancangan potong lintang dilakukan dari  November 2014 hingga Februari 2015. Total 110 pasien presumtif MH yang berobat ke poliklinik Divisi Dermatologi Infeksi RSUPMH Palembang dan memenuhi kriteria inklusi diikutsertakan dengan metoda consecutive. Seluruh partisipan dilakukan pemeriksaan LRT, SSS dan histopatologi. Sensitivitas, spesifisitas, akurasi dan  area under curve of LRT secara signifikan lebih tinggi daripada SSS (98,1% vs 85,71%; 80% vs 60%; 97% vs 85% dan 0,890 vs 0,72; secara berurutan). Leprosy rapid test memberikan nilai diagnostik lebih tinggi secara signifikan dibandingkan SSS di RSUPMH Palembang. Leprosy rapid test dapat digunakan sebagai pengganti SSS sebagai pemeriksaan penunjang MH.